Pages

Kamis, Januari 02, 2014

Simulator Tempur Sukhoi Indonesia

Sukhoi SU-27 dan SU-30 TNI AU bersama F/A-18 Hornet RAAF
Sukhoi SU-27 dan SU-30 TNI AU bersama F/A-18 Hornet RAAF

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan melanjutkan rencana pembelian simulator kemudi pesawat tempur Sukhoi TNI Angkatan Udara dengan pagu anggaran yang ditetapkan sebesar US$ 45 juta atau sekitar Rp 540 miliar. ”Pagu tersebut hanya untuk satu unit simulator Sukhoi,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda Rachmad Lubis, Rachmad kepada Tempo, Kamis, 2 Januari 2014.


Laksamana Muda Rachmad Lubis mengatakan, Kementerian Pertahanan tengah memproses evaluasi dokumen penawaran simulator Sukhoi. Selanjutnya, pemaparan oleh peserta lelang. Rachmad enggan menyebutkan pihak-pihak yang sudah mengajukan penawaran ke Kementerian Pertahanan. Namun dia membenarkan jika PT Dirgantara Indonesia masuk sebagai penawar simulator Sukhoi dari dalam negeri.


Dari pemaparan setiap produsen simulator, Kementerian akan menyeleksi dan menuangkan dalam daftar peringkat peserta lelang. Setelah itu dipilih beberapa produsen simulator berdasarkan urutan peringkat tertinggi. Tahapan selanjutnya akan ditinjau fasilitas produksi dari beberapa peserta yang paling potensial.

Su-34 cockpit simulator and 'attack'
Su-34 cockpit simulator and ‘attack’

Pertimbangan pihak Kementerian dalam penentuan pemenang adalah berdasarkan kemampuan produsen memproduksi simulator yang paling menyerupai kemampuan asli pesawat tempur Sukhoi. Pertimbangan lainnya, lama waktu pembuatan dan pengiriman serta jaminan purnajual. Termasuk alih teknologi apabila pemenangnya dari luar negeri.


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelumnya mengungkapkan rencana pemerintah membeli simulator kemudi pesawat tempur buatan Rusia, Sukhoi SU-27 dan SU-30. Kementerian Pertahanan tengah memilah produsen simulator Sukhoi dari tiga negara yang bisa memproduksinya, yakni: Rusia, Cina, dan Kazakstan.


Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana, menyarankan pemerintah tidak membeli simulator pesawat tempur Sukhoi dari luar negeri. Ia mengatakan, misi utama simulator banyak berisi pelatihan-pelatihan menjalankan misi pesawat tempur dan banyak yang bersifat universal. ”Di dalamnya adalah doktrin tempur TNI AU,” kata dia.


Menurut Andi, semua negara pengguna pesawat tempur Sukhoi memilih membuat sendiri simulator kemudinya, dengan pertimbangan untuk melindungi rahasia negaranya. Contohnya, kata dia, Cina dan Malaysia yang membuat sendiri simulator kemudi pesawat tempur buatan Rusia itu.
PLAAF  Su-30MKK Flight Simulator
PLAAF Su-30MKK Flight Simulator

Adapun Rizal Dharma Putra, pengamat militer, menilai harga simulator kemudi pesawat tempur Sukhoi yang akan dibeli pemerintah terlampau mahal. Menurut dia, jika pemerintah tetap membeli simulator berbiaya tinggi tersebut, harus diperhitungkan langkah jangka panjangnya. Sebab, pesawat tempur yang Indonesia punya bukan cuma Sukhoi. ”Indonesia punya pesawat tempur F-16, F-5 Tiger, dan pesawat tempur latih T-50 Golden Eagle,” kata Rizal saat dihubungi Tempo, Kamis, 2 Januari 2014.


Menurut Rizal, pemerintah terlalu membuang duit jika membeli satu jenis simulator pesawat tempur, sementara penggunaan pesawat tempur Indonesia berbagai jenis. Rizal melanjutkan, kepemilikan satu skuadron atau 16 pesawat Sukhoi SU-24 dan SU-30 Indonesia belum perlu untuk membeli simulator.


Jika nekat beli simulator Sukhoi, dia melanjutkan, pemerintah harus konsisten ketika membutuhkan penambahan pesawat tempur. Pemerintah mau tak mau harus membeli pesawat tempur jenis Sukhoi lagi.

Menanggapi hal itu, Kementerian Pertahanan membantah jika dikatakan bahwa harga simulator kemudi pesawat tempur Sukhoi itu kemahalan. Menurut Kementerian, pagu anggaran US$ 45 juta untuk satu unit simulator Sukhoi sudah sesuai harga pasaran. ”Simulator yang rumit, risiko tinggi dengan kecepatan supersonik, harganya pun hampir sama dengan pesawat asli,” kata Rachmad. Karena alasan itu, kata dia, pemerintah baru berani membeli simulator setelah pesawat tempur Sukhoi SU-24 dan SU-30 yang dimiliki TNI Angkatan Udara genap satu skuadron atau 16 unit. 




Sumber : Tempo

7 komentar:

  1. Simulator itu tetap penting bro. Harusnya untuk semua jenis pesawat tempur kita harus beli simulatornya. agar pilot yang mengawakinya tetep bsa jadi ahli. Lagian klo udah beli simulator sukoi, ya ditambah lagi aja armada sukoinya dg mendatangkan SU 35 BM. hehehe.

    BalasHapus
  2. Nah gt dong beli simulator sukhoi supaya pilot kita makin garang bertarung di udara tanpa harus lagi kluar biaya besar. Sambil kita belajar cara bikin simulatornya jg

    BalasHapus
  3. Malaysia bikin simulator sendiri?Simulator CN 235 saja masih beli dari PT DI.

    BalasHapus
  4. Sepertinya "so call" pengamat militer Rizal Dharma Putra asbun, tidak mengerti kenapa Pemerintah berencana membeli simulator sukhoi, sepertinya ybs perlu mencari tahu dulu sebelum komentar dan mengaitkannya dengan F16, F5 dan T50GE.

    JIKA badan usaha Indonesia bisa memproduksi suatu alusista yang bagus dan bermutu, maka lebih baik jika ada pengadaan alusista Pemerintah mengutamakan produk dalam negeri. Namun JANGAN mempertaruhkan kewibawaan dan keamanan pertahanan negara hanya karena mesti beli suatu produk alusista dalam negeri yang belum terbukti. Apa PT DI sudah berpengalaman membuat simulator pesawat tempur khususnya sukhoi? Buktikan dengan penawaran. Jika belom sebaiknya Sdr. Andi Alisjahbana (tanpa bermaksud meremehkan kemampuan PT DI) tidak berkomentar tanpa memberikan paparan simulator apa yang sudah pernah/bisa dibuat PT DI.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tambahan: Perkiraan kasar biaya operasional Sukhoi Rp 500juta per jam dibandingkan F16 Rp 70juta per jam (tersebut dalam Risalah Raker Komisi I DPR RI dengan Menhan dan Panglima TNI tanggal 27.01.2011). Itulah alasan utama kenapa mesti diadakan simulator sukhoi.

      Hapus
    2. memang betul, untuk F-16 ada T-50 yang bisa digunakan sebagai advanced trainer, sedangkan sukhoi memang belum ada jembatan penghubung dari basic trainer ke advanced trainer. karena jam terbang yang mahal, simulator itu salah satu solusinya untuk melatih pilot baru. dan untuk urusan simulator pesawat tempur, PT DI nggak mungkin bisa membuat simulator untuk pesawat tempur tanpa berkoordinasi dengan perusahaan pembuat. karena yang tahu spec dan kapabilitas utama dari produk yang bersangkutan ya pabrikannya, nggak bisa hanya mengandalkan input dari pilot kita saja. sebenarnya bisa saja PT DI bikin simulator, seperti yang kita lihat dengan simulator CN-235... tapi tetap saja kalau urusan simulator pesawat tempur, beda total urusannya

      Hapus
  5. Weeii kemahalan itu hrgnya...coba kalian liat di google, india beli simulator su 30 dr rusia hrgnya $30-38 juta n kita belinya 45 jutaan, mau di korup lg tuh duit $7 jutaan..memang kpk mesti harus turun nih untuk audit duit2 rakyat yg di pake para babeh ckckck sadar woii takut sama Tuhan kenape!!!

    BalasHapus