Pages

Rabu, Desember 11, 2013

Berita Foto : Kedatangan KRI Diponegoro-355 Di Koarmatim

SURABAYA-(IDB) : Sejumlah anggota TNI AL yang tergabung dalam Satgas Maritim Task Force (MTF) Konga XXVIII.E UNIFIL (United Nation Interm Force In Lebanon) dengan menumpang KRI Diponegoro-355 tiba di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya, Jatim, Rabu (11/12). KRI jenis Korvet kelas SIGMA (Ship Integrated Geomatrical Modularity Approach) tersebut kembali ke Koarmatim Surabaya usai mengemban misi perdamaian dunia selama sembilan bulan dengan membawa 100 personel dan satu buah helikopter BO-105.

Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono (kedua kiri) bersalaman dengan anggota TNI AL yang tergabung dalam Satgas Maritim Task Force (MTF) Konga XXVIII.E UNIFIL (United Nation Interm Force In Lebanon) dengan menumpang KRI Diponegoro-355 setibanya di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya, Jatim, Rabu (11/12). KRI jenis Korvet kelas SIGMA (Ship Integrated Geomatrical Modularity Approach) tersebut kembali ke Koarmatim Surabaya usai mengemban misi perdamaian dunia selama sembilan bulan dengan membawa 100 personel dan satu buah helikopter BO-105.



Sumber : Antara

Satgas MTF XXVIII-E/UNIFIL Lebanon Tiba Si Koarmatim

SURABAYA-(IDB) : Kapal Republik Indonesia (KRI) Diponegoro-355  sukses melaksanakan tugas dalam mengamankan perairan Lebanon pada misi perdamaian PBB yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Maritime Task Force (MTF) Konga XXVIII-E/UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon). 

Tugas sebagai peace keeper ini dilaksanakan selama 7 bulan dan menempuh perjalanan laut pergi pulang selama 2 bulan, jadi total penugasan selama 9 bulan. Kedatangan KRI Diponegoro-355 dengan 100 personel Satgas tersebut disambut oleh Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S. H., M.Hum di dermaga Koarmatim, Rabu (11/12). Turut dalam penyambutan pejabat Koarmatim dan ibu-ibu Jalasenastri serta keluarga dari personel Satgas.

Misi perdamaian dunia ke Lebanon ini merupakan misi yang kedua kalinya bagi KRI Diponegoro-365 setelah misi yang sama tahun 2009 lalu.  KRI Diponegoro-365 dikomandani Letkol Laut (P) Hersan, S.H. sekaligus selaku Komandan Satgas  MTF Konga XXVIII-E/UNIFIL meninggalkan tanah air semenjak dilepas Pangarmatim tanggal 5 Maret yang lalu untuk mengemban amanat Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701 tahun 2006. Dalam perjalanannya, kapal perang berpeluru kendali ini singgah di beberapa negara sahabat, diantaranya Srilanka, India, Oman, Mesir, Arab Saudi, Pakistan dan Turki.

Selama penugasan, kapal yang merupakan organik jajaran Satuan Kapal Eskorta Komando Armada RI Kawasan Timur (Satkorarmatim) ini telah secara aktif memberikan kontribusi kepada Maritime Task Force/UNIFIL. Mulai dari pelaksanaan patroli rutin, latihan bersama baik dengan Lebanese Armed Forces (LAF) - Navy maupun unsur-unsur Maritime Task Force/UNIFIL lainnya di Area of Maritime Operation (AMO).

Disela-sela acara penyambutan, Pangarmatim mengatakan hari ini KRI Diponegoro-365 secara resmi diterima kembali di pangkalan Koarmatim setelah 9 bulan melaksanakan misi perdamaian PBB di Lebanon. Pangarmatim juga mengucapkan selamat datang dan selamat berkumpul kembali dengan keluarga tercinta kepada para prajurit Satgas MTF XXVIII-E/UNIFIL. Ditanya tentang prestasi yang dicapai Satgas, Pangarmatim mengatakan Satgas ini memperoleh Certificate of Appreciation dari Force Commander UNIFIL, Outstanding Performance dari MTF Commander,  penghargaan dari PBB berupa UN Medal (United Nations Medale) dan dari pemerintah Lebanon berupa Valour  Medal, selain penghargaan dari pemerintah Indonesia karena Satgas telah membawa nama baik dan mengharumkan bangsa Indonesia.

Pada kesempatan tersebut Pangarmatim juga menyampaikan sebagai pengganti KRI Diponegoro-365 telah disiapkan KRI Frans Kaisiepo-368 sebagai Satgas MTF XXVIII-F/UNIFIL yang direncanakan berangkat pada bulan Maret tahun depan. “Saat ini para personel sedang melaksanakan tahap seleksi yang diselenggarakan oleh PMPP (Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian) Mabes TNI di Surabaya”, kata Pangarmatim.

 
Keberhasilan KRI Diponegoro-365 dalam mengemban misi MTF UNIFIL ini menunjukkan profesionalitas TNI diakui dan sejajar dengan Angkatan Bersenjata negara-negara lain di dunia yang mengirimkan pasukannya pada misi PBB di Lebanon atau Troops Contributing Countries (TCC). 

Di antaranya adalah Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Yunani dan Turki.  Satgas MTF XXVIII-E/UNIFIL memiliki dua misi pokok, yakni melaksanakan Maritime Interdiction Operation (MIO) untuk membantu Angkatan Bersenjata Lebanon atau LAF dalam mencegah masuknya pasokan senjata dan materil ilegal lainnya ke Lebanon serta membantu Angkatan Laut Lebanon dalam meningkatkan kemampuan pelaksanaan tugas penegakkan kedaulatan negara di wilayah perairannya.

Salah satu keunggulan dari KRI Diponegoro-365 adalah selain melaksanakan pengawasan perairan Lebanon melalui laut, juga dapat melaksanakan pengawasan perairan melalui udara dengan mengoperasionalkan Helikopter Bolcow yang dibawa. Kapal Perang kebanggaan Indonesia ini  merupakan salah satu kapal perang terbaru yang dimiliki TNI AL jenis Korvet Kelas SIGMA (Ship Integrated Geomatrical Modularity Approach). 



Sumber : Koarmatim

Rusia Tingkatkan Kehadiran Militer Di Kutub Utara

MOSCOW-(IDB) : Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (10/12/2013), memerintahkan militer negeri itu untuk meningkatkan kehadirannya di Laut Artik setelah Kanada mengisyaratkan akan mengklaim wilayah Kutub Utara dan perairan di sekitarnya.

"Saya ingin militer memberikan perhatian khusus untuk mengerahkan infrastruktur dan unit-unit militer ke Laut Artik," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi.

Reaksi cepat dan keras Rusia terhadap niat Kanada itu menunjukkan keinginan Rusia untuk melindungi kepentingannya di wilayah itu terutama terkait eksplorasi minyak dan gas bumi di kawasan yang masih perawan namun kaya sumber daya alam tersebut.

Selain dengan Kanada, Rusia juga harus bersaing dengan Denmark dan Norwegia yang juga menginginkan klaim di kawasan yang sama.

Pekan lalu, Kanada memasukkan klaim melalui PBB terkait batas terluar negeri itu berdasarkan perbatasan kontinen di Samudera Atlantik. Menteri Luar Negeri Kanada John Baird mengatakan klaim negerinya itu termasuk klaim Kanada terhadap wilayah Kutub Utara.

Sementara itu, Rusia juga mengklaim wilayah yang luas di Kutub Utara dan Samudera Artik yang menurut Lembaga Survei Geologi AS mengandung 13 persen cadangan minyak mentah yang belum ditemukan dan 30 persen cadangan gas alam dunia.

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan dalam rapat kementerian pertahanan, Putin sudah meminta semua perintahnya harus dilaksanakan tepat waktu.

"Pada 2014, kami akan memiliki unit militer untuk memastikan keamanan kepentingan nasional Rusia di Samudera Artik," kata Shoigu.

Beberapa hal yang masuk dalam rencana Putin adalah membangun pangkalan militer baru di wilayah utara yaitu di kota Tiksi, Siberia di wilayah Yakutia dan pangkalan angkatan laut di Severomorsk.

Putin juga berniat merevitalisasi basis militer era Uni Soviet di sejumlah pulau Siberia di ujung utara Siberia Timur.

Rusia Akan Buka Kembali Tiga Pangkalan Militer Di Artik

Rusia berniat membuka kembali tiga pangkalan militer di kawasan Artik dekat Kutub Utara, yang sudah ditutup sejak akhir Perang Dingin. Pembukaan pangkalan itu terkait persaingan merebutkan kekayaan alam di kawasan kutub dengan Kanada dan Amerika Serikat.

"Kami akan mulai membuka kembali pangkalan-pangkalan udara di kepulauan Novaya Zemlya dan di Naryan-Mar pada musim panas ini," ungkap Mayor Jenderal Igor Makushev, komandan satuan penerbangan Distrik Militer Barat, 31 Mei 2012, seperti dikutip majalah pertahanan IHS Jane's Defence Weekly edisi 13 Juni 2012.

Dua pangkalan tersebut pada era Perang Dingin menjadi basis operasi pesawat-pesawat tempur dan pengebom jarak jauh Uni Soviet. Baik pangkalan udara Rogachevo di Novaya Zemlya maupun Naryan-Mar di provinsi Nenets dekat Laut Barents, sama-sama memiliki landasan pacu beton sepanjang 2.500 meter.

Sementara pangkalan ketiga, yakni di Ostrov Greem-Bell (Pulau Graham Bell) yang terletak di pedalaman Artik memiliki landasan pacu sepanjang 2.100 meter dari permukaan es yang dipadatkan. Dulunya, ada pesawat-pesawat tempur yang ditempatkan di sana.

Nantinya tiga pangkalan itu tak akan menjadi basis pangkalan tetap pesawat tempur atau pengebom. Akan ada staf yang ditempatkan permanen di sana, tetapi fungsi pangkalan itu hanya untuk penerbangan latihan dan kalibrasi.

Pembukaan tiga pangkalan militer era Perang Dingin ini lebih bermakna simbolis untuk menunjukkan keseriusan Rusia dalam perselisihan soal siapa yang berhak menggali kekayaan alam di kawasan Artik. Pangkalan ini juga penting untuk menerbangkan pesawat-pesawat dalam misi pengawasan Rute Laut Utara, yakni rute kapal-kapal dagang melalui kawasan kutub yang dimungkinkan setelah sebagian es mencair akibat pemanasan global. 




Sumber : Kompas

Ceremony Steel Cutting Kapal Selam Diesel Electric DSME 209 Pertama

SEOUL-(IDB) : Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemhan Laksda TNI Ir. Rachmad Lubis bersama Project Officer mendampingi Kasal dalam rangka Ceremony Steel Cutting Kapal Selam pertama dari kontrak pengadaan 3 unit Kapal Selam Diesel Electric DSME 209. 
Acara steel cutting dihadiri oleh Kasal, Kabaranahan Kemhan, Aspam Kasal, Project Officer Alutsista Matra Laut Kemhan, Kadisadal, Commodore Kim Dog-Ki (RoK Navy), Athan RI di Korea Selatan, Dirut PT. PAL (Persero), Executive Vice President DSME. (30 Nov s.d 3 Des 2013). 
Pada kunjungan tersebut delegasi juga melaksanakan kunjungan dan pembekalan ke Satgas Proyek Pengadaan Kapal Selam Diesel Elektrik DSME 209 serta Tim Alih Teknologi dari PT. PAL. 


Sumber : Kemhan

Kodam XIII Merdeka Akan Kembali Diaktifkan

MANADO-(IDB) :  Setelah dilikuidasi beberapa tahun lalu pada zamannya Panglima TNI (dulunya Panglima ABRI) alm Jend Purn Benny Moerdani, Komando Daerah Militer (Kodam) XIII Merdeka Manado, direncanakan kembali akan diaktifkan lagi. Saat ini Kodam di pulau Sulawesi hanya satu, yakni Kodam VIII Wirabuana yang berkedudukan di Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pembangunan Kodam XIII Merdeka Manado itu direncanakan akan dibangun tahun 2014 di Kota Manado, yang akan membawahi Sulut, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Meski pembangunan markas besar Kodam XIII nanti akan dibangun tahun 2014 mendatang namun Korem 131 Santiago yang merupakan salah satu resort militer wilayah Sulut dan Gorontalo telah melakukan persiapan-persiapan.


Dua lokasi telah disiapkan untuk pembangunannya. Terkait rencana pembangunan Kodam XIII Merdeka Manado itu, Komandan Korem 131 Santiago, Brigjen Musa Bangun ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (9/12) mengatakan pihaknya sampai saat ini masih menunggu petunjuk dan keputusan dari pimpinan TNI AD, untuk melakukan pembangunan Kodam di Sulut.


Menurut Musa, meskipun rencana strategis (Renstra) TNI AD yang nantinya bakal direalisasikan tahun 2014. Namun pihaknya sudah menyiapkan beberapa hal yang akan dibutuhkan seperti melakukan survey serta menyiapkan lokasi yang nantinya akan ditentukan pusat. "Sesuai dengan Renstra TNI AD, di tahun 2014 akan ada pembangunan fisik Kodam XIII Merdeka di Manado.

 
Namun, untuk lokasinya sampai saat ini belum diputuskan. Ada dua tempat yang disiapkan yakni di asrama Korem yang terletak di Teling Atas, kemudian lokasi yang kedua di wilayah Bailang Manado. Pembangunan dan nama Kodam juga masih dimatangkan dan dikaji dari pimpinan pusat," ujar Musa.

Ia mengatakan, dua lokasi pembangunan Kodam itu telah ditetapkan atas kajian dari pusat, maka proses awal pembangunan akan dilaksanakan. Demikian juga, jangkauan wilayah Kodam pun berpeluang bertambah jika muncul daerah baru. Pasalnya, dua daerah yang bakal dimekarkan nanti menjadi provinsi yakni Bolaang Mongondow Raya (BMR) dan Nusa Utara, bisa menjadi wilayah militer dari Kodam XIII Merdeka nantinya.


"Untuk saat ini Korem 131 Santiago masih tetap di lokasi, namun kita akan lihat perkembangannya ke depan sesuai petunjuk pimpinan. Justru untuk Korem sendiri, rencananya kan ditambah dan dibangun di Gorontalo. Kemudian untuk jangkaun wilayah Kodam hingga kini belum resmi ditetapkan, tapi bakal sama wilayahnya dengan Kodam XIII Merdeka yang menjangkau daerah Sulut, Sulteng dan Gorontalo," tambahnya.




Sumber : Shnews

IMSS 2013 Soft Power TNI AL Redam Konflik

JAKARTA-(IDB) : Upaya meredam konflik negara-negara di kawasan Pasifik diharapkan bisa terjadi di sela penyelenggaraan simposium internasional keamanan maritim yang diselenggarakan oleh TNI AL dan  diikuti 32 angkatan laut. Pertemuan bilateral antara pejabat militer bisa dilakukan sesuai keperluan peserta. 

"Memang tidak spesifik dibicarakan atau diagendakan tentang ini. Namun simposium ini bisa menjadi pijakan pertemuan bilateral di antara peserta. Mereka bisa duduk bersama sambil ngopi istilahnya begitu. Inilah soft power TNI AL di panggung dunia," kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro. 

Dalam simposium yang dibuka Purnomo Yusgiantoro, dengan Kepala Staf TNI AL, Laksamana Marsetio, sebagai tuan rumah, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, hadir sembilan kepala staf atau panglima angkatan laut, yaitu Kepala Staf Angkatan Laut Amerika Serikat, Admiral Jonathan W Greenert dan Kepala Staf Angkatan Laut Singapura, Rear Admiral Ng Chee Peng.

Juga Kepala Staf Angkatan Laut Australia, Vice Admiral RJ Griggs.  Panglima Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China, Rear Admiral Wei Xueyi, Panglima Angkatan Laut Iran, Rear Admiral Habibollah Sayyari, dan Kepala Staf Angkatan Laut Pakistan, Admiral Muhammad A Sandila. 

Masih ditambah Kepala Staf Maritim Angkatan Beladiri Jepang, Admiral Katsutoshi Kawano, Panglima Angkatan Laut Thailand, Admiral Tawewuth Pongsapipatt, Panglima Tentera Laut Diraja Malaysia, Admiral Tan Sri Abdul Aziz, dan kepala delegasi Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Rear Admiral Ben Bekkering.

Tema pokok yang diusung adalah Strategi Kerja Sama dan Kemitraan Global untuk Menguatkan Kesiagaan Kemaritiman. 

Negara-negara yang bertikai secara politik di kawasan Pasifik hadir semua, yaitu Jepang, Korea Selatan, China, Filipina, Malaysia, Viet Nahm, dan Brunei Darusalam. 

China menjadi sentral karena dia bertikai sekaligus tentang kepemilikan Kepulauan Senkaku dengan Jepang dan hampir semua Laut China Selatan dengan Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam. 

"Indonesia juga melakukan beberapa pertemuan bilateral di sela simposium ini. Selain itu ada lima pertemuan bilateral di antara negara peserta yang lain. Bahkan setelah penutupan, pertemuan bilateral dari negara peserta juga kami fasilitasi," kata Marsetio. 




Sumber : Antara

Angkatan Laut Australia Terima 2 Helikopter MH-60R Anti Kapal Selam

DARWIN-(IDB) : Angkatan Laut Australia (RAN) secara resmi menerima dua helikopter maritim anti kapal selam Sikorsky MH-60R "Knighthawk" buatan Lockheed Martin pada Selasa, 10 Desember 2013.

Serah terima berlangsung di fasilitas Lockheed Martin di Owego di New York, Amerika Serikat. Hal ini menandai dimulainya proses pengiriman seluruh helikopter yang berjumlah 24 unit yang dijadwalkan selesai diserahkan pada akhir tahun 2016.


Sikorsky MH-60R diperoleh Australia berdasarkan Project AIR 9000 Phase 8 yaitu untuk mengganti 16 helikopter Sikorsky S-70B-2 Seahawk anti kapal selam dan anti permukaan. Sikorsky MH-60R akan dioperasikan dari kapal frigat kelas Anzac dan kapal perusak kelas Hobart milik Angkatan Laut Australia. Heli-heli ini selanjutnya akan berpangkalan di Stasiun Udara Angkatan Laut HMAS Albatross di Nowra, New South Wales, Australia.



Sikorsky MH-60R berdimensi panjang 19,75 m, tinggi 5,2 m dengan berat kosong 6.895 kg dan berat penuh 8.055 kg. Helikopter ini diawaki oleh 3 hingga 4 kru dengan kapasitas 5 penumpang di kabin. Kecepatan penuhnya 270 km/jam dengan daya daki (tingkat panjat) 8,38 m/detik. Soal senjata, helikopter ini dilengkapi dengan (hingga) tiga torpedo Mark 46 atau Mk-54, rudal Hellfire 4, dan senapan mesin M60.


Harga satu unit helikopter MH-60R adalah sekitar AS$ 42,9 juta (sekitar 514 miliar rupiah saat ini) pada tahun 2012. Tercatat negara di kawasan Asia Tenggara yang sudah menggunakannya adalah Singapura (6 unit SH-60B dan sudah ada kontrak penambahan lagi pada awal 2013) dan Thailand (6 unit MH-60S).




Sumber : Artileri

Panglima TNI: 4 Anomali Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia

Panglima TNI Jenderal Moeldoko
Panglima TNI Jenderal Moeldoko


JAKARTA-(IDB) : Apa yang ada di dalam benak Panglima TNI Jenderal Moeldoko, terkait kehidupan berbangsa Indonesia saat ini ?. Menurut Panglima TNI, ada 4 anomali yang terjadi mengiringi kehidupan bangsa Indonesia, pasca-reformasi 1997-1998. 

Hal ini disampaikannya Panglima TNI dalam acara Forum Pemred bertajuk Kongres Kebangsaan, Jakarta (10/12/2013). “Saat ini, di Indonesia ada beberapa kejadian yang menarik kita catat. Ada yang namanya sebuah anomali. Inilah yang akan saya sampaikan,” kata Jenderal Moeldoko.


Pertama, anomali politik. Indonesia memiliki sistem pemerintahan presidensial, namun, dilakukan banyak partai yang mengakibatkan mahalnya biaya politik di Indonesia.


“Saat ini ada 2.000 anggota legislatif di tingkat kabupaten, kota provinsi yang bermasalah dalam hukum. Ada 309 kepala daerah yang terlibat korupsi baik status tersangka, terdakwa dan terpidana. 94 persen Kepala Daerah dan Wakilnya sudah pecah kongsi,” ujar Moeldoko.


Kedua, anomali ekonomi. Berdasarkan data BPS tahun 2010, jumlah buruh menjacai 30,72 juta orang. Kekuatan buruh menjadi kekuatan parlemen jalanan.


“UU 21 tahun 2000 tentang kebebasan berserikat di Indonesia ini menjadi anugerah dan bencana karena kekuatan buruh terpecah dalam berbagai serikat dan federasi. Selama ini gerakan buruh cenderung reaktif sehingga menuai kecaman dari masyakarat. Pemerintah diperlukan sebagai penegah dan pengawas sehingga gesekan-gesekan buruh dan pengusaha dapat ditekan jumlahnya,” papar dia


Ketiga, anomali sosial dan budaya. Dalam masalah sosial ada beberapa masalah, misalnya soal perilaku menyimpang yang dilakukan pengusaha atau pemerintah atau pihak yang berstatus sosial tinggi yang memaksakan keinginan mereka.


Keempat, anomali otonomi. “Karena setelah terjadi otonomi daerah ada pemerintahan yang terbentuk di daerah dan kadangkala terlepas dari kebijakan pemerintah pusat dan tidak saling seiiring sejalan,” kata Jenderal Moeldoko.


Dalam kesempatan di Forum Pemred ini, Panglima TNI Jenderal Moeldoko juga menjelaskan teori tentang chaos. “Chaos jangan dipandang sebagai hal yang negatif tetapi ada peluang yaitu peluang kemajuan, lalu dialektika kultural, persaingan, peningkatan etos kerja dan peningkatan daya kreatifitas dan produkifitas,”.

“Lalu ada juga sebenarnya chaos positif. Nah saya ingin memahami berbagai ketidakteraturan yang kita alami saat ini untuk menghentikan chaos ini,”. Menurut dia, ada 3 senjata untuk menghentikan chaos ini, kontrol, kreatifitas dan komunikasi. 




Sumber : JKGR

Indonesia Tuan Rumah International Maritime Security Symposium 2013

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Selasa (10/12) menjadi keynote speech dalam acara International Maritime Security Symposium 2013 yang berlangsung selama dua hari mulai tanggal 10-11 Desember 2013, di Jakarta. Simposium keamanan maritim yang baru pertama kali diadakan dan direncanakan akan diadakan setiap dua tahun sekali ini diikuti 32 delegasi dari berbagai negara dan dihadiri 14 Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) negara sahabat.
 
Dalam kesempatan tersebut Menhan menyatakan bahwa tema yang diangkat dalam simposium kali ini yaitu, “Cooperative Strategy and Global Partnership to Enhance Maritime Domain Awareness” sangat penting dan sesuai dengan domain maritim yang dapat berpengaruh pada bidang keamanan, keselamatan, ekonomi, atau lingkungan.


Menhan memberikan apresiasi kepada TNI AL selaku tuan rumah penyelenggaraan simposium keamanan maritim 2013 dan berharap simposium ini dapat menjadi tonggak dalam membangun kepercayaan dan membangun kerjasama yang baik diantara angkatan laut di dunia.


Berkenaan dengan konflik territorial, lanjut Menhan, kita mungkin diwajibkan untuk menerima kenyataan bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di wilayah kelautan. Melihat kenyataan itu, pilihan terbaik adalah memberikan perhatian dan fokus membangun kepercayaan (confident building) dengan menjalin hubungan yang kondusif dan berupaya untuk menjalin kerjasama yang baik antar negara-negara di dunia.

Ancaman non-tradisional yang bersifat lintas perbatasan masih menjadi hal yang perlu mendapat perhatian seperti pembajakan, illegal fishing, perdagangan manusia dan penyelundupan manusia, terorisme serta bencana alam.


Sementara itu ditempat yang sama, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksmana TNI Dr. Marsetio mengatakan bahwa simpoisum ini mengundang Western Pacific Naval Symposium (WPNS) yang beranggotakan 25 negara dan negara-negara yang tergabung dalam Indian Ocean Naval Symposium (IONS). Selain itu juga simposium diikuti 32 angkatan laut yang berada di kawasan termasuk diantaranya hadir Kasal dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris dan negara-negara di kawasan.


Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan peran Indonesia sebagai archipelago state yang memiliki visi maritim dimana hal itu menunjukkan posisi strategis Indonesia di kawasan sebagai negara maritim yang 2/3 wilayahnya adalah lautan. “Dan ini merupakan posisi tawar Indonesia sebagai negara besar”, ujar Kasal.


Kegiatan simposium selain akan meningkatkan kapasitas Indonesia sebagai negara maritim besar di kawasan dan juga untuk mempersiapkan perhelatan besar yang akan dilangsungkan pada bulan Maret tahun depan yaitu multilateral exercise. Rencananya latihan gabungan tersebut akan diikuti 18 negara yang tergabung dalam ASEAN Plus.

Dalam kegiatan multilateral exercise nanti negara-negara anggota peserta akan mengirimkan kapal perangnya untuk melakukan latihan gabungan. Rencana latihan akan dimulai di Batam dan sekitar area Natuna, Kepulauan Riau. Hal ini merupakan awal yang baik dalam upaya meningkatkan kerjasama maritim antar negara-negara di sekitar kawasan. 




Sumber : DMC

PT DI Tawarkan Kerjasama Dengan Pemprov Sulsel

MAKASSAR-(IBD) : PT Dirgantara Indonesia (Persero) menawarkan kerjasama bersama kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam hal pengadaan pesawat yang dirancang secara khusus untuk melewati rute-rutepenerbangan jarak pendek. Hal ini diungkapkan perwakilan PT DI bersama dengan Kementrian Perindustrian dihadapan Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, Senin (9/12/2013).

Manager Program N219 , Direktorat Teknologi dan Pengembangan PT DI Budi Santoso menyebutkan, pesawat N219 dapat digunakan untuk beberapa kebutuhan, seperti penumpang, kargo dan juga pesawat militer, tentunya dengan kapasitas minimal 19 orang penumpang.

Ia menambahkan, sebenarnya ada beberapa jenis pesawat sejenis pesawat untuk landasan pendek seperti pesawat N219 dengan landasan 500 meter, pesawat N 212 untuk landasan 800 meter. Khusus untuk Sulsel sendiri, rute daerah cocok untuk pesawat jenis N219. Budi menuturkan, untuk rute pesawat ini misalnya dapat menjangkau rute Makassar – Tana Toraja – Makassar , Makassar – Masamba – Makassar

“Untuk satu unit pesawat ini USD 4.5 Juta dan jika nantinya pemprov menginginkan pesawat ini , pembayaran dapat dilakukan secara bertahap. Tahun 2016 baru akan diberikan kepada beberapa customer yang telah pesan. Akhir 2015  pesawat ditargetkan selesai dan akan disuplai kepada pemesan.” Kata Budi.

Budi menjelaskan dalam beberapa paket kerjasama yang ditawarkan, termasuk dengan penyediaan operator , dan ini juga ditawarkan pada beberapa daerah, seperti Aceh dan Papua. Adapun peneyediaan kru, PT DI akan mensuport dengan memanfaatkan putera daerah.

"Kami akan melakukan training , sehingga pembiayaan para kru tidak membebani.” Papar Budi.

Untuk metode Kerjasama ada beberapa yang ditawarkan perusahaan tersebut, salah satunya adalah pemerintah membayar black seat dan per bulan membayar operator untuk menerbangkan pesawat.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu’mang mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah mengadakan pesawat buatan dalam negeri ini, apalagi untuk  memudahkan akses antar daerah.

"Nantikan akan dilihat metodenya seperti apa , apakah operator atau bagaimana karena ini bukan sendiri Sulsel, tapi untuk pulau Sulawesi,” kata Agus.




Sumber : Tribunnews

Kegundahan Australia Seputar Normalisasi Hubungan Dengan Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Setelah Indonesia menyatakan memberhentikan kerjasama pada beberapa bidang dengan Australia, nampaknya Australia menilai kemarahan Presiden SBY serta para pejabat Indonesia terbaca sangat serius. Presiden SBY menyatakan memberhentikan kerjasama intelijen, militer serta kerja sama antar kepolisian negara. Australia sangat khawatir karena Polri membekukan kerjasama dengan Australia dalam bentuk intelijen dan Satuan Tugas Penyelundupan Manusia (Satgas People Smuggling). "Sementara kita hentikan," kata Kapolri, Jenderal Pol Sutarman, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2013).
 
Satgas People Smuggling merupakan satuan tugas yang dibentuk Polri dalam mengupayakan manusia-manusia perahu yang akan menuju ke Christmas Island, Australia. Mereka yang akan menyebrang ke pulau tersebut kerap berangkat dari perairan di Indonesia. Selain itu, Polri juga memberhentikan informasi intelijen terkait masalah terorisme.


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan sesuai dengan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sejauh ini pemerintah telah mengeluarkan tiga kebijakan penting menindaklanjuti kasus penyadapan tersebut."Kebijakan pertama adalah pemberhentian kerja sama tukar menukar data informasi dan data intelijen antara Indonesia dan Australia. Kedua, menghentikan latihan militer bersama," katanya saat acara National Internet Security Day (NISD), Kamis (21/11). TNI langsung merespons, bahkan langsung menarik lima F-16 TNI AU yang sedang mengikuti latma Elang-Ausindo di Darwin. Juga latihan antara TNI AL dengan Royal Australian Navy, dan Kopassus dengan special forces Australia.


Sebelumnya, diketahui ketika Perdana Menteri Tony Abbot mengunjungi Jakarta pada 30 September 2013, kabarnya Australia akan memberikan bantuan keuangan sekitar 420 juta dolar Australia untuk mengatasi penyeludupan manusia dari Indonesia. Rencananya pemerintah Australia akan menggunakan uang itu untuk membeli kapal-kapal nelayan, memberi insentif uang kepada masyarakat dan kepala desa di Indonesia yang memberikan informasi tentang manusia perahu (Bisnis.com, 21/11/2013).


Dua hal prinsip yang sangat ditakuti oleh Australia yaitu masalah perkembangan dan penanganan terorisme serta kasus imigran gelap. Australia jelas masih trauma dengan peristiwa Bom Bali-1 yang menewaskan 202 orang, mayoritas warga negara Australia, serta pemboman kedubes Australia di Jakarta. Badan intelijen serta polisi federal Australia jelas sangat berkepentingan mengikuti perkembangan terorisme di Indonesia yang merupakan salah satu ancaman utama terhadap warga, simbol dan kepentingan mereka di Indonesia. Oleh karena itu mereka banyak memberikan asistensi dan perlengkapan kepada Densus 88 dalam menanggulangi terorisme.


Kini dengan diberhentikannya informasi intelijen oleh Polri, jelas pihak intelijen dan polisi Federal dipastikan merasa tidak nyaman karena akses mapping teroris ditutup. Penyadapan dalam kasus penyelidikan yang bisa mereka lakukan terhadap tindak teror tidaklah cukup, yang dibutuhkan dari Polri, khususnya Densus adalah analisa arah perkembangan kelompok teror yang semakin militan dan berbahaya dengan bentuk sel-sel kecil. Mereka sulit memanipulasi melalui jalur intelijen arah serangan teror. Bukan tidak mungkin polisi yang kini menjadi prominent target akan kembali berubah arahnya ke warga Australia, Amerika dan kepentingannya. 


Dilain sisi, setelah Indonesia menolak menerima pemulangan kembali kapal sekelompok pencari suaka yang diselamatkan Australia di sekitar perairan Indonesia, Menteri Imigrasi Scott Morrison akhirnya menginstruksikan pencari suaka itu dikirim ke Pulau Christmas dan Nauru. Keputusan ini menempatkan kebijakan ‘pemulangan kembali kapal pencari suaka’ oleh pemerintah koalisi Australia dalam bahaya.


Juru bicara Menteri Imigrasi Partai  Buruh, Richard Marles mengatakan tidak terelakan lagi Australia harus mundur dari kebijakannya untuk mengembalikan perahu pencari suaka. "Diplomasi Pemerintah Abbott dengan Indonesia sekitar pencari suaka benar-benar tidak kompeten," katanya."Kita semua tahu bahwa hubungan kita dengan Indonesia terkait pencari suaka harus didasarkan pada kerjasama." Disinilah pemerintahan Tony Abbott mendapat tekanan karena harus berbicara dengan baik kepada pemerintah Indonesia, sementara Polri sudah menghentikan Satgas People Smuggling.


Dalam kondisi tekanan psikologis dan diplomatik, pemerintah mengirimkan Menlu Julie Bishop untuk mengadakan kunjungan kepada Menlu Indonesia Marty Natalegawa di Pejambon Jakarta,  Kamis (05/12). Kunjungan Menlu Australia dengan rombongan delegasi tingkat tinggi untuk pertama kali  dalam rangka membicarakan kelangsungan hubungan kedua negara yang memburuk sejak terungkapnya penyadapan oleh Australia.


Di antara delegasi yang dibawa oleh Bishop adalah mantan Kepala the Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) Dennis Richardson, yang kini menjabat sebagai sekretaris Kementerian Pertahanan Australia. Bishop juga membawa serta Sekretaris Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Andrew Shearer. Sebelumnya Shearer adalah penasihat kebijakan luar negeri dan saat ini juga menjabat sebagai penasihat senior untuk keamanan nasional dari Perdana Menteri Tony Abbott.


Pertemuan antara Marty dengan Julie Bishop berlangsung hampir 4 jam. Dalam konferensi pers usai pertemuan tersebut, Julie mengungkapkan penyesalannya atas perbuatan Australia yang menyebabkan bangsa Indonesia marah besar. Julie juga menyebut bahwa Australia tidak akan mengulangi perbuatan yang merugikan Indonesia lagi.


Menlu RI Marty Natalegawa mengatakan hasil pertemuan ini akan segera ia laporkan kepada Presiden SBY. Pertemuan yang dikatakan sangat konstruktif itu, merupakan tahapan pertama dari 6 tahap yang disyaratkan oleh Presiden SBY. Dikatakan pertemuannya dengan Menlu Australia, Julie Bishop, akan berkontribusi pada kelanjutan hubungan RI dengan Australia. Namun pertemuan tersebut saat ini tidak berdampak pada kerjasama antar kedua negara. Marty menyatakan belum akan mengirimkan Dubes RI ke Australia. "Kerjasama yang ditangguhkan tetap ditangguhkan. Tidak ada perubahan sama sekali. Seperti pernyataan Bapak Presiden, (kerjasama RI-Australia) itu kan langkah ke 6, jadi ini masih jauh," kata Marty di kantor Kemenlu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2013).


Indonesia mengajukan prasyarat bagi perumusan protokol dan kode etik kerja sama bilateral, setelah tercapai kesepakatan bersama. Jika Australia dinilai sudah menunjukkan komitmen terhadap kode etik diplomatik dan kepercayaan Indonesia pulih, maka kerja sama bilateral akan dilanjutkan kembali. Yang sulit adalah bagaimana memulihkan kepercayaan Presiden SBY yang sudah mereka garap sisi pribadinya, itulah tugas berat Menlu Julie Bishop. Sementara PM Abbott tetap bersikeras dengan prinsip kebenaran semunya.


Dengan demikian, nampaknya normalisasi hubungan Indonesia dengan Australia masih membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Masih ada 5 langkah lagi hingga pembahasan mencapai pada kelanjutan kerjasama antar kedua negara. Kemudian code of conduct tersebut akan dipelajari secara langsung oleh Presiden. Setelah itu Presiden dan Menteri akan menandatangani code of conduct tersebut. Setelah itu dilakukan review, pasca review tersebut, barulah ada pembahasan mengenai kerjasama antar kedua negara. "Setelah betul-betul nyaman, baru kita ngomong tentang kemungkinan kerjasama itu dipulihkan," terang Marty.


Kini pemerintah Australia mendadak baru menyadari sepenuhnya bahwa mereka mempunyai ketergantungan dengan Indonesia sebagai negara terdekatnya. Selama ini keangkuhannya yang merasa sebagai negara maju hanya melihat Indonesia sebagai negara besar tetapi kecil artinya dan dapat diatur-atur. Mereka lupa, Indonesia sebagai negara yang sudah mengadopsi sistem demokrasi serupa dengan Australia, keberanian serta sikap para pemimpin negara ini mampu memainkan kartu diplomatik geografi dalam menekan Australia. Azas kesetaraan dilupakan oleh Australia.


Publik Australia kini sadar bahwa mereka akan menerima akibat yang lebih merugikan apabila Indonesia tetap menguncinya. Indonesia marah, tetapi marah yang terukur, terbukti rakyatnya mempercayai pemerintah, tidak melakukan perusakan atau istilah menakutkan "sweeping," seperti masa lalu. Rakyat sadar bahwa pemerintah mampu menangani tetangganya yang iseng dan mau menang sendiri itu. Makin lama Australia jelas akan semakin gundah pastinya, kita lihat saja nanti, kalau pemimpinnya tetap tidak mau sadar dan mengalah, ya pasti akan pusing sendiri. Begitulah kira-kira membacanya.




Sumber : RI