Pages

Minggu, Desember 08, 2013

Kilo, Si Penjelajah Bawah Laut

JAKARTA-(IDB) : Kapal selam kelas Kilo asal Rusia pertama kali beroperasi pada awal dekade 1980-an. Kapal yang didesain Rubin Central Maritime Design Bureau St Petersburg ini pada tahap selanjutnya diproduksi dengan tipe 877EKM dan 636.

Kemudian ada Lada (Project 677) yang diluncurkan pada November 2004. Awalnya kelas Kilo dibangun di galangan kapal Komsomolsk, tetapi sekarang dipindah ke Shipyard Admiralty di St Petersburg. Kapal teknologi Rusia ini diminati banyak negara. China telah memiliki dua kapal selam Tipe 636, yang kedua bergabung dengan armada China pada Januari 1999. Indonesia juga telah memperlihatkan minatnya sejak 2007.

Pada November 2007, Venezuela juga telah menandatangani MoU (memorandum of understanding) untuk kapal selam tipe 636. Tipe ini didesain untuk berhadapan dengan kapal selam maupun kapal permukaan dan dirancang untuk melakukan misi pengintaian umum dan patroli. Tipe 636 kapal selam dianggap menjadi salah satu kapal selam diesel paling tenang di dunia. Kapal ini mampu mendeteksi kapal selam musuh pada kisaran tiga sampai empat kali lebih besar. Kapal selam terdiri dari enam kompartemen kedap air dipisahkan oleh dinding pemisah yang melintang. Kapal selam ini mampu bersembunyi dengan baik.

Sistem Senjata

Sebagaimana dipaparkan Navytechnology. com, kapal selam ini dilengkapi sejumlah kemampuan tempur dan sistem komando yang menyediakan informasi untuk pengendalian kapal selam yang efektif, termasuk sistem torpedo. Kecepatan sistem komputer yang dimiliki mampu memproses informasi dari peralatan pengawasan dan menampilkannya di layar. Sistem kapal mampu menghitung keberadaan target dan menembaknya dengan akurat.

Sistem ini juga memberikan pengendalian kebakaran otomatis, dan memberikan informasi dan rekomendasi tentang manuver serta penyebaran senjata. Kapal selam memiliki delapan peluncurStrela– 3(rudalpertahananudarayang dikembangkan di Rusia) atau Igla (rudal permukaan ke udara). Rudal ini diproduksi Fakel Design Bureau, Kaliningrad. Strela– 3 memiliki pencari inframerah yang didinginkan dan 2 kg hulu ledak. Jangkauan maksimumnya 6 km.

Sedangkan Igla juga dilengkapi inframerah dengan jangkauan maksimum 5 km. Kapal dapat dipasang dengan Novator Club- S (SS-N-27) sistem rudal cruiseanti-kapal rudal. Kapal selam ini dilengkapi enam 533 mm tabung torpedo depan terletak di hidung kapal dan membawa 18 torpedo, enamtabungtorpedodan12disimpandi rak. Dua tabung torpedo dirancang untuk menembakkan torpedo dengan akurasi yang sangat tinggi.

Sistem torpedo dikendalikan komputer dam dilengkapi dengan perangkat cepat muat (quick-loading device). Tembakan pertama dilakukan dalam waktu dua menit dan yang kedua dalam waktu lima menit. Tipe 636 dilengkapi sonar digital MGK- 400EM. Teknologi ini mampu mendeteksi target kapal selam dan kapal permukaan dalam mode mendengarkan sonar. Juga mampu melakukan telepon dan telegraf komunikasi dalam mode panjang dan pendek, mendeteksi sinyal suara bawah air.

Radar kapal selam bisa bekerja baik di dalam air dan permukaan. Radar ini mampu menyediakan informasi mengenai situasi bawah air dan udara, identifikasi radar dan keselamatan navigasi. Untuk tipe 877, kelas Kilo dilengkapi dengan sistem sonar Rubikon MGK- 400 yang mencakup deteksi ranjau dan menghindari sonar MG- 519 Arfa. India merupakan salah satu negara yang telah memakai kelas Kilo khususnya tipe 877 dari Rusia. Hingga saat ini setidaknya sudah ada 33 kapal tersebut telah diekspor ke India, Aljazair, China, Polandia, Iran, dan Vietnam.

Indonesia dan Venezuela akan menjadi pemakai selanjutnya. Kapal yang mempunyai panjang 70- 74 meter ini dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan maksimum 10-12 knot ketika muncul di permukaan dan 17-25 knot ketika berada di bawah air.

Masa Revolusi, Soekarno : Jangan Timbul Sebelum Menang

Wira Ananta Rudhiro (Tabah Sampai Akhir). Inilah moto yang digunakan armada kapal selam Indonesia. Moto ini dikenal sejak Angkatan laut Republik Indonesia (ALRI) mengoperasikannya pada 1959 silam.

“Sekali menyelam, maju terus– tiada jalan untuk timbul sebelum menang. Tabah Sampai Akhir,“ begitulah pidato Presiden Soekarno di atas kapal selam RI Tjandrasa pada 6 Oktober 1966 di Dermaga Tanjung Priok, Jakarta. Pengoperasian kapal selam adalah keputusan politik yang jitu, sebab sebagai negara maritim keberadaan kapal selam sangat diperlukan. Tak heran jika pada era Presiden Soekarno, tepatnya pada Agustus 1958, Indonesia mengirim 110 personel Angkatan Laut ke Eropa Timur yang diberangkatkan dari Surabaya dengan kapal laut Heinrich Jensen berbendera Denmark.

Seluruh personel yang diberangkatkan ketika sampai di Reijeka (Yugoslavia), mereka meneruskan perjalanan dengan kereta api ke Polandia lewat Ceko dan Hongaria tanpa henti. Selama sembilan bulan mereka dilatih personel Rusia agar menjadi awak kapal selam yang andal di Gdanks, sebuah kota pelabuhan di Polandia di Laut Baltik. Selesai pendidikan, mereka pulang dengan menumpang kereta api Trans Siberia selama sembilan hari menuju Vladivostok. Di sinilah dua kapal selam kelas Whiskey menunggu untuk dilayarkan ke Indonesia lewat Samudra Pasifik.

Dalam pengiriman ke Indonesia, kedua kapal selam tetap berbendera Rusia, meski sebagian besar awaknya orang Indonesia. Tepat 7 September 1959 sore, kedua kapal selam yang memiliki panjang 76 meter bersenjata 12 torpedo itu merapat di dermaga Surabaya. Di bawah instruktur dari Rusia, para awak berlatih selama seminggu. Setelah itu, kedua kapal selam resmi masuk jajaran kekuatan ALRI pada 12 September 1959 dan diberi nama RI Tjakra/S-01 dan RI Nanggala/S-02. Sejak itulah, Indonesia mempunyai kapal selam dalam armada lautnya.

Karena itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat memerlukan kapal selam yang lebih banyak. Apalagi, kapal selam dinilai sebagai alutsista militer yang ampuh untuk melumpuhkan gerak musuh. Lewat jalur dasar laut, kekuatan manuver “ikan besi” ini menjangkau hingga ratusan kilometer. Dengan kemampuan andalnya, persenjataan kelas berat ini juga dapat memasuki jantung pertahanan lawan tanpa terdeteksi. Sementara dalam perencanaan strategis TNI AL sesuai dengan pokok minimum, Indonesia membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 5 unit, yakni 3 unit pengadaan baru dan 2 unit direvitalisasi.

Namun dalam postur ideal, TNI AL membutuhkan kekuatan kapal selam sebanyak 10 unit yang baru. Karena itu, TNI AL terus mengupayakan pengadaan kapal selam secara besar-besaran. Bahkan, pemerintah baru saja melakukan kesepakatan dengan Rusia untuk pembelian sejumlah kapal selam berjenis Kilo. Sebelumnya TNI AL telah mengoperasikan dua “siluman bawah laut”, yaitu KRI Tjakra dan KRI Nanggala. Tampaknya sejumlah negara kini mulai unjuk kekuatan dengan membeli sejumlah kapal selam.

Dengan begitu, negara lain akan berpikir dua kali untuk melakukan ancaman peperangan. Pasalnya, tembakan dari kapal selam akan menjadi mimpi buruk bagi target negara yang dituju. Menurut pengamat militer MT Arifin, memang saat ini sejumlah negara di Asia seperti halnya Vietnam, Filipina, bahkan Indonesia sedang gencar menyiapkan alutsista kapal selam. Sebab, mereka memandang perlu untuk menjaga kawasan perbatasan maritim mereka.

“Seperti halnya Vietnam dengan China dan Filipina yang bersitegang karena tapal batas maritim mereka,” kata Arifin kepada KORAN SINDO kemarin. Dia menambahkan, sementara khusus bagi Indonesia kepemilikan armada kapal selam tidak cukup dengan hanya berjumlah 3 atau 5. Mestinya TNI AL memiliki banyak kapal selam karena kekayaan alam laut Indonesia perlu dijaga dengan ketat. “Dan itu penting dengan kapal selam, agar negara lain juga takut dengan Indonesia,” ujar Arifin. S

ejarah Perang Dunia I dan II pun tidak luput dari pertempuran sengit antarkapal selam milik sejumlah negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Jerman, Rusia, dan Inggris. Kini di masa kontemporer yang jauh dari peperangan fisik, kiranya kepemilikan armada kapal selam tetap dibutuhkan bagi sebuah negara. Pasalnya, kepemilikan “siluman bawah laut” tersebut dibutuhkankhususnyauntukmenjaga stabilitas keamanan nasional dari ancaman perang.

Masyarakat dunia tidak ada yang tahu kapan perang akan meletus, namunsifat rakussebuahnegara akan dapat memicu terjadinya konflik fisik berkepanjangan. Atas dasar itu, penting bagi sebuah negara untuk memiliki alutsista kapal selam.




Sumber : Sindo

Komitmen Negeri Maritim

JAKARTA-(IDB) : Perspektif keamanan tetap dianggap penting bagi pemerintah untuk menjaga kawasan perbatasan. Apalagi sejumlah wilayah tapal batas Indonesia hanya dipisahkan lautan. Tak ayal, permasalahan ini kerap memunculkan konflik akibat perebutan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.

Karena itu, demi menjaga kedaulatan maritim, khususnya di kawasan perbatasan perlu kiranya pemerintah terus mengupayakan kelengkapan alat utama sistem senjata (alutsista) yang canggih. Keamanan di wilayah perbatasan dapat dioptimalkan melalui pertahanan darat dan laut. Dengan kelengkapan alutsista dipastikan akan mengurangi berbagai aksi penyelundupan, pencurian ikan, hingga terbebas dari ancaman perang.

Belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan merealisasikan komitmennya menjaga kedaulatan maritim dengan memberikan tiga pesawat CN- 235-220 Patmar (patroli maritim) kepada TNI AL. Pesawat ini dinilai memiliki kemampuan dan daya jelajah lebih tinggi dibanding pesawat sebelumnya. CN-235-220 Patmar mampu terbang selama sembilan jam dengan kecepatan optimal 200 knot. Sementara pesawat sebelumnya NC-212 Patmar hanya bertahan selama empat jam dengan kecepatan optimal 100-150 knot.

Tak ayal, jika pesawat baru milik TNI AL ini disebut-sebut sebagai pesawat bermata elang. Sebab, dengan kekuatan Forward Looking Infra Red(FLIR)dan search radar yang terpasang di bawah badan pesawat, ia dapat menemukan sasaran dari jarak jauh. Pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia ini diharapkan mampu memantau kapal-kapal imigran gelap yang kerap lalu-lalang di pantai selatan Jawa. Kemampuannya akan jauh lebih berarti bagi pusat penerbangan angkatan laut (Puspenerbal) yang kerap disebut sebagai kepanjangan mata Kapal Perang Indonesia (KRI).

“Jika dengan NC-212 Patmar hanya bisa patroli di daerah sasaran 10 menit, CN-235 Patmar bisa sampai berjam-jam dan menjangkau tempat yang lebih jauh. Dengan search radardan FLIR yang jauh lebih maju ini, kami bahkan sudah bisa mendeteksi kapal-kapal nelayan dari ketinggian 13.000 kaki,” ungkap Komandan Skuadron 800 Pusat Penerbangan TNI AL Letkol Laut (P) Imam Safii, di acara serah terima CN-235 Patmar di hanggar PTDI, Rabu (2/10).

Selain CN-235, Kementerian Pertahanan juga tengah memesan 11 helikopter antikapal selam (AKS) baru kepada PTDI dan kemungkinan akan selesai pada Oktober 2014. Helikopter AKS akan dipakai TNI AL untuk membentuk kekuatan tempur Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Nantinya SSAT akan melibatkan unsur Kapal Perang, Pesawat Udara, Korps Marinir, dan Pangkalan. Karena itu, TNI AL akan kembali menghidupkan Skuadron 100 AKS untuk menerima 11 helikopter AKS.

Dengan semakin lengkapnya alutsista yang dimiliki TNI AL, pengawasan wilayah maritim Tanah Air akan semakin tangguh. Bangsa lain atau kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab tidak akan berani lagi melewati laut Indonesia secara ilegal. Kapal-kapal besar yang biasa mencuri ikan kini akan takut melihat persenjataan militer dalam negeri yang semakin lengkap. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto mengatakan, secara umum alutsista TNI AL belum lengkap sampai sekarang.

Hingga tahun depan, kelengkapan alutsista baru akan mencapai 36-38% dari target utama pada 2024. “Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapalkapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi, kepada KORAN SINDO, kemarin. Kelengkapan alutsista merupakan kekuatan pokok militer, terlebih bangsa ini merupakan negara maritim yang hampir tiap hari dilalui kapal-kapal besar dari negara asing. Selat Sunda dan Malaka misalnya, adalah kawasan strategis bagi lalu lintas kapal perdagangan.

Bahkan, dua selat itu dianggap sebagai titik sumbat dunia, karena jika tidak bisa lewat di selat tersebut perdagangan antarnegara akan tersumbat. Menurut Andi, kelengkapan alutsista TNI AL perlu segera diupayakan terutama di laut-laut Indonesia Timur seperti di NTT, Merauke, dan Ambon. “Sejumlah pangkalan harus terus dibangun di sana. Saat ini memang beberapa pangkalan militer di sana sudah dibangun, tapi belum juga selesai,” ucap Andi



Sumber : Sindo

Jaga Kedaulatan Dari Bawah Laut

JAKARTA-(IDB) : Armada tempur Indonesia di laut diyakini semakin kuat dengan akan hadirnya sejumlah kapal selam dari Rusia. Kapal selam akan mempunyai peran utama menjaga pertahanan laut selatan Indonesia yang berbatasan dengan Australia.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat (6/12), mengumumkan, pemerintah Indonesia sudah mencapai kesepakatan dengan pemerintah Rusia untuk pengadaan kapal selam kelas Kilo. Kerja sama dengan Rusia ini merupakan bagian dari rencana pembangunan armada kapal selam secara besar-besaran. Keberadaan kapal selam sangat dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan Indonesia yang lebih dari dua pertiga meliputi lautan.

Saat ini jumlah kapal selam Indonesia hanya dua buah, yaitu KRI Cakra dan KRI Nenggala. Dua kapal ini akan genap berusia 40 tahun pada 2020 mendatang. Pemerintah Indonesia juga sedang memesan tiga kapal selam kelas Changbogo dari Korea Selatan (Korsel) yang di antaranya dikerjakan bersama PT PAL. Nah, untuk membeli kapal selam ini, pemerintah mempunyai dua opsi pembiayaan.

Pertama, menggunakan state credit dari Rusia, di mana dari alokasi USD1 miliar, baru terpakai sebesar USD300-an juta. Kedua negara telah menyetujui perpanjangan state credit tanpa ada ketentuan untuk melampirkan daftar alutsisa yang akan dibeli. Sehingga bisa dipergunakan untuk segala jenis alusista yang dibutuhkan Indonesia. Opsi kedua yaitu menggunakan dana on top. Pada awal Kabinet Indonesia Bersatu II, Kemhan mendapatkan dana on top dalam jumlah besar, sampai saat ini sisa dana tersebut masih banyak dan dapat digunakan untuk pembelian kapal selam.

Sisa dana on top yang masih ada ini harus diselesaikan pada tahun depan seiring dengan selesainya masa tugas Kabinet Indonesia Bersatu II. Kebutuhan kapal selam didasarkan pada posisi Indonesia yang memiliki tiga Alur Laut Kepulauan I n d o n e s i a (ALKI) yakni mulai Laut Cina Selatan– Selat Karimata– Selat Sunda. Kemudian ALKI yang melintasi Laut Sulawesi– Selat Makassar–Luatan Flores– Selat Lombok. Sedangkan, ALKI ketiga membentang mulai Sumadra Pasifik– LautMaluku–LautSeram– LautBanda– Alor. Pada ALKI ketiga choke point ini terpecah menjadi tiga jalur. (lihat grafis).

Sejumlah ALKI ini merupakan choke pointmenurut UNCLOS yang bisa dipakai kapal asing untuk masuk ke Indonesia. Di sanalah kapal-kapal selam itu nantinya akan ditempatkan. Kapal selam akan lebih efektif menghalau kapal asing yang melanggar teritorial dibanding kapal perang biasa. “Satu kapal selam mampu menghadapi 10 kapal perang,” kata Purnomo. Kapal selam yang dipilih merupakan kelas medium yang dilengkapi dengan rudal Club S, yaitu rudal anti kapal jarak jauh yang diluncurkan dari bawah permukaan air.

Club S termasuk kategori killer missile karena mempunyai jarak tembak 300–400 kilometer. Rudal ini akan melengkapi rudal jarak jauh lain yang telah dioperasikan TNI AL, yaitu Yakhont. Saat ini Rusia mempunyai ratusan kapal selam kelas Kilo yang sedang beroperasi di perairan mereka. Akan ada tim yang diberangkatkan ke Rusia yang akan mengecek spesifikasi teknis yang diperlukan. Seperti kelengkapan kebutuhan persenjataan dan lainnya. Jika tim kemudian memilih pembangunan kapal selam baru, maka juga akan dibicarakan spesifikasi dan berapa lama kapal itu akan dipakai.

Pengadaan kapal selam menurut Purnomo bukan karena ada ancaman dari Australia. Pengadaan ini merupakan sudah masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) yang sudah ditetapkan pada 2010 lalu. Pemerintah telah menetapkan tiga renstra, yaitu renstra pertama dari 2010–2014, renstra kedua 2015–2019 dan 2020–2024 untuk renstra ketiga. Kehadiran kapal selam Rusia akan melengkapi kapal selam sebelumnya yang berteknologi Jerman. Baik KRI Cakra dan KRI Nenggala maupun kapal selam asal Korsel yang sedang diproduksi menggunakan teknologi Jerman U209.

Kapal selam teknologi Rusia akan berkombinasi dengan teknologi Jerman itu dalam pertahanan negara. Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio menyebutkan, Indonesia setidaknya membutuhkan 12 kapal selam untuk menjaga kedaulatan laut. Direktur National Maritime Institute (Namarin) Jakarta Siswanto Rusdi menyebutkan saat ini doktrin pertahanan Indonesia masih terlihat menganut Hankamrata (Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta).

Doktrin pertahanan yang juga melibatkan sipil ini merupakan cara menghadapi musuh ketika berada dalam teritorial Indonesia. Padahal sudah seharusnya Indonesia melakukan pertahanan yang berorientasi ke luar. Armada laut Indonesia harus melakukan operasi di laut internasional untuk mencegah masuknya musuh. “Berapa jumlah armada yang ditambah akan kurang optimal karena hanya bermain di laut dalam negeri. Padahal di dalam laut kita sendiri sudah jenuh dengan berbagai kapal dari sejumlah instansi seperti Kepolisian Air, Kementerian Kelautan, Kementerian Perhubungan dan Bea Cukai,” kata Siswanto.

Saat ini banyak negara yang sudah menerapkan blue water navy, yaitu kekuatan maritim yang mampu beroperasi di perairan dalam lautan terbuka. Bukan hanya negara besar seperti Amerika Serikat dan China yang sudah menerapkan bluewaternavy, sejumlahnegara Asia seperti India bahkan Singapura sudah mulai menerapkan blue water navyini.




Sumber : Sindo

Seputar Pengadaan Kapal Selam Kilo

JAKARTA-(IDB) : Korps Hiu Kencana, TNI Angkatan Laut (AL), dan bangsa ini mendapat kabar gembira. Ini terkait dengan kepastian pemerintah memborong kapal selam kelas Kilo dari Rusia.

Pembelian ini merespons tawaran pemerintah Negeri Beruang Merah sebelumnya kepada Indonesia untuk membeli 10 kapal selam bekas. Kepastian ini diumumkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (Menhan) dan Kepala Staf Angkatan laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio kepada wartawan seusai bertemu dengan delegasi Rusia, Jumat (6/12). “Ada rencana pembangunan kapal selam besar-besaran di Indonesia. Kami telah bicara dengan tim dari Rusia,” ujar Purnomo saat jumpa pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (6/11/2013).

Jika benar terwujud, pembelian kapal selam Rusia tersebut mengukuhkan kekuatan daya tangkal (deterrent power) dilautdalamditengahpersaingan kawasan yang sengit. Sebelumnya Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman yang sudah diperbaiki di galangan kapal Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering, Okpo, Korea Selatan, yakni kelas Cakra dan Nanggala, serta tengah membangun tiga kapal selam baru bersama Korea Selatan dengan skema transfer of technology(ToT).

Rencananya, kapal selam dari Rusia tersebut digunakan untuk menjaga pertahanan batas laut selatan Indonesia. Purnomo beralasan, Indonesia membeli dari Rusia karena memiliki teknologinya dan sistem persenjataan rudal yang canggih. Hanya berapa jumlah yang akan dibeli, pemerintah menunggu tim TNI AL yang akan dikirim ke Rusia bulan depan. Tentu saja juga disesuaikan dengan anggaran. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto merespons positif pengumuman kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Rusia untuk pengadaan sejumlah kapal selam.

Dia menilai langkah tersebut sebagai pembangunan awal yang baik untuk masa depan ketahanan militer nasional. Slamet pun berharap pengadaan alutsista yang lebih canggih bisa lebih dioptimalkan. Dia menuturkan, Indonesia membutuhkan kekuatan militer lautyangkuat untukmenjagakawasanmaritim. Karenaitu, dibutuhkan alutsista yang lengkap, khususnya kepemilikan kapal selam.

Jika TNI AL memiliki kapal selam dalam jumlah yang memadai, hal itu akan berdampak baik bagi kedaulatan ekonomi dalam negeri. “Kita setidaknya butuh kapal selam sebanyak 18 unit untuk menjaga wilayah maritim kita, mulai dari kawasan barat, tengah, dan timur,” ucap Slamet kepada KORAN SINDO tadi malam. Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Wijayanto menilai pengadaan kapal selam signifikan bagi militer kita, meski baru akan terealisasi pada 2016.

“Target kelengkapan (alutsista TNI AL) itu sudah diterbitkan dokumentasinya sejak 2007. Saat ini, secara perlahan TNI AL sudah mulai melengkapi alutsistanya dengan kapal-kapal patroli, pengindraan udara, dan kapal perang permukaan,” ucap Andi. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, langkah pemerintah yang mempertimbangkan untuk menerima tawaran kapal selam dari Rusia sangat masuk akal. Pasalnya, kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) jenis kapal selam mendesak bagi Indonesia untuk mengamankan tiga jalur laut internasional, yakni alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, dan III.

“Bagi Indonesia, kapal selam bukan saja penting, tapi mendesak karena punya tiga ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) yang harus dikawal,” ujarnya tadi malam. Dia menuturkan, tiap ALKI penting untuk mendapat pengamanan optimal, tidak saja ALKI III di wilayah timur Indonesia yang dinilai masih lemah. Menurut dia, untuk pengamanan optimal setidaknya perlu penambahan 10 unit lagi, melengkapi dua kapal selam yang sekarang sudah dimiliki TNI AL, sesuai target kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF).

Namun demikian, sejauh ini belum ada pembahasan resmi antara pemerintah dengan Komisi I DPR terkait rencana mengadakan kapal selam kelas kilo tersebut. Hanya, rencana membeli kapal selam dari Rusia ini sebenarnya sudah pernah mencuat beberapa tahun lalu dengan menggunakan sebagian state credit dari Rusia yang totalnya senilai USD1 miliar. Tetapi karena faktor teknis, kemudian rencana pengadaan kapal selam itu dialihkan ke Korea Selatan berupa produksi bersama tiga kapal selam kelas Changbogo.

Beralihnya pilihan ke Korea Selatan membuat kredit negara yang ditawarkan pemerintah Rusia masih bersisa. Selanjutnya, sekitar dua tahun lalu muncul kembali usulan agar state credit itu digunakan kembali. Apalagi sekarang jangka waktunya telah diperpanjang. “State credit itu tersedia, itu memudahkan. Artinya pemerintah tidak kesulitan mencari sumber pendanaan kalau ingin membeli kapal selam Rusia,” tuturnya.

Mahfudz menambahkan, kendati memudahkan dari segi anggaran, perlu dicermati dalam kontrak pengadaannya agar Indonesia tidak terikat secara politik, termasuk klausul mengenai alih teknologi (ToT). “Kalau memang serius, saya kira TNI AL dan Kemhan akan segera mengajukan ke DPR,” sebut politikus PKS itu, sembari meyakini kerja sama dengan Rusia tidak akan mengganggu kerja sama dengan Korea Selatan.

Bukan Untuk Hadapi Australia

Purnomo pun menegaskan bahwa kerja sama ini tak ada kaitannya dengan isu intelijen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, karena wacana kerja sama sudah dijajaki empat tahun lalu. Dia juga secara tegas membantah rencana pembelian kapal selam jenis kelas Kilo yang ditempatkan di wilayah selatan Indonesia untuk menghadapi ancaman dari Australia. Menurutnya, pembelian kapal selam sudah direncanakan sejak lama sesuai dengan rencana strategis Minimum Essential Force (MEF).

”Saya tidak pernah mengatakan ancaman dari selatan dalam buku putih. Dalam rencana itu, dalam konteks regional yang diprioritaskan itu di perbatasan,” tandasnya. KSAL Laksamana (TNI) Marsetio menjelaskan, Indonesia telah memiliki dua kapal selam buatan Jerman, dan saat ini tengah dilaksanakan pembangunan tiga unit kapal selam atas kerja sama dengan Korea Selatan.”Ada keinginan dari Rusia menawarkan kapal selam Kilo class. Tim akan segera berangkat menindaklanjuti tawaran Rusia tersebut,” katanya.

Dia menambahkan, sebagai negara kepulauan, Indonesia idealnya memiliki 12 kapal selam, namun TNI AL akan menyesuaikan anggaran yang diterima.” Kita juga punya rencana strategis untuk mencapai kekuatan pokok minimum. Kalau anggaran tersedia dan ada percepatan, maka akan memberikan efek strategis bagi pertahanan,” tutur Marsetio.



Sumber : Sindo

Korsel Perluas Zona Pertahanan Udara

SEOUL-(IDB) : Korea Selatan Ahad mengatakan pihaknya memperluas zona pertahanan udaranya sebagian tumpang tindih dengan zona serupa yang diumumkan China dua pekan lalu yang menimbulkan ketegangan regional yang meningkat.

Pengumuman Beijing mengenai zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) di satu daerah yang termasuk pulau-pulau yang disengketakan dengan Jepang memicu protes dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutu dekatnya Jepang dan Korsel.

Mengumumkan perluasan zona udaranya sendiri yang mencakup dua pulau di selatan dan satu pulau batu yang juga diklaim China, Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan tindakan itu tidak akan melanggar kedaulatan negara-negara tetangga.

"Kami yakin ini tidak akan berdampak penting pada hubungan kami dengan China dan Jepang karena kami berusaha bagi perdamaian dan kerja sama di Asia Timur Laut," kata kepala kebijakan Kementerian Pertahanan Jang Hyuk dalam satu taklimat.

"Kami telah menjelaskan sikap kami kepada negara-negara yang terkait dan mereka menyetujui itu dan tindaan ini sesuai dengan peraturan internasional dan bukan satu tindakan yang berlebihan," katanya dan menambahkan prioritas penting kementerian itu adalah bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk mencegah konfrontasi militer.

Korsel berkeberatan pada tindakan China 22 November itu sebagai tidak dapat diterima karena zona barunya itu mencakup satu pulau batu maritim bernama Ieodo, yang dikuasai Seoul, dengan satu anjungan stasiun riset yang telah ada di lokasi itu. China mengklaim pulau berbatu itu.

Tetapi reaksi Korsel terhadap tindakan Beijing itu dengan satu tindakan ketimbang kecam keras yang disampaikan Tokyo dan Washington, yang mencerminkan satu kepekaan terhadap mitra dagang terbesar Seoul itu.

Zona pertahanan udara Korsel itu sejatinya ditetapkan oleh Angkatan Udara AS tahun 1951 dalam Perang Korea.Perluasan zona itu tidak akan menerapkan larangan operasi penerbangan komersial, kata kementerian pertahanan secara terpisah dalam satu pernyataan. Tindakan itu akan berlaku mulai 15 Desember, katanya.

Tidak ada segera reaksi dari China, walaupun tanggapan Beijing terhadap berita-berta pekan lalu bahwa Korsel sedang meninjau opsi-opsinya mengenai zona pertahanan udara itu relatif tidak keras.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Li, Jumat mengatakan setiap tindakan oleh Korsel harus "sesuai denan hukum dan norma internasional", tetapi menambahkan: "China ingin mempertahankan komunikasi-komunikasi dengan Korsel atas dasar kesetaraan dan saling menghargai."

Hubungan antara China dan Jepang selalu terganggu akibat persaingan regional dan kebencian menyangkut Perang Dunia II, tegang dalam beberapa bulan belakangan akibat sengketa kepemilikan pulau-pulau di Laut China Timur, yang China namakan Diaoyu dan Jepang menyebutnya Senkaku.

Washington tidak berpihak mengenai kedaulatan pulau-pulau itu , tetapi mengaku pemerintah Tokyo menguasainya dan mengatakan perjanjian keamanan AS-Jepang berlaku untuk membelanya.

Beijing mengatakan zonanya sesuai dengan hukum internasional dan Washington dan negara-negara lain harus menghormatinya.

Berdasarkan peraturan zona China itu, semua pesawat harus melapor rencana penerbangannya kepada pihak berwenang China, mempertahankan kontak radio dan menjawab segera pemeriksaan identifikasi.

Pesawat-pesawat militer AS, Jepang dan Korsel telah melanggar zona itu tanpa memberitahu Beijing sejak zona itu diumumkan. Pesawat-pesawat komersil Korsel dan Jepang juga dianjuran oleh pemerintah-pemerintah mereka tidak menaati peraturan itu.




Sumber : Antara

Berita Foto : Pergeseran Material Leopard 2

JAKARTA-(IDB) : Bagaimana caranya memindahkan sebuah alutsista berbobot sekitar 60 ton ke sebuah tempat sejauh ratusan kilometer? Jangan kuatir, serahkan saja pada Pussenkav TNI-AD. Demikianlah kesibukan yang terjadi menjelang hari Juang Kartika yang kini dalam hitungan hari. Namun bukan perkara mudah memindahkan Tank tempur Leopard dari Jakarta ke Surabaya. Segala daya upaya serta pikiran musti dikerahkan.



Untuk ranpur berdimensi dibawah Leopard, mudah saja. Pussenkav menggunakan LST TNI-AD. Alhasil, puluhan Panser Anoa dan Tarantula sudah berangkat lebih dulu menuju Jember. Tapi, untuk mengangkut Leopard 2, hingga kini belum ada kapal milik TNI yang sanggup, sekalipun itu LST milik TNI-AL. Akibatnya, 2 buah Leopard dan 2 buah Marder harus menempuh jalan darat.



Pussenkav TNI-AD pun kemudian menyewa Truk Low Bed untuk mengangkut sang macan. Tak main-main, rombongan ini langsung dipimpin perwira menengah Pussenkav TNI-AD yang sehari-hari menjabat sebagai Perwira Pembinaan Manusia dan Corps Pussenkav, Mayor kav. Valian Wicaksono. 

Setelah Tank berhasil dinaikan, bukan berarti permasalahan selesai. Bobot dan dimensi yang lebih dari biasanya memaksa Truk berjalan lambat, bahkan hanya sekitar 30 km/jam. Butuh waktu cukup lama tentunya untuk mencapai kota Surabaya di Jawa Timur.

Namun demikian Pussenkav yakin Alutsista andalan mereka itu bisa mencapai Jember tepat waktu. Bahkan hal ini bisa dijadikan pelajaran pergeseran MBT diwaktu lain.





Sumber : ARC

Berita Foto : Naval Day Open Day Koarmatim

SURABAYA-(IDB) : Sejak minggu (08/12) pagi, ratusan bahkan ribuan masyarakat dari Surabaya dan sekitarnya tumpah ruah di markas komando Armada Timur TNI AL. 

Memang, dalam rangka peringatan hari armada, TNI-AL membuka penuh Mako Armatim bagi kegiatan dan masyarakat umum yang dikemas dalam Naval Day Open Day. Alhasil puluhan komunitas mulai dari bikers, motoris, reenactor dan lainnya ikut berpartisipasi.

Selain dimeriahi komunitas, TNI-AL juga memamerkan berbagai jenis alutsista yang dimiliki. Mulai dari kapal perang jenis Fregat kelas Van Speijk, LPD, Tank marinir, hingga persenjataan perorangan. Nah bagi pembaca setia ARC yang tidak bisa berkunjung ke Armatim, simak saja galeri foto berikut ini.





Sumber : ARC

PT. DI Produksi Pesawat Militer Dan Sipil

MONTREAL-(IDB) : PT Dirgantara Indonesia (DI) tengah menyiapkan 9 unit pesawat CN-295 untuk keperluan operasi TNI.

Selain itu, negara-negara di ASEAN juga berminat memiliki pesawat yang menggunakan mesin produksi Pratt & Whitney itu.

PT DI menargetkan proses pembuatannya rampung pada 2014. Proses pembuatannya bekerja sama dengan Airbus Military.

Namun, kata Direktur Utama PT DI Budi Santoso, perusahaannya tak sekadar membuat pesawat militer. Perusahaannya juga membuat pesawat komersial bertipe N219.

"Kami menargetkan tahun 2017 pesawat N219 bisa terbang," kata Budi saat mengikuti rombongan kerja Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Montreal, Kanada, Jumat (6/12) waktu setempat.

Menurut Budi, N219 nantinya beroperasi di wilayah timur Indonesia. Pesawat khusus mengangkut 19 penumpang.

Budi mengatakan produksi itu sebagai bukti Indonesia tak hanya mampu membuat pesawat militer. Namun, PT DI juga dapat memproduksi pesawat komersial.

Terkait produsen mesin pesawat, Budi mengaku Indonesia memiliki banyak pilihan seperti Pratt & Whitney dari Kanada, General Electric bermarkas di Ohio, Amerika Serikat dan Rolls Royce.

"Kita memiliki banyak pilihan dan kita akan bekerja sama dengan perusahaan yang melihat Indonesia sebagai partner jangka panjang," tambah Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddi.

Indonesia, kata Sjafrie, memiliki industri dirgantara satu-satunya di ASEAN. Namun Pratt & Whitney malah mengandalkan perwakilan mereka di Singapura. Beda lagi dengan General Electric yang membuat perwakilannya di Indonesia.

Indonesia Minta Pembelian Mesin Pesawat Langsung dari Kanada 
 
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyambut baik dukungan yang akan diberikan perusahaan pembuat mesin pesawat Kanada Pratt & Whitney kepada industri dirgantara Indonesia.

Hanya saja, dukungan itu sebaiknya dilakukan secara langsung tanpa melalui kantor cabang mereka di Singapura.

"Indonesia bersungguh-sungguh untuk  membangun industri pertahanannya. Termasuk dalam membangun industri  dirgantaranya, Indonesia tidak lagi membutuhkan satu-dua pesawat, tetapi satu-dua skuadron.

Untuk itu perlakuan yang diberikan tidak bisa lagi seperti dulu melalui kantor cabang di Singapura, tetapi kami meminta langsung dari kantor pusat ke industri di Indonesia," kata Sjafrie saat berkunjung ke Kantor Pratt & Whitney di Montreal, Kanada, hari Jumat (6/12) waktu setempat.

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, Wamenhan didampingi Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso beserta direksi lainnya, para pejabat Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, serta Duta Besar Indonesia di Kanada Dienne H. Moentario. Sementara pihak Pratt & Whitney dipimpin Wakil Presiden bidang Keuangan John Di Bert.

Delegasi Indonesia secara terbuka menyampaikan keberatan dengan pelayanan yang diberikan Pratt & Whitney yang selalu menggunakan kantor cabang Singapura sebagai pihak yang menyediakan maupun memelihara mesin-mesin pesawat yang dibutuhkan Indonesia.

Selain membebani biaya yang lebih tinggi, pelayanan yang diberikan kantor cabang Singapura seringkali tidak memuaskan karena lamban.

"Dulu ketika kita membeli pesawat dalam jumlah sedikit, boleh saja Pratt & Whitney memperlakukan seperti ini. Tetapi sekarang untuk jenis helikopter Bell 412 saja kita memesan 22 unit, sehingga sepantasnya Indonesia diperlakukan secara berbeda," kata Sjafrie.

John Di Bert tampak kaget dengan pernyataan yang disampaikan pejabat Indonesia. Ia berjanji mengkaji kebijakan yang selama ini diterapkan Pratt & Whitney dalam bekerja sama dengan Indonesia.

"Berikan kami untuk melakukan perbaikan dalam kerja sama yang dilakukan. Kami mengakui Indonesia sangat besar potensinya dan kami ingin bisa bekerja sama dengan industri dirgantara yang ada di Indonesia," ujar John Di Bert.

Wamenhan menunjuk Dubes Dienne sebagai pihak yang berkoordinasi dengan Pratt & Whitney untuk perkembangan rencana tersebut. John Di Bert berjanji untuk selalu berkomunikasi dengan pihak Kedutaan Besar Indonesia di Ottawa




Sumber : Metrotvnews

Setelah Apache, Black Hawk Daftar Belanja Berikutnya

SITUBONDO-(IDB) : Setelah memastikan pembelian delapan helikopter canggih Apache dari pabrikan Boeing Amerika Serikat, Kementerian Pertahanan berencana menambah armada udaranya dengan membeli helikopter Black Hawk.

Hal ini disampaikan oleh  Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Letnan Jenderal Budiman usai menyaksikan latihan perang antarcabang  Kodam V Brawijaya di pusat latihan tempur Marinir di Karang Tekok, Banyuputih, Situbondo, Selasa (3/12/2013).

"Pembahasannya (pembelian helikopter Black Hawk) sudah masuk DPR RI, rencananya ada 24 helikopter atau satu skuadron," terang Budiman.

Menurut Budiman, pembelian helikopter canggih Black Hawk sangat tepat jika melihat kondisi geografis Indonesia.

Selain mempunyai fungsi tempur yang canggih, helikopter ini mempunyai fungsi lain yang tak kalah penting, yakni bisa sebagai alat transportasi dan pengangkutan logistik.

"Tidak hanya untuk perang, tapi juga untuk fungsi lain, semisal pengiriman bantuan untuk korban bencana," lanjut Budiman.

Sementara itu, terkait latihan perang antar cabang Kodam V Brawijaya yang Selasa pagi hingga siang digelar di Situbondo dengan jumlah prajurit yang dikerahkan mencapai 4300 lebih personel.

Budiman berharap latihan perang berikutnya sudah didukung dengan persenjataan yang lebih canggih. Tidak seperti saat ini yang beberapa peralatannya tergolong uzur meski tetap baik untuk digunakan.

Budiman mencontohkan penggunaan meriam 105 yang sudah cukup tua atau penggunaan 9 tank AMX 13 yang umurnya sudah lebih tua darinya yang saat ini 57 tahun.

"Tank AMX ini lebih tua dari saya," ucapnya. "Begitu juga dengan tim pengisi bahan bakar tank yang masih menggunakan engkol untuk isi bahan bakar tank, kedepan akan ada sistem pengisian yang lebih canggih dan mungkin ada mobil khusus pengangkut bahan bakar."

Pameran Alutsista
 
Sementara itu, Pangdam V Brawijaya Mayor Jendral TNI Ediwan Prabowo mengatakan Kodam V Brawijaya akan mengelar pameran Alutsista di Lapangan Kodam pada 13 hingga 15 Desember mendatang.

"Masih ingat dengan pameran Alutsista di Monas, Jakarta Oktober lalu? Di Surabaya akan ada pameran yang besar seperti itu, dan mungkin lebih besar," terang Ediwan.

Ediwan menambahkan, pameran Alutsista ini sekaligus menjadi rangkaian peringatan hari Juang Kartika atau Hari TNI AD.

Dalam pameran nanti, akan dipamerkan berbagai macam peralatan tempur terbaru yang dimiliki oleh TNI.




Sumber : Tribunnews

PT. DI Jadi Partner Global Bell

MIRABEL-(IDB) : Bell Helicopter tidak menganggap PT Dirgantara Indonesia sebagai saingan dalam pengembangan maupun pemasaran helikopter yang dihasilkan. Bell justru melihat PT DI sebagai partner untuk memanfaatkan pasar global yang terus berkembang.

Hal tersebut disampaikan langsung Presiden dan CEO Bell Helicopter John L. Garrison saat menerima kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor pusatnya di Mirabel, Kanada, Jumat (6/12). Kunjungan Sjafrie antara lain didampingi Duta Besar Indonesia untuk Kanada Dienne H. Moentario, Direktur Utama PT DI Budi Santoso , dan para pejabat dari Kementerian Pertahanan serta Tentara Nasional Indonesia.


"Hubungan kami dengan PT DI sudah berlangsung hampir 30 tahun. Indonesia bukan hanya menjadi pasar bagi Bell, tetapi juga PT DI menjadi basis produksi untuk kawasan," kata Garrison.


Presiden Bell Helicopter menambahkan bahwa dengan pengalamannya di industri dirgantara, PT DI mempunyai kemampuan untuk memproduksi suku cadang. Bell menjadikan PT DI sebagai pemasok kebutuhan Bell untuk memenuhi pasar global.


Dirut PT DI, Budi Santoso, membenarkan hubungan panjang yang dimiliki PT DI dan Bell. Untuk itulah PT DI diberi kepercayaan untuk merakit 22 helikopter Bell 412 yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan.


Menurut Budi, pengadaan enam dari 22 helikopter itu dibiayai oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang New York, sementara 16 sisanya mendapatkan fasilitas kredit ekspor dari Pemerintah Kanada.


"Kredit yang diberikan BRI sekitar 70 juta dollar AS, sementara kredit ekspor yang diberikan Pemerintah Kanada sekitar 144 juta dollar Kanada," kata Budi.




Sumber : Metrotvnews

Normalisasi Hubungan, Australia Harus Jalankan Syarat RI

BANGKALAN-(IDB)  : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Pemerintah Australia menjalankan enam syarat yang diajukan Pemerintah Republik Indonesia (RI), baru berbicara tentang normalisasi hubungan RI-Australia. 

Enam syarat yang disampaikan RI, di antaranya perlu dibentuknya kode etik dan protokol yang mengatur kesepakatan hubungan RI-Australia menyusul ketegangan hubungan diplomatik akibat skandal penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) terhadap telepon seluler SBY, istrinya, dan sejumlah menteri pada 2009.


"Itu prinsip, kita tidak bisa maju tanpa adanya saling menghormati, saling mempercayai," ujar Presiden saat memberikan keterangan pers di Pendopo Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Jumat (6/12).


Presiden mengaku telah melakukan pembicaraan telepon selama 30 menit dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Marty secara eksplisit menjelaskan kepada presiden mengenai pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Bali, Kamis (5/12).


Pada pertemuan itu, lanjut Presiden, Bishop secara terbuka menyampaikan penyesalan mendalam atas skandal penyadapan telepon sejumlah pejabat tinggi negara. Namun, rasa penyesalan itu belum cukup hingga Pemerintah Australia menjalankan persyaratan yang ditetapkan RI.


"Biarlah mengalir dulu sampai Indonesia yakin. Saya yakin, bahwa ke depan tidak ada lagi hal seperti itu dan kita bisa menjalin kerja sama dengan baik," kata presiden.


Dia menyatakan bahwa bagi Indonesia, menyadap pembicaraan Kepala Negara sahabat berarti tidak mempercayai dan menghormati. Oleh karena itu, RI berkeinginan untuk membangun suatu hubungan baru dengan kesepakatan bahwa semuanya harus memiliki penghormatan dan kepercayaan kepada mitranya.


"Sikap kita jelas dan tegas, penyadapan ini suatu yang serius dan kita tidak bisa dianggap berlangsung begitu saja,"kata presiden.


Menurut Presiden, pada pertemuan dengan Menlu Marty Natalegawa, Bishop menyatakan bahwa Australia konsekuen untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan NKRI.


"Tapi bagaiman pun harus kita selesaikan dulu masalah penyadapan ini sampai beres, kemudian kita siap melaksanakan normalisasi hubungan bilateral kedua negara," katanya.




Sumber : BeritaSatu