Pages

Rabu, November 06, 2013

Program Korvet Dan Kapal Selam Nasional Perlu Dukungan Semua Pihak

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, dua program nasional di bidang industri pertahanan yaitu program Kapal Selam dan Korvet Nasional memerlukan dukungan tidak hanya dari Kementerian Pertahanan tetapi juga dukungan semua pihak. 
 
Hal tersebut dikatakan Menhan selaku Ketua Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) saat memimpin Sidang KKIP Ke-10, Rabu (6/11)  di kantor Kemhan, Jakarta.  Hadir pada sidang tersebut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  Dahlan Iskan dan Menteri Ristet dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta  selaku Anggota KKIP.


Lebih lanjut dikatakan Menhan, bahwa pembangunan Kapal Selam dan Korvet Nasional akan dilakukan oleh PT. PAL sebagai Lead Integrator. Namun demikian, selain perlunya kesiapan dari PT. PAL, juga memerlukan pemikiran dan dukungan dari semua pihak sehingga cita – cita  terwujudnya kemandirian di bidang Alutsista akan dapat dicapai dengan baik.


Dijelaskan Menhan, kebutuhan kapal selam untuk mengamankan wilayah perairan Indonesia khususnya Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebanyak 12 buah. Saat ini TNI AL sudah memiliki dua buah kapal selam dan tiga kapal sedang dibangun berkerjasama dengan Korea Selatan.


Dari tiga kapal selam tersebut, rencananya ada satu kapal yang akan dibangun di Indonesia.  Secara bertahap diharapkan pembangunan kapal selam berikutnya akan dapat dibangun di Indonesia.




Sumber : Kemhan

KASAL : Indonesia Berencana Buat Kapal Selam Secara Mandiri

JAKARTA-(IDB) : Untuk menggerakkan industri pertahanan Indonesia, PT PAL Indonesia berencana membuat kapal selam produksi dalam negeri. Jika rencana ini terwujud, Indonesia diyakini akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mampu membuat kapal selam.

Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Laut sekaligus Komisaris Utama PT PAL Laksamana Marsetio, dalam konferensi pers seusai sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (6/11/2013) siang.

"Salah satu indikator kebanggaan bangsa Indonesia adalah kemampuannya membangun kapal selam, kapal fregat, kapal corvette, dan kapal-kapal tempur lainnya," ujar dosen di Naval War College, Amerika Serikat, itu.

Saat ini, lanjutnya, Indonesia sudah memesan tiga unit kapal selam dari Korea Selatan. Dua dari tiga unit itu dirakit di negeri asalnya, sementara satu unit lagi akan dirakit di Indonesia oleh tim PT PAL yang sudah menyaksikan perakitan dua unit sebelumnya di "Negeri Ginseng" tersebut. Tim yang beranggotakan 208 personel tersebut sudah diberangkatkan dan akan melakukan observasi dalam rangka transfer of technology (TOT) kapal selam.

Lulusan terbaik Akademi Angkatan Laut Bumimoro, Surabaya, tersebut menjelaskan fasilitas pembuatan kapal selam berbeda dengan pembuatan kapal-kapal tempur lainnya. Fasilitas pembuatan tersebut, katanya, dilakukan dalam ruangan tertutup dan menghabiskan waktu setidaknya 54 bulan untuk memproduksi satu unit kapal selam.

"Metode pembuatannya sangat halus. Ini karena kapal selam didesain harus mampu menyelam 400 meter di bawah permukaan laut," tuturnya.

Marsetio mengaku optimistis Indonesia mampu membuat kapal selam asalkan ada komitmen bersama yang kuat dari bangsa Indonesia. Ia pun mencontohkan Korea Selatan yang mampu memproduksi kapal selam sendiri sejak transfer teknologi dari Jerman pada tahun 1985. Kini, Korea Selatan mampu menjual kapal selam ke negara lain.

"Indonesia juga pernah memesan (kapal perang) LPD (landing platform dock) dari Korsel. Dua unit dibuat di sini. Alhamdulillah berhasil. Kemarin, Filipina butuh 2 LPD yang dibuat PT PAL," ucapnya.

BUMN Siap Membantu

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mendukung rencana Kementerian Pertahanan untuk memaksimalkan industri pertahanan dalam negeri. Ia pun menyatakan kesiapannya untuk membantu PT PAL memproduksi kapal selam, terutama dalam hal pendanaan.

"Saya mengizinkan bargain loan apabila dana dari APBN belum cair. Pembuatan kapal selam, kan, butuh prosedur, silakan ambil dari bank-bank BUMN," ujarnya. 





Sumber : Kompas

KASAL : Setidaknya Indonesia Harus Memiliki 12 Kapal Selam

JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Marsetio mengatakan TNI kekurangan alat utama sistem persenjataan berupa kapal selam untuk melindungi seluruh wilayah laut Indonesia. Menurut Marsetio, setidaknya dibutuhkan 12 kapal selam untuk menjaga wilayah laut Indonesia.

"Sementara saat ini Indonesia baru punya dua kapal buatan tahun 1980-an," kata Marsetio dalam sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, 6 November 2013. Kedua kapal selam itu, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala, sudah uzur. Bahkan, di tahun 2020 kedua kapal tersebut genap berusia 40 tahun dan harus pensiun.


Saat ini Indonesia sedang memesan tiga unit kapal selam Changbogo Class dari Korea Selatan. Dalam pembelian ini, Indonesia dan Korea Selatan sepakat ingin menjalin kerja sama alih teknologi. Indonesia ingin kapal selam pesanan ketiga dibangun di galangan kapal PT PAL dan dikerjakan oleh putra-putri bangsa yang diawasi oleh perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering.


Sebagai Komisaris Utama PT PAL, Marsetio ingin mendorong kesiapan fasilitas pembuatan kapal selam di galangan kapal milik PT PAL di Surabaya. Pemerintah pun setuju mengucurkan duit Rp 1,5 triliun untuk membangun fasilitas khusus kapal selam di PT PAL. "Sebab, galangan kapal selam itu berbeda dengan kapal biasa, harus tertutup, lebih khusus seperti produk buatan tangan," ia menjelaskan. 

Selain itu, PT PAL juga sedang mempersiapkan tenaga ahli dan teknisi terbaik untuk dikirim ke pabrik Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering. Sesuai rencana, total 206 perwakilan PT PAL akan belajar di Negeri Ginseng. Sayang Marsetio tak mau menjelaskan detail proses alih teknologi itu. "Pokoknya dari teknisi, desainer, sampai tukang las PT PAL akan dikirim ke Korea Selatan," kata dia.


Marsetio sendiri yakin jika PT PAL bisa memperoleh ilmu pembuatan kapal selam bakal berdampak positif bagi TNI AL, khususnya pemenuhan kebutuhan kapal selam. Dengan begitu, kebutuhan 12 kapal selam Indonesia bisa dibantu dengan produksi dalam negeri.


Marsetio menyatakan dirinya sedikit ngotot memenuhi kebutuhan kapal selam Indonesia. Sebab, menurut dia, kapal selam punya efek deteren (tangkal) yang sangat kuat bagi pertahanan laut suatu negara. Berbeda dengan efek deteren sebuah kapal perusak biasa. 

"Selain itu, sebuah bangsa dikatakan hebat dan maju jika bisa membuat kapal selam dan kapal perang sendiri."


Meski begitu, Marsetio membutuhkan kapal-kapal perang kelas fregat dan corvet untuk menjaga wilayah laut, khususnya dari permukaan. Setidaknya, dia melanjutkan, TNI AL butuh 20 kapal kelas fregat untuk membantu pengamanan laut Indonesia. Saat ini Indonesia sudah memesan tiga unit kapal fregat dari Inggris serta dua kapal lain dari Belanda. 


"Sisanya (kebutuhan 20 kapal perang) tetap kami berharap PT PAL dan BUMN lain bisa mandiri membuat kapal perang," kata dia. "Sesuai rencana PT PAL juga akan mengupayakan alih teknologi dari kapal perang buatan Belanda."




Sumber : Temo

KKIP Bahas Kesiapan PT PAL Dalam Memproduksi Alutsista Matra Laut

JAKARTA-(IDB) : Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) menggelar Sidang ke-10 dengan agenda pembahasan kesiapan industri dalam negeri khususnya PT.PAL dalam memproduksi Alutsista matra laut. Selain itu, sidang juga membahas program-program yang telah  dan akan dilaksanakan KKIP.  
 
Sidang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua Harian KKIP merangkap Anggota didampingi Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin selaku Sekretaris merangkap Anggota KKIP, Rabu (6/11) di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta.


Hadir pada sidang tersebut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  Dahlan Iskan selaku Wakil Ketua Harian KKIP dan Menteri Ristet selau Wakil Ketua Harian KKIP dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta  selaku Anggota KKIP. Sidang juga dihadiri Tim Kelompok Kerja (Pokja) KKIP, Tim Asistensi KKIP, Sekretaris Pokja KKIP dan beberapa pejabat perwakilan dari sejumlah instansi terkait lainnya serta pimpinan BUMNIP/BUMS.


Dalam kesempatan tersebut, Menhan selaku Ketua Harian KKIP memaparkan sejumlah program KKIP yang telah dilaksanakan meliputi bidang regulasi dan produk. Bidang regulasi meliputi Perpres No. 42 Tahun 2010 tentang organisasi, tata kerja dan Sekretariat KKIP, Buku cetak biru riset dan pengembangan produk Alpalhankam  serta beberapa Keputusan KKIP.


Sedangkan program–program bidang produk yang dilaksanakan KKIP meliputi industri kapal selam dan PKR, industri rudal C-705, turpedo, roket dan bom-100l, industri medium tank, industri panser amphibi, industri CMS/IWS, industri pesawat angkut, industri Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA/UAV), industri radar GCI, industri Alkom dan MKB.


Menhan juga menjelaskan tentang Perpres Nomor 59 Tahun 2013 tentang organisasi, tata kerja dan sekretariat KKIP yang telah ditandatangani Presiden RI pada tanggal 30 Juli 2013. Berdasarkan Perpres Nomor 59 Tahun 2013 tersebut, KKIP yang berfungsi merumuskan dan mengevaluasi kebijakan mengenai pengembangan dan pemanfaatan industri pertahanan diketuai oleh Presiden RI. Dengan adanya Perpres Nomor 59 Tahun 2013,  maka Perpres Nomor 42 Tahun 2010 dinyatakan tidak berlaku lagi.


Sementara itu, mengenai kesiapan PT.PAL dalam produk Alutsista matra laut, hal tersebut dipaparkan oleh Wamenhan selaku Sekretaris KKIP yang beberapa waktu lalu telah melakukan peninjauan secara langsung ke PT. PAL di Surabaya. Paparan diantara-nya meliputi kesiapan PT. PAL dalam melaksanakan sejumlah program antara lain over haul KRI Cakra-401, pembangunan kapal SSV dan kerjasama pembangunan PKR.




Sumber : Kemhan

Menjajaki Lokasi Tepat Peluncuran Roket Indonesia

JAKARTA-(IDB) :  Morotai bukan sekedar pulau di Maluku Utara yang bersejarah dan menyimpan jejak pasukan sekutu di masa Perang Dunia II, karena pulau ini juga dinilai ideal dipilih sebagai lokasi peluncuran roket yang sudah seharusnya dimiliki Indonesia.
 
Jarangnya penduduk (54 ribu jiwa untuk daerah seluas 2.315 km2) dan lokasinya yang menghadap langsung ke Samudera Pasifik sesuai untuk memenuhi prasyarat sebuah lokasi peluncuran roket yang harus menghadap ke laut bebas dan jauh dari wilayah berpenduduk padat.


Pulau Morotai juga dinilai sebagai alternatif terbaik di antara dua lokasi pilihan lainnya, seperti Pulau Enggano, Bengkulu dan Pulau Biak, Papua, kata Deputi bidang Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Dr. Ing. Soewarto Hardhienata.


"Pada 6 November ini kami mulai mempersiapkan pengiriman perlengkapan peluncuran beserta roketnya melalui kapal ke Morotai, mungkin sekitar 20 hari perjalanan. Diharapkan awal Desember peluncuran roket sudah bisa dimulai, ini sebagai uji coba lokasi," katanya.


Lapan, ujarnya, sejak lama telah berencana mengembangkan roket pengorbit satelit (RPS) yang didesain dan dibuat secara mandiri di dalam negeri untuk mengorbitkan satelit yang juga buatan sendiri.


Namun Desember ini roket-roket yang diluncurkan untuk uji terbang di Morotai memang masih roket-roket ukuran kecil yakni dua unit RX 1210 dan empat unit RX 1220 yang digunakan untuk misi pertahanan, ujarnya.


"Roket pengorbit satelit yang berskala besar merupakan rencana jangka panjang Lapan untuk 2025, karena untuk sekarang ini Lapan masih menggunakan roket milik India untuk meluncurkan satelit. Lokasi peluncurannya pun dari negara itu," katanya.


Satelit Lapan-Tubsat (Lapan A1) seberat 57 kg buatan Lapan telah diluncurkan sejak Januari 2007 dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, India untuk keperluan memantau kondisi bumi dan pemantauan lalu lintas kapal.


Satelit berikutnya yang sudah siap adalah Lapan A2 yang dijadwalkan akan diluncurkan pada 2013, namun ditunda hingga 2014 karena kesiapan roket India yang belum selesai. Lapan A2 ini akan disusul satelit Lapan A3 di tahun berikutnya.


"Indonesia adalah negara kepulauan yang luas. Satelit adalah alat yang tak bisa ditawar lagi di zaman modern ini, terkait pentingnya komunikasi antarwilayah dan optimasi sumber daya alam melalui pengamatan penginderaan jauh serta untuk kepentingan keamanan wilayah," katanya.


Pengembangan roket Lapan, lanjut dia, ditujukan baik untuk kepentingan ilmiah maupun kepentingan pertahanan, yang dalam jangka panjang juga mengarah pada peluncuran satelit.


Dimulai dengan RX 320 yang diluncurkan pada 2008, disusul RX 420 pada 2009 dan terakhir mempersiapkan roket RX-550 (Kaliber 550mm) dengan jangkauan 300 km yang masih dalam tahap uji statis.


Teknologi roket, urai Soewarto, bisa digunakan untuk berbagai kepentingan, baik sipil maupun militer, tergantung dari muatannya, apakah berupa sensor ilmiah untuk kepentingan pengamatan bumi atau satelit untuk keperluan komunikasi, atau berupa hulu ledak.


Untuk misi pertahanan, teknologi roket Lapan sudah diadopsi oleh Konsorsium Roket yang terdiri dari Kemhan, Kemristek, PT Pindad, PT Dahana, dan PT DI yang ditandai dengan diproduksi sebanyak 200 unit roket dinamai R Han-122 dengan daya jangkaunya 20 km pada 2012 dan 2013.


Roket R Han 122 ini akan disusul R Han 220 berdaya jangkau 40 km yang sedang dikembangkan konsorsium untuk kepentingan peningkatan kapasitas personel militer.


Pengganti Pamengpeuk


Menurut Kepala Pusat Teknologi Roket Lapan Dr Rika Andiarti, selama ini Lapan menggunakan Instalasi Peluncuran Roket di Pameungpeuk, Garut untuk melakukan uji terbang roket dengan ketinggian terbatas.


Instalasi yang berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat ini dibangun khusus untuk riset penguasaan teknologi dasar roket, terutama pada kinerja motor roket, agar roket dapat meluncur dengan baik, ujarnya.


Namun instalasi milik Lapan ini sudah tak lagi ideal untuk melakukan uji coba roket berukuran besar berhubung saat ini kawasan di sekitar Pantai Santolo itu sudah semakin padat penduduk, dan makin berkembang menjadi kawasan wisata.


"Untuk meluncurkan roket yang berukuran besar diperlukan lokasi yang memenuhi zona aman, mengingat faktor resiko yang ditimbulkannya lebih besar, karena itu dicarilah lokasi baru yang memenuhi syarat, sekaligus syarat sebagai bandar antariksa nasional," katanya.


Dari hasil ekspedisi di Morotai, ada enam alternatif lokasi, yakni di Tanjung Gurango, Desa Gorua, Kecamatan Morotai Utara yang jaraknya dari pemukiman penduduk 2 km, Pulau Tabailenge di depan kota Berebere dengan jarak 2,5 km, Kecamatan Morotai Utara, di Desa Bido, Kecamatan Morotai Utara yang jaraknya 2 km dari pemukiman penduduk.


Selain itu Desa Mira, Kecamatan Morotai Timur dengan jarak 1 km dari pemukiman penduduk, lokasi antara Desa Sangowo dan Desa Daeo Kecamatan Morotai Timur serta Tanjung Sangowo yang letaknya berada di antara Desa Sangowo dan Desa Mira, Kecamatan Morotai Timur.


Dari enam alternatif lokasi itu, urainya, Tanjung Sangowo merupakan wilayah yang paling potensial, karena jika ditarik garis lurus, jarak tepi dua desa ini mencapai 6,5 km sehingga jika meletakkan posisi peluncur utama di tengah antara dua desa itu, maka jaraknya lebih dari 3 km dari masing-masing desa, jauh dari kawasan penduduk.


Kontur daerah tersebut juga merupakan bukit yang sebagian besar memiliki sudut kemiringan yang tak curam, sementara di selatan kontur tanahnya datar dengan tepi pantai yang landai dan bagian utara pegunungan yang langsung bersinggungan dengan pantai dengan kemiringan cukup curam.


Kontur yang relatif datar dapat digunakan untuk daerah perakitan, penyimpanan serta pekerjaan dengan mobilitas tinggi, sedangkan peluncur yang memerlukan standar keamanan dan keselamatan tinggi dapat diletakkan di daerah yang mempunyai ketinggian cukup dari muka laut.


"Daerah terbang roket di sini bisa ke arah utara dan bisa ke timur, bebas ke laut dan juga tak melewati jarak jangkau ke pemukiman penduduk maupun ke batas negara lain," katanya.


Berbeda dengan Pameungpeuk yang baru mengantisipasi uji terbang roket skala kecil, Morotai ditargetkan menampung uji terbang roket skala besar, bahkan termasuk peluncuran satelit yang jangkauannya minimal 350 km, misalnya untuk keperluan remote sensing, bahkan sampai ketinggian 36 ribu km untuk geostation, kata Rika.


Sebelumnya Asisten Deputi Penyedia Jaringan Kemristek Goenawan Wibisana mengatakan, pihaknya sangat mendukung misi ini, khususnya karena roket berdaya jangkau hingga ratusan kilometer seperti yang ditargetkan memerlukan lokasi pengujian dan peluncuran yang representatif.

"Ini sangat penting untuk bangsa," tambahnya.




Sumber : Republika

Tugas Pokok Pasukan Perdamaian TNI POLRI

TANGERANG-(IDB) : Tim penjaga perdamaian (Peacekeeper) dimiliki Polri dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun, ada beberapa perbedaan antara pasukan penjaga perdamaian versi Polri dan TNI.

"Militer yakni TNI juga dikirim ke Sudan. Tapi, tugas Polri beda dengan mereka (TNI). Kami bertugas menjaga perdamaian, tapi dengan fungsi dan tugas kepolisian yakni menjaga dan melindungi rakyat yang ada di sana," ungkap Kapolri Jenderal Sutarman, di Pantai Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang, Banten, Selasa (5/11/2013).

Selain itu, penjaga perdamaian Polri yang dinamai Formed Police Unit (FPU) juga bertugas melindungi pengungsian dan mengembalikan agar hukum bisa berjalan dengan normal.

"Jadi tugas Polri dan TNI berbeda. Kalau TNI bertugas memberi bantuan militer," jelasnya.

Sutarman menambahkan, pasukan FPU 6 yang baru melakukan pembaretan rencananya akan diberangkatkan 26 November 2013. Sebelumnya, pasukan berjumlah 140 orang sudah menjalani latihan intens selama dua bulan.

"Oleh karenanya kita harus menyiapkan secara baik karena negara yang akan dituju adalah baru bagi mereka. Kita melakukan pelatihan dari kemampuan bahasa, kemampuan fisik, kemampuan taktik dan teknis yang akan dibutuhkan untuk melindungi masyarakat yang ada di sana," paparnya.

FPU 6 juga menyiapkan peralatan yang lengkap mulai dari alat komunikasi, alat masak, persenjataan dan alat-alat lain termasuk alat perorangan dalam rangka perlindungan diri.

"Mereka dikirim bukan hanya memberikan pelindungan dan pelayanan. Kita juga memiliki bertugas mengembalikan keadaan masyarakat pada keadaan damai dan mengembalikan negara dalam posisi normal, hukum bisa ditegakkan, konflik bisa dihilangkan dan sistem pemerintahan bisa berjalan dengan baik," simpulnya.




Sumber : Sindo

Berita Foto : Proses Pembaretan Satgas FPU

Selasa (05/11/13), sebanyak 140 personel Formed Police Unit Indonesia VI bersiap di Pos AL tanjung Pasir Tangerang untuk melakukan tradisi pembaretan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Sebanyak 140 personel Formed Police Unit Indonesia VI bersiap di Pos AL tanjung Pasir Tangerang untuk melakukan tradisi pembaretan.

FPU merupakan personel Polri yang akan menjadi polisi perdamaian PBB dan dikirimkan ke daerah konflik di Sudan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
FPU merupakan personel Polri yang akan menjadi polisi perdamaian PBB dan dikirimkan ke daerah konflik di Sudan.

Kapolri Jenderal Sutarman memasangkan baret kepada AKBP Bambang Wijanarko Komandan Satgas Formed Police Unit Indonesia 6 di Pos AL Tanjung Pasir Tangerang (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Kapolri Jenderal Sutarman memasangkan baret kepada AKBP Bambang Wijanarko Komandan Satgas Formed Police Unit Indonesia 6 di Pos AL Tanjung Pasir Tangerang .

Kapolri Jenderal Sutarman memberikan ucapan selamat kepada anggota Formed Police Unit usai acara pembaretan (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Kapolri Jenderal Sutarman memberikan ucapan selamat kepada anggota Formed Police Unit usai acara pembaretan.


Gelar Demonstrasi Pengamanan

Polri juga memiliki pasukan yang membawa misi perdamaian PBB. Formed Poice Unit Indonesia VI merupakan pasukan polisi yang siap dikirim ke daerah konflik di Darfur, Sudan (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)
Polri juga memiliki pasukan yang membawa misi perdamaian PBB. Formed Poice Unit Indonesia VI merupakan pasukan polisi yang siap dikirim ke daerah konflik di Darfur, Sudan.

Dalam mengatasi unjuk rasa para anggota FPU Indonesia VI yang akan bertugas di Darfur Sudan juga lebih mengedepankan tindakan persuasif (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)
Dalam mengatasi unjuk rasa para anggota FPU Indonesia VI yang akan bertugas di Darfur Sudan juga lebih mengedepankan tindakan persuasif.

Kesiagaan menjadi modal utama anggota FPU Indonesia VI dalam menjalankan misi perdamaian (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)
Kesiagaan menjadi modal utama anggota FPU Indonesia VI dalam menjalankan misi perdamaian.

Usai Upacara pembaretan, Personel FPU Indonesia VI menggelar simulasi demonstrasi pengamanan (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah).
Usai Upacara pembaretan, Personel FPU Indonesia VI menggelar simulasi demonstrasi pengamanan.

Simulasi penangkapan terduga pengacau diperagakan usai upacara pembaretan di Tanjung Pasir, Selasa (05/11/13) (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)
Simulasi penangkapan terduga pengacau diperagakan usai upacara pembaretan di Tanjung Pasir, Selasa (05/11/13).

Salah satu formasi pengamanan yang diperagkan para anggota Formed Police Unit saat upacara pembaretan di Pos AL Tanjung Pasir Tangerang (Liputan6.com/ Helmi Fithriansyah)
Salah satu formasi pengamanan yang diperagkan para anggota Formed Police Unit saat upacara pembaretan di Pos AL Tanjung Pasir Tangerang.






Sumber : SCTV

Korpaskhas TNI AU Latihan Bersama PLA Airforce

BANDUNG-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diwakili oleh Korps Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU dan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA Air Force) menggelar latihan tempur bersama dengan sandi Sharp Knife Airborne 2013 di Markas Korps Pasukan Khas (Korpaskhas) Landasan Udara (Lanud) Sulaiman, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/11/2013).

Menurut Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Paskhas Kolonel Rolland DG Waha, yang juga menjabat sebagai direktur latihan, kegiatan tersebut akan berlangsung selama 10 hari ke depan.

"Ini merupakan program pemerintah kita. Latihan Sharp Knife Airborne 2013 ini adalah yang ketiga. Yang pertama tahun 2011 dilakukan di Kopassus di Batujajar. Kemudian, kita kunjungan balasan ke China tahun 2012," kata Rolland saat ditemui di Lanud Sulaiman, Rabu siang.

Rolland menambahkan, angkatan udara dari kedua negara ini nantinya akan bertukar pengetahuan dan wawasan seputar dunia militer di masing-masing negara. Materi yang akan dilatih, kata Rolland, mulai dari kegiatan perorangan, latihan tempur, latihan terjun payung, hingga bela diri.

"Sebenarnya, hampir semua materi yang ada di mereka sudah kita miliki, cuma yang membedakan bentuk dan tipenya saja. Jadi, kalau mereka punya halang rintang, kita juga punya. Cuma modelnya yang berbeda sehingga protapnya juga berbeda," bebernya.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Korpaskhas Mayor Rivaid menambahkan, latihan gabungan tersebut menyertakan 60 personel dari PLA Air Force China dan 120 prajurit Korps Paskhas.

"Sebenarnya, ini latihan TNI secara keseluruhan, tapi pada periode ini latihan diserahkan ke Korpaskhas," ujar Rivaid.

Rivaid menambahkan, meskipun Pasukan Pembebasan China membawa sendiri sebagian peralatan yang dibutuhkan, Paskhas tetap menyediakan sepenuhnya peralatan dari persenjataan hingga alutsista yang dibutuhkan dalam latihan tersebut. "Kita kerahkan tiga unit pesawat Hercules untuk membantu latihan," ungkapnya.



Sumber : Kompas

Mantan Kepala BAIS : Semua Negara Saling Sadap Itu Biasa

JAKARTA-(IDB) : Mantan Kepala Badan Intelejen Strategis (BAIS), Laksda (purn) Soleman B Ponto, mengatakan, Indonesia tidak perlu khawatir mengenai isu adanya penyadapan. Sebab, tak hanya AS, hampir seluruh negara di dunia melakukan hal serupa.

"Biasa saja, karena sekarang semua negara sudah saling menyadap. Kenapa juga berhati-hati, dinding saja bertelinga," katanya di Hotel Borobudur, Rabu (6/11).

Menurut Soleman, Indonesia perlu mengatur keran informasi secara baik. Sehingga informasi yang disadap dan didapatkan negara lain dapat membuat mereka bingung tentang kondisi Indonesia.

"Kita sengaja saja kasih buka informasi kita, nah tapi jangan semuanya hanya sebagian saja biar mereka bingung kondisi Indonesia," ujarnya.

Banyaknya kepentingan membuat suatu negara merasa perlu menyadap negara tetangganya. Tapi dalam posisi ini, Soleman menilai tidak bisa menyalahkan pihak penyadap dan yang disadap.

"Apakah penyadap itu salah? Belum tentu. Apakah yang disadap itu salah? Tidak juga. Sebab semua memenuhi kepentingan negara masing-masing," jelasnya.

Tetapi Soleman mengingatkan negara yang hebat akan menyimpan informasinya dengan sandi dan secara rahasia. "Seperti orang Jepang ketika ingin menyerah Pearl Harbour. Mereka hanya menggunakan kata Toro, Toro sebagai tanda untuk menyerang," tutupnya.




Sumber : Merdeka

KASAU : TNI AU Akan Terus Perkuat Alutsista

JAKARTA-(IDB) : TNI AU akan terus melengkapi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimilkinya. Setelah kelengkapan alutsista TNI AU selesai, akan diperlihatkan kepada publik pada hari ulang tahun TNI, 5 Oktober 2014.

"Sampai saat ini kami mengajukan kelengkapan, mulai dari pesawat T 50, F16, Hercules sebagai pesawat angkut dari Australia. Kemudian pesawat latih kami menunggu dari Jerman, heli cougar akan digunakan combat SAR dan supertucano akan menjadi satu skuadron," kata Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia pada latihan perang Angkasa Yudha 2013, di Landasan Udara Ranai, Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.

Lebih jauh Kasau menuturkan pada tahun 2014, pimpinan TNI AU akan memeperlihatkan dan mempertanggungjawabkan semua peralatan baru tersebut kepada masyarakat. Semua alutsista yang baru dengan kondisi terbaik, yang memperkuat jajaran TNI AU akan dapat dilihat secara langsung oleh rakyat.

Saat ditanya mengenai penambahan alutsista untuk TNI AU, Putu Dunia menyerahkan kepada pihak Kementrian Pertahanan (Kemhan) yang menjadi penentu kebijakan dalam pembelian alutsista. "Penambaan alusista, itu kebijakan Kemhan, tapi kami akan ada tim yang melihat lagi MEF (Minimum Essensial Force) yang sudah ada dan akan kami sempurnakan. Apa yang sudah jadi kebijakan, ya berlanjut. Ke depan kami tunggu keputusan dari Menhan," kata Kasau.

Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantioro mengatakan Indonesia membutuhkan sedikitnya 34 radar untuk bisa menunjang pengawasan TNI AU dalam menjaga wilayah udara Indonesia. "Jadi radar TNI AU itu radar primer, kalau sekunder itu untuk keperluan komersiil. Sementara ini mereka bekerja sama dengan baik," kata Menhan.

Untuk sekarang, yang menjadi prioritas penambahan radar dipusatkan di bagian timur Indonesia. Hal itu dilakukan agar pengawasan arus penerbangan di wilayah tersebut bisa dilakukan secara maksimal. "Wilayah barat sebagian sudah terpenuhi. Kalau wilayah timur, ya bertahap. Untuk rencana strategis (renstra) pertama ada 4 yang harus dipenuhi," tutur Purnomo.

Meski begitu, ujar Menhan, pemenuhan radar yang kurang tersebut akan dilakukan secara bertahap. Selain bertahap, pemenuhan radar tersebut juga menunggu persetujuan dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas). Untuk renstra pertama sampai 2014 ini, kami rencana membeli empat radar harganya total 150 juta dolar Amerika Serikat," paparnya.

Sementara itu, Komandan Satuan Radar 212 Lanud Ranai, Mayor (Lek) Feri mengatakan radar yang terpasang di Lanud Ranai jangkauanya bisa mencapai 540 Km. Akivitas radar tersebut juga sangat mobail untuk mengintai arus penerbangan yang melewati udara di Natuna. Jangkauan radar ini bisa sampai Kucing, wilayah Malaysia. Radar di Lanud Ranai ini dijaga 47 personil.

Prajurit Handal

Dalam kesempatan itu, Kasau mengungkapkan rasa puas dan bahagianya atas suksesnya latihan puncak Angkasa Yudha 2013. Menurut dia, latihan itu ditujukan untuk mencetak prajurit yang handal.

"Perlu diketahui, ke depan saya ingin punya tentara yang kuat untuk menembak di darat dan di laut. Sebab nanti ancaman sasaran juga di laut. Jadi kami latih prajurit yang bisa tembak di laut," ujar Kasau terkait latihan pengeboman di laut.

Meski merasa puas, Kasau menjelaskan TNI AU masih akan mengevaluasi hasil latihan puncak Angkasa Yudha 2013. "Beberapa hal perlu kita evaluasi, seperti operasi medikal udara. Saya rasa perlu tambahan pesawat dimana doktrin yang kami lakukan hanya turunkan pasukan, peralatan, dan seleksi korban," kata Kasau.

Sebenarnya dalam operasi itu, lanjut Kasau, hampir 40 persen personel yang terlibat operasi bisa menjadi korban dan 10 persen korban harus segera dievakuasi. "Jadi pertama pesawat SAR itu harus membawa korban yang terlihat nyata. Nah tim dari pesawat belakangnya baru membikin rumah sakit dan menyeleksi yang sakit," lanjutnya.




Sumber : KoranJakarta