SEOUL-(IDB) : Secara mengejutkan Korea Selatan
menyatakan menolak tawaran perusahaan Boeing untuk memasok 60 pesawat
tempur F-15 Silent Eagle bagi Angkatan Udaranya (Royal Korean Air
Force). Penolakan tersebut disampaikan oleh juru bicara Kementerian
Pertahanan Kim Min - seok, yang mengatakan bahwa Korea Selatan (Korsel)
akan menunda pemberian kontrak US$ 7.7 milyar dalam pengadaan 60
pesawat F-15 SE, akan dilakukan tender ulang.
Pemerintah Korea Selatan nampaknya
terpaksa tunduk kepada tekanan publik dalam aksi penolakan pembelian
pesawat tempur F-15 SE, terutama pernyataan keberatan dan penolakan
dari 15 mantan Kepala Staf Angkatan Udara yang menulis surat kepada
Presiden Park Geun - hye, dan juga keberatan anggota parlemen partai
yang berkuasa. Para pengeritik menyatakan bahwa pesawat tempur F-15
Silent Eagle dinilai kurang kemampuannya, khususnya kemampuan anti
radarnya (stealth).
Korea Selatan menginginkan Angkatan
Udaranya (ROKAF) mempunyai pesawat tempur yang dapat menyusup tanpa
terdeteksi, untuk membalas serangan jauh kegaris belakang apabila Korea
Utara (Korut) melancarkan serangan nuklir. Kim Min-seok menegaskan,
"Angkatan Udara kami berpendapat bahwa kita memerlukan kemampuan tempur
dalam menanggapi trend terbaru pengembangan teknologi kedirgantaraan,
yang pada intinya adalah jet tempur generasi kelima khususnya dalam
menghadapi provokasi dari Korea Utara , " katanya.
Pada musim semi tahun ini , ketegangan
di semenanjung Korea telah meningkat tajam , dimana Pyongyang pernah
menyatakan ancaman perang nuklir untuk memprotes sanksi PBB. Pemerintah
Korea Selatan sangat khawatir setelah pemerintahan Korea Utara, Kim
Jong-un melakukan uji coba peluru kendala balistik. Korea Utara juga
diketahui menempatkan beberapa ratus ribu pasukan dengan persenjataan
berat di perbatasan dengan Korsel. Memang pesawat Tempur Korut dinilai
sudah tua tetapi jumlahnya sangat banyak, sehingga menjadi pertimbangan
tersendiri apabila terjadi konflik.
Selain itu yang menjadi catatan, Korea
Selatan tetap waspada karena berakhirnya Perang Korea tahun 1950-53,
hanya dengan gencatan senjata , bukan berupa sebuah perjanjian damai.
Oleh karena itu Korea Selatan terus alert terhadap kemungkinan
pecah perang yang sewaktu-waktu akan timbul, terlebih mengingat pribadi
pemimpin Korut Kim Jong-un yang masih muda dan agresif.
Pada beberapa waktu lalu, saat Korea
Utara menyatakan ancaman serangan nuklir, pemerintah Amerika Serikat
menanggapi dan mengambil langkah yang sangat serius. USAF mengirimkan
pesawat tempur paling canggihnya yaitu, pesawat pembom siluman B-2,
pesawat tempur siluman F - 22 dan pesawat pembom B - 52 , dalam latihan
dengan Korea Selatan untuk show of force. Kedua pembom tersebut dapat mengangkut bom nuklir.
Dari Anggaran yang disiapkan sebesar US
$7.7 milyar, dimana dalam perhitungan harga, Korea Selatan bisa
mendapatkan 60 buah F-15 SE, kini dengan akan diulanginya tender baru,
yang kemungkinan calon terkuat adalah pesawat tempur generasi kelima
F-35A buatan Loockheed Martin atau Typhoon Eurofighter anggaran akan
membengkak. Kemungkinan besar Korsel akan memilih F-35A dibandingkan
Eurofighter, karena ikatan erat antara Korsel-AS, dimana AS masih
menempatkan 28.500 pasukannya di Korsel.
Para pejabat militer AS mengatakan
kekuatan terbesar dari F - 35 , selain mampu menghindari radar, pesawat
ini mempunyai kemampuannya untuk memadukan data dari pesawat dan sensor
lainnya . Hal ini memungkinkan untuk membantu mengidentifikasi target
bagi pesawat tempur lainnya yang bersama-sama beroperasi. Mengingat
harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan F-15 SE, kemungkinan
Korea Selatan akan mengurangi jumlah pesanan menjadi 40 atau 50 pesawat,
atau mempertimbangkan anggaran baru.
Rangkaian pengadaan pesawat tempur
terbaru Korea Selatan untuk menekan Korea Utara sejalan dengan kebijakan
Jepang yang juga memesan 42 F-35 dari Loockheed. F-35 telah dipesan
oleh USAF (Angkatan Udara AS) dan juga beberapa negara
diantaranya Belanda, Inggris, Australia , Italia , Norwegia , Turki,
Israel dan Jepang.
Berkaitan dengan Indonesia, jelas
kebijakan Korea Selatan yang membatalkan keinginannya memiliki F-15 SE
akan semakin membuat kerjasamanya dalam proyek IFX/KFX (Indonesia/ Korea
Fighter Experiment) yang dinyatakan ditunda menjadi semakin tidak jelas
kelanjutannya. Dengan kemungkinan membengkaknya anggaran apabila
dipilih F-35 yang harganya jauh lebih mahal, maka kelanjutan proyek
IFX/KFX akan menjadi lebih tidak menentu. Jelas Indonesia menjadi negara
yang dirugikan. Isyarat penundaan selama sekitar satu-setengah tahun
dilayangkan Pemerintahan Park Geun-hye tak lama setelah dirinya terpilih
sebagai presiden ke-11 Korea Selatan pada Februari 2013.
Proyek ini menggantung setelah tim
Korea-Indonesia menuntaskan tahap pertama, yakni Technology Development,
dalam waktu 18 bulan, pada Desember 2012. Proyek diawali dengan tahapan
Feasibility Study, dilanjutkan dengan Technology Development, lalu
Engineering Manufacturing Development, dan diakhiri dengan Production
Phase. Di pihak Indonesia, Kementerian Pertahanan menjadi
penanggung-jawab utama atas proyek prestisius yang pernah disebutkan
menelan ongkos US$8 milyar.
Pihak Indonesia tetap yakin dan berusaha
melanjutkan proyek ini sebatas pada bagian-bagian yang bisa dikerjakan
sendiri. Di dalam negeri, program ini dikerjakan tim dari Balitbang
Kementerian Pertahanan, BPPT, PT Dirgantara Indonesia, Institut
Teknologi Bandung dan lain-lain. Dalam hal ini nasib Indonesia akan
ditentukan oleh Korea Selatan yang masih dipusingkan dalam memilih jet
tempur unggulannya.
Kini kita akan melihat sebuah perlombaan
pemilikan pesawat-pesawat tempur generasi kelima, dimana beberapa
negara di kawasan Asia Pasifik pada umumnya sudah memesan F-35 untuk
memperkuat pertahanan udaranya. Sementara ini dengan memiliki Sukhoi
27/30, dilihat dari balance of power, saat ini AU Indonesia masih yang terbaik di Asia Tenggara, termasuk apabila dibandingkan dengan Australia.
Oleh karena itu nampaknya sebagai sekutu
AS, Korea Selatan dan Australia nampaknya akan berusaha memiliki F-35
dimasa mendatang. Kita berharap ekonomi Indonesia membaik, dan suatu
saat kita bisa memiliki Sukhoi-35 dan bahkan mungkin Sukhoi T-50 PAK-FA.
Pesawat tempur yang jauh lebih murah harganya dibandingkan generasi
lima lainnya, tetapi teknologinya lebih hebat. Who knows?