AUSTRALIA-(IDB) : Selama dua minggu yang lalu telah terjadi dua peristiwa yang terkait
dengan penghibahan C-130H dari Australia untuk Indonesia. Pada 19 Juli
Kementerian Pertahanan RI dan Qantas Defence Service (QDS)
menandatangani kontrak untuk perbaikan dan pemeliharaan empat pesawat
C-130H yang merupakan pesawat tahap pertama yang dihibahkan oleh
pemerintah Australia kepada Republik Indonesia. Selanjutnya, pada 26
Juli Memorandum of Sale untuk lima pesawat C-130H ditandatangani oleh
Departemen Pertahanan Australia dan Kementerian Pertahanan RI. Lima
pesawat C-130H tersebut merupakan tahap kedua dari kerjasama pengadaan
C130-H Indonesia-Australia.
Perihal pengiriman C-130H tahap pertama, satu diantara empat pesawat C-130H tersebut sudah dalam kondisi baik karena sudah dilaksanakan pemeliharaan oleh Angkatan Udara Australia (RAAF) dan siap diterbangkan ke Indonesia. Tiga pesawat lainnya akan dilakukan juga pemeliharaan tingkat berat, sampai tingkat perbaikan 5 (R5 servicing) selama 16 bulan ke depan di QDS, Lanud Richmond, didanai oleh anggaran Kemhan.
Walaupun pesawat pertama sudah siap terbang namun masih ada keperluan untuk pelatihan dan pendidikan bagi para penerbang TNI-AU dikarenakan adanya perbedaan sistem avionik pada C-130H ini dibandingkan dengan C-130H yang sudah dipakai oleh TNI-AU selama ini. Perbedaannya terdiri dari meteran mesin digital, layar digital untuk informasi terbang (artificial horizon dan informasi navigasi), maupun Flight Management System yang mengatur semua tugas navigasi untuk penerbangan. Menurut QDS, diklat akan diselesaikan sebelum akhir bulan November 2013. Mereka berharap pesawat pertama akan siap diterbangkan ke Indonesia pada awal bulan Desember. Dan tiga pesawat lainnya akan mulai dikirim pada tahun selanjutnya, 2014 dengan pesawat yang ke-empat dikirim sebelum bulan Desember 2014.
Untuk pengiriman tahap kedua, dalam penjualannya terdiri dari lima pesawat C-130H, satu simulator dan semua suku cadang C-130H yang saat ini dimiliki oleh RAAF. Walaupun secara keseluruhan berharga kurang lebih USD $100 juta, namun kepada Indonesia hanya akan dijual untuk USD $15 juta. Kelima pesawat tersebut masih dalam kondisi bagus dan semua mesin akan dilakukan pemeriksaan dan pemeliharaan sebelum siap untuk dikirim ke Indonesia. Pesawat C-130H tersebut memiliki simulator kemampuan tinggi sekali yang memudahkan penerbang dengan memberikan fasilitas sistem pendaftaran jam terbang secara real ketika menggunakan simulator ini. Walapun Memorandum of Sale telah ditandatangani, namun perbaikan untuk pesawat tahap kedua memerlukan sebuah kesepakatan kontrak antara Kemhan RI dan perusahaan yang dapat melaksanakan pemeliharaan. Diharapkan seluruh pesawat tahap kedua dapat dikirim ke Indonesia sebelum akhir tahun 2015. Dan Menhan Yusgiantoro telah meminta agar sebanyak mungkin pesawat dari kesembilannya sudah komplit di Indonesia sebelum Hari TNI 2014.
Terkait dengan kondisi pesawat, walaupun pesawat tersebut telah dipakai oleh RAAF, namun seluruh pesawat telah dipelihara oleh RAAF secara baik dan rajin, sehingga masih terdapat banyak jam terbang yang tersisa untuk dapat dipakai oleh TNI-AU. Diperkirakan pesawat tersebut masih dapat dipakai untuk 10.000 jam terbang ataupun lebih lama.
Perihal pengiriman C-130H tahap pertama, satu diantara empat pesawat C-130H tersebut sudah dalam kondisi baik karena sudah dilaksanakan pemeliharaan oleh Angkatan Udara Australia (RAAF) dan siap diterbangkan ke Indonesia. Tiga pesawat lainnya akan dilakukan juga pemeliharaan tingkat berat, sampai tingkat perbaikan 5 (R5 servicing) selama 16 bulan ke depan di QDS, Lanud Richmond, didanai oleh anggaran Kemhan.
Walaupun pesawat pertama sudah siap terbang namun masih ada keperluan untuk pelatihan dan pendidikan bagi para penerbang TNI-AU dikarenakan adanya perbedaan sistem avionik pada C-130H ini dibandingkan dengan C-130H yang sudah dipakai oleh TNI-AU selama ini. Perbedaannya terdiri dari meteran mesin digital, layar digital untuk informasi terbang (artificial horizon dan informasi navigasi), maupun Flight Management System yang mengatur semua tugas navigasi untuk penerbangan. Menurut QDS, diklat akan diselesaikan sebelum akhir bulan November 2013. Mereka berharap pesawat pertama akan siap diterbangkan ke Indonesia pada awal bulan Desember. Dan tiga pesawat lainnya akan mulai dikirim pada tahun selanjutnya, 2014 dengan pesawat yang ke-empat dikirim sebelum bulan Desember 2014.
Untuk pengiriman tahap kedua, dalam penjualannya terdiri dari lima pesawat C-130H, satu simulator dan semua suku cadang C-130H yang saat ini dimiliki oleh RAAF. Walaupun secara keseluruhan berharga kurang lebih USD $100 juta, namun kepada Indonesia hanya akan dijual untuk USD $15 juta. Kelima pesawat tersebut masih dalam kondisi bagus dan semua mesin akan dilakukan pemeriksaan dan pemeliharaan sebelum siap untuk dikirim ke Indonesia. Pesawat C-130H tersebut memiliki simulator kemampuan tinggi sekali yang memudahkan penerbang dengan memberikan fasilitas sistem pendaftaran jam terbang secara real ketika menggunakan simulator ini. Walapun Memorandum of Sale telah ditandatangani, namun perbaikan untuk pesawat tahap kedua memerlukan sebuah kesepakatan kontrak antara Kemhan RI dan perusahaan yang dapat melaksanakan pemeliharaan. Diharapkan seluruh pesawat tahap kedua dapat dikirim ke Indonesia sebelum akhir tahun 2015. Dan Menhan Yusgiantoro telah meminta agar sebanyak mungkin pesawat dari kesembilannya sudah komplit di Indonesia sebelum Hari TNI 2014.
Terkait dengan kondisi pesawat, walaupun pesawat tersebut telah dipakai oleh RAAF, namun seluruh pesawat telah dipelihara oleh RAAF secara baik dan rajin, sehingga masih terdapat banyak jam terbang yang tersisa untuk dapat dipakai oleh TNI-AU. Diperkirakan pesawat tersebut masih dapat dipakai untuk 10.000 jam terbang ataupun lebih lama.
Menurut
MEF, pesawat ini akan menjadi unsur yang penting sekali dalam kemampuan
TNI-AU pada masa yang akan datang dalam seluruh tugas, termasuk HADR
(penanggulangan bencana), seperti respons bulan Juli kemarin saat ada
gempa bumi di Bener Meriah, Aceh.
Sumber : Ikahan