Pages

Jumat, Juli 12, 2013

Sistem Pertahanan Yang Kuat Perlu Ditunjang Oleh Industri Pertahanan Yang Kuat

JAKARTA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Rabu (10/7), memberikan ceramah kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLIX Lemhanas RI di  Gedung Lemhanas, Jakarta, tentang “Optimalisasi Industri Pertahanan Dalam Mendukung Kebutuhan Alutsista”.  Saat mengawali ceramahnya Wamenhan menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia menjadi kuat ketika mempunyai sistem politik, ekonomi dan pertahanan yang kuat dan hal itu perlu ditunjang dengan Industri Pertahanan yang kuat pula (strong defence capability).

Saat ini, jelas Wamenhan, prioritas kebijakan industri pertahanan dalam negeri adalah meningkatkan kapasitas produksi nasional, meningkatkan transfer of technology, joint production dan ekspor alutsista. Sehingga diharapkan di masa mendatang Indonesia memiliki industri pertahanan dalam negeri yang mandiri yang memiliki mobilitas tinggi dan menjadi alat pemukul yang dahsyat.

Dijelaskan oleh Wamenhan mengenai urgensi industri pertahanan yaitu negara kuat ketika keamanan berinteraksi dengan kesejahteraan, untuk mendapatkannya, harus dimiliki reinforcement berupa industri pertahanan. Wamenhan menekankan bahwa sistem pertahanan negara membutuhkan ketersediaan alat peralatan pertahanan dan keamanan, didukung oleh kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang mandiri guna mencapai tujuan nasional.

Di satu pihak, industri pertahanan yang mandiri juga memberikan efek deterent dan di lain pihak, memberikan multi efek termasuk di bidang ekonomi bagi pembangunan nasional. Industri pertahanan dalam negeri yang sempat kolaps pada awal era reformasi, dibangun kembali sejak tahun 2004 dimulai dengan diadakannya roundtable discussion di Kementerian Pertahanan dalam upaya revitalisasi industri pertahanan dipimpin langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hingga kemudian lahirlah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada tahun 2010, dan kemudian keberadaannya dikukuhkan dengan lahirnya UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Komite yang dipimpin langsung oleh Presiden ini bertugas menentukan arah strategis pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Didalamnya terdapat lima Menteri Kabinet yang terkait yaitu Menteri Pertahanan sebagai leading sector, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi dan Menteri Keuangan.

Peserta PPRA XLIX Lemhanas kali ini terdiri dari 80 orang peserta yang merupakan Perwira TNI, Polri, PNS Kementerian/Lembaga Negara, PNS Pemprov dan Pemda, Perwakilan dari Ormas dan peserta dari negara sahabat.







Sumber : Kemhan

Pengganti Kapolri Harus Segera Dipilih

JAKARTA-(IDB) : Pergantian kapolri yang berlarut-larut dikhawatirkan akan mengundang perpecahan di institusi Polri. Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya segera menentukan pengganti Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo sebelum Agutus.

"Bursa Kapolri yang berlarut-larut bisa berdampak pada sistem keamanan dan penegakan hukum," ujar pengamat politik Universitas Sumatera Utara Horas Siagian, di Jakarta, Kamis (11/7).

Presiden Yudhoyono mempunyai alasan yang kuat untuk melakukan pergantian maupun memperpanjang masa jabatan. Keputusan Presiden diharapkan dapat membawa perubahan dan kesejukan buat institusi Polri di masyarakat. "Wacana pergantian Kapolri yang sudah dipublikasi media massa tersebut, sudah memunculkan dukungan dari banyak kalangan. Ini bisa semakin buruk jika para calon saling menyikut," jelasnya.

Menurutnya, wacana pergantian Kapolri yang sudah dingkapkan Presiden, telah memunculkan beberapa kelompok di dalam institusi seragam cokelat tersebut. Bahkan, desakan agar pergantian itu tidak dilakukan Presiden sampai masa jabatan berakhir, justru semakin memperkeruh keadaan.

"Dukung mendukung dari calon Kapolri dan kelompok yang menolak pergantian tersebut, tidak bisa dibiarkan sampai berlarut-larut. Lebih baik Presiden menghentikan semua manuver yang sudah berkembang di masyarakat tersebut. Ini bisa mempengaruhi kinerja Polri, utamanya dalam menjaga kamtibmas dan penegakan hukum," jelas dia.

Horas mengharapkan, Presiden tegas dalam mengambil keputusan. Keputusan itu diharapkan dapat membawa perubahan buat masyarakat selain anggota Polri. Pengganti Kapolri harus berani, tegas dan memberikan keadilan. Bahkan, Kapolri yang dipilih harus berani mengusut kasus korupsi di institusi Polri. Percepatan pergantian lebih positif jika dilaksanakan.

"Masyarakat bisa jenuh dengan persoalan hukum yang ditangani Polri. Ini belum termasuk masalah gangguan keamanan, dan kekerasan oleh oknum dari dalam institusi itu sendiri. Kapolri pilihan Presiden harus dapat membawa perubahan buat Polri di masyarakat. Perubahan Polri itu harus bisa mencapai 360 derajat," jelasnya.

Komisi Kepolisian Nasional menjaring 12 calon kapolri untuk selanjutnya menyerahkan tujuh nama ke Presiden. Tujuh perwira tinggi polisi yang mengemuka, antara lain Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Komjen Sutarman, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Anang Iskandar, Kepala Lembaga Pendidikan Polisi (Lemdikpol) Komjen Budi Gunawan, Wakil Kepala Bareskrim Irjen Anas Yusuf, Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Anton Setiadi, Asisten Operasi Kapolri Irjen Badrudin Haiti dan Kepala Korps Lalu-lintas Polri Irjen Pudji Hartanto.






Sumber : KoranJakarta

Kebijakan MEF Dan Segala Tantangannya

ANALISA-(IDB) : Bila kita membicarakan MEF atau Minimum Essential Force sejauh ini selalu mengundang kontroversi. Kontroversi akan selalu muncul, selama tidak ditemukan acuan bakunya. Acuan baku dalam hal ini adalah, terminologi minimum, yang pasti akan mengandung makna minimum dari atau terhadap apa. Essential Force, dapat saja diartikan sebagai kebutuhan sebenarnya dan atau kebutuhan yang merupakan inti atau esensi dari kebutuhan itu sendiri. Dalam bayangan, maka essential force adalah kebutuhan riil dari satu kekuatan yang ingin dibangun. Bila itu memang sudah ada, maka dipastikan essential force akan berujud atau seyogyanya berujud sebagai Master Plan dari satu kekuatan inti Angkatan Perang yang diinginkan. Pertanyaannya adalah, apakah Master Plan tersebut sudah ada.

Sejauh ini, maka MEF memberikan kesan, satu program pembentukan kekuatan minimal bagi Angkatan Perang kita. Minimum dalam hal ini lebih terkesan disebabkan oleh keterbatasan dana yang tersedia. Lebih jauh lagi, selama ini MEF juga mengesankan bertujuan hanya kepada pengadaan atau procurement dari alutsista TNI. MEF yang diakibatkan oleh keterbatasan dana dan hanya “seolah-olah” berbicara masalah pengadaan alutsista, juga terkesan masih mandiri terdiri dari masing-masing Angkatan. Paling tidak, dari pengamatan selama ini belum terlihat benar keterpaduan dalam perencanaan yang direfleksikan pada pengadaan alutsista tersebut.


Selain tidak mengesankan keterpaduan, terlihat pula bahwa penggunaan dana dalam pengadaan alutsista terkesan juga terkonsentrasi pada pembelian saja. Dalam hal ini, tidak terlihat dengan jelas, bagaimana dukungan dana pemeliharaan sebagai akibat dari pengoperasian peralatan alutsista tersebut. Hal ini, sangat mudah terlihat kemudian dari “kesiapan” alutsista pasca pengadaan selesai dilakukan. Demikian pula tidak tergambar dengan baik, proses dari “related program” sebagai aliran dari proses pengadaan satu sistem senjata. Misalnya, paket pelatihan sdm terkait dan pengadaan peralatan dukungan, baik operasional maupun pemeliharaan.

Master Plan

Satu “postur kekuatan perang”, seyogyanya tertuang dalam sebuah Master Plan yang berjangka panjang , bernilai strategis, komprehensif, berkelanjutan dan merefleksikan keterpaduan matra dalam konteks “combat readiness” yang diinginkan sesuai tugas pokok yaitu menjaga kedaulatan Negara. Hal ini biasanya adalah merupakan bagian inti dari satu sistem pertahanan satu Negara, yang mengalir dari kebijakan nasional Negara (National Interest). Dalam mencapai tujuannya, satu Negara akan berhadapan dengan dua aspek yang pokok yaitu Security dan Prosperity. Didalam aspek Security inilah, sistem pertahanan Negara biasanya dituangkan yang nantinya akan berujud antara lain susunan unsur tempur atau postur Angkatan Perang yang dirumuskan kedalam satu pola yang dikenal dengan terminology “combat readiness”.

Perbatasan Kritis / Critical Border

Dalam format yang sederhana, pertahanan satu Negara adalah laksana pagar dari satu rumah kediaman, dalam kerangka mengantisipasi bahaya ancaman yang datang dari luar. Itu sebabnya, maka setiap Negara akan berusaha membangun pagar keamanan bagi negaranya didaerah perbatasan Negara. Sejarah dunia mencatat bahwa lebih dari 60 % penyebab perang adalah sengketa perbatasan atau “border dispute”. Pada kenyataannya, tidaklah mungkin satu Negara membangun pagar di sepanjang kawasan perbatasannya. Maka yang menjadi prioritas adalah daerah perbatasan yang kritis (Critical Border) yang dibangun pagarnya. Sekedar contoh, tembok China, tembok Berlin dan SDI nya Ronald Reagan adalah pagar dan atau pagar imajiner yang dibangun disepanjang kritikal border dalam menjaga keamanan dan pertahanan Negara terhadap kemungkinan datangnya ancaman yang mungkin terjadi. Kesemua itu adalah bagian yang utuh dari upaya satu Negara menjaga kedaulatannya, kehormatannya sebagai satu Bangsa. Di darat, banyak masalah yang dihadapi di daerah perbatasan di Kalimantan, Papua dan beberapa tempat lainnya. Di Laut, kita berhadapan dengan banyak masalah pencurian kekayaan laut kita yang sangat luas itu, serta banyaknya Nelayan kita yang ditangkap oleh pihak keamanan Negara lain diwilayah perairan kita sendiri. Di udara begitu banyak masalah penerbangan liar yang tidak sanggup kita awasi dan atasi dengan baik, sementara beberapa bagian wilayah udara kedaulatan kita berada dalam “pengaturan” Negara lain atas nama “International Aviation Safety Standard”. Itu hanyalah beberapa topik yang sangat mudah untuk diangkat dalam konteks “ancaman terhadap kedaulatan Negara” kita.

Disisi lain, Negara Republik Indonesia sebagai sebuah Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang, alangkah tidak mungkin kita dapat memagari seluruh kawasan perbatasan negeri ini. Lalu bagaimana dan dimana kritikal border yang harus menjadi prioritas untuk segera di pagari. Beberapa pertimbangan berikut ini, akan membawa kita kepada satu kesepakatan, dimana gerangan letak dari daerah perbatasan kritis dari Negara kesatuan Repubblik Indonesia. :

90 % Global transportasi komersial diangkut melalui Laut, dengan jumlah kapal kargo yang mencapai jumlah lebih kurang 53.000 kapal cargo.

Lebih dari separuh angkutan laut komersial dunia melewati Selat Malaka, Selat Sunda/Karimata dan Selat Lombok/Makassar.

Perkiraan kasar dari aktifitas angkutan laut adalah terdiri dari :
80 % China Crude Oil imports
60 % Japan, Korsel dan Taiwan energy supplies.

Sementara itu, sebagai catatan, Oil transportation yang melewati Selat Malaka lebih dari 6 kali lipat terusan Suez.

Khusus untuk lalu lintas di Selat Malaka :
Setiap harinya lebih dari 3000 kapal niaga yang melintas.
Dikawasan ini dilaksanakan Jointly patrolled oleh Negara-negara kawasan terkait yaitu RI,Thailand, Malaysia dan Singapura.

ALKI yang paling dalam dan paling luas adalah yang terletak di : Selat Makassar – Lombok/Wetar (ALKI IIIA/B/C) yang posisinya berada di Selatan Timur Indonesia.

Nah, uraian tersebut dengan sangat gamblang mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa perbatasan kritis kita adalah yang terletak di Selat Malaka dan di daerah perairan Selatan Timur.

Prioritas Kekuatan yang harus dibangun

Dari kenyataan yang ada, kedua kritikal border tersebut adalah merupakan daerah perairan yang rawan. Ditambah lagi Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai paling panjang yaitu 54.716 Km. Dengan demikian, bila kita ingin membangun pagar pada kritikal border tersebut, maka tidak bisa tidak kita harus berorientasi kepada kekuatan armada laut. Sekedar catatan sejarah yang patut dicermati, bahwa :

“Sejak Dahulu kala, Runtuhnya Negara Pantai di South East Asia oleh kekuatan Barat, adalah karena lemahnya kekuatan laut yang dimiliki dalam menghadapi armada laut Negara-negara Eropa (kolonial)”

Kesimpulan ikutannya adalah , sesudah disepakati bahwa We Need Sea Power ! maka harus senantiasa diingat bahwa Sea Power will be Nothing without Air Power, without Air Superiority. (Ingat Tragedi Laut Aru)


Ancaman dari Udara


Dalam membangun kekuatan udara yang antara lain bertugas memberikan payung perlindungan bagi pelaksaan tugas armada laut, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Salah satu adalah bahwa uniknya ancaman yang akan datang dari Udara sifatnya selalu berupa : Omni Directional Threat, yang dapat datang dari segala penjuru. Contoh fatal dari jebolnya ancaman yang datang dari udara dapat dipelajari pada peristiwa serangan besar-besaran armada Udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang ke Pearl Harbor 7 Desember 1941 dan peristiwa 911 yang menyerang Washington dan New York di tahun 2001 yang lalu.. Khusus peristiwa 911, kejadian tersebut telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam konteks yang ternyata ancaman bisa juga datang dari aktifitas yang tidak terduga yaitu operasional dari penerbangan sipil. 
Civil Aviation, ternyata juga sudah masuk dalam kategori “potential threat”. Dari sinilah kemudian muncul penataan ulang dalam banyak Negara di dunia dalam pengaturan lalu lintas penerbangan dengan melebur Civil – Military Air Traffic Flow Management System, dalam satu wadah pengorganisasian pertahanan Negara. Itu pula sebabnya kemudian isu dari pengaturan penerbangan sipil dan masalah FIR Singapura yang tengah kita hadapi haruslah dipandang sebagai satu masalah serius yang sangat penting dalam konteks pertahanan Negara. 
Dia sudah bukan lagi menjadi domain nya Kementrian Perhubungan belaka, namun sudah harus menjadi bagian lintas institusi yang terintegrasi dari tugas-tugas Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Kementrian Dalam Negeri dan tentu saja Mabes TNI serta jajaran Pertahanan Udara Nasional. Sebab yang paling utama adalah karena kawasan tersebut berada tepat di kritikal border. 
Daerah perbatasan kritis, yang secara alamiah selalu menjadi tempat berlatihnya kekuatan perang dalam mempersiapkan dan memelihara “combat readiness”. Kawasan perbatasan, terutama kawasan perbatasan kritis adalah tempat yang harus menjadi lokasi yang “familiar” dari kekuatan unsur tempur Angkatan Perang suatu Negara. “Border Dispute” selalu berawal dari daerah perbatasan yang kritis.

Dengan bentuk yang unik, Indonesia sebagai satu Negara kepulauan yang terletak pada posisi strategis, serta memetik pelajaran dari sejarah peperangan yang pernah terjadi dimuka bumi ini, maka keterpaduan matra dalam hal ini Darat, Laut dan Udara adalah merupakan pilihan yang mutlak dalam konteks perencanaan pembangunan kekuatan yang efisien.

Organisasi

MEF, selayaknya tidak hanya terfokus kepada proses pengadaan alutsista belaka, akan tetapi juga harus menyentuh sistem senjata secara utuh dan mekanisme kerja yang bertopang kepada pengorganisasian dari postur satu Angkatan Perang. Dalam hal ini adalah Angkatan Perang Negara Kepulauan terbesar di dunia. Beberapa hal patut dipetimbangkan dengan tujuan efisiensi antara lain mengenai keberadaan Mabes TNI dan juga organisasi Angkatan Udara yang terpisah dari unit tempur sistem pertahanan udara nasionalnya. Hal ini selalu akan berhubungan dengan sekali lagi efisiensi penyiapan “Combat Readiness” yang akan berpengaruh besar kepada sistem komando dan pengendalian, kesiapan sdm dan alusista yang digunakan. Efisiensi disini akan sangat mempengaruhi pula penggunaan anggaran yang memang sudah terbatas itu.

Industri Strategis
http://media.viva.co.id/thumbs2/2012/10/05/174207_hut-tni-ke-67-di-bandara-halim-perdanakusuma_663_382.jpgPemberdayaan industri pertahanan strategis merupakan satu hal yang harus mutlak dilakukan. Dalam hal ini subsidi yang penuh dari pemerintah adalah merupakan masalah yang tidak dapat dihindari. Mengamati apa yang terjadi di beberapa Negara maju, maka satu industri strategis bidang pertahanan haruslah dimulai dengan membuat satu produk unggulan yang digunakan oleh Angkatan Perangnya sendiri. Penggunaan satu produk dengan fokus kepada pengembangannya di dalam negeri sendiri, biasanya akan dapat memancing Negara sahabat untuk juga menggunakannya. 
Dalam hal ini contoh yang sangat bagus adalah produk IPTN, atau PTDI sekarang ini yang berupa pesawat terbang CN- 235. Penggunaan yang cukup luas dimulai di dalam negeri sendiri telah merangsang beberapa Negara seperti Malaysia, Korea Selatan dan Thailand untuk menggunakannya juga. 
Patut diingat bahwa bertambahnya jumlah produksi satu pesawat akan sekaligus beriring dengan proses penyempurnaan dari produk tersebut. Semakin banyak digunakan, satu produk pesawat akan bergulir pula proses penyempurnaannya, seirama dengan banyaknya pula masukan berkait dengan permasalahan yang dihadapi dilapangan. 
Proses inilah yang akan berujud snowball yang bergulir, melibatkan banyak pihak-pihak lainnya yang terkait dengan produk pesawat terbang tersebut. Misalnya saja, CN-235 yang tadinya hanya untuk pesawat angkut ringan, telah berkembang dengan beberapa variantnya seperti Patroli Maritim, pesawat VIP dan juga sebagai pesawat multi guna seperti peran pembuat hujan buatan dan lain sebagainya. 
Sayangnya keberlanjutan produk CN-235 ini terhenti sejak PTDI mulai berkonsentrasi kepada produk-produk lain. PTDI kini semakin tidak jelas arahnya, apakah ingin menjadi pabrik pesawat, asembling atau sekedar pembuat komponen saja. Dalam penyusunan rencana strategis, maka peran PTDI akan sangat dibutuhkan terutama dalam hal efisiensi pembangunan kekuatan dan system persenjataan.

Think Tank

Satu hal yang sangat penting dipikirkan adalah mengenai pusat kajian perang yang melibatkan pihak-pihak terkait bidang pertahanan Negara. Proses penelitian dan pengembangan yang sudah ada di Angkatan masing-masing, kiranya sangat memerlukan masukan dari berbagai pihak stake-holder pertahanan Negara. 
Dalam hal ini perlu dipikirkan pula mengenai ingentarisasi nara sumber untuk memperoleh pemikiran-pemikiran tambahan yang akan dapat diharapkan melengkapi proses perencanaan strategis. Di beberapa Negara, keberadaan para purnawirawan dan para purna-tugas institusi tertentu, (selain para akademisi berbagai pergururan tinggi), yang masih perduli terhadap pengabdiannya kepada Negara ditampung dalam satu wadah Think Tank yang berada dibawah Kementrian Pertahanan. 
Bahkan di Amerika dan banyak Negara Dominions Inggris, banyak Purnawirawan yang tetap didudukkan dalam beberapa badan Negara untuk dapat membantu keberlanjutan dari perencanaan strategis dibidang pertahanan.
Di Malaysia dan juga di Australia hal tersebut dikembangkan dengan serius bahkan sampai kepada kelembagaan semi-formal. Di Australia dikenal satu badan Think Tank dari Kementrian Pertahanan bernama Kokoda Foundation yang sangat aktif memberikan masukan kepada pemerintahnya.

Keuntungan dan kerugiannya tetap ada, yaitu seorang purnawirawan biasanya dituduh sebagai, mengapa baru omong sekarang, dulu waktu aktif ngapain saja? Patut disadari, bahwa dengan beberapa batasan seperti hierarki, etika dan kepatutan seorang perwira aktif akan sangat sulit untuk dapat mengemukakan pemikiran-pemikirannya dengan leluasa. 
Sebaliknya di saat sudah purnawira, seorang perwira menjadi relatif lebih bebas untuk bisa “mengkritik” apa yang dilihat dan dipikirkannya yang berbasis dari pengalaman panjang penugasannya. Dengan berpikir positif, justru keperdulian dari tidak banyak perwira yang masih mau menyumbangkan pemikiran-pemikirannya itu akan sangat berguna dimanfaatkan sebagai salah satu narasumber yang cukup relevan.

Penutup

Kiranya, dalam proses penyempurnaan dalam merumuskan MEF, diharapkan dapat dipertimbangkan beberapa hal, antara lain keberadaan Master Plan yang berada dalam tingkat strategis dan berjangka panjang dan tepat sasaran. 
Demikian pula didalam kerangka keterpaduan Matra sudah saatnya memberikan porsi yang lebih besar kepada peran Angkatan Laut dan Udara sesuai dengan anatomi dari ujud sistem pertahanan satu Negara berbentuk kepulauan. 
Demikian pula berkenaan dengan berbagai masalah ancaman kedaulatan yang kerap dihadapi selama ini. Selain itu, pemberdayaan industri strategis pertahanan harus benar-benar dikelola dengan cermat sesuai kebutuhan nyata dari satuan TNI. 
Untuk mendapatkan bahan masukan yang relevan, tidak ada salahnya mempertimbangkan pemikiran-pemikiran yang masih ada dari banyak pihak terkait, sebagai salah satu sumber informasi yang kompeten.






Sumber : Cappy Hakim

Moeldoko Diunggulkan Sebagai Calon Panglima TNI

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono akan mengajukan tiga kepala staf angkatan sebagai calon Panglima TNI kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir Agustus 2013. Dalam daftar nantinya, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (TNI) Moeldoko berada di urutan paling atas. 

"Diajukan dengan urutan angkatan. Di urutan pertama Angkatan Darat, (Angkatan) Udara, lalu (Angkatan) Laut," kata Panglima di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/7/2013), ketika ditanya pengajuan calon Panglima kepada Presiden menjelang dirinya pensiun Agustus 2013. 

Agus mengatakan, pemberian nomor urut tersebut sesuai dengan penjatahan seperti diatur Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Meski diberi urutan, kata Panglima, semua tergantung kepada Presiden untuk memilih. "Terserah beliau," ucapnya. 

Agus menambahkan, proses penggantian panglima memakan waktu sekitar sebulan. Nantinya, Presiden akan mengajukan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk selanjutnya mengikuti uji kepatutan dan kelayakan oleh Komisi I. 

Seperti diberitakan, dalam Pasal 13 UU TNI, jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan. 

Sebelum Agus, Panglima TNI dijabat Djoko Santoso yang berasal dari TNI AD. Sebelum Djoko, Panglima dipegang Djoko Suyanto yang berasal dari TNI AD. Saat ini, Kepala Staf TNI AU dijabat Marsekal Ida Bagus Putu Dunia. 

Moeldoko baru dilantik Mei lalu. Dia menggantikan Jenderal (Purn) Pramono Edhi Wibowo yang masuk pensiun. Sebelum menjadi KSAD, Moeldoko menjabat Wakil KSAD. 








Sumber : Kompas

TNI AU Siap Gelar Operasi PTTA Di Perbatasan

PONTIANAK-(IDB) : Komandan Lanud Supadio Kolonel Pnb Ir Novyan Samyoga beserta pejabat Lanud Supadio menerima kedatangan tim Kemhan di ruangan komandan Lanud Supadio, Kamis.

Kunjungan selama dua hari tersebut juga dimanfaatkan tim Kemhan dan Lanud Supadio untuk menjelaskan paparan kesiapan Tim Kementerian Pertahanan (Kemhan) mempersiapkan operasi PTTA (Pesawat Terbang Tanpa Awak) yang diketuai oleh Kolonel Laut (P) Aripudin.

Untuk membentuk skadron baru ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, mulai dari fasilitas yang dimiliki Lanud Supadio, fasilitas Skadron UAV atau PTTA, training area Skadron Udara 1, maupun persyaratan yang lain.

Danlanud Supadio menegaskan, keberadaan Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio di Kalimantan Barat sangat bernilai strategis, karena wilayah perbatasan dengan negara lain tentunya memerlukan suatu kesiapsiagaan yang sifatnya terus menerus dan berkesinambungan.

"Sehingga apabila ada tindakan pelanggaran oleh negara lain dapat diketahui sejak dini dan selanjutnya dapat dicegah," kata Kolonel Pnb Ir Novyan Samyoga, Kamis (11/7/2013).

Berkaitan dengan hal tersebut, Pontianak yang sekaligus menjadi pintu gerbang Kalimantan Barat perlu kiranya mendapat perhatian jika dipandang dari segi pertahanan dan keamanan.

Kunjungan dari kementrian pertahanan tersebut juga akan dimanfaatkan untuk melihat secara langsung kondisi infrastruktur di Lanud Supadio.






Sumber : Kompas

Kemhan Tinjau Perkembangan Pembuatan Kapal BCM Pesanan TNI

armabar-sub
JAKARTA-(IDB) : Kepala Badan Sarana dan Pertahanan Kementrian Pertahanan RI (Kabaranahan Kemhan) Laksamana Muda (Laksda) TNI Rachmad Lubis beserta rombongan melaksanakan kunjungan kerja ke wilayah kerja Lanal Banten dan diterima  oleh Komandan Lanal Banten Kolonel Laut (P) Eko Yuri Andriantoro.


Kedatangan Kabaranahan Kemhan beserta rombongan tersebut dalam rangka  peninjauan pembuatan Kapal jenis Bantu Cair Minyak (BCM) TNI Angkatan Laut yang dibuat di galangan kapal yang berada di Serang Banten.


Kabaranahan Kemhan dalam kunjungan tersebut untuk melihat tahap perkembangan pembangunan kapal Bantu Cair Minyak (BCM I) yang sudah dimulai sejak penandatanganan berita acara pembangunan dan pengelasan lunas pertama Kapal BCM di galangan kapal pada tahun 2012.


armabar-tengah
Kegiatan peninjauan diawali dengan paparan secara garis besar pentahapan proses pembangunan kapal dilanjutkan dengan peninjauan secara langsung ke galangan kapal mulai dari pengelasan  sampai dengan pembuatan bagian material bangunan kapal.


Turut mendampingi Kabaranahan Kemhan dalam kunjungan, Kepala Bidang (Kabid) Matra Laut Kemhan, Perwira Pembantu Material Slog Angkatan Laut (Paban I Mat Slogal), Kasubdis Matkaban Dismatal, Kasubdis Adalut Disadal dan Kasubdis Dalada Disadal serta Staf Pimpinan galangan mitra kerja di Banten.








Sumber : Poskota

Satkat Koarmabar Ikuti Pelatihan Combat System Dan Fire Control System Rudal C-705.

JAKARTA-(IDB) : Para Perwira KRI Satuan Kapal Cepat Komando Armada RI Kawasan Barat (Satkat Koarmabar) mengikuti pelatihan kesenjataan Rudal C-705 di Gedung Satkat Koarmabar, Mentiggi, Tanjung Uban, baru-baru ini.

Kegiatan pelatihan tersebut dilaksanakan dengan paparan yang disampaikan oleh perwira dari Satkat Koarmabar yang pernah  mengikuti pelatihan Combat System dan Fire Control System Rudal C-705.
 
Pelatihan tersebut menurut Komandan Satkatarmabar Kolonel Laut (P) Dwi Sulaksono dilaksanakan dalam rangka pembekalan dan pembelajaran kepada para perwira guna mendalami kesenjataan Combat System dan Fire Control System Rudal C-705.

Selain itu, sebagai salah satu upaya meningkatkan profesionalisme para perwira yang mengawaki KRI di jajaran Satkat Koarmabar yang dilaksanakan pada saat KRI sandar di dermaga dan siap operasi.


Kegiatan pelatihan tersebut, diikuti oleh 26 personel dari KRI Jajaran Satkat Koarmabar jenis kapal cepat rudal (KCR) diantaranya KRI Clurit-641, KRI Kujang-642 dan para perwira KRI yang sandar di dermaga Mentiggi Tanjung Uban.






Sumber : Koarmabar

Lima Anggota Arhanud TNI AD Latihan Simulator Arhanud Di Australia

WOODSIDE-(IDB) : Kedatangan lima anggota Korps Arhanud ke 16 Air Land Regiment (ALR) di Woodside, Australia Selatan, pada 9 Juni 2013 telah membuka babak baru yang menarik dalam hubungan bilateral TNI-AD/Angkatan Darat Australia.

Kominalitas dalam alutsista arhanud antara TNI-AD dan Angkatan Darat Australia merupakan kesempatan emas untuk memperluas hubungan bilateral.


Kelima personil TNI-AD tersebut, yang terdiri dari anggota Pussenarhanud, Pusdikarhanud dan Divsi 2 Kostrad, dipimpin oleh KAPT Naharuddin, menghabiskan minggu tersebut di 16 ALR dengan mengikuti berbagai macam kegiatan pelatihan.


Setelah sambutan dan arahan mengenai peran, misi dan struktur 16 ALR oleh Wadan 16 ALR, Mayor Marc Plummer, kontinjen TNI-AD diberi pengarahan orientasi dan demonstrasi tentang penggunaan Advanced Air Defence Simulator (AADS) yang terletak di pangkalan 16 ALR.




Selama satu minggu di barak Woodside, tim Arhanud TNI-AD mendapat pelatihan selama dua hari penuh menggunakan AADS, melaksanakan berbagai skenario realistik dalam sebuah lingkungan yang dirancang untuk menguji kemampuan setiap anggota detasemen RBS-70 mulai dari penembak, komandan hingga operator.

Menggunakan AADS tersebut, kontingen TNI-AD berpartisipasi dalam skenario tempur arhanud udara yang sangat realistik. Pelaksanaan setiap skenario direkam, dan hasil kinerja seluruh anggota satbak dianalisa agar kinerja etus naik dengan setiap skenario.

Tim Arhanud TNI-AD juga juga ditunjukkan cara untuk memproduksi dan merancang skenario mereka sendiri dengan menggunakan AADS, agar pelatihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifikasi mereka.

Tingkat keahlian ketepatan, kecepatan bidik dan kerjasama antar kelompok meningkat secara dramtis selama dua hari tersebut. Mereka mampu meningkatkan efisiensi sebagai komandan dan anggota satbak RBS-70 secara signifikan.





Kelompok TNI-AD tersebut sangat terkesan dengan bagaimana AADS memungkinkan mereka meningkatkan keahlian mengoperasikan satbak arhanud buatan Swedia tersebut, sebagaimana juga keahlian dalam kesiagaan prioritisasi target dan situasi. “Sistem ini telah mengijinkan kami untuk melatih segala segi satbak rudal arhanud” kata KAPT Nahruddin, “karena sangat realistik dan sangat berharga dibandingkan dengan pelatihan simulator standar” tambahnya. 


Tim Arhanud juga ambil kesempatan untuk melakukan pembahasan profesional terkait dengan penggunaan sistem rudal arhanud RBS-70 pada khususnya, dan hal-hal arhanud pada ummumnya dengan perwira dan bintara arhanud Angkatan Darat Australia. Selama satu minggu kontingen TNI-AD tinggal di mess perwira 16 ALR, dengnan pertukaran keahlian arhanud yang lumayan banyak atara pakar arhanud TNI-AD dan Angkatan Darat Australia.

Disamping AADS, kontingen TNI-AD juga diberi kesempatan untuk menggunakan Sistem Simulasi Pelatihan Senjata Weapons Training Simulation System (WTSS). Sistem simulasi persenjataan ringan tersebut digunakan untuk melatih personil Angkatam Darat Australia dalam cara menembak dan pemakaian senjata senapan dan senapan mesin.


Kontigen TNI-AD melakukan beberapa latihan tembak dengan menggunakan F-88 Austeyr dan senapan mesin MAG 58. Latihan tersebut dilengkapi dengan pelaksanaan latihan skenario dimana petembak-petembak harus menampik serangan infantri terhadap sebuah posisi defensif. Mereka juga ikut olahraga militer dengan prajurit 16 ALR, termasuk menjalani halang rintang di atas kolam renang.


Namun kunjungan mereka tidak selalu diisi dengan pelatihan. Mereka juga menjalani beberapa kegiatan kultural, termasuk tamasya ke sebuah desa bersejarah bernama Hahndorf yang tidak jauh dari pangkalan 16 ALR di Woodside.


Mereka juga mendapat kesempatan untuk mengenal lebih dekat cagar alam Australia dengan kunjungan ke Cleland natural wildlife park. Kelompok tersebut sangat menikmati waktu berinteraksi dengan binatang-binatang khas Australia seperti kangguru, koala, emu dan wombat.


Pada hari Jumat, Kontingen TNI-AD melaksanakan Sholat Jumat di mesjid tertua di Australia yaitu Central Adelaide Mosque, yang dibangun pada tahun 1888. Mereka juga diberi kesempatan menikmati budaya lokal Australia yaitu makan malam barbeque di sebuah pertanian khas Australia di Adelaide Hills. Mereka memasak barbeque dimana setelah itu mereka duduk mengelilingi api unggun dan menikmati roti dampa.







Sumber : Ikahan