Pages

Rabu, Juni 26, 2013

Juli 2013, 40 Tank Marder Hadir Di Indonesia

BANDUNG-(IDB) : TNI AD akan segera mendapatkan kendaraan tempur tambahan pada Juli mendatang. Sebanyak 40 Tank Marder asal Jerman itu makin memperkuat TNI AD.

Hal itu disampaikan Komandan Pusat Persenjataan Infanteri (Pussenif) Mayjen M Nasir saat ditemui disela-sela kegiatan Rabinniscab TNI AD 2013 di Lapangan Chandra Dimukha, Pusdikif Pussenif, Jalan Supratman Bandung, Rabu (26/6/2013). Untuk satuan Infanteri, Rabinniscab diisi dengan praktek persenjataan yaitu penggunaan mortir dan SLT Latih.

"Ada 105 komandan yang mengikuti Rabinniscab ini. Sebagai komandan mereka harus tahu apa yang harus dilakukan dan kita membekali pengetahuan supaya prajurit makin terampil," ujar Nasir.

Ia mengatakan, keberhasilan dalam pertempuran salah satunya adalah manuver dan tembakan baik kecepatan maupun ketepatannya. "Materi yang diberikan adalah yang penting dilakukan dalam sebuah operasi," katanya.

Pembekalan teknis seperti itu penting diberikan sebagai persiapan untuk kedatangan alutsista baru. "Bulan depan kita akan kedatangan ranpur baru, yaitu Tank Marder. Ada 40 yang dipesan," ujar Nasir. Nantinya ranpur tersebut akan memperkuat batalyon infanteri yang ada saat ini.

Nasir menyebut, sebelumnya kendaraan tempur paling canggih yang dimiliki Infanteri yaitu Panser 6X6 Anoa yang diproduksi Pindad. Tank Marder merupakan tank lapis baja bersenjata juga bisa angkut personel buatan Rheinmetall, Jerman.







Sumber : Detik

TNI AD Berlatih Penembakan Mortir Produk Pindad

BANDUNG-(IDB) : Sebanyak 105 anggota TNI AD dari kesatuan Infanteri yang mengikuti Rabinniscab TNI AD 2013, hari ini mengikuti eksersisi pertempuran senjata mortir dan SLT (Senjata Lawan Tank). Belasan mortir ditembakkan di lapangan Chandra Dimukha Pusdikif Pussenif, Jalan Supratman Bandung, Rabu (26/6/2013) pagi.

Peragaan eksersisi pertempuran senjata dimulai peragaan eksersisi dengan menggunakan mortir MO 81. Mortir tersebut diproduksi di Pabrik Salgat Finlandia dengan jenis Tampela. MO 81 ini diawaki oleh 5 personel, yaitu 1 Komandan Pucuk (Dancuk), 1 Tabak, 1 Taban dan 2 Tamu.

Sebelumnya, jabatan awak mortir ditunjuk terlebih dahulu. Dengan sigap, mereka memeriksa senjata untuk bersiap maju ke medan laga. Berdasarkan aba-aba komandan, mereka pun lalu menyusun formasi penyerangan.

Sesuai dengan target yang diinstruksikan, mereka pun lalu menembak. Lalu, bum! terdengar suara amunisi granat melesat dengan bentuk lintasan yang melengkung lalu kemudian menancap di lapangan. Granat yang sebenarnya akan pecah atau meledak saat jatuh di tanah.

"Granat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah granat latih A1 dummy yang terbuat dari semen. Ini hanya untuk melatih melatih awak atau pelayan pucuk supaya bisa berlatih bagaimana menembak yang sebenarnya sehingga nantinya bisa terus terlatih," ujar Jenal Abidin, Staf Litbang Pindad saat menerangkan demo tersebut. Amunisi yang digunakan merupakan produk PT Pindad (Persero).

Amunisi latihan ini berdiameter 81 mm dengan panjang 409 mm dan berat 4,630 gram.

Setelah itu anggota ditunjukkan bagaimana penggunaan SLT Latih buatan Pindad. SLT Latih tersebut terdiri dari 1 pucuk senjata SLT dan granat latih yaitu peluru hampa kaliber 5,56. Terlihat satu orang prajurit memegang pucuk di bahu kanannya, sementara satu prajurit lainnya menahan badannya. Lesatan granat menembus papan sasaran lalu menancap di tanah.

"Jarak capai maksimal SLT yaitu 100 M. Ini digunakan untuk melatih keterampilan pelayan pucuk mortir," jelasnya.

Yang terakhir, diperagakan bagaimana menembak mortir dari atas kendaraan tempur. Kali ini yang digunakan yaitu Panser Anoa yang juga produksi Pindad. Hampir sama dengan mortir di darat yang diperagakan pertama, namun kali ini mortir ditembakkan dari atas panser tersebut. Ada dua granat yang dilesatkan dari Anoa itu.

Setelah peragaan, para peserta Rabiniscab dari tiap brigade atau grup Kopassus mencoba melakukan penembakan dengan menggunakan mortir dan SLT seperti yang telah diperagakan. Mereka terlihat antusias mengikuti kegiatan ini.







Sumber : Detik

Pesawat Tempur Alpha RTAF Mendarat Di Pekanbaru

PEKANBARU-(IDB) : Empat pesawat tempur jenis Alpha Jet milik Royal Thailand Air Force (RTAF) tiba di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru. Keempat petempur negara Gajah Putih tersebut akan melaksanakan latihan bersama dengan TNI Angkatan Udara.

Latihan Bersama dengan sandi Elang Thainesia XVI akan digelar 25 Juni hingga 5 Juli 2013. Danlanud Roesmin Nurjadin, Kolonel Pnb Andyawan selaku Direktur Latihan akan membuka latihan secara resmi.

"98 Personel RTAF akan mengikuti latihan bersama ini," kata Kapentak Lanud Roesmin Nurjadin, Mayor Sus Filfadri, Selasa (25/6).

Dalam pelaksanaannya pesawat Alfa Jet RTAF akan melaksanakan beberapa latihan operasi penerbangan dengan pesawat Hawk 209, Skadron Udara 12. Antara lain, Dissimilar Air Combat Training (DACT), Close Air Support (CAS), dan Surface Attack Tactic (SAT).

Sebelumnya Alpha Jet ini telah melaksanakan Ferry Flight dari Udon Airbase-Hat Yai Air base hingga Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.

Alpha Jet merupakan pesawat jet tempur ringan produksi gabungan Jerman dan Perancis. Sama seperti Hawk 209 andalan TNI AU, pesawat ini juga sering digunakan untuk latihan pilot tempur. Alpha Jet juga handal untuk serangan udara ke darat.







Sumber : Merdeka

Hasil Inovasi Teknologi Nasional

JAKARTA-(IDB) : Putra-putri Indonesia ternyata mampu menghasilkan berbagai peralatan canggih. Mulai bidang telekomunikasi, pertahanan hingga kedirgantaraan.
Pada perayaan Hari Kebangkitan Teknoligi Nasional (Harteknas) ke-18, ditampilkan peralatan canggih buatan Indonesia seperti Panser Komodo, Roket Rx-450, Pesawat Udara Nir Awal (PUNA) hingga satelit. 

1. PUNA Karya BPPT



Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil merancang dan meluncurkan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) berbagai varian seperti Sriti, Alap-Alap dan Wulung. Salah satunya varian wulung. BPPT menggadeng PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT LEN Industri (Persero) siap memproduksi massal PUNA Wulung untuk memenuhi pesanan Kementerian Pertahanan. Dengan bobot 120 Kg, PUNA Wulung mampu terbang selama 4 jam dengan radius maksimal 130 km dari pusat peluncuran.

Pesawat tanpa awak ini mempunyai fungsi untuk pemantauan atau surveillance bahkan bisa dipakai untuk pengawasan daerah perbatasan atau daerah berbahaya.

2. UAV Karya LAPAN



Serupa dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berhasil mengembangkan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) bernama LSU 02. LAPAN berhasil melahirkan dan mengujicobakan pesawat tanpa awak dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95).

Bahkan pesawat pesawat tanpa awak ini, bisa terbang maksimal hingga 5 jam. UAV ini mampu mendarat dan lepas landas, pada landasan pacu hanya 20 meter seperti di Kapal Perang milik TNI AL. LAPAN juga secara berkelanjutan akan mengembangkan varian UAV.

3. Satelit Karya LAPAN


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) akan meluncurkan satelit berkuran kecil atau mikro satelit varian kedua (A2). Varian satelit A2 akan diluncurkan pada awal 2014. Satelit ini nantinya digunakan untuk misi surveillance (pengawasan), sensor maritim, komunikasi data orari.

Dengan berat sekitar 70 kg, satelit ini bisa memotret dengan radius jangkauan 3,5x3,5 km. Satelit ini, diklaim murni rancangan LAPAN meskipun ada beberapa komponen yang harus diimpor karena tidak diproduksi di dalam negeri.

4. Roket Karya LAPAN


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sedang merancang varian roket untuk keperluan penelitian dan angkutan satelit. Salah satu roketnya adalah RX-550. Roket dengan payload 150 kg ini, mampu menjangkau 260 km dari permukaan bumi.

Bahkan dengan dengan 4 stage atau tingkat roket RX-550, roket ini bisa menjangkau hingga 300 KM. Selain versi RX550, LAPAN juga tengah mengembangkan roket RX450.

Roket ini memiliki daya jangkau lebih rendah yakni hanya mencapai 150 km dari permukaan bumi. Roket ini bisa difungsikan untuk membawa alat pemantau radiasi atau keperluan penelitian.

5. Hexarotor Karya ITB


Pesawat tanpa awak buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini terdiri dari tiga tipe. Tipe kecil berbentuk persegi dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dilengkapi dengan 4 baling-baling kecil.

Sementara tipe sedang berbentuk persegi dengan ukuran 60 cm x 60 cm dan dilengkapi dengan 6 baling-baling kecil. Sedangkan Hexarotor besar berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m serta dilengkapi 8 baling-baling kecil.

Setiap Hexarotor dilengkapi dengan kamera. Pesawat yang bisa dikendalikan lewat remote kontrol ini, bisa digunakan sebagai surveyor atau bisa juga untuk memantau banir dan kemacetan. Hexarotor juga bisa digunakan untuk memantau kemacetan dan kebanjiran di kota.

6. Komodo Karya Pindad

PT Pindad (Persero) ikut menampilkan produk-produknya dalam acara Harteknas. Salah satunya produknya adalah Komodo. Kendaraan taktis Komodo 4X4 ini, secara desain hampir mirip dengan Humvee buatan Amerika Serikat.

Komodo secara resmi mulai diperkenalkan ke publik sejak tahun 2012. Varian Komodo 4X4 antara lain: APC, Command, Recon, Ambulance, Battering Ram, Cannon Towing dan Rocket Launcher.

7. Bom F16 dan Sukhoi karya Dahana

BUMN bahan peledak, PT Dahana (Persero) memiliki kemampuan membuat bahan peledak untuk keperluan militer dan sipil. Salah satu produk terbarunya untuk versi militer adalah bom bom untuk kebutuhan pesawat tempur F16 dan Sukhoi milik TNI AU.

Menggandeng perusahaan swasta lokal yakni Sari Bahari, Dahana siap memasok kebutuhan bom berdaya ledak rendah hingga tinggi. Produksi bom ini, nantinya dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor.

8. Otak Kapal Perang Karya LEN


PT LEN Industri (Persero) memiliki kemampuan menghasilkan produk elektronik canggih untuk keperluan sipil dan militer. Salah satu varian militer super canggihnya adalah Combat Management System (CMS). CMS sendiri merupakan otak atau pengedali dari sebuah kapal perang.

CMS bisa digunakan untuk mengontrol meriam, rudal, hingga memantau musuh. Alat canggih buatan BUMN teknologi ini, akan dipasang di beberapa Kapal Perang (KRI) milik TNI AL mulai tahun ini.
Sumber : Detik

Cikal Bakal Skuadron UAV Indonesia

pesawat nirawak Lapan Surveillance UAV (LSU) 02 (photo: Lapan.go.id)
 Lapan Surveillance UAV (LSU) 02.
JKGR-(IDB) : Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional /LAPAN akhirnya berhasil menerbangkan  pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) LSU 02 sejauh 200 kilometer dengan waktu tempuh dua jam, pergi dan pulang ke lapangan udara Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.  UAV dengan bahan bakar Pertamax Plus (RON 95) ini terbang secara autonomous dan berhasil kembali mendarat dengan mulus di lapangan udara Pameungpek, Garut.


“UAV ini bisa terbang sangat jauh hingga 5 jam. Lima liter pakai Pertamax Plus oktan 95. Kalau terbang 1 jam 0,9 liter,” ucap Kepala Bidang Avionic LAPAN Ari Sugeng di acara Harteknas di Aula BPPT Jakarta.


LSU 02 berbobot 15 kg, dilengkapi 2 kamera foto dan kamera video. Pesawat ini mampu terbang dengan ketinggian 3000 meter. Lapan kini sedang menyiapkan generasi baru UAV  yang mampu terbang  hingga ketinggian 7200 meter, dengan payload dan endurance yang lebih besar.  Dalam artian, Lapan terus meningkatkan  jangkauan terbang (long distance), kemampuan terbang (long endurance), kemampuan terbang secara automatis (autonomous flying), dan kemampuan take off dan landing.


Spesifikasi LSU 02:
 
Panjang badan ± 200 cm
Panjang bentangan sayap (wing span) 250 cm
Engine 10 hp/ 3,5 ltr
Endurance 5 jam
Jarak jangkau maksimum 450 km
Komunikasi telementri 900 MHZ dengan daya 1 watt
Dilengkapi dengan system otomatis (autonomous flying system)
Kapasitas muatan 3 kg


Pengalaman Operasi:
 
Nusawiru (1 st flight test)
Rumpin ( 4 th flight test)
Oktober 2012 uji coba terbang Laut Ambalat Sulawesi Utara
Februari 2013 Test Flight endurance Pameungpeuk
Uji coba terbang di Situbondo, Jawa Timur, pada 2013


UAV Sriti BPPT (photo: BPPT)
UAV Sriti BPPT.
Peluncuran UAV Sriti BPPT (photo by BPPT)
Peluncuran UAV Sriti BPPT.


PT LEN ikut bergabung meningkatkan kualitas UAV (photo by PT LEN)
PT LEN ikut bergabung meningkatkan kualitas UAV,

UAV Sriti BPPT
 
Selain UAV LSU 02 Lapan, Indonesia juga mengembangkan UAV Sriti buatan BPPT. UAV Sriti telah unjuk kebolehan dihadapan para siswa Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat  /SESKOAD di Subang-Jawa Barat 2 Mei 2013. Sebelum dibawa ke siswa Seskoad, UAV Sriti melakukan uji coba menggunakan engine baru, tanggal 25 April 2013 di Batujajar-Jawa Barat. Pengujian ini untuk mengetahui kehandalan sistim propulsi dan kesesuaian mencapai terbang mandiri. Dalam rangkaian pengujian tersebut juga dilakukan uji kehandalan sistem transmisi data dari  UAV ke Ground Control Station (GCS). Operasi terbang Sriti terpantau dari hasil pengiriman dokumentasi data parameter terbang,  foto dan  video yang secara real time dikirim Ground Contro.


UAV Sriti dioperasikan untuk pengintaian terbang berdurasi 2 jam dengan jangkauan radius 75 km. Kelebihan Sriti adalah, tidak memerlukan landasan untuk take off dan hanya menggunakan peluncur serta dapat mendarat menggunakan jaring. UAV Sriti dioperasikan oleh  satu regu prajurit (10 orang) untuk memasang, menarik peluncur, monitoring GCS, bongkar pasang jaring dan pilot. Sistem ini cocok dipakai TNI AD dan dapat dimobilisasi dengan mudah ke berbagai tempat.


Meski UAV Sriti masih dalam skala riset, SESKOAD berkeyakinan dimasa mendatang TNI AD membutuhkan banyak UAV model Sriti untuk melakukan pengawasan teritorial di wilayah perbatasan bahkan akan ditempatkan disetiap KOREM. UAV  Sriti juga dipersiapkan untuk misi pemantauan (surveilance & recoqnition) pergerakan penyerangan dan pertahanan pasukan militer.


UAV Wulung
 
Selain memiliki Sriti, BPPT juga mengembangkan UAV Wulung dengan ukuran yang lebih besar dari Sriti dan membutuhkan landasan untuk take off. Kontrak produksi UAV Wulung dengan BPPT telah dilakukan  tanggal 29 April 2013. BPPT menyatakan kesiapannya untuk memproduksi pesawat tanpa awak tersebut bekerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) sebagai pelaksana produksi. PT LEN ikut bekerjasama dalam mengembangkan UAV yang lebih modern.

Puna Wulung memiliki spesifikasi berat kosong maksimal 60 kg, berat muatan 25 kg, kecepatan jelajah 55 knot, bentang sayap 6,34 meter, ketahanan terbang empat jam dan ketinggian terbang 12.000 kaki di atas permukaan tanah. Pesawat tersebut dilengkapi kamera pengintai yang dihubungkan dengan pusat pengendali di darat.


Saat ini tim UAV Wulung terus mengembangkan pesawat tersebut. ’’Pesawat ini sekarang masih memiliki kemampuan 3,5 gravitasi. Kami sedang kembangkan agar memiliki kemampuan 7 gravitasi sehingga mampu menahan beban ratusan kilogram,’’ ujar Kepala Program UAV BPPT, Joko Purnomo. UAV Wulung masih ada di level dua. Umumnya, pesawat militer tak berawak milik negara maju telah berada di level tiga. Level tertinggi atau level empat yang mampu dicapai saat ini adalah kemampuan jelajah di atas 70 ribu kaki.


Wulung akan memenuhi kebutuhan skuadron Supadio TNI AU, Pontianak. Dengan adanya UAV, fungsi pengawasan oleh kapal dan pesawat berawak TNI AU bisa lebih efisien. UAV bisa menggantikan biaya tinggi akibat pengawasan di wilayah perbatasan.


Selain untuk keperluan militer, UAV Indonesia juga digunakan untuk pengawasan transportasi, SAR, penelitian atmosfer, pengawasan kebencanaan, kargo operasi hujan buatan, penyebaran benih, pengamatan vegetasi daerah kritis yang sulit, pengambilan gambar film dan lain sebagainya.

UAV Wulung BPPT (photo: Viva.co.id)
UAV Wulung BPPT

wulung
Kilas Balik UAV Wulung

Pengembangan UAV Wulung tidak bisa dilepaskan dari sosok Prof Said Djauharsyah Jenie yang tahun 1998 mulai merekayasa teknologinya. Proyek ini sempat terhenti namun tahun 2004 pengembangan UAV dilakukan lagi. Selama dua tahun, Said dan timnya fokus mengembangkan struktur ringan. Sejumlah uji coba dilakukan namun berakhir dengan kegagalan. Setelah ditelusuri, penyebabnya adalah bobot pesawat yang terlalu berat. Setidaknya ada dua prototipe pesawat yang gagal diuji coba meski berkali-kali dilakukan penyesuaian.


Rupanya para ilmuwan pengembang UAV yang berlatar belakang ilmuwan PT DI menyamakan struktur pesawat tersebut dengan pesawat komersial. Tidak heran beratnya berlebih dan gagal diterbangkan. Mereka pun kembali berkutat di bengkel pembuatan pesawat dan berhasil menciptakan prototipe ketiga yang mampu terbang.

Meninggalnya Prof Said pada 2007 membuat tim UAV terguncang. Mereka sempat menjadi anak ayam yang kehilangan induknya. Apalagi, kala itu dukungan pemerintah terhadap pengembangan UAV masih belum 100 persen. Mereka harus mengembangkan pesawat dengan kemampuan finansial yang terbatas. Rancangan UAV terus disempurnakan hingga akhirnya menarik perhatian Balitbang TNI yang ikut serta dalam pengembangannya. 







Sumber : JKGR

Melayang Bersama Helikopter Apache

MBT Leopard 2A4 Revo
MBT Leopard 2A4 Revo

JKGR-(IDB) : Satuan Batalyon Kavaleri 8/Tank Macan Kumbang akan semakin garang karena sebentar lagi diperkuat dengan main battle tank ”Leopard” buatan Jerman. Batalyon Kavaleri (Yonkav) 8 yang berkedudukan di Beji – Pasuruan ini, merupakan markas kendaraan tempur Scorpion dan Stormer.


Yonkav-8/Tank berada di bawah komando Divisi Infanteri 2 Kostrad, dan merupakan salah satu satuan bantuan tempur yang menjadi pemukul di jajaran Kostrad. Yonkav 8/Tank mendapat kehormatan dan kepercayaan untuk mengoperasikan tank Leopard dengan kekuatan 1 batalyon lengkap, untuk wilayah timur. TNI AD akan membentuk dua batalyon tank berat Leopard, masing-masing untuk kawasan barat di Cilodong dan timur di Beji Pasuruan.


Pengadaan Tank Leopard untuk TNI AD sempat menuai pro-kontra dan perdebatan yang sengit. Bahkan beberapa mantan petinggi TNI berpendapat, main battle tank seperti Leopard, tidak cocok untuk Indonesia, melainkan harus tank dengan bobot yang lebih ringan.


KSAD saat itu Jenderal Pramono Edhie Wibowo tetap dengan pendiriannya untuk membeli tank Leopard. “Kalau kita mau membeli tank, harus membeli tank yang terbaik dan tank itu adalah Leopard”, ujar Pramono Edhie Wibowo dengan penuh semangat di Mabesad Jakarta.  Jika tank itu nanti datang, nama Pramono Edhie Wibowo akan dikenang oleh Batalyon Kavaleri 8/Tank  Macan Kumbang, karena ikut berjuang mendatangkan mbt Leopard 2.


Semangat dan wibawa Batalyon Kavaleri 8/Tank Macan Kumbang akan meningkat berlipat-lipat. Mereka juga akan berkenalan dengan teknologi baru dari tank terhebat saat ini, tidak lagi hanya mengutak-atik dan memelihara tank yang sudah tua.


KSAD saat itu Jenderal Pramono Edhie Wibowo, juga mendatangkan alutsista kelas wahid, meriam multi laras MLRS Astros II serta Howitzer  Caesar 155mm. Kejutan demi kejutan terus dibuat oleh Pramono Edhie Wibowo dengan hendak mendatangkan helikopter serang AH 64 Apache serta ATGM Javelin. “Kita juga sedang berupaya mendatangkan helikopter Apache serta ATGM Javelin. Dengan Javelin, prajurit cukup duduk santai saat menembak sasaran. fire and forget. Akurasinya sangat tinggi”, ujar Pramono Edhie Wibowo. “Prajurit kita harus memiliki alutsista yang handal agar disegani. Doakan saja, kami akan berjuang di DPR untuk meloloskan Apache ini, karena harganya memang mahal”, ujarnya.


Babak Baru.


Pikiran kitapun melayang. Jika prajurit TNI AD nantinya menggunakan helikopter Apache, maka kemampuan teknologi prajurit akan melompat tinggi. Namun proyek pengadaan helikopter Apache tampaknya tidak berjalan mulus. Di bawah KSAD yang baru Jenderal Moeldoko, TNI AD memutuskan untuk menunda pembelian helikopter tempur Apache.


“Apache akan kami tunda,” ujar KSAD Jenderal TNI Moeldoko di Jakarta. KSAD yang baru mengatakan, penundaan terjadi karena kondisi keuangan pemerintah sedang tidak kondusif. “Kami sesuaikan dengan kemampuan negara. Ini (pembelian Apache) akan diusulkan lagi,” terang Moeldoko.


Kejutan lain muncul dari Kementerian Pertahanan yang menyusun ulang beberapa rencana pembelian senjata. Salah satunya adalah anggaran untuk pos TNI Angkatan Darat untuk membeli rudal Javelin. Rudal canggih antitank itu sudah diuji coba TNI-AD. “Masih dalam tahap pengkajian. Itu perencanaan yang diusulkan TNI-AD,” ujar Staf Ahli Menteri Pertahanan Mayjen Hartind Asrin di Jakarta.


Usul tersebut akan dibahas dalam komite pengadaan yang diketuai Wakil Menteri Pertahanan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin. Menurut Hartind, setiap pengadaan senjata baru selalu melalui satu pintu. Itu merupakan upaya transparansi sekaligus kontrol kualitas. “Kita sudah tidak pakai lagi rekanan atau pihak ketiga, kalau bisa G-to-G (government-to-government, Red),” kata mantan atase pertahanan KBRI Malaysia tersebut.


Pangeran Harry Inggris mengagumi Helikopter Apache usai mendarat di Camp Bastion, Afghanistan (photo: PA Wire)
Pangeran Ingris Harry mengagumi Helikopter Apache usai mendarat di Camp Bastion, Afghanistan.


Pangeran Harry terpesona dengan sistem elektronik Helikopter Apache di Camp Bastion, Afghanistan (Photo: John Stillwell/PA Wire)
Pangeran Harry terpesona dengan sistem elektronik Helikopter Apache di Camp Bastion, Afghanistan.


Pangeran Harry mempelajari canon 30mm Helikopter Apache di Camp Bastion saat bertugas sebagai co-pilot gunner (photo: AP)
Pangeran Harry mempelajari canon 30mm Helikopter Apache di Camp Bastion saat bertugas sebagai co-pilot gunner.


Penundaan pembelian helikopter Apache dan pengkajian ATGM Javelin, seakan menunjukkan, ganti pemimpin ganti kebijakan termasuk masalah alutsista. Fenomena itu ikut menjelaskan road map pengadaan alutsista Indonesia ternyata masih abu-abu. Akibatnya kita bisa paham, mengapa banyak alutsista yang akhirnya sebatas prototype, tidak jelas kelanjutannya.

Beruntunglah Batalyon Kavaleri 8/Tank Macan Kumbang yang sudah dibelikan MBT Leopard dan tinggal menunggu kedatangannya.







Sumber : JKGR

Berita Foto : Gelar Kekuatan TNI-AD

PADALARANG-(IDB) : Hari ini Selasa 25 Juni 2013, ARC memenuhi undangan untuk hadir di Pusdikav  Pusenkav di Padalarang yang sedang berlangsung Pameran Kecabangan dalam rangka RABISNICAB TNI-AD 2013, banyak persenjataan TNI AD yang ditampilkan, terutama persenjataan berat.  







Sumber : ARC