ANALISIS-(IDB) : Perjalanan
Malindo Darsasa sudah memasuki usia empat puluh satu tahun. Lahir dalam suasana persahabatan yang hangat
antara Indonesia dan Malaysia di awal tahun tujuh puluhan. Bayinya lahir dari kota sejuk Prapat di tepi Danau
Toba yang indah tanggal 27 Juli 1972. Sejarah
kemudian mencatat eksistensi Malindo Darsasa mendapat porsi terbesar sebagai media
latihan gabungan antar negara ASEAN lima tahun sekali sejak tahun 1981 dan tiga
tahun sekali sejak tahun 2006.
Latihan
gabungan
terakhir Malindo Darsasa 8 AB (latihan gabungan Malaysia-Indonesia darat
samudera angkasa) di Medan yang berlangsung dari tanggal 7 sampai
dengan 12 Juni 2013 melibatkan sekitar
1.800 prajurit pasukan khusus kedua negara, Indonesia 1.500 dan Malaysia 300
prajurit. Kebiasaannya memang begitu, lebih
banyak tuan rumah, sama jika Malaysia yang jadi tuan rumah. Latgab Malindo Darsasa 7AB tahun 2010 di
Malaka Malaysia diikuti 1.900 prajurit juga dari pasukan khusus kedua negara,
Indonesia 500 prajurit, Malaysia 1.500 prajurit.
Latgab Malindo Darsasa 2013 di Medan |
Sesungguhnya
kegiatan latihan gabungan antar negara menyiratkan dan menyuratkan kedekatan
hubungan antar negara dan hubungan militernya.
Begitulah yang terjadi dengan hubungan pertemanan Indonesia dan Malaysia
sampai lepasnya Sipadan dan Ligitan tahun 2002 melalui Mahkamah
Internasional. Bersamaan dengan itu
kondisi militer RI sejak tahun 1999
melakukan operasi militer besar-besaran di Timor Leste, Aceh dan Maluku. Tiga
hotspot ini merupakan tugas berat yang harus dijalankan tentara Indonesia dengan
mengerahkan hampir 80 ribu pasukan dan alutsista segala matra, belum lagi
embargo persenjataan militer. Merasa
diatas angin Malaysia mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan melakukan show
of force, mula-mula di sekitar Sipadan dan Ligitan.
Puncaknya adalah
manuver angkatan laut Malaysia di Ambalat tahun 2005 dengan melakukan
penyerangan kepada pekerja di Karang Unarang. Ini menyadarkan Indonesia bahwa
hubungan pertetanggaan khusus dengan jiran sebelah itu harus ditata ulang
kembali terutama dalam membangun pagar halaman.
Soalnya pohon mangga di pojok halaman samping kok seenaknya dipanjat
sendiri padahal kita yang menanam sejak lama.
Untuk meminimalisir pencuri mangga tadi dibuatkanlah sarang tawon
berkemampuan sengat sehingga si maling berhitung ulang untuk memanjat dan
mengambil buahnya. Begitu konsep dasarnya.
Maka dengan
keputusan strategis Pemerintah dan DPR dengan dukungan mayoritas rakyat
Indonesia dimulailah proyek perkuatan
alutsista TNI bernilai US S 15 Milyar untuk masa 2010-2014. Hasilnya kalau sebelum tahun 2013 ini ada
kalimat yang menyenangkan: tiada hari tanpa belanja alutsista, maka hari-hari
di depan mata ada kalimat yang lebih menyenangkan lagi : tiada hari tanpa
kedatangan alutsista baru.
Meski
provokasi Ambalat terjadi, setahun kemudian tetap dilakukan latihan gabungan Malindo
Darsasa 6 AB dimana Indonesia sebagai tuan rumah. Latgab Malindo Darsasa tahun 2006 merupakan
Latgab terbesar yang diikuti 5.000 prajurit dengan kontribusi terbesar dari TNI
dengan kekuatan 3.900 tentara, sisanya prajurit ATM. Geladi lapangan yang berlangsung di
Singkawang Kalbar tanggal 1-10 Juli 2006 dengan mengerahkan sejumlah alutsista
untuk serangan udara langsung dan serbuan pantai dengan kekuatan tank amfibi.
Panglima Tertinggi terjun di Latgab TNI 2013 |
Yang unik dalam
Latgab ini adalah untuk serangan udara langsung dilakukan serial alias
bergantian, 4 Hawk TNI AU duluan melakukan serangan disusul dengan oleh F-18
Hornet Malaysia, kemudian penerjunan pasukan dengan 9 Hercules Indonesia dan 3
Hercules Malaysia. Nah untuk serangan
amfibi seluruhnya dilakukan oleh marinir Indonesia dengan 7 KRI dan puluhan alutsista
amfibi menyerang pantai Kura-Kura Singkawang. Bukan apa-apa karena jiran
sebelah tidak punya pasukan marinir yang berkemampuan serbuan pantai.
Inilah
Latgab terbesar dalam pengerahan jumlah pasukan dan alutsista karena setelah
itu baik pada Latgab 7AB di Malaka dan 8AB yang diadakan di Medan jumlah peran
serta berkurang, baik jumlah pasukan yang hanya 1800 an dan tema latgab
bergeser menjadi operasi anti teroris, tidak ada pengerahan pasukan secara
besar-besaran. Boleh jadi karena urgensi
atau kepentingan utama dari porsi latihan itu adalah untuk tema kontemporer,
melawan teroris. Tetapi bisa jadi juga
karena merasa tak perlu lagi bagi kita untuk melakukan latihan militer yang
sesungguhnya yaitu operasi militer gabungan berupa serangan udara dan serbuan
pantai sebagaimana yang terakhir kali dilakukan di Singkawang.
Kalau yang
terakhir itu merupakan pilihan bagi militer RI, kita sangat mendukung karena
itu merupakan jawaban yang halus untuk menyatakan tidak lagi atau jangan dulu
sebagai jawaban atas polah tingkah mereka yang menggunting dalam lipatan. Mulai
saat ini dan tahun-tahun mendatang kesetaraan dalam teknologi dan mutu
alutsista serta kuantitas persenjataan yang dimiliki hulubalang republik sudah
menjadi kenyataan. Bukan lantas kita
ingin mengajak jiran untuk bermusuhan, sekali-kali tidak. Namun dalam perjalanan ke depan jangan lagi
ada upaya untuk melakukan pamer kekuatan di depan mata NKRI.
Latihan
militer bersama boleh saja dilakukan tetapi tentu harapan kita tidak lagi
sebesar yang di Singkawang. Dalam bahasa
pertetanggaan silaturrahim tetap dilakukan sembari bermanis wajah tetapi sikap
dalam bathin tetap keukeuh untuk tidak ingin lagi diremehkan. Caranya ya dengan
memperkuat taring militer kita secara berkesinambungan, memperkuat alutsista
dengan teknologi terkini dalam jumlah yang memadai. Sudah tentu Malindo Darsasa bukan prioritas
lagi apalagi menjadikannya yang terbesar.
Sumber : Analisis