Pages

Senin, Maret 18, 2013

Pesawat R80, The Next N-250 yang Siap Ungguli ATR China

JAKARTA-(IDB) : Anak sulung mantan Presiden Republik Indonesia BJ Habibie, Ilham Habibie mempunyai ambisi untuk melanjutkan impian ayahnya yakni memproduksi pesawat Regio Prop 80 (R80).

Seperti diketahui, proyek pesawat N-250 yang dikomandani BJ Habibie dihentikan oleh International Monetary Fund (IMF) pada 1998 akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Jadi bagaimana R80 dibangun, bagaimana prospeknya? Apakah pesawat R80 sama dengan N-250? Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Ilham ketika ditemui di kantornya di Kawasan Mega Kuningan, akhir pekan lalu.

Apa bedanya Gatotkaca N-250 dari BJ Habibie dengan Regio Prop 80 dari seorang Ilham Habibie dan kawan-kawan?

Beda, N-250 dengan R80 sangat berbeda sekali. Perbedaanya di antaranya dari ukuran, R80 jauh lebih besar dari pada N-250, karena R80 memiliki daya tampung hingga 80 kursi sementara N-250 hanya 50 kursi.

Sayap pesawat jauh lebih besar dan panjang, karena ukurannya lebih besar jadi diperlukan sayap yang besar untuk mengangkat beban. Landing Gear juga jauh lebih besar dikarenakan badan pesawat lebih besar dari pada N-250.

Kemudian teknologi kokpit, Aircraft flight control system juga berbeda, ya bisa dibayangkan proyek N-250 dimulai sejak 15 tahun lalu tentunya teknologi sekarang berubah, komputer saja berapa kali kita ganti, handphone sudah berapa kali berubah, pastinya teknologi di pesawat N-250 dan R80 akan jauh berbeda.

Namun ada sedikit persamaan antara N-250 dengan R80, yakni sayap yang berada di atas badan pesawat, tetap menggunakan baling-baling sebagai penggerak pesawat dan jika dibelah badan pesawatnya lekukan atau konturnya hampir sama dengan N-250.

Anda tetap mempertahankan mesin pesawat dengan baling-baling. Sebagian masyarakat masih ragu menggunakan pesawat yang menggunakan baling-baling?

Ya kita pakai baling-baling. Itu lah yang sebenarnya, masyarakat harus banyak diberi penjelasan. Simpelnya saya mau tanya, awalnya pesawat menggunakan baling-baling atau mesin jet? baling-baling kan, ya secara teknologi baling-baling lebih matang, jika matang artinya lebih aman dong, begitu cara berpikirnya.

Pesawat sekarang banyak yang memakai mesin jet dikarenakan pesawat bermesin jet memang dikhususkan untuk jarak jauh. Tapi sebenarnya antara mesin jet dengan mesin baling-baling pada pesawat sama saja, tidak terlalu berbeda karena mesinnya sama.

Kalau Jet namanya Turbo Jet, kalau baling-baling namanya turbo prop. Jet lebih cepat karena dorongan jet memang lebih cepat karena dihembuskan dari belakang namun konsekuensinya konsumsi bahan bakar jauh lebih boros, bahkan sangat boros.

Mengapa anda memilih R80 tetap menggunakan baling-baling?

Pesawat baling-baling didesain untuk jarak tempuh yang pendek. Mengapa? dengan baling-baling konsumsi bahan bakar akan jauh lebih irit. Bandingkan jika maskapai menggunakan pesawat jet untuk jarak pendek, waduh itu luar biasa borosnya.

Selain itu melihat luasnya negara kita dari Sabang-Marauke, yang terdiri banyak pulau dan jarak antara satu kota ke kota lainnya cukup dekat jika menggunakan pesawat. Asal tahu saja, saat ini semua maskapai sangat terbebani jika harga minyak (Avtur) naik, mereka pusing tujuh keliling, kenapa? Karena konsumsi avtur mencapai 50% lebih dari seluruh ongkos operasi.

Beberapa negara juga saat ini menerapkan aturan, bahwa pesawat terbang harus irit bahan bakar, karena ini menyangkut dengan emisi dan lingkungan hidup, banyak orang bilang emisi di atas (pesawat) lebih berbahaya 8 kali bagi lapisan ozon dari pada yang dari daratan. Bahkan perusahaan pesawat memang diwajibkan produksi pesawat yang irit bahan bakar karena jika tidak mereka bisa kena pinalti atau denda pajak yang sangat tinggi.

Dan R80 memang didesain untuk jarak tempuh yang kurang dari 600 km atau jarak pendek. Sehingga sudah pastinya R80 ini akan sangat irit bahan bakar. Makanya maskapai seperti Citilink, Wingsair memilih rute-rute pendek dengan menggunakan pesawat bermesin baling-baling seperti ATR.

Anda terkesan sangat ambisius untuk bisa memproduksi pesawat? Punyakah anda uang?

Ambisius? saya yakin masih banyak orang di Indonesia ini yang mempunyai semangat. Dirgantara dan saya salah satunya.

Uang? saat ini dalam tahap awal diperlukan US$ 400 juta dolar. Tapi itu bukan dana dari pribadi saja sendiri, ada beberapa modal dari beberapa kalangan tetapi juga pribadi bukan dana perusahaan.

Dan nanti suatu saat, ketika perusahaan atau R80 ini berkembang dan memerlukan dana besar, kita bisa melepas saham ke publik.

Banyak orang salah paham juga, bahwa perusahaan yang kami dirikan yakni PT Ragio Aviasi Industri (RAI) yang merupakan perusahaan gabungan dari perusahaan miliknya yakni PT Ilthabie Rekatama dengan PT Eagle Cap adalah perusahaan miik Erry Firmansyah yang merupakan mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mendirikan pabrik pesawat menyaingi PT Dirgantara Indonesia (DI).

Tidak, yang benar R80 akan produksi menggunakan pabrik PT DI, dan nantinya PT DI juga akan menjadi salah satu pemegang saham di PT RAI.

R80 nanti kelasnya di mana? Menyaingi Airbus, Boeing atau ATR?

Patokan kita harus di atas ATR. Acuan kita pasarnya ATR, sama-sama menggunakan baling-baling. Namun R80 akan di atas ATR, mengapa? Pertama kapasitas penumpang kita akan lebih besar yakni 80 kursi sementara ATR maksimal hanya 70 kursi, ATR sampai saat ini belum bisa memproduksi lebih dari 70 kursi.

Kelebihan R80 lagi dari pada ATR, mesin kita lebih cepat namun lebih irit bahan bakar, tapi tidak lebih cepat dari pada jet, karena kalau sama kecepatannya dengan jet artinya sangat boros bahan bakar.

Jadi patokan R80 harus di atas ATR namun harganya jauh lebih murah dari pada ATR. Lebih murah itu wajib karena produksi kita ada di Indonesia, suku cadang juga dibuat di Indonesia.

Akankah R80 ini bisa bersaing dengan produsen pesawat di dunia? Akankah laris manis di pasar dalam negeri, tunggu pada 2018 nanti.

Ya target kami R80 sudah bisa produksi pada 2018 nanti.





Sumber : Detik

Soal Bikin Pesawat, Indonesia Masih Di Atas China

JAKARTA-(IDB) : China boleh bangga bisa produksi pesawat MA 60 yang saat ini digunakan Merpati Nusantara Airlines, namun soal kualitas pesawat Indonesia masih jauh di atas China.

Seperti kata Ilham A. Habibie, anak sulung mantan Presiden RI BJ Habibie mengatakan soal membuat pesawat dan kualitas pesawat itu sendiri, Indonesia masih di atas China.

"Soal buat pesawat kita masih lebih bagus dan jauh di atas China, dari segi kualitas kita masih oke," kata Ilham pekan lalu di kantornya di Kawasan Mega Kuningan, seperti dikutip, Senin (18/3/2013).

Kata Ilham, saat ini China boleh bangga punya MA 60 yang saat ini digunakan Merpati.

"Tapi pada dasarnya desain MA 60 itu mesinnya memang digunakan untuk militer, namun karena digunakan untuk sipil mereka menurunkan sedikit kualitasnya, karena dasarnya untuk militer sehingga boros, militerkan ngak mikirin boros apa tidak yang penting tahan banting dan menang perang," ucapnya.

MA 60 sendiri kata Ilham diakui sendiri oleh Dirut Merpati Rudy Setyopurnomo kalau pesawat tersebut sangat boros.

"Ya saya pernah diskusi dengan Dirut Merpati Pak Rudy, pesawat itu boros, kalau sudah boros bahan bakar bagaimana mau bisa dapat money (uang). Lagi pula MA 60 dipakai bukan karena kualitas, tetapi karena Merpati saat itu kesulitan pendanaan dan tidak bisa pinjam ke bank, tapi China mau meminjamkan dana untuk membeli MA 60 buatan mereka," ungkapnya.

Lantas dari segi mana kita masih teratas dibandingkan China dari segi kualitas pesawat?

"Ya R80 (Regio Prop 80) yang saat ini sedang kita selesaikan proses pembangunannya, kita akan memiliki pesawat dengan menggunakan baling-baling, yang didesain untuk jarak dekat, hemat bahan bakar, teknologi terbaru, kapasitas lebih banyak yakni mencapai 80 kursi, mesin lebih cepat dan yang terpenting jauh lebih murah dari pesawat ATR karena produksi dan suku cadang dibuat semua di Indonesia, dan yang lebih penting lagi kita punya Sumber Daya Manusia yang berpengalaman bahkan seperti di Boeing, Airbus, ATR, di PT DI dan banyak lagi," tandasnya.

Seperti diketahui Ilham bersama Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah bersama-sama membentuk PT Ragio Aviasi Industri (RAI) untuk membangun pesawat new N-250 yang dulu pernah dibuat BJ Habibie.

Pesawat berkapasitas 80 kursi tersebut diberi nama R80 atau Regio Prop 80 diamana pesawat tersebut menggunakan baling-baling.

The Next N-250 Ditargetkan Mengangkasa 2018

The next N-250 Gatotkaca atau Regio Prop 80 (R80) ditargetkan sudah bisa diproduksi pada 2018. Saat ini R80 masih dalam tahap desain awal atau baru 10%.

"R80 sudah bisa diproduksi dan dijual kami targetkan pada 2018," kata Komisaris PT Ragio Aviasi Industri (RAI) Ilham A. Habibie di kantornya di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta, seperti dikutip, Senin (18/3/2013).

Dikatakan Ilham yang saat ini proses pengerjaan R80 masih dalam tahap desain awal.

"Baru 10%, karena masih dalam tahap desain awal, saat ini sih desain awal masih digarap 20-40 orang, tapi kalau sudah masuk dalam tahap desain rinci yang mengerjakan sudah ratusan orang," ungkap Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia bidang Riset dan Teknologi ini.

Ilham menargetkan R80 baru akan berproduksi secara keseluruhan pada 2018. "Jika sesuai dengan rencana kami, pada 2018 baru R80 berproduksi total, artinya sudah terkirim dan digunakan airlines," ucap Ilham.

Untuk mewujudkan target tersebut,saat ini PT Ragio Aviasi Industri (RAI) menyiapkan dana investasi kurang lebih mencapai US$ 400-500 juta.

"Untuk tahap awal kita butuh dana investasi US$ 400-500 juta, tapi itu merupakan dana yang kita galang sendiri dari beberapa pihak namun sifatnya masih pribadi, tapi kalau bener-benar sudah jalan dan butuh dana cukup besar kita bisa gandeng investor atau melepas saham ke publik atau IPO, itu ada tahap-tahapannya," tandas Ilham.


Harga Jual The Next N-250 Masuk Kisaran US$28 Juta

Indonesia melalui PT Ragio Aviasi Industri (RAI) akan memulai kembali membuat pesawat terbang untuk sipil kelanjutan dari N-250 'Gatotkaca' yang dulu pernah dibuat. Pesawat tersebut akan diberi nama Regio Prop (R-80).

Kemungkinan besar harga yang patok untuk satu unitnya mencapai US$ 28 juta atau setara dengan harga pesawat ATR kapasitas 70 kursi.

"Untuk harga R80 dengan kapasitas 80 kursi kita mengacu pada harga ATR saat ini," kata Komisaris PT RAI, Ilham A.Habibie di kantornya Kawasan Mega Kuningan Jakarta, seperti dikutip Senin (18/3/2013).

Seperti diketahui untuk harga ATR bermesin baling-baling saat ini diperkirakan mencapai US$ 28 juta untuk satu unitnya.

Namun pada dasarnya, kata Ilham, harga tidak menjadi soal untuk airlines. "Perbedaan harga sebetulnya tidak menjadi soal bagi airlines, karena mereka membelinya dengan leasing, mereka bekerja sama dengan perusahaan leasing dengan mencicil pembayaran pesawat, dan cicilan pesawat hanya sebagian kecil dari biaya operasional airlines dibandingkan dengan biaya bahan bakar yang mencapai 50% dari total biaya operasional," ungkap Ilham.

Untuk itulah, sebenarnya pada dasarnya lebih menguntungkan membuat pesawat dari pada menjalankan perusahaan airlines.

"Orang banyak yang salah persepsi, jauh lebih untung membuat pesawat dari pada menjalankan airlines. Banyak hal yang membuat airlines merugi terutama faktor eksternal seperti kenaikan harga Avtur, semua airline bakal teriak kalau avtur naik tinggi, resesi ekonomi juga berdampak besar terutama anggaran trevel bakal dipangkas dan lainnya," ucapnya.

Tapi bukan berarti membuat pesawat mudah. "Sulit juga, tidak gampang lah, tapi sekarang ini mana ada bisnis itu gampang, yang utama adalah trust (kepercayaan) dan R80 akan menjadi pesawat yang trust. Yang utama ketika kita bisa membuat satu buah pesawat, pesawat itu akan kita bisa ubah-ubah hinggapuluhan tahun, sama seperti Boeing 737 yang dibuat sejak 1975 atau saat ini sudah 3 generai yang teknologinya diubah-ubah tapi pada prinsipnya sama saja mulai dari desain badan, kokpit, lay out, dan lainnya," tandas Ilham.





Sumber : Detik

China Masuk Jajaran Lima Besar Negara Eksportir Senjata

BEIJING-(IDB) : China kini telah menjadi eksportir senjata kelima terbesar di dunia denggan menggeser posisi Inggris yang sebelumnya berada pada posisi itu. Ini adalah peringkat tertinggi untuk China sejak Perang Dingin soal ekspor senjata.

Demikian diberitakan kantor berita Reuters, Senin (18/3), dengan mengutip Stockholm International Research Institute (SIPRI), think-tank yang punya reputasi dan berbasis di Swedia.

Menurut SIPRI, volume ekspor senjata China naik 162 persen selama periode 2008 - 2012 jika dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Pangsa pasar China dalam perdagangan senjata dunia juga naik dari 2 persen menjadi 5 persen dalam periode yang sama.

Perdagangan senjata dunia masih didominasi AS dan Rusia, yang masing-masing punya pangsa pasar 30 persen dan 26 persen. Jerman dan Perancis menduduki peringkat ketiga dan keempat sebagai eksportir terbesar senjata.

"China berkembang sebagai sumber pasokan senjata bagi sejumlah negara," kata Paul Holtom, Direktur Program Transfer Senjata SIPRI.

Pakistan menjadi tujuan utama ekspor senjata China. Sebanyak 55 persen dari total ekspor senjata China dtujukan ke Pakistan. Myanmar menyerap 8 persen ekspor senjata China, Bangladesh (7 persen).

Aljazair, Venezuela dan Maroko telah memberi frigat, pesawat dan kendaran tempur buatan China dalam beberapa tahun terakhir. China memproduksi helikopter tempur, rudal, dan dan jenis-jenis senjata untuk kategori pertahanan udara. 





Sumber : Kompas

Jangan Setengah Hati Bangun Teknologi

JAKARTA-(IDB) : Ketangguhan pertahanan negara merefleksi kemapanan industri strategis berbasis pertahanan yang dimiliki. Semakin berkembang industri pertahanan, maka semakin tangguhlah negara itu.

Indonesia sendiri memiliki industri pertahanan, antara lain PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT LEN, dan PT Pindad. Perusahaan-perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini seperti segan hidup, namun mati tak mau. Kurun waktu lima tahun terakhir, penjualan industri pertahanan sulit mencapai target 80 persen, apalagi 100 persen.

Keuntungan yang diperoleh masih minim, bahkan di antara unit bisnis masih merugi. Itu artinya, peran industri pertahanan untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan pertahanan negara Indonesia juga masih sangat kecil.

"Sangat ironi, sedemikian pentingnya sektor industri strategis bagi sebuah negara, tapi yang kita miliki terus terpuruk dalam 10 tahun terakhir," ujar Koordinator Staf Pribadi (Koorspri) Panglima TNI, Kolonel Laut (S) Ivan Yulivan dalam perbincangannya dengan Suara Karya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Peraih predikat cumlaude program doktor menejemen bisnis Universitas Padjajaran ini memastikan peran industri pertahanan sangat penting. Hasil penelitiaannya, industri pertahanan bisa jadi pondasi pembangunan ekonomi serta menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan negara.

Pemangku kepentingan di Indonesia seperti tak menyadari negeri ini memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar. Atau sebaliknya menyadari, pengambil kebijakan politik di level eksekutif dan legislatif, termasuk pelaku usaha industri pertahanan masih setengah hati. "Kemampuan yang dimiliki tak disinergikan," ujar Ivan.

Bukan sekedar mimpi jika industri pertahanan dalam negeri memiliki kreasi dan ikon baru. Ivan optimis Indonesia akan berubah wujud menjadi sebuah negara yang disegani dunia internasional, apabila mampu menciptapkan teknologi - teknologi perang canggih dan tangguh.




Sumber : SuaraKarya

Lima Tahun Kedepan PT PAL Mampu Bangun Kapal Selam Sendiri

SURABAYA-(IDB) : PT PAL Indonesia optimistis lima tahun ke depan mampu merenovasi dan membangun kapal selam sendiri. Tekad itu dibuktikan dengan diikutkannya karyawan PT PAL Indonesia dalam Transfer of Technology (ToT) di Korea Selatan.

Direktur Utama PT PAL Indonesia, Firmansyah Arifin, menyebut saat ini karyawannya tengah mengikuti seleksi internal. "Tahun lalu kami sudah mengikuti ToT di Belanda, dan tahun ini ke Korea," kata Firmansyah.
 
Sebelumnya PT PAL Indonesia ditunjuk Kementerian Pertahanan membangun kapal militer dengan dua negara tersebut. Kerjasama membangun Kapal Cepat Rudal (KCR) dengan Belanda telah selesai. Kini giliran dengan Korea untuk membangun kapal selam. 
 
Optimisme bisa membangun kapal selam di dalam negeri itu dikuatkan dengan program pemerintah yang mengucurkan anggaran melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) pembangunan kapal. Anggaran US$150 juta (sekitar Rp 1,5 triliun) itu tidak hanya untuk membangun kelengkapan militer, tetapi juga doking untuk kapal militer.
 
"Selama ini untuk overhoul kapal selam harus dilakukan di Korea, setiap lima tahun sekali dengan biaya yang cukup besar," kata mantan Direktur Utama PT Dok Perkapalan Surabaya itu.
 
Dia optimistis langkah PT PAL sudah tepat. Usai pegawainya selesai mengikuti ToT di Korea, PT PAL mampu mandiri mendukung langkah strategis pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan kapal, termasuk mencegah perputaran uang ke luar negeri.
 
Terkait kerjasama dengan Korsel, PT PAL akan mengirimkan karyawannya ke Negeri Gingseng tersebut. "Dalam waktu dekat, kami mengirim karyawan untuk bekerja sama dengan Korea membangun kapal selam melalui sistem learning by doing," kata Firmansyah Arifin.
 
Disebutkan, ada sejumlah karyawan akan dikirim ke Korea Selatan dalam rangka kerjasama memproduksi alutsista. Itu, lanjutnya, melibatkan Kementerian Pertahanan kedua bangsa. Kemenhan, selanjutnya memberi kesempatan kepada PT PAL untuk melaksanakan tugas tersebut.
Sedangkan Humas PT PAL, Bayu Wicaksono, mengungkapkan pengiriman karyawan diawali dengan proses penjaringan. PT PAL sudah memilih karyawan yang layak untuk disertakan dalam transfer pengetahuan di Korea.
 
"Saat ini DSME Daewoo perusahaan yang ditunjuk pemerintah Korea masih menyeleksi penerimaan. Pengumumannya kami belum tahu, tetapi kuota yang ditetapkan sebanyak 120 pegawai," ungkapnya.
 
Jumlah itu akan dikirim dalam beberapa gelombang. Selama di Korea karyawan PT PAL mendapat tugas melakukan alih teknologi untuk membangun kapal selam untuk kebutuhan TNI-AL.
PT PAL menyebut, informasi dari Kemenhan RI, sebanyak tiga kapal selam akan dimiliki TNI-AL. Dua kapal selam dengan type DSME 209 dibangun di Korea, sedangkan satu kapal selam lainnya dibangun di Surabaya.
 
"Ini adalah pengalaman pertama kami membangun kapal selam, setelah sebelumnya kami berpengalaman meng-overhaul (merakit) dua kapal selam KRI Cakra dan KRI Nanggala,” jelasnya.
 
Kapal selam yang akan dibangun PT PAL dilakukan setelah dua kapal selam selesai dibangun di Korea. Karena seluruh komponen dan teknologi yang dijalankan di Korea akan diwujudkan di Indonesia. "Karyawan kami tidak membangun on table, tetapi langsung praktek merakit kapal selam. Dari hasil praktek itu akan diimplementasikan saat membangun di Surabaya," jelasnya.ins
 
 
 
 
 
Sumber : SurabayaPost