Frigate Shiyalik India |
JKGR-(IDB) : Kisah dari negeri India sering kali keren dan gaungnya bergema hingga
ke nusantara. Negeri Shah Rukh Khan ini bukan hanya pintar bernyanyi
sambil menggoyang-goyangkan pinggul, tapi unggul juga dalam bidang
militer.
Untuk urusan nyanyian dangdut ala India, kita berhasil menyerapnya
dengan baik. Begitu pula dengan tarian pinggul. Bahkan Indonesia punya
yang lebih heboh, seperti: Candoleng-doleng, Goyar Ngebor hingga Goyang
Vibrator.
Bagaimana dengan urusan teknologi militer ?
Keberhasilan India membangun frigate Shivalik Class merupakan cerita
indah dan manis bagi penduduknya yang relatif miskin. Meski
mengeluarkan banyak biaya, rakyat tidak protes karena frigate yang
merujuk kepada teknologi Frigate Talwar Class Rusia ini, bisa diandalkan melindungi rakyat dan menjaga kedaulatan India di masa sekarang dan mendatang.
Frigate Shivalik pun menjadi topik pembicaraan Internasional, karena
memang canggih dan lebih lagi India mampu menyerap teknologi Rusia
dengan baik.
Frigate buatan Galangan kapal Mazagon Dock Limited ini memiliki
kemampuan stealth, multi-role dan telah beroperasi sejak 29 April 2010.
India membangun 3 frigate Shivalik Class, termasuk Sapura yang
beroperasi tahun 2011, serta Frigate terbaru Sahyadri, beroperasi Juli
2012. Militer India masih memesan 7 frigate Shivalik Class untuk
dijadikan tulang punggung Angkatan Laut untuk waktu puluhan tahun ke
depan.
Selain membangun Frigate Nasional, India pun belajar membuat rudal ke Rusia.
Negeri Kuch kuch hota hai ini, belajar membuat rudal anti kapal
merujuk kepada P-800 Oniks atau Yakhont milik Rusia. Melalui kerjasama
yang apik, India berhasil membuat rudal anti kapal permukaan Brahmos,
yang memiliki jarak tembak 300- hingga 500 km.
Rudal berhulu ledak 300 kg Brahmos ditembakkan
secara vertically-launched dan telah menggunakan advanced satellite
navigation system seperti Rudal Rusia Kh-555 dan rudal strategis jarak
jauh Kh-101.
Kini semua frigate Shivalik Class buatan India, dipasang 8 tabung VLS
rudal anti kapal BrahMos. Bahkan lebih jauh lagi, militer India telah
berhasil mengembangkan BrahMos versi udara ke darat yang akan dipasang
di pesawat Sukhoi India. Proyek Brahmos versi udara ini sedang
berlangsung.
Frigate Talwar Class ini mengandalkan pertahanan udara dengan Shtil-1 missile system yang juga teknologi Rusia. Launcher ini memiliki 24 rudal dengan jarak jangkau 30 km.
Shivalik Class juga dilengkapi dengan CIWS Barak SAM-launcher buatan Israel dengan jangkauan 10-12 km.
Langkah India dalam membangun kekuatan militer, terukur dan jelas.
Semua riset dan pengembangan yang mereka lakukan, terintegrasi dan
terfokus.
Proyek PKR 10514
Kontrak pembuatan Frigate Sigma 10514 telah ditandatangani pihak
Kementerian Pertahanan dan DSNS, tanggal 5 Juni 2012 lalu, di Jakarta.
Frigate itu nantinya akan dilengkapi rudal Pertahanan Udara Aster 15, serta CIWS Oerlikon Millennium 35 mm.
Kontrak seharga 2,2 triliun itu (220 juta USD), meliputi transfer
teknologi kepada PT. PAL berupa pembangunan 4 modul kapal beserta
integrasinya. Namun, kontrak pembuatan frigate ini tidak
meliputi peluncur rudal sasaran kapal permukaan maupun laut. Hal inilah
yang menimbulkan banyak pertanyaan dari kalangan pengamat militer maupun
Komisi 1 DPR. Kalau persenjataannya tidak lengkap, mengapa harus
memaksakan kontrak dengan DSNS Belanda, di saat Orizzonte Italia,
menawarkan frigate dengan persenjataan lengkap dan transfer teknologi ?.
Kasus Pembangunan PKR 10514 oleh Kementerian Pertahanan ini akhirnya
berkembang menjadi persoalan transparansi. Adalah Sekretaris Kabinet
Dipo Alam yang pertama mengindikasikan adanya kejanggalan pengelolaan
dana di Kementerian Pertahanan, selain Kementerian Perdagangan dan
Pertanian. Dia pun melaporkannya ke KPK.
Setelah satu bulan pelaporan itu, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan,
KPK sedang fokus mendalami Kementerian Pertahanan, saat ditanya
wartawan, 28 Desember 2012 di Jakarta.
Sekarang mari kita lupakan dulu urusan KPK dan Kementerian
Pertahanan. Setiap uang yang dikeluarkan tentu nanti akan ada bentuknya
(out put).
Salah satu alasan mengapa Kemenhan memilih perusahaan Damen Belanda,
bisa jadi untuk menjaga kesinambungan, karena Indonesia telah
menggunakan 4 Korvet Sigma Belanda.
Lalu mengapa Kemenhan memesan Frigate Sigma 10514 tanpa peluncur rudal anti kapal permukaan dan torpedo ?.
Patut diduga milliter Indonesia akan meng-instal rudal C-705 ke dalam
Frigate Sigma 10514. Hal ini karena Indonesia sedang bekerjasama dengan
China, untuk membangun dan transfer teknologi rudal C-705. Kontraknya
sudah ditandatangani.
Jika hal ini terwujud, Indonesia bisa meninggalkan ketergantungan
atas alutsista produk asing, sedikit demi sedikit. Begitu pula dengan
teknologi Torpedo-nya yang telah dikuasai TNI AL.
Dengan asumsi tersebut, kontrak Kemenhan dengan DSNS Belanda, lebih
untuk mengejar platform PKR Nasional yang nantinya akan dibangun di PT
PAL Surabaya.
Spesifikasi PKR 10514 nanti seharusnya:
Combat System: Thales Group
Persenjataan: Rudal Anti Udara: Aster 15, CIWS: Oerlikon Millennium 35 mm, 76mm stealth cupola, C-705 dan Torpedo SUT.
Yang menjadi persoalan, apakah sistem Rudal C-705 bisa diinstal di frigate Sigma buatan Belanda ?
Jika bisa, maka Indonesia akan membuat lompatan besar.
Namun jika nantinya Sigma 10514 diinstal rudal MBDA Exocet MM40 Block II atau III, serta Torpedo EuroTorp 3A 244S Mode II/MU 90,
maka dana yang begitu besar dikeluarkan untuk membeli frigate Sigma
10514 menjadi sia-sia dan tentu mengundang banyak tanda tanya.
Semoga kisah Frigate Nasional PKR 10514 berakhir indah seperti kisah Frigate Shivalik India, bukan berakhir di KPK.
Sumber : JKGR