JAKARTA-(IDB) : Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Keantariksaan merupakan kado istimewa bagi ulang tahun Lapan ke-50.
Dengan adanya UU ini, kegiatan keantariksaan di Indonesia memiliki dasar
yang legal. Hal ini disampaikan oleh Kepala Lapan, Bambang S.
Tejasukmana, saat talkshow UU Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Keantariksaan dengan tema 50 Tahun Sukses Membangun Landasan Kemandirian
Kedirgantaraan Nasional. Talkshow yang merupakan rangkaian peringatan HUT Lapan ke-50 tersebut berlangsung di Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta, Rabu (27/11).
Kepala Lapan mengatakan, terdapat dua hal yang
menjadi dasar penyusunan undang-undang tersebut. Pertama, UU ini sebagai
landasan hukum untuk setiap langkah pengembangan dan operasional di
bidang keantariksaan. Kedua, UU ini bertujuan untuk meningkatkan
penguasaan teknologi.
Indonesia sebenarnya telah aktif dalam
kegiatan keantariksaan. Kepala Lapan menjelaskan, ini terlihat ketika
satelit Palapa diluncurkan pada 1976. "Saat itu, Indonesia merupakan
negara ke-3 yang meluncurkan satelit telekomunikasi. Satelit tersebut
sangat diperlukan karena negara ini memerlukan alat untuk
mengintegrasikan pulau-pulau di wilayahnya serta untuk mempermudah
komunikasi," ia berujar.
Undang-undang Keantariksaan bermula dari
sekretariat Dewan Penerbangan RI (Depanri). Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi,
Guru Besar Universitas Kristen Indonesia, dalam talkshow tersebut
mengatakan bahwa awalnya Depanri ingin membuat UU Kedirgantaraan.
Kedirgantaraan mencakup penerbangan dan antariksa. Namun, karena
Indonesia sudah memiliki UU Penerbangan, maka diganti menjadi UU
Keantariksaan.
Rahmadi mengatakan bahwa undang-undang ini
mengakomodasi kepentingan nasional. Hal ini disebabkan, aturan-aturan
dalam undang-undang tersebut akan memberikan perlindungan bagi bangsa
Indonesia terkait kegiatan keantariksaan. Selain sebagai perlindungan,
negara ini membuat landasan hukum tersebut juga karena Indonesia dikenal
sebagai negara rawan bencana. Untuk itu, diperlukan teknologi guna
meminimalisasi dampak bencana tersebut.
Dampak positif adanya undang-undang ini yaitu meningkatnya national pride
(kebanggaan nasional). Atib Muhayat, dosen Universitas Padjajaran,
undang-undang ini merupakan proklamasi bagi bangsa Indonesia bahwa
negara ini akan menguasai teknologi antariksa. Hal yang sama juga
dikatakan oleh Bambang Triyanto, dosen Fakultas Teknik Elektro ITB. Ia
beranggapan bahwa kelahiran undang-undang ini dapat menjadi kesempatan
bagi Indonesia untuk akselerasi riset keantariksaan.
Dalam talkshow ini juga
dilaksanakan penandatanganan naskah kerja sama antara Lapan dengan BMKG.
Naskah ditandatangani oleh Kepala Lapan dan Kepala BMKG, Dr. Andi Eka
Sakya. Kedua lembaga sepakat bekerja sama dalam pemanfaatan hasil
penelitian dan pengembangan perekayasaan iptek serta sarana prasarana di
bidang meteorologi, geofisika, dan kedirgantaraan.
Andi mengatakan, selama ini BMKG kesulitan
dalam mencari rumusan di bidang cuaca, iklim, dan kaitannya dengan laut
serta atmosfer. Ternyata, penelitian-penelitian tersebut ada di Lapan.
Dengan demikian, kerja sama ini akan mendukung tugas BMKG dalam
memberikan informasi cuaca, iklim, dan geofisika, serta peluang bagi
bangsa ini untuk menyelesaikan persoalan di bidang tersebut.
Sumber : Lapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar