Pages

Senin, Desember 09, 2013

Modernisasi Alutsista TNI AD

JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf TNI Angkatan Darat ini berbicara mengenai alat utama sistem senjata, profesionalisme dan kesejahteran prajurit, serta netralitas TNI.

Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya Angkatan Darat, terus berupaya meningkatkan kualitas maupun kuantitas alat utama sistem senjata (alutsista). Sebagai pengawal kedaulatan negara, wajar jika TNI dibekali persenjataan yang canggih. Selain senjata, TNI, khususnya Angkatan Darat juga berupaya meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan prajurit.

Untuk mengetahui lebih jauh soal ini, wartawan Koran Jakarta, Marcellus Widiarto, Wandi Yusuf, dan Mochamad Ade Maulidin mewawancarai Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Budiman, di rumah dinasnya, di Jakarta, Kamis (5/11) malam lalu.

Masih mengenakan pakaian dinas lengkap, Jenderal yang kerap bertutur kata lembut dan bicaranya terstruktur ini, juga bercerita mengenai berbagai persoalan yang dihadapi prajurit TNI AD. Berikut wawancara selengkapnya.

Kini alutsista TNI AD sudah semakin canggih. Apakah sebagian besar merupakan produk dalam negeri?

Untuk alutsista, kebetulan prioritas kita di TNI AD adalah mengupayakan produk dalam negeri. Nah, dari berbagai penambahan alutsista, umumnya alutsista ini untuk menggantikan alutsista-alutsista yang sudah terlalu tua. Dan bahkan ada alutsista yang umurnya lebih tua dari saya.

Kita coba lihat dari alutsista infanteri. Hampir 95 persen adalah produk dalam negeri. Mulai dari senjata laras pendek, laras panjang, senapan mesin, mortir, sampai kendaraan taktis (rantis) Anoa, dan rantis Komodo. Itu semua produk dalam negeri.

Yang masih didatangkan dari luar seperti anti-tank guided missile (ATGM). Peluru yang pakai guided masih ada yang harus dibeli dari luar. Tapi, untuk satuan infanteri hampir keseluruhan sudah (produk dalam negeri). Untuk rantis Anoa mungkin kita masih terbatas. Tapi, secara keseluruhan sudah lebih dari 70 persen. Ini artinya, kita sudah modern kalau dihitung dari kebutuhannya berapa. Tank Marder juga masih kita beli dari luar. Marder itu adalah Infanteri Fighting Vehicle.

Bagaimana dengan satuan kavaleri?

Untuk kavaleri kita beli tank Leopard. Leopard adalah main battle tank terbaik di dunia. Kita beli untuk Leopard 2A4 sebanyak 1 batalion atau 42 unit. Kita juga beli Leopard 2 Revolution atau RI. Tank itu sebanyak 1 batalion plus 1 kompi. Jumlahnya sebanyak 42 tank ditambah 13, jadi ada sebanyak 55 unit.

Kemudian, kami juga melengkapi Leopard yang digunakan untuk jembatan, zeni, dozer, excavator, dan recovery. Basic mesinnya juga dari Leopard. Tank jenis ini ada sekitar 13–15 unit. Jumlah Marder sendiri ada sekitar 50 unit


Untuk artileri medan (Armed)?

Untuk Armed itu cukup banyak (membeli dari luar). Kita membeli multi launch rocket system (MLRS). Itu untuk 2 batalion. MLRS ini kita beli yang Avibras buatan Brasil dengan daya jangkau lebih dari 100 km. Kemudian, areal kehancuran mencapai 4 hektare dan jenis kehancurannya menyeluruh dan mematikan.

Ini setara dengan Himars-nya Amerika Serikat atau buatan Rusia. Ini seimbang. Bedanya, kita menggunakan untuk kepentingan kedaulatan, sedangkan Himars untuk kepentingan terorisme dan akurasinya sangat tinggi.

Kita juga membeli Caesar atau meriam 155 Howitzer. Meriam ini bisa masuk pada kedudukan siap tembak hanya dalam 2 menit. Jarak tembak maksimal mencapai 42 km. Peluru belum sampai, dia sudah bisa tinggalkan tempat. Dalam prinsip perang artileri lawan artileri, sebelum musuh tahu, kita sudah harus bisa pindah. Jumlahnya sebanyak 2 batalion.

Kita juga beli juga meriam 155mm KH179 buatan Korea Selatan sebanyak 1 batalyon. Ada juga meriam 105mm KH178 Armed Korea Selatan sebanyak 3 batalyon.

Untuk penangkis serangan udara, kita membeli 9 baterai Mistral sebanyak 3 batalyon. Mistral ini memang digunakan untuk jarak pendek. Probabilitasnya mencapai 96 persen kemungkinnan kena. Jadi hanya human error yang membuat dia meleset. Kita juga akan membeli 5 detasemen Starstreak. Tapi, ini masih dalam proses.

Lalu, bagaimana dengan pengadaan helikopter?

Helikopter kita masih akan datang 16 unit Bell 412 dan 12 unit heli serang Fennec dan 8 unit heli Apache. Apache ini direncanakan akan datang pada 2017. Dan sesuai kontrak, Bell dan Fennec tinggal tunggu datang. Dipastikan sudah ada 80 persen pada 2014.Yang belum kita beli adalah peralatan untuk satuan Zeni dan bantuan lainnya. Pada satuan ini pembelian lebih pada tembakan fire precision. Mungkin akan kita lengkapi pada tahun anggaran selanjutnya.

Apakah semua ini sudah bisa memenuhi minimum essential forces (MEF)?

Kalau kita lihat MEF sudah bisa mencapai keseluruhan 30 persen. Tapi, nanti setiap orang ngomongnya berbeda karena bergantung dari sudut mana dia membuat satu penilaian. Kalau untuk penilaian sampai 2014, kita sudah memenuhi. Itu sebabnya kekuatan kita cukup lumayan diperhitungkan di Asia Tenggara.

Pada dasarnya kita memprioritaskan alutsista dalam negeri untuk menghemat devisa, tapi pada teknologi yang belum mampu, kita harus beli dari luar. Kebijakan yang akan datang, kalau kita membeli harus dilakukan alih teknologi. Paling tidak menjadi joint production (produksi bersama). Ini sesuai dengan UU tentang Industri Pertahanan.

Bagaimana dengan sumber daya prajuritnya, apakah sudah siap untuk mengawaki alutsista canggih tersebut?

Kebetulan semenjak saya masih Dan Kodiklat, untuk pendidikan kita sudah menuju pada era teknologi informasi. Komputerisasi. Jadi, dari 2010 kita sudah memulai setiap prajurit sudah menggunakan komputer dalam proses belajar-mengajar. Paling tidak dia sudah tak gaptek (gagap teknologi) lagi.

Khusus personel yang akan mengawaki alat-alat canggih, kita lakukan psikotes ulang. Baik pada skala IQ maupun EQ sehingga betul-betul seusuai peruntukan. Proses ini sedang dan sudah kita lakukan.

Kemudian, mulai ke depan, rekrutmen akan sangat memperhatikan kualitas intelektual selain kepribadian. Jasmani nanti kita bimbing. Kalau dapat yang memang larinya (fisiknya) bagus, itu lebih baik. Tapi dengan kita bimbing secara bertahap, kita yakin bisa. Yang penting modal otak dulu yang kita prioritaskan.

Selain itu, kita sedang membuat pokja yang menyiapkan piranti lunak dalam bentuk doktrin, petunjuk lapangan, petunjuk teknis, dan sebagainya. Kemudian, untuk sektor pendidikan sudah kita kirim ke negara pembuat (alutsista). Para calon pelatih kita prioritaskan kirim ke sana supaya hemat. Kalau kita kirim semua percuma, lebih baik para calon pelatihnya saja. Dan ini sudah berjalan, termasuk penyiapan kelengkapan seperti garasi hingga aturannya. Sudah kita siapkan semuanya.




Sumber : KoranJakarta

13 komentar:

  1. hmm, sistem battlefield management nggak disinggung, padahal negara tetangga udah mulai menuju kesana...... heran juga, kenapa beli banyak banget rudal VSHORAD macam mistral dan starstreak, kenapa nggak sekalian pantsir S1, Buk M-2, atau S-300?? dan jujur aja, sistem kayak Astros kalau dibandingkan dengan HIMARS singapura, kalah kualitasnya. dan anoa dengan terrex, juga kalah kualitasnya. tambahan lagi SS-2 kita itu juga kualitasnya kalah dari SAR-21 singapura. bukannya nggak mengapresiasi, tapi kalau mau meningkatkan kualitas produk dalam negeri ya ngajak rekanan dari luar lah, biar dapat ilmu tambahan.... tapi overall patut diapresiasi modernisasi TNI AD sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngaco kalo ss2 kita kalah dari sar-21 ndak mungkin kita menjadi juara satu kejuaraan nembak se asean

      Hapus
    2. Bro ano 19:16...drpada ngeluh dan complain, ya udah sama mas bro TNI kita dibeliin senjara2 yg bagus dan canggih...GITU AJA KOK REPOT...!!

      Hapus
    3. Kalau Kepala Staf TNI-AD membuka informasi tentang semua yang dimiliki dan semua yang direncanakan oleh TNI AD seperti maunya ano 19:16,,, maka Kepala Staf TNI AD Jenderal Budiman akan langsung dijemput oleh Polisi Militer (POM TNI) dan dikenakan tuduhan "Pengkhianatan" karena membuka rahasia militer yang merupakan rahasia negara ,,,, wah wah wah ,,, ayo doong yang cerdas dikit kenapa???

      Hapus
    4. ngerti gak sih ano 19.16 yg dimaksud dgn battlefield management? baca lg dong artikelnya. TNI AD sdh mulai menerapkan manajemen perang, dimulai dr pelatihan sdmnya yg mulai bertransformasi ke digital system, pendukung logistik perang yg diperkuat, dll. hanya saja memang harus diberitaukan ke khalayak umum tg strategi dan tindakan rahasia TNI AD. klo semuanya dikasih ke umum, begitu mudahnya negara lain akan mempelajari taktik dan strategi TNI AD. ini sama saja dgn menyuruh TNI AD bunuh diri :-b

      Hapus
    5. lalu apakah perlu TNI AD harus mempunyai S-300? lalu ngapain tugas TNI AU untuk mengamankan udara Indonesia, bila semua pertahanan udara dilimpahkan ke TNI AD?
      lagian ini kan pengadaan untuk arhanud TNI AD, bukan TNI AU. yah bagus toh arhanud TNI AD sudah membeli mistral dan startreak untuk pertahanan udaranya, krn mereka mobile dilapangan. kalo TNI AU, baru harus mempunyai rudal pertahanan udara jarak menengah. mereka TNI AU sudah mengajukan tg penggantian rudal pertahanan udara kita sekarang dgn rudal pertahanan udara jarak menengah. tinggal kita tunggu waktu mainnya, kapan TNI AU akan mengumumkan pembelian rudal pertahanan jarak menengah. perlahan saja pengumumannya tapi pasti ada dan dibeli, seperti halnya TNI AL membeli ks kilo

      Hapus
    6. bicara tg kualitas HIMARS yg dibeli Singapura dan ASTROSS II yg dibeli TNI AD. menurut gw, kualitasnya sama tuh. HIMARS bisa menembakkan roket berjenis HE-FRAG dgn jarak tembak hingga 100Km dan MGM-140A ATACMS (Army TACtical Missile System) yg berjarak 150Km. ASTROSS II Mk. 6 yg dibeli Indonesia bisa menembakkan roket SS-80 yg jarak tembaknya hingga 90Km serta mampu menembakkan SS-150 yg jarak tembaknya 150 Km juga, sekaligus bisa juga diupgrade tuk bawa cruise missile AV/MT (AVibras Missil Tactico) / Matador yg jarak tembaknya 300Km.
      tuk Terrex dan Anoa. Terrex bukan sejatinya buatan ST Kinetics Singapura tp buatan Timoney Irlandia. ST Kinetics hanya mengkopi dan merakitnya saja. lapisan modular protection systemnya mampu menahan peluru 7.62mm dan bagian depannya mampu menahan 12.7mm (ingat ini bagian depannya doang, samping dan belakangnya bisa jebol dengan peluru 12.7mm). persenjataannya bisa membawa 40-mm automatic grenade launcher dan coaxial 7.62-mm machine gun secara remote control atau 12.7-mm machine gun secara remote control. serta berpenggerak 8x8 dan mampu membawa orang sebanyak 14 orang.
      sedangkan Anoa benar2 dikembangkan oleh Pindad. Hanya saja bentuknya mencontek VAB 6x6. daya tahannya mampu menahan peluru 7.62mm. persenjataanya juga bisa membawa 12.7-mm machine gun atau 40-mm automatic grenade launcher, tetapi belum remote control seperti halnya Terrex. tp prototipe Anoa sudah ada yg menggunakan remote control (RCWS) ko dan sudah ada yg menggunakan turret CMI Defence CSE-90 dengan Cockerill 90-mm gun, sedangkan Terrex tidak ada prototipe seperti Anoa ini. Anoa sendiri berpenggerak 6x6 dan mampu membawa 13 orang, beda 1 ma Terrex. tapi ingat Anoa pun ada prototipe terbaru yg 8x8 dan lebih handal dari Anoa pertama yg 6x6, yg sudah menggunakan RCWS atau turret CSE-90. jadi perbedaan Anoa dan Terrex tidak terlalu jauh.
      untuk SS-2 Pindad dan SAR-21 ST Kinetics. memang secara bentuk SAR-21 Kinetics sudah berbentuk bullpup, tapi kualitas tembakan SS-2 memenangkannya :d. jadi kenapa harus malu mempergunakan buatan dalam negeri kalo kualitasnya bagus? kalo mo bentuknya bullpup, kita sudah punya SS-3

      Hapus
    7. Ini baru coment nya orang cerdas..ano ano di atas ngawur

      Hapus
    8. ok ini berdasarkan apa yg ane tau, komen ane perasaan membangun deh.....

      1. Astros vs HIMARS
      untuk jarak jangkau roket, 2-2nya seimbang. dengan berbagai tipe roket, astros dan HIMARS bisa menjangkau jarak 100km lebih. juga bisa dilengkapi misil balistik taktis. bedanya yang nggak diketahui ano-ano, HIMARS singapura itu merupakan sitem artileri pintar pertama yang menggunakan guidance berbasis GPS, memungkinkan kesalahan peluncuran bisa ditekan sampai sekecil mungkin. secara kualitas astros kalah?? rasanya ada dasarnya ane bisa ngomong seperti itu.

      2. Anoa 6x6 vs Terrex 8x8
      umm, pertama2, terrex setau ane adalah gado-gado antara ST "engineering", bukan ST kinetics. dan fakta ST engineering mengkopi, itu perlu diklarifikasi. sebentar, yang maksud ane kalah kualitasnya adalah di bagian sistem elektronisnya. praktis anoa hanya mengusung sistem GPS dan radio VHF/FM buat perlengkapan elektronisnya. bandingkan dengan terrex dengan kemampuan elektronisnya yang mampu berkomunikasi satu sama lain, bahkan dengan F-16 singapura. dan coba teliti lebih dalam lagi, anoa dan terrex pernah berlatih bersama di indonesia. dan waktu itu komandan TNI AD (lupa namanya) memang mengakui terrex lebih unggul dari segi kualitas dibanding anoa. ( kenapa harus malu sih dibilang terrex lebih unggul kualitasnya?? kan sebagai bahan pelajaran. juga punya rekanan dari luar itu bukan suatu drawback, perasaan terrex ini juga masuk kandidat next gen APC buat amrik yg sekarang terwujud dengan stryker, bukti kualitas dari terrex )

      3. SS-2 vs SAR-21
      secara performa, memang SS-2 terbukti lebih superior dari SAR-21 kalau dilihat dari lomba tembak yang ada. namun patut diingat, lomba tembak itu terjadi dalam lingkungan yang dikontrol, tidak ada debu dll. nah pindad masih mengembangkan SS-2 berbasis SS-1, ngga ada salahnya memang, tapi kualitas dari finishingnya masih kurang. sebagai contoh, bagian laras masih harus di-ekspor dari luar. dan kualitas finishing dari SS-2 belum parkerized finish, dimana teknologinya udah banyak diluar sana.

      note ane kan bilang kualitas, bukan performa. mungkin secara performa ya sebanding, tapi kualitas bisa punya andil suatu waktu dibutuhkan. sama satu lagi, battlefield management itu kemampuan suatu alutsista untuk berkomunikasi satu sama lain, termasuk komunikasi langsung dan real-time dengan markas besar. nggak bermaksud menyinggung TNI, tapi yah cuma membeberkan fakta yg ane tau, buat bahan pelajaran. memang pada akhirnya man behind the gun yg menentukan, so.... well silakan reply

      Hapus
  2. AD butuh pesawat tempur pak, pertimbangkan untuk membentuk 1 skuadron pesawat tempur untuk ground attack dan close air support, Pake T-50 golden Eagle ato Yak-130 udah cukup pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. tni ad butuh pesawat tempur ntar tni au butuh tank gitu ya.. ya tinggal di balik aja nama kesatuan nya susah2 amat hehehe...

      Hapus
  3. Ini rahasia negara seharusnya tidak perlu di ekspose ke media.

    BalasHapus
  4. Memang alutsista canggih itu perlu untuk efek tangkal dan efek gentar musuh. Tp Alutsista produk dalam negeri harus diberi apresiasi dan tempat di hati rakyat Indonesia. Agar produk dalam negeri lbh maju dan kompetitif kita wajib membeli & mengapresiasinya.
    Ayam Jantan dari Timur

    BalasHapus