Pages

Rabu, Februari 13, 2013

Modernisasi Alutsista Adalah Hal Mutlak Bagi Suatu Negara

JAKARTA-(IDB) : Modernisasi peralatan militer adalah satu hal yang mutlak bagi suatu negara yang mempunyai tanggung jawab kepada rakyatnya, dimana negara harus memiliki kemampuan angkatan perang yang cukup handal.
 
Demikian dikatakan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat menjadi nara sumber dalam Acara Talk Show Kantor Berita Radio Nasional RRI PRO 2 FM dengan tema “Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Keamanan Nasional dan Bela Negara”, Senin (11/2) di Hotel Sultan, Jakarta. 

Lebih lanjut Wamenhan mengatakan, saat ini di tahun 2010 sampai dengan 2014 pemerintah bersama dengan DPR sedang berupaya memodernisasi peralatan militer atau Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI.

“Ini adalah satu hal yang dikerjakan oleh negara, kalau kita berbicara dengan negara berarti pemerintah dan rakyat yang direpresentasikan oleh wakil - wakilnya di DPR”, ujar Wamenhan.

Dengan program modernisasi ini, maka diharapkan TNI akan mempunyai mobilitas tinggi, daya pukul yang dahsyat dan mempunyai jangkauan terhadap 7 Juta Km2 wilayah territorial Indonesia.

Apabila modernisasi Alutsista TNI dapat tercapai sesuai target yang telah ditetapkan, menurut Wamenhan maka sudah dapat dipastikan di tahun 2014 Indonesia akan masuk di dalam kekuatan regional dari kekuatan militer di kawasan Asia Pasifik.

Sementara itu terkait dengan Bela Negara, Wamenhan menegaskan bahwa Bela Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, sesuai dengan amanat dari UUD 1945. “Jadi masalah bela negara adalah hak dan kewajiban, apakah dia militer atau bukan militer itu adalah hak dan kewajiban”, ungkap Wamenhan.

Talk Show yang disiarkan secara live ini diselenggarakan RRI PRO 2 FM bekerjasama dengan Yellow Forum For Young Leader (YFYL). Selain Wamenhan, Talk Show juga menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya dengan moderatori Andi Sinulingga dari YFYL.Talk Show dihadiri kurang lebih 70 orang dari kalangan Mahasiswa, Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan sejumlah wartawan media massa.




Sumber : DMC

1 komentar:

  1. Di jaman kecil saya SR, Kondisi negara kita boleh dibilang mawut, di mana-mana ada pemberontakan, ada HO ( hongerodeem) alias busung lapar, serangan malaria, frambosia alias sakit puru atau patek, situasi anggaran masih sangat minim untuk penyelenggaraan pemerintahan, tapi kalau saya kenang jadi takjub, saya sekolah tidak membayar, alat tulis di kasih, 3(tiga) bulan sekali ada pemeriksaan kesehatan gratis, ada suntikan TCD, BCG, Cacar, pemeriksaan mata, kalau ke klinitan yo nggak mbayar, cuma kalau sekolah nggak ada yg pakai sepatu, tapi perabot sekolah dan bangunannya sampai sekarang masih utuh, kemarin saya sempat ke SR saya di daerah Tuban di desa terpencil, jauh dari mana- mana waktu itu. Kalau ada patroli militer dari Tuban, walah namanya masyarakat berebut ngasih apa saja yg dipunyai diberikan kpd sentera (tentara). Saya masih ingat untuk membuat pasphoto ijazah SR saja harus ke Bojonegoro yg jauhnya 30 Km, mengingat bus Damri hanya sebulan sekali datangnya ya terpaksa nggowes sepeda pancal. Sudah gitu hasil photo seminggu kemudian baru jadi.
    Kemudian saya bandingkan dg kondisi sekarang yg lebih maju, lebih makmur walau belum merata, kebanyakan yg ada Mahmur, alias rumah sama sumur, tapi sekolah mahal, bangunan sekolah baru umur 10 thn sudah hancur, kalau berobat mbayar dan mahal, makanya jangan sakit, alat-alat sekolah, buku alat tulis menulis beli semuanya serba transaksional.
    Sedang di bidang alutsista, negara miskin kaya jaman itu punya material alutsista yg membuat geger negara tetangga, bagus, modern sesuai jamannya, kuat tahan lama, dan yg pasti gahar sekali.
    Rasio saya mengatakan, seharusnya kita yg sudah mapan segala galanya termasuk pejabat-pejabatnya pasti dpt memperoleh Alutsista yg di inginkan untuk mengganti atau menambah alutsista yg lama dg lebih mudah, apalagi sekarang ada kelonggaran pengadaan alutsista dg memakai fasilitas Kredit Eksport, atau sistim sewa beli, atau apalah namanya, yg prinsip, waktu saya kecil orang pinter Indonesia masih sangat terbatas, tapi kok dpt menyejahterakan masyarakat cilik, lha sekarang orang pinter sak ndayak alias banyak banget kok malah terbalik dg kondisi kecil saya dulu.
    Kata guru saya; Orang bodo membuat masalah, tapi orang pinter dpt mengatasi masalah.
    Lha sekarang banyak orang pinter kok malah banyak masalah dan nggak selesai-selesai atau apa kata guru saya dulu itu keliru, ya?

    BalasHapus