Pages

Minggu, Februari 19, 2012

Dipertanyakan, Bantuan Kemhan AS ke Kemhan R

JAKARTA-(IDB) : Komisi I DPR akan memertanyakan bantuan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat kepada Kementerian Pertahanan RI sebesar 14 juta dolar Amerika Serikat. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin dalam pesan singkatnya, Minggu (19/2/2012).

Selama ini, menurut dia, Kemhan tidak pernah memberitahukan adanya bantuan dana dalam jumlah besar itu. "Apakah bantuan itu mengikat atau disertai syarat-syarat lain, Kemhan tidak pernah menyampaikannya ke DPR," ujar Hasanuddin.

Lebih lanjut, menurut Hasanuddin, konon bantuan dana dalam jumlah besar itu diberikan untuk membangun pusat latihan pemantau militer dan pasukan penjaga perdamaian (military observer and peacekeeping force training) di Bogor, Jawa Barat.

"Bantuan itu patut dipertanyakan. Lagipula DPR juga telah menyetujui anggaran untuk pembangunan fasilitas itu. Besarnya lebih dari Rp 100 miliar dari APBN 2011," tambah Hasanuddin.

Hasanuddin mengaku juga khawatir, jika pemerintah menerima dana "tidak jelas" seperti itu sementara alokasi resmi sebenarnya sudah ada, hal itu berpotensi memicu penyimpangan, dikorupsi atau dijadikan "bancakan". Meski begitu, dia juga menambahkan, fasilitas latihan seperti itu memang dibutuhkan untuk melatih para prajurit TNI yang akan ditugaskan melaksanakan misi perdamaian dunia.

Seperti diberitakan Kompas, terakhir kali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta di Nusa Dua, Bali, pada Oktober lalu. Dalam pertemuan itu Yudhoyono dan mantan Direktur CIA itu juga membahas rencana hibah pesawat tempur F16 dari Negeri Paman Sam itu.

Amerika Serikat Bantu Bangun Barak Prajurit Di PMPP TNI Sentul

Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Kementerian Luar Negeri AS memberikan bantuan berupa fasilitas barak untuk prajurit kepada Mabes TNI yang dibangun di Indonesian Peace and Security Center (Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian) Sentul, Bogor. Dukungan fasilitas tersebut diberikan secara simbolis melalui peletakan batu pertama pembangunan gedung fasilitas barak prajurit yang dilakukan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Bidang Politik Militer, Andrew J. Shapiro Senin (13/2), di kompleks PMPP Sentul Bogor.

Dalam pembangunan konstruksi barak berkapasitas 300 orang ini AS menggelontorkan biaya sekitar US 3,3 Juta Dollar, dari seluruh kontribusi fasilitas operasional lainnya yang ada di IPSC Sentul dengan nilai total sebesar US 14 Juta Dolar.

Bantuan AS dalam proyek ini dilakukan melalui Global Peace Operation Initiative dan merupakan salah satu bagian dari dukungan untuk membantu Indonesia dalam mencapai tujuan yaitu meningkatkan kontribusi Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaiaan di seluruh dunia.

Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Bidang Politik Militer, Andrew J. Shapiro mengatakan, fasilitas-fasilitas ini tidak hanya dapat untuk mendukung Personil Peace Keeper dari Indonesia, namun diharapkan pada masa yang akan datang dapat memberikan kontribusi kepada Personil Peace Keeper internasional.

Ditambahkan Andrew J. Shapiro, pembangunan fasilitas ini salah satu bagian dari kemitraan komprehensif AS-Indonesia yang sudah berlangsung selama ini. Selain itu kedua negara tetap meningkatkan kemitraan ini dengan mencari peluang-peluang kerjasama di bidang pertahanan diluar, terlebih lagi didalam mencari solusi permasalahan global.

“ Indonesia merupakan rekanan yang kuat untuk Amerika Serikat, hal ini terlihat keinginan dari Presiden Amerika Serikat dan beberapa pejabat Amerika lainnya untuk berkunjung ke Indonesia dan beberapa upaya kerjasama pertahanan seperti pembangunan fasilitas barak prajurit sekarang ini,” Jelas Andrew.

Ikut serta pada kesempatan acara peletakan batu pembangunan gedung barak prajurit untuk fasilitas Peace Keeping Center, Duta Besar untuk Indonesia, Scott Marciel, Dirjen Kuathan Kemhan, Laksda TNI Bambang Suwarto, Komandan PMPP TNI, Brigjen TNI Imam Edy Mulyana, M.Sc, Kepala Pusat Konstruksi Badan Ranahan (Kapuskon Baranahan) Marsma TNI Ir. Agus Purnomo W dan Kapuskom Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin.

Sumber : Kompas

Perbandingan Kekuatan Armada Laut Inggris dan Iran

TEHRAN-(IDB) : Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague kembali menyinggung "semua opsi" termasuk serangan militer terhadap Iran atas program nuklir sipilnya di tengah spekulasi yang mencuat bahwa kapal perang Inggris tidak mampu bertahan menghadapi peluncur rudal Iran di Teluk Persia.
 
"Ini bukan cara kami berurusan [dengan program nuklir Iran] ... untuk memprioritaskan aksi militer. Meskipun demikian saya kembali menekankan, kami tidak membatalkan [opsi] apapun dari meja, " kata Hague.
 
Hague juga mengklaim Iran "jelas melanjutkan program nuklir militer mereka" dan menambahkan "Jika mereka mencpai senjata nuklir," akan mengakibatkan ancaman "perang dingin baru di Timur Tengah."
 
Pernyataan Hague itu merupakan lanjutan dari berbagai statemen serupa para pejabat Inggris, termasuk Perdana Menteri David Cameron, yang mengancam Iran dengan serangan militer dari selatan Teluk Persia dan Laut Oman.
 
Namun, fakta di lapangan justru berbicara lain dan menunjukkan bahwa Inggris akan menderita konsekuensi yang sangat buruk jika bergabung dengan sekutunya Amerika Serikat dan Israel dalam menyerang Republik Islam Iran.
 
Inggris telah berusaha mengesankan bahwa kekuatan pasukan Iran tidak akan mampu menghadapi pasukan Inggris dan bahwa Iran tidak akan mampu membalas serangan Inggris.
 
Inggris saat ini telah menempatkan sejumlah kapal tempurnya di Teluk Persia termasuk HMS Sheffield dan HMS Coventry –kapal perusak kuno Type-42—yang pernah dikirim ke Argentina dan ditenggelamkan oleh pasukan Angkatan Laut Argentina dengan menggunakan rudal Exocet subsonik pada Perang Falklands 1982.
 
Inggris juga mengirim kapal frigat Type-23, yang menggunakan sistem radar dan perlengkapan logistik era 1989. Kapal tersebut sangat rentan menghadapi rudal balistik supersonik anti-kapal milik Iran.
 
Angkatan Laut Iran telah memamerkan rudal balistik pintar supersonik "Khalije Fars" akhir 2011 lalu.
 
Rudal berbahan bakar padat itu mampu menghancurkan sasaran pada jarak 300 km dan dilengkapi sistem pencarian target yang akan mengunci target pada tahap akhir sebelum mencapai target. Sistem itu membuat kapal musuh tidak punya kesempatan untuk melarikan diri.
 
Spesifikasi rudal Khalij Fars, dan rudal Iran lainnya, jauh lebih unggul dibandingkan rudal Exocets yang menenggelamkan kapal perang Inggris 40 tahun lalu.
 
Beberapa waktu lalu, Iran juga menguji berbagai jenis rudal jarak menengah, dan jauh, termasuk rudal anti-radar Mehrab tipe dari darat ke udara, rudal Nour tipe permukaan-ke-permukaan, dan rudal Qader tipe pantai-ke-laut, dengan kisaran daya tempuh hingga 200 kilometer.
 
Kemampuan rudal Iran semakin memperbesar kemungkinan skenario tragis bagi Angkatan Laut Inggris seperti yang mereka alami pada manuver perang AS di Teluk Persia tahun 2002.
 
Pada tahun 2002, AS menggelar manuver Operation Millennium Challenge di Teluk Persia setelah dua tahun perencanaan dan menghabiskan dana 250 juta dolar.
 
Setelah manuver itu berakhir, Letnan Jenderal Paul Van riper, yang memimpin pasukan musuh atau Red Force dalam manuver tersebut membocorkan fakta kepada Army Times bahwa hasil dari manuver itu adalah banyaknya armada angkatan laut AS yang tenggelam di Teluk Persia dan merupakan bencana terburuk bagi Angkatan Laut Amerika Serikat pasca Pearl Harbor.
 
Van Riper mengatakan jika manuver itu adalah perang nyata, maka 16 kapal perang AS termasuk sebuah kapal induk dan dua kapal induk helikopter tenggelam ke dasar laut Teluk Persia, sementara sisanya berantakan meninggalkan ribuan tentara Amerika tewas, sekarat atau cedera. 

Sumber : Irib

Israel Beli 30 Pesawat Latih Militer Italia

Pesawat jet latih militer M-346 buatan Alenia Aermacchi, Italia
TEL AVIV-(IDB) : Israel menyepakati pembelian 30 pesawat jet latih militer buatan Italia senilai total 1 miliar dollar AS (sekitar Rp 9 triliun), Kamis (16/2/2012).

Kesepakatan ini tercapai setelah Italia berjanji akan membalas membeli perlengkapan pertahanan dari Israel dengan nilai yang sama.

Keputusan tahap awal dan masih membutuhkan persetujuan pemerintah dan parlemen Israel mengakhiri persaingan panjang antara Italia dan Korea Selatan (Korsel) dalam memperebutkan kontrak dari Israel ini. Sebelumnya, Korsel menawarkan pesawat latih T-50.

Alasan Israel memilih pesawat jet M-346 buatan pabrikan Alenia Aermacchi dari Italia karena pesawat itu memenuhi "kebutuhan langsung" AU Israel. Selain itu, harganya cocok dan diikuti perjanjian Italia akan membeli perlengkapan pertahanan buatan Israel.

Korsel kecewa

Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel Udi Shani mengatakan, perjanjian saling membeli ini memungkinkan Israel membeli pesawat Italia dalam jumlah banyak di tengah kondisi pengetatan anggaran.

Israel akan menggunakan M-346 untuk menggantikan armada pesawat A-4 Skyhawk, yang sudah 40 tahun diandalkan sebagai pesawat latih. Pesawat pertama akan dikirim pada 2014.

Pihak Korsel sendiri mengaku kecewa dengan proses pembelian yang dianggap tidak transparan. Padahal, Korsel juga telah menawarkan pembelian balik sistem antiroket Iron Dome buatan Israel senilai 1,6 miliar dollar AS.

Sumber : Kompas

Inggris Perancis Perkuat Kerja Sama Industri Militer

PARIS-(IDB) : Inggris dan Perancis sepakat meningkatkan kerja sama di bidang industri militer untuk mempertahankan kekuatan sekaligus menghemat anggaran masing-masing. Beberapa sektor industri pertahanan yang akan mereka garap bersama, antara lain, pengembangan pesawat tak berawak, kapal induk, dan nuklir.

Kesepakatan tersebut tercapai dalam pembicaraan antara Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri Inggris David Cameron di Paris, Perancis, Jumat (17/2/2012). Dalam pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan pertahanan dari kedua negara menandatangani kontrak senilai 500 juta poundsterling (Rp 7,1 triliun) untuk membangun reaktor nuklir di Inggris dengan menggunakan teknologi Perancis.

Perusahaan penerbangan Dassault dari Perancis dan BAE Systems dari Inggris juga diminta untuk bekerja sama dalam proyek pesawat tak berawak atau drone MALE (medium altitude long-endurance) dan satu proyek pesawat tempur tak berawak (UCAV). MALE diproyeksikan akan beroperasi pada 2020, sementara program pesawat tempur tak berawak diharapkan rampung pada 2030.

Menteri Pertahanan Perancis Gerard Longuet mengatakan, kedua negara sudah menunda kerja sama dalam pembuatan kapal selam, tetapi tetap melanjutkan proyek bersama membangun kapal induk yang juga akan dioperasikan kedua negara pada 2020. 

Sumber : Kompas