Pages

Rabu, Februari 08, 2012

MoU Sudah Di Tandatangani, Rantis Dalam Negeri Siap Diprosuksi Massal

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. bersama delapan mitra pendukung menandatangani Nota Kesepakatan Pembuatan Prototipe ke-2 Kendaraan Taktis (Rantis) 4 x 4 TNI guna memenuhi standarisasi Kendaraan Taktis 4 x 4 TNI (AD, AL dan AU) dengan bentuk working group TNI, di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (8/2/2012).
 
Delapan mitra yang mendukung dalam pembuatan Prototipe ke-2 Rantis 4 x 4 ini adalah PT. Pindad (Persero) sebagai leading sector industri, termasuk pelaksana integrator desain, pengerjaan break system, steering system, serta senjata;  PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai penyedia material baja bahan baku Rantis 4 x 4; PT. Autocar Industri Komponen sebagai pelaksana penyedia power train / drive line, power pack (engine dan transmisi), electrical AC dan engine, wich, driver set/tool kit.

Pengerjaan pengecatan body assembling; PT. Yudistira Komponen sebagai pelaksana pengerjaan chassis dan komponen body; PT. Petrodriil Manufaktur Indonesia sebagai pelaksana pengerjaan suspension assy, hub reduction, transfer case dan propeller shaft; CV Indopulley Perkasa sebagai penyedia mounting engine dan transimisi, rubber part, seal, velg dan ban run flat; PT. Gajah Tunggal Tbk. sebagai penyedia ban dan; PT. Pilarmas Kursindo Persada, sebagai penyedia jok/kursi kompartemen, glass dan griil, body dashboard dan aksesories/interior.

Tahun 2012 merupakan bagian dari Rencana Strategis II (2010-2014) yang memprioritaskan pada postur Minimum Essential Force secara bertahap dan berlanjut.  Dalam rangka mewujudkan kekuatan pokok minimum TNI dan sesuai dengan arahan Presiden RI,  Mabes TNI telah melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka memenuhi kemandirian alutsista dengan bekerjasama dan memberdayakan industri pertahanan nasional guna mengurangi ketergantungan kebutuhan alutsista pada negara lain.

Pada TA. 2009, TNI telah membentuk tim working group yang bekerjasama dengan industri pertahanan nasional untuk membuat Prototipe Rantis 4×4 dengan mengadopsi filosofi humvee Amerika Serikat yang terbukti cukup tangguh dan stabil. Pembuatan Prototipe ke-2 Rantis ini merupakan tindaklanjut dari Rantis Prototipe ke-1 yang telah dipamerkan di PTDI Bandung bersamaan dengan peresmian pesawat CN-235 oleh Presiden RI. Selanjutnya tim working group bersama 8 mitra TNI siap untuk memenuhi tantangan Presiden untuk memproduksi Rantis tersebut.

Saat ini Rantis yang digunakan TNI terdiri dari berbagai tipe dan jenis yang dibuat dari berbagai negara.  Dihadapkan dengan medan yang ada dan kondisi yang semakin tua menyebabkan manuver taktisTNI dalam melaksanakan tugas pokoknya kurang maksimal, sehingga diperlukan Rantis pengganti yang dibuat oleh industri dalam negeri disesuaikan dengan kebutuhan operasional serta didukung spesifikasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.


Panglima TNI berharap kepada tim working group dan 8 mitra industri dapat menghasilkan karya nyata terbaik bangsa berupa Rantis 4×4 yang menggunakan komponen dalam negeri dan mengurangi penggunaan komponen luar negeri, guna memenuhi kebutuhan alutsista dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI,  khususnya bagi satuan – satuan manuver TNI di lapangan.

Adapun Rantis yang akan dibuat adalah tipe komando dan tipe angkutan personel dengan  spesifikasi berat kendaraan 2.500 kg, berat muatan 250 – 1.500 kg, panjang 480 – 540 cm, lebar 200 cm, tinggi 183 cm, jarak bebas dasar 39 cm, lintas kedalaman air 78 cm, Vmaks di jalan raya 120 km/jam, mesin diesel 4200 cc – 6000 cc Turbo Charger Intercooler, sistem kemudi power steering, sistem rem hydraulik dengan cakram depan dan belakang + Anti Blocking System (ABS),Transmisi Automatic, suspensi independen Suspension Modul Portal, daya jelajah 500 km, sistem komunikasi VHF, HF dan Intercom Set.

Turut hadir dalam acara penandatanganan Nota Kesepakatan antara lain, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi, para Asisten Panglima TNI dan Asisten Kepala Staf Angkatan, Kapuspen TNI Laksda TNI Iskandar Sitompul, S.E. serta para pejabat TNI dan mitra industri pertahanan nasional.

Sumber : Poskota

Parlemen Belanda Secara Resmi Tolak Jual Leoprad Ke Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Parlemen Belanda telah bersikap dan memutuskan secara resmi melarang menjual tank Leopard pada Pemerintah RI. Bahkan, Parlemen Belanda mengancam memberikan sanksi pada pemerintahannya, jika tetap nekat menjual Tank Leopard ke tentara RI.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin, atas hasil pertemuan anggota Parlemen Belanda dengan anggota Komisi I DPR pada pekan kemarin.

"Jadi, pada Minggu kemarin (5/2), salah satu anggota parlemen Belanda dari Partai Groenlink bernama Mariko Peters, datang dan melakukan pertemuan dengan Komisi I DPR," tegas Tubagus Hasanuddin di Gedung DPR, Selasa (7/2).

Menurut Hasanuddin, anggota Parlemen Belanda tersebut diterima oleh anggota Komisi I Helmy Fauzi. Intinya, dalam pertemuan tersebut, anggota Parlemen Belanda tersebut menyampaikan informasi bahwa Parlemen Belanda memutuskan, melarang penjualan Tank Leopard.

"Bahkan mereka mengancam pemerintahannya sendiri, jika sampai nekat menjual Tank Leopard itu ke Indonesia," tambahnya.

Menurut Hasanuddin, berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh anggota parlemen Belanda tersebut, salah satu alasan Parlemen Belanda tidak menyetujui penjualan tank Leopard ke RI adalah terkait pelanggaran HAM.

"Kalau itu alasannya, jelas kita juga membantahnya,soal praktek pelanggaran HAM itu. Karena Belanda juga telah melanggar HAM berat dengan menjajah rakyat dan bangsa Indonesia selama 3,5 abad. Itu riil dan fakta,"ujarnya.

Jadi,kata Hasanuddin, dengan penjelasan yang telah disampaikan oleh anggota Parlemen Belanda tersebut, tertutup sudah pintu pembelian Tank Leopard sebagaimana direncanakan Kemenhan selama ini.

"Cukup berat Belanda menjual Leopardnya ke RI. Jadi pemerintah sudah tidak perlu lagi banyak berharap dapat memiliki Tank Leopard dari Belanda. Karena Parlemen Belanda sudah mengeluarkan larangan penjualan Leopard ke RI. Makanya, saya juga setuju dengan sikap KASAD. 'Lu jual,gua beli. Lu tidak jual, gua tidak maksa'. Itu sudah pas sikap seperti itu, saya setuju," tegasnya.

Sumber : Jurnamen

DPR Optimistis Dengan Arsenal Tempur Baru Nanggala 402 Sanggup Kawal NKRI

SURABAYA-(IDB) : Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq optimistis kapal selam TNI AL KRI Nanggala-402 yang baru  selesai diperbaiki di Korea Selatan selama 2 tahun, akan kembali mampu memperkuat tugas menjaga wilayah kedaulatan NKRI.

Menurut Mahfudz Siddiq, peningkatan kemampuan kapal selam KRI Nanggala-402 itu di antaranya engine, combat management system, dan perbaikan fisiknya. "Setelah KRI Nanggala-402 ini selesai diperbaiki, kini KRI Nanggala-402 mampu melakukan penembakan dalam satu waktu langsung ke empat  penjuru," tegasnya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/2).

Kata Mahfudz, KRI Nanggala-402 kini juga mengalami peningkatan dalam hal kemampuan sistem radar dan sonar, untuk melakukan pendeteksian objek lawan. "KRI Nanggala-402 juga kini mengalami peningkatan dalam kemampuan penembakan sasaran. sekarang ini melakukan penembakan pada 4 sasaran berbeda dalam satu sistem kontrol," tegasnya.

Seperti diketahui, setelah menjalani perawatan total di galangan kapal Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan, dan berlayar selama 17 hari, kapal selam TNI AL KRI Nanggala-402 tiba di Dermaga Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Ujung, Surabaya, Jawa Timur, Senin 

Sumber : Jurnamen

DPR : Anggaran Militer Harus Terus Ditingkatkan

SEMARANG-(IDB) : Keinginan untuk memiliki perangkat alutsista modern tampaknya masih jauh panggang dari api. Anggota Komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa anggaran Bidang Pertahanan Negara pada APBN 2012 sebesar Rp 72,5 triliun tidak akan mampu membiayai modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). ''Padahal, tujuan dari modernisasi alutsista itu untuk mencapai kekuatan pokok minimum Tentara Nasional Indonesia (TNI),'' kata wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah 1 itu.

Menurut konsep Kementerian Pertahanan, kata Tjahjo, pembangunan postur pertahanan diselenggarakan dalam jangka panjang 20 tahun yang terbagi menjadi empat tahap di antaranya alokasi anggaran pertahanan sebesar 1,8-2,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sedangakan berdasarkan data BPS 2011, PDB sebesar Rp 7.427 triliun. "Artinya, anggaran pertahanan yang ideal adalah sebesar Rp 135 triliun sampai Rp 155 triliun. Jadi, anggaran yang tersedia masih sangat jauh untuk mencukupi modernisasi alutsista," katanya menegaskan.

Menyinggung soal kebijakan dan strategi pertahanan negara selama ini, dia menilai belum terintegrasi dengan baik.

"Hal itu terjadi karena pemerintah belum mendukung strategi pertahanan yang disusun oleh Kementerian Pertahanan secara optimal melalui kebijakan, khususnya yang terkait dengan anggaran," katanya.

Sumber : Republika

DPR Dorong TNI Beli Pesawat Tanpa Awak Produksi Dalam Negeri

Smart Eagle II
JAKARTA-(IDB) : Wakil Ketua Komisi I DPR RI Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, DPR akan mendorong TNI untuk membeli pesawat tanpa awak produksi dalam negeri, atau tidak membeli dari Israel, lewat negara Filipina, sebagaimana mengemuka belakangan ini.

"Kami dengar di dalam negeri, seperti PT Dirgantara Indonesia sudah bisa membuat pesawat tanpa awak sendiri. Jadi kita akan mendorong agar untuk pemenuhan pesawat tanpa awak TNI dapat memesan dari industri strategis dalam negeri sendiri," ujar  Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/2).

Pesawat intai yang diinginkan TNI AU ini, merupakan semacam pesawat pengindera yang bisa membawa sebuah kamera untuk memotret. Pesawat ini dikendalikan semacam remote untuk diterbangkan ke wilayah tertentu yang sulit dijangkau.

"Informasinya di dalam negeri saat ini bukan saja di PT DI telah bisa mengembangkan pesawat tersebut. Termasuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bahkan Institut Teknologi Bandung sudah mampu membuat pesawat intai itu baik untuk tujuan sipil maupun militer," ujar politisi Golkar ini.

BPPT bahkan sudah memiliki sejumlah jenis pesawat tanpa awak seperti Alap-Alap dan Wulung. Masing-masing berbobot 20 kilogram dan 120 kilogram. Wulung bahkan bisa mengintai selama empat hingga enam jam dengan rentang kendali hingga 200 kilometer. Sementara  pesawat intai Slipi seberat sembilan kilogram yang lihai digunakan di laut dan bisa dikendalikan sejauh 30 kilometer.

Agus mengatakan, dari segi kebutuhannya, TNI saat ini memang membutuhkan pesawat jenis ini. "Pesawat tersebut dibutuhkan untuk memantau perbatasan, melaksanakan patroli keamanan di Selat Malaka, dan pendeteksian dini dari gangguan keamanan pihak luar," tegasnya.

Sumber : Jurnamen

Inggris Baru Putuskan Jumlah Pesanan F-35 pada 2015

LONDON-(IDB) : Inggris baru akan memutuskan pada 2015 soal berapa jumlah pasti pesawat tempur F-35 buatan Amerika Serikat yang akan mereka beli. Keputusan Inggris ini makin menambah ketidakpastian program Joint Strike Fighter (JSF), yang berambisi membuat pesawat tempur masa depan yang akan menggantikan peran semua pesawat tempur negara-negara Barat saat ini.

"Kami tak akan membuat keputusan final tentang jumlah keseluruhan pesawat F-35 yang akan kami pesan sebelum Revisi Strategi Pertahanan yang akan datang (pada 2015)," ungkap juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris, Selasa (7/2/2012).

Pada 2001, Inggris berkomitmen membeli 138 pesawat berkemampuan stealth tersebut. Namun, berbagai kondisi yang terjadi, baik di Inggris maupun dalam program JSF itu sendiri membuat Pemerintah Inggris pada 2010 menyatakan akan memotong jumlah pesanan F-35 tanpa merinci jumlahnya.

Inggris berniat membeli varian F-35C yang dioperasikan dari kapal induk untuk melengkapi armada kapal induknya kelak. Sejak Inggris memutuskan hanya akan mengoperasikan satu kapal induk pada masa depan, spekulasi pengurangan jumlah pesanan F-35 mulai muncul karena satu kapal induk Inggris maksimum hanya bisa mengangkut 36 pesawat ini, dan bahkan dalam operasi rutin hanya akan membawa tak lebih dari 12 pesawat.

Pengurangan jumlah pesanan F-35 dari komitmen semula berisiko menaikkan lagi ongkos produksi dan harga satuan pesawat tersebut. Padahal, program JSF sudah mencetak rekor sebagai program pengembangan persenjataan termahal dalam sejarah Departemen Pertahanan AS.

Berbagai masalah teknis yang baru terungkap setelah pesawat itu menjalani uji terbang, ditambah kondisi perekonomian AS yang memaksa negara adidaya itu memangkas anggaran pertahanannya, juga dikhawatirkan akan membuat AS memotong jumlah pesanannya. Rancangan fiskal AS tahun 2013, yang akan diumumkan pekan depan, diduga akan memasukkan penundaan pemesanan 179 pesawat F-35 sampai setelah tahun 2017.

Beberapa mitra internasional dalam program JSF juga sudah mulai meninjau kembali komitmen pesanan mereka. Menurut FlightGlobal, Australia sudah mengatakan akan memikirkan kembali rencananya membeli 12 unit F-35, sementara Turki telah memutuskan menunda pembelian dua pesawat itu, dan diduga kuat Italia juga akan mengikuti jejak Turki.

Sejauh ini Inggris baru benar-benar memesan tiga pesawat F-35 untuk uji coba dan satu pesawat lagi untuk keperluan evaluasi, dengan nilai kontrak total 632 juta dollar AS (Rp 5,65 triliun). Pernah beredar kabar di Inggris bahwa negara itu hanya akan memesan 50 pesawat. Namun, pihak Kementerian Pertahanan Inggris membantahnya.

Sumber : Kompas

Panglima : Pengadaan Pesawat Intai Tanpa Awak Belum Final

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan rencana pengadaan pesawat intai tanpa awak belum final.

"Semua masih berproses di Kementerian Pertahanan, jadi belum final," katanya menjawab ANTARA usai memimpin upacara alih komando pengendalian Pasukan Pemukul Reaksi Cepat di Markas Divisi-1/Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa.

Ia menegaskan, TNI sebagai pengguna tidak mempersalahkan dari negara mana alat utama sistem senjata yang akan digunakan itu diadakan.

"Bagi TNI jika persenjataan yang beli sesuai spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi yang dibutuhkan maka semua `clear`... tidak masalah," ujar Panglima TNI.

Agus menambahkan, "...dan semua pengadaan alat utama sistem senjata itu dilakukan sesuai kerangka kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan,".

Rencananya TNI akan membangun satu skuadron pesawat intai tanpa awak.

Pada 2006, TNI menggelar tender pembelian empat pesawat pengintai tanpa awak (UAV) untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp.

Berdasar laman kantor berita internasional United Press International (UPI), untuk pembelian UAV yang satunya senilai enam juta dolar AS tersebut, Indonesia menggandeng Bank Leumi dari Inggris dan Bank Union dari Filipina sebagai penyandang dana untuk kredit ekspor.

Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda.

UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara.

Indonesia kali pertama memakai produk militer Israel dengan meminjam UAV Searcher Mk II milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing yang ditawan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Mapenduma, Papua, pada 1996.

Namun Singapura bukan satu-satunya negara yang memakai senjata buatan Israel. Malaysia telah mengoperasikan 15 unit, sedangkan Singapura 35 unit.

Dalam pengujian tim Kementerian Pertahanan, UAV Searcher Mk II mengalahkan pesaingnya dari Irkut Rusia dan UAV Hermes buatan Elbit Israel yang diageni ELS Ventures, Belanda.

Sekjen Kementerian Pertahanan Eris Heriyanto menegaskan dalam setiap pengadaan alat utama sistem senjata dari mancanegara pihaknya mengutamakan teknologi yang ditawarkan disesuaikan dengan spesifikasi teknik dan kebutuhan operasi TNI

"Jadi, yang kita lihat teknologinya, bukan dari negara mana produk alat utama sistem senjata itu diadakan," katanya.

Sumber : Antara

PPRC TNI Fokus Pengamanan Di Perbatasan

JAKARTA-(IDB) : Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI akan memfokuskan tugas pada pengamanan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar. "Segera disusun mekanisme pengamanannya," kata Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, di Jawa Barat, Selasa.

Dia memimpin upacara alih komando pengendalian PPRC dari Divisi-2/Kostrad di Malang (Jawa Timur) kepada Divisi-1/Kostrad di Cilodong (Depok, Jawa Barat).

Suhartono mengatakan, perkembangan lingkungan srategis di masa datang sangat kompleks dan beragam. Sehingga diperlukan perubahan paradigma penugasan dan strategi yang lebih komprehensif dan antisipatif.

Pada tingkat regional, beberapa potensi ancaman gangguan keamanan yang berdampak pada kepentingan nasional adalah masalah perbatasan nasional dengan sejumlah negara, separatisme, kejahatan lintas nasional dan lainnya.

Menurut dia, sangat tepat jika kami fokuskan perhatian pada wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.

"Penanganan terhadap wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar itu, sangat beragam sesuai dengan situasi dan kondisi. Misalnya, pulau-pulau terluar ada yang berpenghuni dan tidak, maka penanganannya pun berbeda," katanya.

Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni, Malaysia, Papua Nugini, dan negara Timor Timur. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten- kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda.

Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, negara Timor Timur dan Papua Nugini.

Terdapat 92 pulau terdepan sebagai batas laut perairan nasional, 12 pulau diantaranya memerlukan perhatian khusus baik dari sisi keamanan, pembangunan maupun pemberdayaan masyarakatnya. Mereka adalah Pulau Rondo, P Nipah, P Marore, P Miangas, P Batek, P Fani, P Fanildo, P Berhala, P Sekatung, P Dana I dan II, dan P Bras.

Komando pengendalian PPRC selama dua tahun sekali beralih dari wilayah barat (Divisi-1 Kostrad) ke wilayah timur (Divisi-2/Kostrad), dan sebaliknya secara rutin, guna memberikan pengalaman tugas PPRC secara luas dan komprehensif.

"PPRC bertugas melaksananan tindakan reaksi cepat terhadap berbagai ancaman yang terjadi, yakni menangkal, menyanggah awal dan menghancurkan musuh yang mengganggu kedaulatan Republik Indonesia," katanya.

Panglima TNI mengatakan dalam mengemban tugas itu, PPRC TNI harus mampu meningkatkan kecepatannya dalam melaksanakan manuver, tepat dalam menuju sasaran dan wilayah tertentu dan singkat dalam proses dan waktu yang dibutuhkan.

"Pelaksanaan tugas PPRC hanya satu pekan, kemudian bisa ditindaklanjuti dengan operasi oleh satuan lain. Jika PPRC bisa menuntaskan operasi dalam satu pekan itu, ya berarti kita tidak perlu ada operasi lanjutan," katanya, menambahkan. 

Sumber : Antara