Pages

Kamis, Februari 02, 2012

Modernisasi Alutsista TNI-AD Bertahap

YOGYAKARTA-(IDB) : Masyarakat sudah mahfum bahwa persenjataan TNI-AD banyak yang sudah lama. "Pembaruan persenjataan itu untuk menggantikan yang telah tua," kata Letnan Jenderal TNI Azmyn Y Nasution, di Yogyakarta, Kamis.

Dia menjadi salah satu pembicara dalam seminar "Membangun Karakter bangsa Melalui Pendidikan Wawasan Kebangsaan" di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, sebagian besar persenjataan TNI-AD telah berusia tua, sehingga perlu diganti. Pergantian akan dilakukan secara bertahap.

"Pemerintah telah menyediakan anggaran yang cukup memadai. Anggaran itu bukan untuk menambah tetapi mengganti persenjataan yang telah tua," katanya.

Ia mengatakan, alutsista yang akan diperbarui antara lain senjata, panser, dan tank. Jika pengadaan Tank Leopard nanti disetujui, maka TNI-AD akan menggunakan tank jenis itu.

"Pengadaan Leopard akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan satu batalyon, yakni Batalion Kavaleri 8 Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur," katanya.

Sumber : Antara

SBY: Jangan Lagi Ada Mark Up Untuk Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Presiden SBY siang ini menggelar sidang kabinet terbatas bidang polhukam. Sebelum memulai sidang, SBY menyoroti rencana pembelian Alutsista oleh TNI. SBY meminta agar tidak ada mark up dalam pembelian itu.

"Saya sudah lama menengarai dulu, sekarang tidak kita jalankan lagi kultur untuk mark up, kongkalikong perusahaan tertentu yang merugikan negara. Jangan lagi seperti itu," ujar SBY saat membuka jalannya sidang kabinet terbatas di kantor presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (2/2/2012).

SBY minta agar bisnis alutsista dijalankan dengan baik. Jangan sampai ada lobi-lobi atau kongkalikong untuk meninggikan harga Alutsista sehingga merugikan negara.

"Saya tahu, barangkali ada yang tidak nyaman saya sampaikan seperti ini, karena berkurang penghasilannya. Tapi harus kita selamatkan anggaran negara," terang SBY.

SBY juga berpesan untuk mengutamakan produksi dalam negeri dalam hal Alutsista bila memang sudah bisa dipenuhi. Bila terpaksa harus membeli dari luar negeri, SBY berharap tidak lagi terjadi kongkalikong soal harga Alutsista.

"Policy dasar kita, gunakan produk dalam negeri manakala tersedia, kalau tidak, dari luar dengan format yang benar. Hentikan praktik tidak benar," pintanya.

TNI saat ini berencana mengganti Alutsista-nya yang sudah usang. Salah satu Alutsista yang saat ini akan dibeli TNI adalah tank Leopard buatan Belanda. Namun rencana ini banyak mendapatkan sorotan, terutama dari Komisi I DPR.

Sumber : Detik

CSIS Nilai Wajar Pembelian Alutsista Pakai Utang Luar Negeri

JAKARTA-(IDB) : Pengamat pertahanan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Alexandera Retno Wulan, menilai tingginya utang luar negeri dalam pengadaan alat utama Sistim Persenjataan sebagai hal yang wajar. Menurutnya hal ini harus dilakukan karena ketidakmampuan industri pertahanan nasional dalam memproduksi alutsista modern. "Alutsista modern produksi dalam negeri memang belum ada,"kata Alexandera di Jakarta, Rabu (1/2).

Menurutnya, utang luar negeri ini digunakan untuk membeli Alutsista karena pengadaan alutsista yang dilakukan pemerintah dilakukan dengan mekanisme multi years. "Bukan minjem dari negara lain (yang bukan penjual alutsista) untuk membeli alutsista di negara penjual secara tunai. Utang itu untuk membeli ke negara penjual senjatanya,"jelasnya.

Idealnya, kata Alexandera, Indonesia mampu menciptakan kemandirian alutsista dalam negeri. Namun untuk sampai pada tahapan ini, membutuhkan proses yang panjang sehingga perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengisi kekosongan hingga kemandirian tersebut tercapai. "Prosesnya tidak 1 atau 10 tahun saja. Industri militer memang komplek, mulai dari suku cadang, komponen, integrator atau perakitan,"imbuhnya.

Sumber : Jurnas

Paparan KSAD Di Depan Komisi I Tentang Rencana Pembelian MBT

JAKARTA-(IDB) : Kehadiran Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo dalam Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dengan Komisi I DPR, Selasa (24/1/2012), sudah dinanti-nanti. Wakil rakyat pun menyiapkan puluhan pertanyaan yang sebagian besar mengarah pada ketidaksetujuan mereka atas rencana TNI AD membeli main battle tank.

Yang terjadi, Pramono selama 20 menit, dengan kemampuan retorikanya, membuat sebagian anggota Komisi I DPR terdiam. Ia memaparkan kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AD. Mereka yang hadir seperti menahan napas dan sesekali bertepuk tangan.

Pramono memulai kisahnya dari alokasi anggaran untuk modernisasi peralatan TNI AD senilai Rp 14 triliun. Ia lalu mengadakan studi, meninjau kondisi geopolitik dan perimbangan kekuatan di kawasan, serta komparasi kekuatan angkatan darat sejumlah negara dilihat dari jumlah prajurit dan alutsista yang dipakai. Indonesia tertinggal jauh.

Disimpulkan, alokasi anggaran akan dibelikan main battle tank (MBT), rudal anti pesawat, dan peluncur roket multiperan. Rudal anti pesawat milik TNI AD saat ini dibuat tahun 1960 dan tidak mampu lagi mengejar pesawat yang saat ini kecepatannya sudah supersonik. ”Meriam dari ditangani letnan dua yang baru lulus sampai letnan itu pensiun, meriamnya masih harus bekerja,” ceritanya.

Pramono bercerita bagaimana ia meminta masukan dari atase pertahanan sampai pengguna. ”Biasanya yang diminta tak dibelikan, yang dibelikan tak dibutuhkan. Saya ingin mengubah ini,” katanya.

Untuk survei pembelian MBT Leopard, tim TNI AD yang dipimpin Wakil KSAD Letnan Jenderal Budiman dikirim ke Eropa. Belanda menawarkan 100 tank Leopard karena akan menghapus satu divisi tank demi penghematan. Harga yang diperoleh TNI AD lebih murah dibandingkan dengan informasi dari rekanan di Indonesia. ”Salahkah kami kalau dengan 287 juta dollar AS dari 44 tank ternyata bisa dapat 100 unit?” katanya.

Walaupun ada tentangan dari Parlemen Belanda, ada tim dari Kementerian Pertahanan Belanda datang ke Indonesia menemui Pramono. Mereka bertanya apakah Indonesia serius ingin membeli MBT Lepoard. Pramono menjawab, ”Belanda jual, aku beli. Belanda tidak jual, aku pergi. Kita tak akan mengemis.”

Pramono menegaskan, rencana pembelian Leopard itu masih dipelajari, tetapi sudah mendapat sorotan dari sejumlah negara. Ia meminta maaf kalau sekiranya kemampuan komunikasinya kurang sehingga menimbulkan salah persepsi dari Komisi I DPR. Proses berlanjut dengan adanya undangan resmi Pemerintah Belanda kepada TNI AD. Jerman juga datang ke Indonesia untuk bernegosiasi.

Pidato Pramono ditunjang tim TNI AD yang menampilkan diagram dan foto di layar. Tampak foto militer Malaysia sedang latihan perang di utara Kalimantan. Penyamaan dengan Malaysia dan Singapura yang memiliki tank kelas berat menjadi alasan utama TNI AD. Di Asia Tenggara hanya Timor Leste, Filipina, dan Indonesia yang tak memiliki tank kelas berat.

Ia juga menegaskan, kepemilikan senjata utama yang kuat akan menaikkan wibawa bangsa. ”Lu cabut patok, gue sikat,” katanya, yang mendapatkan tepuk tangan panjang dari hadirin.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin, dan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq memberikan apresiasi. ”Ada ungkapan yang saya demen, Pak. Luar biasa. ’Lu cabut patok, gue sikat’,” kata Mahfudz.

Anggota Komisi I DPR, Tri Tamtomo, Susaningtyas Kertopati, dan Enggartiasto Lukito, mengaku terkesima dengan penjelasan KSAD. Tampaknya jalan tank dari Belanda itu akan mulus. 

Sumber : Kompas

Simulator Pesawat Ekspansi Bisnis PT. DI

BANDUNG-(IDB) : PT Dirgantara Indonesia (DI) mulai melakukan ekspansi bisnisnya dengan membuat simulator pesawat. Pengembangan tersebut tidak jauh bisnis utama perusahaan yaitu membuat pesawat dan komponen pesawat. Direktur Aircraft Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, sudah ada beberapa unit simulator yang berhasil dibuat. Misalnya untuk pesawat jenis CN 235 dan Helikopter Super Puma. Tidak hanya itu, perusahaan yang dahulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) tersebut juga membuat simulator untuk kapal laut. "Ada 3-4 simulator yang sudah kita buat," ungkap Rudi.

Untuk 1 unit simulator CN 235, lanjut Rudi, dijual seharga USD 12 juta. Sementara simulator Super Puma harga jualnya tidak diketahui. Sebab, PT DI hanya salah satu pemasok komponen. Bukan kontraktor utama. Tapi, untuk 1 unitnya perusahaan yang berpusat di Bandung tersebut mendapatkan USD 3 juta. "Itu sebagian saja. Kita subkontraktor. Kontraktor utama di Kementerian Pertahanan," katanya.


Menurut Rudi, PT DI baru mau fokus menekuni bisnis simulator tersebut. Dulunya, perseroan tidak bisa melakukan ekspansi usaha karena diminta fokus membuat pesawat saja."Awal kita membuat simulator karena ada yang minta. Malaysia yang memiliki 8 pesawat CN 235 meminta dibuatkan simulatornya. Super Puma karena TNI Angkatan Udara butuh. Cuma kita sifatnya membantu. Ada main kontraktor," kata Rudi.


Ditegaskan Rudi, saat ini pihaknya belum bisa langsung bersaing dengan produsen simulator lainnya. Terutama dari sisi branding. Harus dibangun kepercayaan dengan konsumen terlebih dahulu. "Kita lakukan kerja sama dengan yang sudah branded. Sehingga lebih murah harganya," ucap Rudi. 


Untuk membuat simulator, tambah Rudi, hal utama yang diperlukan adalah data base pesawat. Data perilaku pesawat pasti dimiliki pabrik. Hanya, untuk mendapatkan data base tersebut tidak mudah. Harganya pun sangat mahal, mencapai 20 persen dari total harga simulator. "Kalau harga simulator USD 10 juta, maka data basenya USD 2 juta. Kalau bikin sendiri pakai teknologi kita bisa saving 30-40 persen. Ada penghematan yang cukup banyak," katanya.


Dikatakan Rudi, dalam 4-5 tahun mendatang diharapkan PT DI sudah mampu bersaing dengan produsen simulator lainnya. Saat ini, perusahaan sedang merintis dari yang keculu. Jika langsung memulai dengan besar banyak yang tidak percaya. "Simulator banyak ke aplikasinya. Sejauh ini kita lihat produk karena pesawat terbangnya apa," ujarnya.

Sumber : JPNN

Salah Kaprah, Pemda Menerima Bantuan Langsung Militer Dari Luar Negeri

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah Provisin (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) diminta tidak mengambil keputusan sendiri soal bantuan berupa dukungan militer untuk menjaga perbatasan laut dari Amerika Serikat (AS). Setiap bantuan dari luar negeri dalam bentuk apapun harus melalui pemerintah pusat.

Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.

Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan.

Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.

AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.

"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov Sulut, Christian Sumampow.

Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia


Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS.

Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.

Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia dan internasional.

"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).

IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.

IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.

“Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.”

IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya).

Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.

Sumber : Republika

TNI AD Segera Bangun Yonkav Baru

BENGKAYANG-(IDB) : Pangdam XII Tanjungpura Mayjen Erwin Hudawi Lubis didampingi asisten logistik Kolonel Inf Shal Ma’ruf, asisten perencanaan Kolonel Inf Tri Martono dan Kepala Zeni Kolonel Czi Diding bersilaturahmi ke Pemkab Bengkayang dalam rangka membangun batalion kavaleri.

“Di sini ada kompi dan koramil. Tentu saya datang bertemu dengan Bupati Bengkayang untuk menitipkan anak-anak saya,” kata Erwin kepada Equator ditemui di Kantor Bupati Bengkayang, Selasa (31/1).

Erwin menjelaskan, kedatangannya ke Bumi Sebalo juga membicarakan pengembangan satuan-satuan baru Kodam XII Tanjungpura di Kabupaten Bengkayang. Apalagi 2012 ini ada rencana akan membangun satuan kavaleri.

“Kabupaten Bengkayang menjadi salah satu pilihan untuk penempatan satuan tersebut. Mudah-mudahan pertemuan terakhir dengan Bupati Bengkayang, Pemda Bumi Sebalo mendukung rencana membangun batalion kavaleri tersebut,” harap Erwin.

Erwin melanjutkan, titik pastinya lokasi tersebut akan dibicarakan antara stafnya dengan staf Bupati Bengkayang. Menyikapi rumor tidak adanya kesepakatan antara Pemda Bengkayang dengan TNI mengenai tukar guling Kompi Senapan C 641 Beruang yang berada di Jalan Sanggau Ledo, Erwin mengatakan belum membicarakan hal tersebut.

“Tetapi yang jelas, saya sebagai panglima akan mendukung program Pemda Bengkayang apabila ada program penataan kota untuk Bumi Sebalo,” tegasnya.

Mengenai tempat atau lokasi satuan kavaleri, akan dibicarakan kedua staf Bupati Bengkayang dan Kodam XII Tanjungpura. Ada beberapa titik yang sesuai dengan tata ruang wilayah Kabupaten Bengkayang. Ia berharap seluruh elemen masyarakat Bumi Sebalo mendukung adanya satuan baru kelak.

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot mengatakan selaku warga negara yang baik, harus meningkatkan dan mempertahankan kedaulatan NKRI. Maka dari itu, Gidot tetap mendukung dibangunnya kavaleri. Dengan adanya batalion setingkat kavaleri, minimal 600 prajurit yang berbelanja di kabupaten ini, tentunya perputaran uang akan semakin lancar.

“Strategi pertahanan negara, kita semakin merasa aman karena telah dilindungi oleh 600 TNI. Kita telah membantu menyiapkan tanah. Saat ini sedang dianalisis dan tidak jauh dari Kota Bengkayang. Paling jauh ya… radiusnya di Desa Magmagan Kecamatan Lumar,” ungkap Gidot.
Mengenai tukar guling Kompi Senapan C 641 Beruang yang berada di Jalan Sanggau Ledo, Gidot menegaskan bukan tidak ada kesepakatan dan butuh proses. Kesepakatan sudah barang tentu harus dipahami, TNI tak akan melepas apabila tidak sesuai dengan peruntukannya.

Apabila tukar guling kelaknya sukses, Gidot mengungkapkan akan diperuntukkan untuk penataan Kota Bengkayang. Karena kota sekarang ini sudah terlalu sempit, realitas yang terjadi saat ini, semua orang semua mau membangun, baik itu di pinggir jalan maupun pinggir sungai.

“Kalau mau Bengkayang lebih tertib, harus pengembangan kota. Untuk penataan kota, secara perlahan akan kita bicarakan bersama TNI. Apabila ada lahan yang lebih luas untuk pengembangan kota kan lebih baik,” ujar Gidot.

Sumber : EN

DPR : Waspadai Broker Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Isu pembelian pesawat intai tanpa awak dari Israel memunculkan kecurigaan adanya broker atau calo yang bermain. Anggota komisi I DPR Al Muzammil Yusuf mewanti-wanti pemerintah untuk mewaspadai adanya calo alutsista dari luar negeri.

"Pemerintah mewaspadai broker pengadaan alutsista dari luar negeri. Itu harus diputus," imbuhnya, Rabu (1/2).

Al Muzammil mengatakan, mereka ini telah menyebabkan anggaran alutsista menjadi besar karena harus menambah anggaran dan berpeluang terjadinya tindak pidana korupsi. Menurutnya, jangan menganggap semua anggota DPR itu adalah broker anggaran dan bermain dengan isu penolakan ini.

"Kami komitmen untuk memutus mata rantai mafia anggaran baik di eksekutif, legislatif, maupun pihak swasta,” Ujarnya.

Kadispen AU, Marsekal Muda Azman Yunus, membantah adanya rencana membeli pesawat intai tanpa awak dari Israel, karena pihaknya tidak pernah merencanakan hal itu. TNI AU saat ini menunggu penyelesaian dua pesawat intai buatan PT Dirgantara Indonesia. PT DI sendiri tengah menunggu penyelesaian dua pesawat intai CN 235.

"Kami tidak akan beli pesawat intai dari Israel atau luar negeri. Belum ada opsi ke sana," katanya.

Saat ini TNI AU baru memiliki dua pesawat intai dengan awak. Satu pesawat intai tipe CN 235 yang disiagakan di Skuadron Makassar dan satu lagi tipe Boeing 737.
Pihaknya lebih mengutamakan produk buatan PT DI ketimbang produk luar negeri.

Keperluan belanja alutsista dari luar negeri baru diprioritaskan untuk keperluan tempur. “Misalnya pembelian Sukhoi," ujarnya.

Sumber : Republika

AU Kanada Ingin Perluas Kerjasama Kedirgantaraan Dengan Indonesia

JAKARTA-(IDB) : Angkatan Udara Kanada ingin memperluas kerja sama kedirgantaraan dengan Indonesia, khususnya industri kedirgantaraan militer dan sipil.

Hal itu terungkap dalam kunjungan kehormatan Atase Pertahanan (Athan) Kanada di Jakarta Kolonel Michel Latouche kepada Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Rabu.

Juru bicara TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Azman Yunus usai menghadiri pertemuan mengatakan, kunjungan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan Angkatan Udara kedua negara yang selama ini sudah terjalin baik.

Kolonel Latouche menyampaikan undangan kepada Kasau untuk mengunjungi Kanada serta membicarakan kemungkinan peningkatan kerja sama di bidang militer, termasuk bidang pendidikan dan latihan.

Selain itu, Angkatan Udara Kanada juga ingin meningkatkan hubungan kerja sama di bidang kedirgantaraan, khususnya dalam pengembangan industri strategis kedirgantaraan.

"Tidak itu saja, Kanada juga ingin berperan serta dalam program peningkatan alat utama sistem senjata TNI Angkatan Udara dan penerbangan sipil Indonesia," kata Azman.

Ia juga mengungkapkan, Kanada memandang peran Indonesia makin penting sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik di Asia Pasifik, selain China, India, Jepang dan Korea Selatan.

Karena itu, Pemerintah Kanada berharap bisa berperan serta dalam pengembangan kemampuan kedirgantaraan Indonesia baik melalui kerja sama Angkatan Udara maupun industri kedirgantaraan, termasuk kerja sama yang melibatkan transfer teknologi kedirgantaraan kepada Indonesia.

Sumber : Antara

Perawatan Alutsista Yang Baik Memperpanjang Masa Pakai


SURABAYA-(IDB) : Pemandangan menarik setiap hari terjadi di beberapa kapal yang sandar atau lego di lingkungan Koarmatim. Seluruh ABK (Anak Buah Kapal), mulai pangkat perwira, bintara maupun tamtama, berkutat merawat dan bersih-bersih kapalnya. Kegiatan ini dilakukan setiap hari, tanpa henti dan berkesinambungan! Seperti pagi ini, Rabu (1/2), seluruh ABK melakukan pemelharaan dan pembersihan kapal.

Ada satu alasan yang tidak bisa ditawar dalam kegiatan ini, yaitu memperpanjang usia kapal. Dengan merawat setiap hari, diharapkan kondisi peralatan tempur yang ada siap dioperasikan setiap saat. Pemeliharaan Alat Utama Sistim Persenjataan (Alut Sista) berupa kapal-kapal perang dan perlengkapannya, menjadi tugas utama bagi setiap ABK ketika kapal tidak berlayar.

Perawatan dilaksanakan pada saat kapal sandar di dermaga mulai perawatan lambung kapal, geladak, persenjataan, radar, mesin dan ruangan-ruangan yang ada di dalam kapal. Tugas tersebut dilaksanakan oleh prajurit KRI sesuai dengan sektor dan bagian masing-masing yang memeiliki tugas khusus dibidangnya seperti bagian bahari yang bertugas melaksanakan perawatan bangunan kapal mulai dari haluan sampai buritan, bagian komunikasi melaksanakan perawatan alat-alat komunikasi, bagian elektronika melaksanakan perawatan dan pemanasan alat-alat elektronika berupa radar senjata, radar navigasi, radar bawah air (Sonar) dan sebagainya.

Tehnologi kapal-kapal perang di Koarmatim bervariasi, sesuai dengan tahun dan pembuatan kapal. Kapal-kapal buatan baru, tentunya dilengkapi dengan teknologi dan persenjataan baru. Demikian juga kapal-kapal lama dilengkapi dengan teknologi dan persenjataan pada jamannya meskipun ada sebagian kapal lama yang di Up Grade persenjataannya dengan senjata model baru. Untuk menjaga kondisi peralatan dan kapal perang tersebut dapat beroperasi dalam jangka waktu yang panjang, maka perawatan dan pemeliharaan harus dilaksanakan secara rutin.

Selain melaksanakan tugas tersebut, parjurit KRI juga melaksanakan latihan-latihan tempur yang dilaksanakan setiap hari, terutama latihan peran Penyelamatan Kapal (PEK) berupa latihan peran kebakaran dan kebocoran. Gladi tempur terus diasah dalam peran operatif, administratif, darurat dan peran khusus yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengukur sejauh mana kemampuan personel KRI dalam mengawaki peralatan di kapal sesuai dengan bagian masing-masing.

Kapal perang sebagai bagian dari komponen Sistim Senjata Armada Terpadu (SSAT) TNI AL, memilki tugas dan fungsi strategis dalam menjaga kedaulatan wilayah laut NKRI dan penegakan hukum di laut yurisdiksi nasional. Hal itu diperlukan kesiapan unsur-unsur KRI untuk mengemban tugas yang diberikan negara sewaktu-waktu diperlukan. Dengan pemeliharan dan perawatan yang rutin diharapkan semua unsur kapal perang dijajaran Koarmatim dapat melaksanakan tugas operasi laut setiap saat.

Sumber : Koarmatim 

Update : PM Inggris akan Desak India Batalkan Rafale

LONDON-(IDB) : Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan akan mendesak India untuk mempertimbangkan kembali keputusannya memilih pesawat tempur buatan Perancis, Dassault Rafale. Cameron menyatakan kecewa atas keputusan India tersebut.

Hal itu disampaikan Cameron saat berbicara di hadapan parlemen Inggris di London, Rabu (1/2/2012). Sehari sebelumnya, India memutuskan memilih Rafale daripada pesaing utamanya, Eurofighter Typhoon, yang didukung Inggris.

Cameron berjanji kepada parlemen akan mendorong India untuk memikirkan kembali keputusannya, mumpung saat ini kontrak pembelian dengan pihak Perancis belum ditandatangani. "Keputusan itu jelas mengecewakan. Saya akan melakukan segala cara, seperti yang sudah saya lakukan, untuk mendorong India melihat kembali ke Typhoon," tutur Cameron.

Eurofighter Typhoon adalah pesawat buatan konsorsium perusahaan dirgantara dari empat negara, yakni Inggris, Jerman, Spanyol, dan Italia. Pesawat tempur tersebut bersaing dengan Rafale, sesama pesawat buatan Eropa, dalam memperebutkan kontrak pengadaan 126 pesawat tempur masa depan Angkatan Udara India senilai 12 miliar dollar AS.

India memutuskan memilih Rafale karena harga dan biaya perawatan per unit Rafale lebih murah dibanding Typhoon. Keputusan ini belum mengikat, karena sifatnya baru memberi hak eksklusif bagi Dassault untuk melakukan negosiasi lebih lanjut sebelum penandatanganan kontrak final.

Menurut Cameron, Typhoon memiliki berbagai kemampuan yang lebih unggul dibanding Rafale, dan ia akan mendesak pemerintah India melihat hal tersebut. Rafale maupun Typhoon sama-sama terlibat dalam operasi militer di Libya tahun lalu.

Kontrak pembelian dari AU India ini diperjuangkan mati-matian oleh kedua pesaing dari Eropa, karena akan berarti sangat besar di tengah kondisi krisis ekonomi yang melanda mereka saat ini. 

Sumber : Kompas