JAKARTA-(IDB) : Pemerintah Provisin (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) diminta tidak mengambil keputusan sendiri soal bantuan berupa dukungan militer untuk menjaga perbatasan laut dari Amerika Serikat (AS). Setiap bantuan dari luar negeri dalam bentuk apapun harus melalui pemerintah pusat.
Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.
Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan.
Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.
AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.
"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov Sulut, Christian Sumampow.
Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia
Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS.
Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.
Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia dan internasional.
"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).
IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.
IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.
“Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.”
IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya).
Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.
Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.
Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan.
Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.
AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.
"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov Sulut, Christian Sumampow.
Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia
Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS.
Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.
Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia dan internasional.
"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).
IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.
IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.
“Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.”
IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya).
Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.
Sumber : Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar