Pages

Sabtu, Desember 22, 2012

Menuju Kemandirian Maritim Yang Kuat

JAKARTA-(IDB) : Pembangunan kekuatan TNI AL, telah dilakukan pemerintah dengan mendukung kebutuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) dalam rangka mencapai minimum essential forces (MEF) atau kekuatan pokok minimum melalui industri pertahanan nasional.

Kita pun patut berbangga, kata Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Soeparno sebab pemenuhan kebutuhan alutsista TNI AL saat ini telah banyak menggunakan beberapa produk hasil industri pertahanan nasional dalam upaya mewujudkan kemandirian nasional. 

Namun demikian, untuk mendukung terwujudnya industri pertahanan yang berkemampuan maju, mandiri dan berdaya saing,  menurut Kasal, dibutuhkan kerja sama, kebijakan pemerintah dan keterpaduan semua stakeholder termasuk perangkat regulasinya dalam bentuk perundang-undangan tentang industri pertahanan nasional. 

 “Pertumbuhan dan perkembangan industri nasional erat kaitannya dengan kondisi perekonomian suatu negara, demikian juga sebaliknya,” ,” kata Laksamana TNI Soeparno saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional TNI Angkatan Laut di Balai Samudra, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (19/12). 

Soeparno juga menjelaskan hasil kajian Badan Pengembangan Lingkungan Strategis yang menyebutkan bahwa kemajuan teknologi informasi menyebabkan terjadi pergeseran paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu pula dibutuhkan upaya pertahanan negara yang efektif agar mampu menjaga dan melindungi keutuhan wilayah NKRI dari ancaman dalam dan luar negeri. 

Menurut Laksamana Soeparno, ada tiga model perkembangan industri pertahanan. 

Pertama adalah Autarky model. Model ini diterapkan oleh negara yang memiliki ambisi untuk mendapatkan kemandirian pertahanan dan ini adalah model ideal industri pertahanan nasional. “Autarky model hanya bisa dicapai oleh negara-negara yang ditopang oleh postur militer besar,” katanya. 

Kedua adalah Niche-production model. Model ini diterapkan oleh negara yang berupaya mengurangi ketergantungan luar negeri. Oleh karena itu, negara memiliki komitmen untuk investasi ke sektor industri pertahanan dengan berupaya tranfer of technology dari negara produsen.  

Ketiga adalah Global supply chain. Model ini cenderung dilakukan oleh negara-negara yang telah memiliki basis militer mapan namun tidak memiliki akses pasar senjata internasional.





Sumber : InfoPublik

5 komentar:

  1. Kalau sudah disadari bahwa "Pertumbuhan dan perkembangan industri nasional (termasuk industri pertahanan) erat kaitannya dengan kondisi perekonomian suatu negara", maka sudah seharusnya militer harus memiliki kepedulian penuh terhadap kepentingan ekonomi nasional, maksudnya adalah akan menjaga dan mengawal sesuai dengan bidangnya terhadap kepentingan ekonomi nasional, karena militer yang kuat harus didukung ekonomi negara yang kuat.

    BalasHapus
  2. negara yg militernya lemah bersiaplah menjadi negara yg tertindas seperti PALESTINA, IRAK, APGHANISTAN yg sudah porak poranda sama sekumpulan kekuatan SETAN.

    BalasHapus
  3. Seyogyanya Indonesia juga sudah mandiri di bidang industri dasar. Industri Dasar yang merupakan Industri Hulu, nantinya dapat mendukung industri hilir. Contoh Industri Dasar / Hulu adalah :
    Pabrik Biji Besi ( Billet ), Industri Kimia Dasar, Industri Mesin Perkakas.
    Jadi tidak benar bahwa PT Krakatau Steel itu telah membuat biji besi ( Billet ).
    KS masih import Billet dari luar, dimana billet tersebut dimasak di tanur tinggi menghasilkan spons (baja batangan), spons kemudian di olah kembali di beberapa industri baja yang lain selain KS sendiri menjadi lembaran baja, kawat, dsb-nya, sehingga standard produknya akan mengikuti bahan baku yang diolah.
    Dahulu kala pada jaman Bung Karno, KS sebagai salah satu "hadiah" dari Russia memang akan dilengkapi dengan fasilitas produksi "Billet" namun gagal karena keburu ada peristiwa PKI. Kemudian dikembangkan oleh "Ferro Sthall " Jerman dan "Klockner " dari USA sehingga fasilitas Billet tidak tersentuh sampai kini.
    Akibatnya KS dipaksa mau tidak mau harus tergantung Billet dari luar negeri, sebagai bukti nyata dari uraian ini adalah adanya fasilitas pelabuhan "Cigading" Cilegon, dimana ada "Conveyor Belt" yang membentang dari pelabuhan Cigading ke KS, yang tidak lain adalah cara praktis untuk bongkar dan mengantarkan Billet dare kapal langsung ke tempat penampungan di KS.
    ( Pd waktu saya ke Cigading waktu itu, kebetulan ada aktivitas bongkar Billet dari Ukraina dengan kapal berbobot 40 ribu tons, saya melihat dari KM "Sangkulirang").
    Begitu pula dengan Industri Kimia Dasar, yang ada baru pabrik Aromatic di Cilegon yang membuat bahan baku Pholypropeline ( bahan dasar plastick-berupa butiran seperti beras) atau Industri Pupuk Urea, TSP, dan NPK. itupun untuk pupuk TSP bahan baku Phosphat masih impor diantarnya dari Maroko.
    Sedang pabrik Ammonium Nitrat sebagai bahan baku peledak sedang diselesaikan pembangunannya di Bontang hasil kerjasama PT Armindo dan PT Dahana ( BUMN - bidang bahan peledak spt Dynamit untuk keperluan Industri Tambang).
    Sayang kalau Industri Dasar / Hulu tersebut tidak dimiliki Indonesia, padahal SDA Indonesia melimpah ruah.
    India dan China yang tidak seberuntung seperti Indonesia dari aspek deposit SDA saja sudah swasembada di bidang Industri Dasar /Hulu sehingga mereka mudah untuk melakukan re-engineering teknology dari luar sekalipun teknology sudah kedaluarsa.
    Contoh Pabrik Mobil No.1 di Changchun, awalnya meniru mesin truck Mitsubhisi generasi pertama, Pabrik mobil Hindustan di India meniru mesin Morris dari UK.
    Begitu pula mesin diesel Kirloskar India awalnya meniru mesin Diesel dari Inggris. Mesin perkakas India berhasil membeli teknology dari "Gedore" Jerman yang menghasilkan kunci-kunci perkakas,( Tang, Obeng, Kunci Pas, Ring ) , China meniru dari Rusia dengan memproduksi alat- alat perkakas "Fukung" sama seperti India. China memproduksi mesin Diesel " Dong- Feng" njiplak Komatsu Jepang, Tata pabrik mobil besar India meniru dari " Mercedez Benz". Sekarang pabrik mobil no 1 China "Jie Fang" di Changchun pada perkembangannya ber-elaborasi dengan "Audi" Jerman memproduksi mobil-mobil sedan. Sedangkan pabrik no 2 China di dekat Beijing khusus membuat traktor, alat-alat berat dan kendaraan besar.
    Seluruh produk kendaraan tersebut di dukung Industri Hulu.
    Jadi kapan hal tersebut terwujud????

    BalasHapus
  4. Keunggulan Indonesia adalah SDM yang memang diakui dunia sebagai jago di bidang rancang bangun( Engineering). Banyak SDM Indonesia yang sampai sekarang menjadi "key person" produsen pesawat terbang di kelas dunia, Boeing di Seatle mis. ada beberapa SDM Indonesia bahkan di NASA pun ada, belum lagi yang di Brest P'cis, Thales banyak menggunakan SDM Indonesia, di Abu Dhabi, di Malaysia, di Iran, kita pasti bangga dengan mereka, demikian juga ahli metalurgy lulusan Rusia, ahli Kimia roket dari Cheko namun mereka itu tidak mempunyai kesempatan untuk ikut membangun negeri tercinta. Sayang ya......
    Jadi kalau Industi dasar / hulu ada saya kira mudah kita untuk membuat pswt tempur, kapal dari kelas patroli sampai destroyer, tank dan atau panser.
    Tapi apabila Industri dasar / hulu nya nggak punya , lha yo piye tho mas.......apa mesti bilang wow terus gulung-gulung..
    Semoga dimasa yang akan datang kita mempunyai, dan Indonesia nantinya jadi negara yang gemah ripah loh jnawi, tata tentrem katata raharja, Tancep kayon....

    BalasHapus
  5. Bambang saya sependapat dg kamu, ada juga ahli nuklir dan roket asli orang jateng skrg di amerika ia profesor, dosen sekaligus kerja di bag nuklir USA dia pernah ke indonesia dikawal 4 orang bule dari agen cia, dia kemana2 dikawal termasuk masuk ke dalam toilet, krn dia aset penting USA. Kenapa mereka di negara orang krn di negerinya sendiri gak difasilitasi untuk memajukan negara

    BalasHapus