Kesuksesan ekspedisi KRI Dewaruci keliling dunia hingga tiba kembali ke
tanah air kemarin (1/10) tak bisa dilepaskan dari orang-orang "penting"
di kapal latih TNI-AL itu. Salah satunya Serka Lis Supari. Wartawan Jawa Pos SURYO EKO PRASETYO yang ikut dalam pelayaran bersejarah tersebut menceritakan peran besar Supari.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = = = = =
JPNN-(IDB) : SUPARI mengawali pendidikan di TNI-AL pada 1987. Sebagai orang desa, dia tidak pernah membayangkan akan menjadi prajurit matra laut.
Tapi, siapa sangka, lulusan STM YPP Bersubsidi Purworejo, Jawa Tengah, jurusan listrik itu akhirnya menjadi orang pertama di desanya yang diterima di TNI-AL. Dia benar-benar bangga. "Alhamdulillah, sekali daftar saya langsung katut (diterima)," kenangnya.
Ketertarikan Supari masuk TNI-AL sebenarnya bermula dari coba-coba. Sebab, selulus STM, dia menganggur tiga tahun. Saat itu dia "terdampar" di Jakarta dan tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Dengan bekal ijazah sekolah kejuruan itulah, pria asal Desa Kledung, Kecamatan Banyuurip, Purworejo, tersebut ikut seleksi calon tamtama di Armada RI Kawasan Barat (Armabar) Jakarta.
Tapi, baru menyerahkan berkas saja, Supari sudah kena damprat panitia yang mendaftar. Waktu itu dia ditanya mengapa baru mendaftar setelah tiga tahun lulus sekolah. Supari menjawab sekenanya.
"Pas ditanya apa saja kegiatan saya sebelum mendaftar, saya bilang mblakrak dan dolan. Spontan saya langsung dibilang bego oleh petugas itu," ujar Supari, lalu terkekeh.
Pada masa itu persyaratan fisik atau postur yang proporsional, khususnya tinggi badan, belum ditetapkan minimal 165 cm seperti ketentuan sekarang. Karena itu, dengan tubuh kerempeng setinggi 162 cm, Supari tetap boleh ikut seleksi.
Dia sempat kurang percaya diri dengan kondisi fisiknya. Apalagi, jumlah pendaftar ketika itu lebih dari 6.000 orang. Sementara itu, siswa calon tamtama (catam) yang diambil hanya 60 orang. "Mungkin sudah takdir, saya yang kecil dan ndeso ini ternyata masuk di tahap pantukhir (penentuan terakhir)," imbuhnya.
Supari mengungkapkan, fisiknya kurus sebenarnya bukan karena kurang gizi. Tetapi, karena dia gemar berolahraga, khususnya lari jarak jauh (10 ribu meter dan maraton). Dia bahkan menjadi andalan sekolahnya dalam kejuaraan-kejuaraan lari tingkat kabupaten.
"Hampir tiap hari saya lari 5-10 km. Itu resep yang membuat tubuh saya selalu fit," terang pria yang genap 47 tahun pada 2 April lalu dengan bangga.
Pada Desember 1987 Supari menjalani pendidikan dasar militer di Pusdikdasmil Juanda, Sidoarjo, sekitar tiga bulan dan pendidikan kejuruan di Kobangdikal, Bumimoro, Surabaya, sekitar sembilan bulan. Ketika dinyatakan lulus dari pendidikan itu, dia dilantik sebagai anggota TNI-AL dengan pangkat kelasi dua di korps listrik.
Setelah itu, Supari langsung ditempatkan di KRI Dewaruci di bawah Satuan Kapal Bantu Armatim. Dia seangkatan dengan dua personel senior di kapal latih itu. Yakni, Bintara Utama Peltu SBA Johanes Satoro dan Sertu Bek Ainu Rofik. Johanes dan Rofik sejak dinas perdana di Dewaruci belum pernah bertugas di kesatuan lain.
Sementara itu, Supari pada 2006-2011 pernah mendapat kepercayaan memperkuat satuan lain. Dia bertugas di Divisi Pantai Satuan Kapal Amfibi Koarmatim Surabaya dan mengikuti proyek maintenance listrik kapal Sigma di galangan kapal Schadel, Flishingen, Belanda.
Di KRI Dewaruci, anggota korps listrik berada di bawah departemen mesin. Supari yang kini berpangkat sersan kepala menjadi bintara paling senior di departemen itu. Sudah 14 komandan kapal silih berganti menjabat sejak dia masuk kapal berumur 60 tahun tersebut. Selama menjadi awak kapal legendaris itu, dia pernah mengalami kejadian luar biasa yang hampir merenggut nyawanya.
Sehari menjelang berlayar ke Australia pada akhir 1997, dapur kapal di geladak tengah terbakar hebat. Penyebabnya, tungku pemanas dan penggorengan mengalami korsleting. Kebetulan Supari sedang jaga darat atau piket. Saking paniknya juru masak ketika itu, api yang berkobar disiram air laut. Kobaran api bukannya padam, melainkan malah tambah besar dan sulit dijinakkan.
"Kami berusaha mati-matian memadamkan kebakaran agar tidak merembet ke ruang lain," ungkap bapak Rifki Muhammad Yusuf, 16, dan Hanif Nur Ibrahim, 12, itu.
Setelah kebakaran bisa dikendalikan, tugas baru menantinya. Instalasi dan tungku listrik di dapur rusak berat. Supari dan juru listrik lain ketiban sampur harus melembur untuk memperbaiki peranti 10 ribu kilowatt itu. "Sebab, kapal dijadwalkan harus berangkat jam 10 esok paginya," tuturnya.
Supari tidak bisa membayangkan bagaimana jika perbaikan itu tak dapat selesai sesuai dengan harapan komandan kapal. Pasalnya, kegiatan Dewaruci dalam pelayaran selama empat bulan keliling Australia sudah terjadwal. "Beruntung, kami bisa menyelesaikan perbaikan ekstra itu satu jam sebelum kapal berangkat," cerita Supari.
Ekspedisi Dewaruci keliling dunia 2012 menjadi tantangan tersendiri bagi Supari. Sebab, kali ini Dewaruci berlayar dalam waktu sangat lama dan sangat jauh. Kapal latih TNI-AL itu melintasi jarak 27 ribu nautikal mil atau 50.000 kilometer selama 277 hari. Dalam pelayaran tersebut, Dewaruci mengarungi 24 pelabuhan di 13 negara dan 4 benua.
Supari sudah terbiasa bekerja dalam tekanan. Dalam kondisi darurat, dia tetap bisa tenang. Pasalnya, suami Ngatini tersebut memiliki banyak keahlian. Selain di bidang kelistrikan, dia ahli pertukangan, mekanik, bahkan tampil di mimbar untuk berdakwah.
Ketika lambung kiri Dewaruci bocor di Boston, AS, Juli silam, Supari dipercaya untuk "membereskan". Dia lalu membuat pelat baja guna menambal kebocoran. Keterampilan dia memotong besi, menggerinda, dan mengelas tidak diragukan. Hasilnya sangat memuaskan. Hingga tiba di Pelabuhan Belawan, Medan, Senin (1/10) lalu, Dewaruci tak bocor lagi.
Kelebihan Supari dalam memperbaiki pendingin ruang (AC) juga tidak kalah oleh juru AC/fresh room. "Jam terbang beliau paling tinggi," puji juru AC/fresh room Kelasi Kepala Lis M. Irfan.
Di bidang kerohanian, Supari tergolong mahir berkhotbah. Dia sering dipercaya kru kapal menjadi imam salat dan berceramah saat bintara rohani (baroh) Pelda Bah Reza Nevyansyah berhalangan karena sakit. Supari beberapa kali tampil sebagai khatib salat Jumat maupun tarawih pada Ramadan lalu. "Ini amalan saya untuk menyampaikan kebenaran walaupun hanya satu ayat," imbuh jamaah majelis tafsir Alquran itu diplomatis.
Berkat berbagai prestasinya tersebut, Supari tak pernah tertinggal menjadi salah seorang kru andalan dalam berbagai misi pelayaran Dewaruci. Sebelum ekspedisi keliling dunia ini, dia pernah mengawal Dewaruci dalam pelayaran internasional perdana pada 1989 ke Malaysia dan Filipina; lalu keliling Australia (1991, 1998); Amerika (1999, 2000); serta Eropa (2003, 2005).
Dia berharap, seusai menyelesaikan tugas "penting" dalam ekspedisi Dewaruci kali ini, pangkatnya akan naik. "Mudah-mudahan naik menjadi sersan mayor," tutur tentara yang sudah mengabdi sekitar 24 tahun itu.
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = = = = =
JPNN-(IDB) : SUPARI mengawali pendidikan di TNI-AL pada 1987. Sebagai orang desa, dia tidak pernah membayangkan akan menjadi prajurit matra laut.
Tapi, siapa sangka, lulusan STM YPP Bersubsidi Purworejo, Jawa Tengah, jurusan listrik itu akhirnya menjadi orang pertama di desanya yang diterima di TNI-AL. Dia benar-benar bangga. "Alhamdulillah, sekali daftar saya langsung katut (diterima)," kenangnya.
Ketertarikan Supari masuk TNI-AL sebenarnya bermula dari coba-coba. Sebab, selulus STM, dia menganggur tiga tahun. Saat itu dia "terdampar" di Jakarta dan tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Dengan bekal ijazah sekolah kejuruan itulah, pria asal Desa Kledung, Kecamatan Banyuurip, Purworejo, tersebut ikut seleksi calon tamtama di Armada RI Kawasan Barat (Armabar) Jakarta.
Tapi, baru menyerahkan berkas saja, Supari sudah kena damprat panitia yang mendaftar. Waktu itu dia ditanya mengapa baru mendaftar setelah tiga tahun lulus sekolah. Supari menjawab sekenanya.
"Pas ditanya apa saja kegiatan saya sebelum mendaftar, saya bilang mblakrak dan dolan. Spontan saya langsung dibilang bego oleh petugas itu," ujar Supari, lalu terkekeh.
Pada masa itu persyaratan fisik atau postur yang proporsional, khususnya tinggi badan, belum ditetapkan minimal 165 cm seperti ketentuan sekarang. Karena itu, dengan tubuh kerempeng setinggi 162 cm, Supari tetap boleh ikut seleksi.
Dia sempat kurang percaya diri dengan kondisi fisiknya. Apalagi, jumlah pendaftar ketika itu lebih dari 6.000 orang. Sementara itu, siswa calon tamtama (catam) yang diambil hanya 60 orang. "Mungkin sudah takdir, saya yang kecil dan ndeso ini ternyata masuk di tahap pantukhir (penentuan terakhir)," imbuhnya.
Supari mengungkapkan, fisiknya kurus sebenarnya bukan karena kurang gizi. Tetapi, karena dia gemar berolahraga, khususnya lari jarak jauh (10 ribu meter dan maraton). Dia bahkan menjadi andalan sekolahnya dalam kejuaraan-kejuaraan lari tingkat kabupaten.
"Hampir tiap hari saya lari 5-10 km. Itu resep yang membuat tubuh saya selalu fit," terang pria yang genap 47 tahun pada 2 April lalu dengan bangga.
Pada Desember 1987 Supari menjalani pendidikan dasar militer di Pusdikdasmil Juanda, Sidoarjo, sekitar tiga bulan dan pendidikan kejuruan di Kobangdikal, Bumimoro, Surabaya, sekitar sembilan bulan. Ketika dinyatakan lulus dari pendidikan itu, dia dilantik sebagai anggota TNI-AL dengan pangkat kelasi dua di korps listrik.
Setelah itu, Supari langsung ditempatkan di KRI Dewaruci di bawah Satuan Kapal Bantu Armatim. Dia seangkatan dengan dua personel senior di kapal latih itu. Yakni, Bintara Utama Peltu SBA Johanes Satoro dan Sertu Bek Ainu Rofik. Johanes dan Rofik sejak dinas perdana di Dewaruci belum pernah bertugas di kesatuan lain.
Sementara itu, Supari pada 2006-2011 pernah mendapat kepercayaan memperkuat satuan lain. Dia bertugas di Divisi Pantai Satuan Kapal Amfibi Koarmatim Surabaya dan mengikuti proyek maintenance listrik kapal Sigma di galangan kapal Schadel, Flishingen, Belanda.
Di KRI Dewaruci, anggota korps listrik berada di bawah departemen mesin. Supari yang kini berpangkat sersan kepala menjadi bintara paling senior di departemen itu. Sudah 14 komandan kapal silih berganti menjabat sejak dia masuk kapal berumur 60 tahun tersebut. Selama menjadi awak kapal legendaris itu, dia pernah mengalami kejadian luar biasa yang hampir merenggut nyawanya.
Sehari menjelang berlayar ke Australia pada akhir 1997, dapur kapal di geladak tengah terbakar hebat. Penyebabnya, tungku pemanas dan penggorengan mengalami korsleting. Kebetulan Supari sedang jaga darat atau piket. Saking paniknya juru masak ketika itu, api yang berkobar disiram air laut. Kobaran api bukannya padam, melainkan malah tambah besar dan sulit dijinakkan.
"Kami berusaha mati-matian memadamkan kebakaran agar tidak merembet ke ruang lain," ungkap bapak Rifki Muhammad Yusuf, 16, dan Hanif Nur Ibrahim, 12, itu.
Setelah kebakaran bisa dikendalikan, tugas baru menantinya. Instalasi dan tungku listrik di dapur rusak berat. Supari dan juru listrik lain ketiban sampur harus melembur untuk memperbaiki peranti 10 ribu kilowatt itu. "Sebab, kapal dijadwalkan harus berangkat jam 10 esok paginya," tuturnya.
Supari tidak bisa membayangkan bagaimana jika perbaikan itu tak dapat selesai sesuai dengan harapan komandan kapal. Pasalnya, kegiatan Dewaruci dalam pelayaran selama empat bulan keliling Australia sudah terjadwal. "Beruntung, kami bisa menyelesaikan perbaikan ekstra itu satu jam sebelum kapal berangkat," cerita Supari.
Ekspedisi Dewaruci keliling dunia 2012 menjadi tantangan tersendiri bagi Supari. Sebab, kali ini Dewaruci berlayar dalam waktu sangat lama dan sangat jauh. Kapal latih TNI-AL itu melintasi jarak 27 ribu nautikal mil atau 50.000 kilometer selama 277 hari. Dalam pelayaran tersebut, Dewaruci mengarungi 24 pelabuhan di 13 negara dan 4 benua.
Supari sudah terbiasa bekerja dalam tekanan. Dalam kondisi darurat, dia tetap bisa tenang. Pasalnya, suami Ngatini tersebut memiliki banyak keahlian. Selain di bidang kelistrikan, dia ahli pertukangan, mekanik, bahkan tampil di mimbar untuk berdakwah.
Ketika lambung kiri Dewaruci bocor di Boston, AS, Juli silam, Supari dipercaya untuk "membereskan". Dia lalu membuat pelat baja guna menambal kebocoran. Keterampilan dia memotong besi, menggerinda, dan mengelas tidak diragukan. Hasilnya sangat memuaskan. Hingga tiba di Pelabuhan Belawan, Medan, Senin (1/10) lalu, Dewaruci tak bocor lagi.
Kelebihan Supari dalam memperbaiki pendingin ruang (AC) juga tidak kalah oleh juru AC/fresh room. "Jam terbang beliau paling tinggi," puji juru AC/fresh room Kelasi Kepala Lis M. Irfan.
Di bidang kerohanian, Supari tergolong mahir berkhotbah. Dia sering dipercaya kru kapal menjadi imam salat dan berceramah saat bintara rohani (baroh) Pelda Bah Reza Nevyansyah berhalangan karena sakit. Supari beberapa kali tampil sebagai khatib salat Jumat maupun tarawih pada Ramadan lalu. "Ini amalan saya untuk menyampaikan kebenaran walaupun hanya satu ayat," imbuh jamaah majelis tafsir Alquran itu diplomatis.
Berkat berbagai prestasinya tersebut, Supari tak pernah tertinggal menjadi salah seorang kru andalan dalam berbagai misi pelayaran Dewaruci. Sebelum ekspedisi keliling dunia ini, dia pernah mengawal Dewaruci dalam pelayaran internasional perdana pada 1989 ke Malaysia dan Filipina; lalu keliling Australia (1991, 1998); Amerika (1999, 2000); serta Eropa (2003, 2005).
Dia berharap, seusai menyelesaikan tugas "penting" dalam ekspedisi Dewaruci kali ini, pangkatnya akan naik. "Mudah-mudahan naik menjadi sersan mayor," tutur tentara yang sudah mengabdi sekitar 24 tahun itu.
Sumber : JPNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar