BEIJING-(IDB) : Indonesia menyerukan kepada China dan Jepang agar segera menyelesaikan sengketa teritorial demi menjaga stabilitas kawasan.
"China dan Jepang sebagai negara besar yang berpengaruh di kawasan, khususnya Asia, hendaknya segera menyadari bahwa persengketaan mereka yang berkepanjangan dapat berdampak buruk tidak saja bagi hubungan kedua negara, tetapi juga stabilitas kawasan," kata Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik Dewi Fortuna Anwar di Beijing, Selasa (18/9).
Usai menjadi salah satu narasumber dalam diskusi pagi seputar hubungan ASEAN-China, ia mengatakan China dan Jepang adalah dua negara raksasa ekonomi dunia, utamanya di Asia.
Persengketaan berkepanjangan di antara keduanya juga akan berdampak pada stabilitas ekonomi global. "China dan Jepang adalah mitra dagang yang besar. Keduanya juga menjadi mitra dagang bagi sejumlah negara lainnya. Jika sengketa maritim ini semakin memanas, maka mau tidak mau akan berdampak pula pada stabilitas keamanan dan ekonomi baik regional maupun internasional," katanya.
Karena itu, lanjut Dewi, Indonesia menyerukan agar China dan Jepang dapat mengelola konflik yang ada secara baik dan diselesaikan secara damai. "Jangan sampai terjadi perang terbuka, karena dengan sengketa yang semakin memanas saja sudah akan memberikan dampak bagi stabilitas bagaimana jika terjadi perang terbuka," katanya.
Dewi menegaskan China dan Jepang memiliki tanggung jawab besar untuk menjada stabilitas keamanan, politik dan ekonomi di kawasan. "Karena itu China dan Jepang hendaknya segera menyelesaikan sengketa itu dengan jalan damai," katanya.
Menyusul sengketa terirorial dengan China, Jepang menutup sejumlah perusahaan, pabrik, dan toko-toko mereka di China menyusul keadaan yang makin panas dan tidak menguntungkan. Media massa China, Senin, memperingatkan bahwa Jepang bisa mengalami lagi "dekade yang hilang" jika hubungan perdagangan menjadi dingin.
Peringatan sepihak itu dilansir menyusul gelombang protes selama akhir pekan kemarin berlangsung di puluhan kota, di antaranya disertai kekerasan. Pada Selasa, diberitakan akan ada demonstrasi besar di China terkait peringatan pendudukan Jepang pada masa perang di wilayah-wilayah China.
Jepang memang pernah menganeksasi Semenanjung Manchuria, suatu hal yang masih menyakitkan bagi China. Menurut laporan kantor berita Antara, sampai Selasa siang ini situasi kota Beijing relatif kondusif.
Aksi unjukrasa anti Jepang, telah berlangsung sepekan sejak Jepang memutuskan untuk membeli pulau di kepulauan yang disengketakan dengan Jepang. Ketegangan antara China dan Jepang akibat sengketa teritorial atas beberapa pulau yang disebut Senkaku di Jepang dan Diaoyu di China yang terletak di laut China Timur.
Sengketa yang mencakup delapan pulau dan batu karang tidak berpenghuni itu bisa memicu perang di kawasan Asia. Luas kawasan itu sekitar 7 km2 dan terletak di timur laut Taiwan, di timur China daratan dan di barat daya kawasan Okinawa Jepang. Kepulauan itu penting karena letaknya strategis di rute perkapalan penting dan diduga mengandung deposit minyak dan kaya akan ikan.
Partai Komunis China berkuasa, yang jarang mengizinkan aksi unjuk rasa di jalanan, kini membuka pintu untuk memperlihatkan kemarahan masyarakat umum setelah Jepang pekan lalu memutuskan untuk membeli Kepulauan Senkaku di Laut China Timur. Karena melakukan tindakan militer memiliki dampak sangat buruk maka China melancarkan pembalasan secara ekonomi jika persengketaan memburuk.
Menteri Luar Negeri Jepang, Koichiro Gemba, mengatakan, Tokyo dan Washington sepakat pulau-pulau kecil di Laut China Timur yang diklaim Jepang dan China dilindungi Traktat Keamanan Jepang-Amerika Serikat. Jika konflik militer membuncah, bisa diramalkan Amerika Serikat akan masuk gelanggang secara lebih terbuka. Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta mengatakan, China dan negara-negara di Asia lain bisa terjerumus ke dalam perang yang dipicu sengketa wilayah.
"China dan Jepang sebagai negara besar yang berpengaruh di kawasan, khususnya Asia, hendaknya segera menyadari bahwa persengketaan mereka yang berkepanjangan dapat berdampak buruk tidak saja bagi hubungan kedua negara, tetapi juga stabilitas kawasan," kata Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik Dewi Fortuna Anwar di Beijing, Selasa (18/9).
Usai menjadi salah satu narasumber dalam diskusi pagi seputar hubungan ASEAN-China, ia mengatakan China dan Jepang adalah dua negara raksasa ekonomi dunia, utamanya di Asia.
Persengketaan berkepanjangan di antara keduanya juga akan berdampak pada stabilitas ekonomi global. "China dan Jepang adalah mitra dagang yang besar. Keduanya juga menjadi mitra dagang bagi sejumlah negara lainnya. Jika sengketa maritim ini semakin memanas, maka mau tidak mau akan berdampak pula pada stabilitas keamanan dan ekonomi baik regional maupun internasional," katanya.
Karena itu, lanjut Dewi, Indonesia menyerukan agar China dan Jepang dapat mengelola konflik yang ada secara baik dan diselesaikan secara damai. "Jangan sampai terjadi perang terbuka, karena dengan sengketa yang semakin memanas saja sudah akan memberikan dampak bagi stabilitas bagaimana jika terjadi perang terbuka," katanya.
Dewi menegaskan China dan Jepang memiliki tanggung jawab besar untuk menjada stabilitas keamanan, politik dan ekonomi di kawasan. "Karena itu China dan Jepang hendaknya segera menyelesaikan sengketa itu dengan jalan damai," katanya.
Menyusul sengketa terirorial dengan China, Jepang menutup sejumlah perusahaan, pabrik, dan toko-toko mereka di China menyusul keadaan yang makin panas dan tidak menguntungkan. Media massa China, Senin, memperingatkan bahwa Jepang bisa mengalami lagi "dekade yang hilang" jika hubungan perdagangan menjadi dingin.
Peringatan sepihak itu dilansir menyusul gelombang protes selama akhir pekan kemarin berlangsung di puluhan kota, di antaranya disertai kekerasan. Pada Selasa, diberitakan akan ada demonstrasi besar di China terkait peringatan pendudukan Jepang pada masa perang di wilayah-wilayah China.
Jepang memang pernah menganeksasi Semenanjung Manchuria, suatu hal yang masih menyakitkan bagi China. Menurut laporan kantor berita Antara, sampai Selasa siang ini situasi kota Beijing relatif kondusif.
Aksi unjukrasa anti Jepang, telah berlangsung sepekan sejak Jepang memutuskan untuk membeli pulau di kepulauan yang disengketakan dengan Jepang. Ketegangan antara China dan Jepang akibat sengketa teritorial atas beberapa pulau yang disebut Senkaku di Jepang dan Diaoyu di China yang terletak di laut China Timur.
Sengketa yang mencakup delapan pulau dan batu karang tidak berpenghuni itu bisa memicu perang di kawasan Asia. Luas kawasan itu sekitar 7 km2 dan terletak di timur laut Taiwan, di timur China daratan dan di barat daya kawasan Okinawa Jepang. Kepulauan itu penting karena letaknya strategis di rute perkapalan penting dan diduga mengandung deposit minyak dan kaya akan ikan.
Partai Komunis China berkuasa, yang jarang mengizinkan aksi unjuk rasa di jalanan, kini membuka pintu untuk memperlihatkan kemarahan masyarakat umum setelah Jepang pekan lalu memutuskan untuk membeli Kepulauan Senkaku di Laut China Timur. Karena melakukan tindakan militer memiliki dampak sangat buruk maka China melancarkan pembalasan secara ekonomi jika persengketaan memburuk.
Menteri Luar Negeri Jepang, Koichiro Gemba, mengatakan, Tokyo dan Washington sepakat pulau-pulau kecil di Laut China Timur yang diklaim Jepang dan China dilindungi Traktat Keamanan Jepang-Amerika Serikat. Jika konflik militer membuncah, bisa diramalkan Amerika Serikat akan masuk gelanggang secara lebih terbuka. Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta mengatakan, China dan negara-negara di Asia lain bisa terjerumus ke dalam perang yang dipicu sengketa wilayah.
Sumber : Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar