JKGR-(IDB) : Duka yang mendalam menyelimuti Tentara Nasional Indonesia, dengan gugurnya Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, saat mengikuti latihan militer di perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu 07/07/2012, pukul 10.00 Wib.
Skenario dari latihan ini adalah karamnya KRI Cakra 401 bersama 6 awaknya, karena mengalami kerusakan mesin. Satu persatu akan diselamatkan dari conning tower kapal selam, untuk kemudian naik ke permukaan laut. Keenam personel dibagi ke dalam tiga gelombang dan setiap gelombang dua orang.
Dalam simulasi pertama dan kedua, para korban muncul ke permukaan air dalam waktu 15 menit. Namun dalam proses penyelamatan ketiga terjadi masalah. Tim yang ada di permukaan telah menunggu sekitar 30 menit akan tetapi kedua awak kapal belum muncul juga.
Setelah lama ditunggu, Kolonel Laut Jeffry Stanley Sanggel dan Mayor Laut Eko Indang Prabowo, muncul ke permukaan dengan kondisi yang cedera parah. Hidung dan telinga mereka mengeluarkan darah, serta tidak sadarkan diri.
Diduga tabung oksigen yang melekat di baju khusus mereka tidak berfungsi/ selangnya lepas. Karena tidak ada oksigen, mereka terpaksa naik ke permukaan laut dengan cepat, sehingga mengalami dekompresi.
Dekompresi adalah akumulasi nitrogen yang terlarut saat menyelam dan membentuk gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta system syaraf. Udara yang kita hirup adalah oksigen dan nitrogen. Namun gas nitrogen tidak digunakan tubuh. Akibatnya, gas Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam, proporsional dengan durasi dan kedalaman penyelaman.
Masalah terjadi, bila penyelam naik dengan cepat dari kedalaman tertentu, ke permukaan air. Hal ini seperti botol bir yang dikocok lalu kita buka tutupnya. Akumulasi nitrogen di dalam cairan tubuh penyelam dilepas dalam bentuk gelembung udara akibat penurunan tekanan secara drastis. Buih-buih inilah yang menyumbat aliran darah maupun sistem syaraf tubuh manusia dan berakibat fatal.
Penyebab kecelakaan ini masih sebatas perkiraan dari saksi yang melihat peristiwa tersebut.
Pukul 11.00 wib, korban dievakuasi ke Kapal Ponton Lumba-Lumba dan simulasi penyelamatan KRI Cakra 401, langsung dihentikan.
Kedua korban yang pingsan sempat dirawat dan dimasukkan ke chamber dekompresi untuk menetralisir suhu badan mereka. Namun setelah satu jam berada di tabung raksasa tersebut, mereka belum juga sadarkan diri.
Pukul 13.30 Wib, kedua perwira tersebut dinyatakan meninggal dunia.
Latihan escape dan resque untuk Korps Hiu Kencana ini, merupakan yang pertama kali, untuk latihan basah. Jarang negara yang mau berbagi ilmu taktik dan perang di bawah air, sehingga TNI AL harus belajar sendiri.
“Latihan SAR kedaruratan kapal selam ini sebagai wahana untuk mengetahui sejauh mana unsur-unsur Koarmatim mengetahui dan mengatasi kondisi darurat kapal selam di laut,” ujar Pangarmatim Laksda TNI Agung Pramono, saat melepas: KRI Teluk Rupat, Kapal ponton Lumba Lumba, Kapal selam KRI Cakra 401 dan personelnya dari Dermaga Surabaya, Rabu sebelumnya 4/7/2012.
Dalam pengecekan terakhir rabu sore, Laksda Agung Pramono meminta seluruh personel secara serius memeriksa seluruh persiapan. “Kalau ada sesuatu yang perlu diperbaiki, segera dilakukan penanganan, masih ada waktu,” ujarnya kala itu.
Kini TNI AL masih menyelidiki kecelakaan dalam simulasi penyelamatan kapal selam di Perairan Situbondo tersebut.
“Kami membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan terkait musibah yang menyebabkan putra-putra terbaik negeri ini meninggal dunia,” ujar Kadispen Koarmatim, Letnan Kolonel Yayan Sugiana, di Sidoarjo Jawa Timur.
Sumber : JKGR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar