BEIJING-(IDB) : Pejabat militer China melaporkan, negaranya siap memodernisasi senjata nuklirnya untuk merespons rencana Amerika Serikat (AS) yang ingin membangun sistem pertahanan misil Eropa. China juga memandang rencana AS sebagai tindakan yang mengacaukan stabilitas kawasan.
"Senjata itu mengacaukan stabilitas. Kami juga harus membangun kekuatan untuk menangkal setiap ancaman," ujar Mayor Jenderal Zhu Chenghu, Kamis (19/7). Zhu sempat melontarkan komentar yang cukup kontroversial pada 2005 silam tentang nuklir. Zhu mengatakan bahwa China harus menggunakan senjata nuklirnya bila AS mengintervensi konflik Taiwan.
Selama ini, Negeri Paman Sam menghabiskan dana 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp 94 triliun untuk membangun, menguji coba, dan mengerahkan perisai misil itu. AS juga membangun senjata penghancur misil di kapal tempur yang dikerahkan ke Timur Tengah dan Asia-Pasifik. Senjata yang serupa juga dapat ditemukan di wilayah Alaska dan California.
Menurut AS, perisai misil Eropa akan dikerahkan dalam 4 tahap hingga tahun 2020. Hal itu ditujukan untuk mewaspadai serangan misil dari Iran.
Senada dengan China, Rusia memandang keberadaan senjata pertahanan itu menjadi ancaman Rusia. Negeri Beruang Merah menilai, sistem pertahanan misil itu lambat laun akan berkembang menjadi sebuah senjata yang sanggup menghancurkan fasilitas nuklir Rusia.
Mei lalu, Rusia menguji coba misil balistik baru miliknya di pangkalan peluncuran antariksa Kosmodrom Plesetsk, yang terletak di bagian selatan Arkhangelsk. Uji coba senjata mematikan itu dilakukan oleh Rusia di tengah adanya kebuntuan dialog antara Rusia dan AS, terkait isu sistem pertahanan misil Eropa. Saat ini, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sudah mulai mengaktifkan beberapa bagian dalam sistem pertahanan misil itu.
Kepala Staf Militer Rusia Jendral Nikolay Makarov, menegaskan, negaranya siap melakukan serangan untuk menghancurkan sistem pertahanan misil Eropa, bila AS menolak untuk melanjutkan perundingan.
"Sistem pertahanan misil yang dibentuk oleh AS akan menciptakan instabilitas di kawasan. Tidak menutup kemungkinan, kami akan melakukan serangan ke instalasi misil itu bila masalah ini kian mengalami kebuntuan," ujarnya.
"Senjata itu mengacaukan stabilitas. Kami juga harus membangun kekuatan untuk menangkal setiap ancaman," ujar Mayor Jenderal Zhu Chenghu, Kamis (19/7). Zhu sempat melontarkan komentar yang cukup kontroversial pada 2005 silam tentang nuklir. Zhu mengatakan bahwa China harus menggunakan senjata nuklirnya bila AS mengintervensi konflik Taiwan.
Selama ini, Negeri Paman Sam menghabiskan dana 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp 94 triliun untuk membangun, menguji coba, dan mengerahkan perisai misil itu. AS juga membangun senjata penghancur misil di kapal tempur yang dikerahkan ke Timur Tengah dan Asia-Pasifik. Senjata yang serupa juga dapat ditemukan di wilayah Alaska dan California.
Menurut AS, perisai misil Eropa akan dikerahkan dalam 4 tahap hingga tahun 2020. Hal itu ditujukan untuk mewaspadai serangan misil dari Iran.
Senada dengan China, Rusia memandang keberadaan senjata pertahanan itu menjadi ancaman Rusia. Negeri Beruang Merah menilai, sistem pertahanan misil itu lambat laun akan berkembang menjadi sebuah senjata yang sanggup menghancurkan fasilitas nuklir Rusia.
Mei lalu, Rusia menguji coba misil balistik baru miliknya di pangkalan peluncuran antariksa Kosmodrom Plesetsk, yang terletak di bagian selatan Arkhangelsk. Uji coba senjata mematikan itu dilakukan oleh Rusia di tengah adanya kebuntuan dialog antara Rusia dan AS, terkait isu sistem pertahanan misil Eropa. Saat ini, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sudah mulai mengaktifkan beberapa bagian dalam sistem pertahanan misil itu.
Kepala Staf Militer Rusia Jendral Nikolay Makarov, menegaskan, negaranya siap melakukan serangan untuk menghancurkan sistem pertahanan misil Eropa, bila AS menolak untuk melanjutkan perundingan.
"Sistem pertahanan misil yang dibentuk oleh AS akan menciptakan instabilitas di kawasan. Tidak menutup kemungkinan, kami akan melakukan serangan ke instalasi misil itu bila masalah ini kian mengalami kebuntuan," ujarnya.
Sumber : SuaraKarya
0 komentar:
Posting Komentar