Pages

Senin, Desember 19, 2011

Berita Foto : Rekayasa Perbaikan Tank AMX-13


AMBARAWA-(IDB) : Sejumlah prajurit TNI melakukan perbaikan kendaraan tempur tank, di Markas Batalyon Kavaleri-2/Tank, di Ambarawa, Jateng, Senin (19/12). Untuk melakukan perbaikan dan penggantian komponen pada tank jenis AMX-13 buatan Prancis yang dirakit antara tahun 1958 hingga 1960 itu terpaksa dilakukan dengan cara merekayasa komponen karena sudah tidak tersedianya suku cadang.



Dua prajurit TNI melakukan perbaikan kendaraan tempur tank, di Markas Batalyon Kavaleri-2/Tank, di Ambarawa, Jateng, Senin (19/12). Untuk melakukan perbaikan dan penggantian komponen pada tank jenis AMX-13 buatan Prancis yang dirakit antara tahun 1958 hingga 1960 itu terpaksa dilakukan dengan cara merekayasa komponen karena sudah tidak tersedianya suku cadang.

Sumber : Antara 

Berita Foto : Uji Coba Senapan Mesin Helikopter NBO-105 TNI AL

SURABAYA-(IDB) : Seorang kru pesawat heli Bolcow-105 milik Skuadron Udara 400 Wing Udara-1 Puspenerbal, memeriksa senjata GPMP Machine Gun Type MAG Left and Hand Feeding kalibe 7,62mm, di shelter Skuadron Udara 400, Wing Udara-1, kompleks Lanudal Juanda Surabaya, Minggu (18/12). Persenjataan pada heli Bolcow-105 yang baru pertamakali di jajaran TNI AL tersebut, untuk mendukung alat utama sistem persenjataan (alutsista) dalam menjaga keutuhan NKRI.

Seorang teknisi dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI) mempersiapkan senjata MAG-58M kaliber 7,62mm dalam pesawat heli jenis Bolkow-105 Escort milik Skuadron Udara 400 Wing Udara-1 Puspenerbal, saat uji coba penembakan di Puslatpur TNI AL Grati Pasuruan, Senin (19/12). Helikopter Bolkow-105 Escort merupakan helikopter kawal yang dirakit oleh PT DI, untuk keperluan pelaksanaan operasi pendaratan pasukan pendarat dalam operasi Amfibi dan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC).

Seorang air crew mempersiapkan amunisi senjata MAG-58M kaliber 7,62mm dalam pesawat heli jenis Bolkow-105 Escort milik Skuadron Udara 400 Wing Udara-1 Puspenerbal.

Dua air crew mempersiapkan senjata MAG-58M kaliber 7,62mm dalam pesawat heli jenis Bolkow-105 Escort milik Skuadron Udara 400 Wing Udara-1 Puspenerbal. 

Seorang air crew bersiap mengoperasikan senjata MAG-58M kaliber 7,62mm dalam pesawat heli jenis Bolkow-105 Escort milik Skuadron Udara 400 Wing Udara-1 Puspenerbal. 

Sumber : Antara

Penting Bagi Indonesia Untuk Andil Dalam Pemeliharaan Perdamain Dunia

BOGOR-(IDB) : Tugas pemeliharaan perdamaian dunia penting bagi bangsa Indonesia. "Tugas ini penting karena konstitusi kita mengamanahkan agar kita ikut melaksanakan ketertiban dunia, world order, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya saat meresmikan Fasdiklat Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) di Bukit Merah Putih, Citereup, Sentul, Kabupaten Bogor, Senin (19/12) pagi.

Menurut Presiden SBY, situasi keamanan dan perdamaian dunia hingga saat ini belum pernah baik, sehingga pemeliharaan perdamaian internasional adalah tugas yang akan terus dilakukan Indonesia sampai dunia betul-betul aman dan damai sesuai dengan Piagam PBB. "Kita ingin membekali dan meningkatkan kemampuan dan pengalaman TNI, dan dalam batas tertentu Polri, untuk tugas-tugas pemeliharaan perdamaian ini," ujar SBY.


Menjawab pertanyaan mengapa Indonesia harus memiliki pusat pemeliharaan perdamaian, Presiden SBY menjelaskan karena intensitas, partisipasi, dan kontribusi Indonesia dalam berbagai tugas-tugas pemeliharaan perdamaian itu sangat tinggi. "Indonesia adalah negara yang sangat aktif untuk berkonstribusi pada misi pemeliharan perdamaian dunia," Presiden SBY menerangkan.


"Dunia juga menilai bahwa kontingen Indonesia di manapun mereka mengemban tugas memiliki prestasi yang baik. Tentu saja penilaian ini wajib kita pertahankan dan bahkan terus kita tingkatkan," jelasnya.

Presiden mencontohkan ketika kontingen Indonesia mengemban misi perdamaian di bekas negara Yugoslavia. "Indonesia mendapatkan penghargaan yang tinggi karena disiplin kita, can do spirit kita, kinerja kita, bahkan hubungan peace keepers Indonesia dengan masyarakat lokal. Kita dinilai sebagai good guys," SBY menambahkan.

Namun Indonesia kehilangan beberapa kesempatan baik untuk meningkatkan perannya dalam misi-misi ini, misalnya dalam jumlah perwira yang memimpin. "Jumlah perwira-perwira Indonesia yang menjadi
leaders tidak terlalu banyak karena hambatan bahasa dan pengetahuan tentang peace keeping mission itu sendiri," kata Presiden.

Kesempatan lain yang terlewatkan adalah ketika Indonesia diberi kesempatan untuk menambah 1 batalyon mekanis untuk kekuatan misi perdamaian di Bosnia dan menempatkan seorang jenderal bintang dua untuk menjadi
force commander atau komandan pasukan. "Ternyata kita tidak siap," ujar SBY.

Oleh karena itu Presiden SBY sudah memikirkan untuk membangun sebuah pusat pelatihan dan pendidikan pasukan pemelihara perdamaian bersama dengan perwira TNI lainnya sejak ia selesai bertugas di Bosnia tahun 1996. "Karena pertimbangan tertentu, sayang sekali waktu itu belum bisa dibangun, dan
alhamdulillah sekaranglah bisa kita wujudkan," SBY menjelaskan.

Sumber : PresidenRI

SBY Resmikan Pangkalan Militer Masa Depan

BOGOR-(IDB) : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Indonesia Peace and Security Center (IPSC) atau fasilitas pusat pemeliharaan perdamaian dan keamanan di kawasan Santi Dharma, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

“Kawasan ini, yang pembangunan tahap pertama akan kami resmikan hari ini, Insya Allah akan menjadi kawasan pendidikan, pelatihan, dan kajian yang lengkap, termasuk tempat untuk  international event,” kata Yudhoyono di Sentul, Jawa Barat, Senin 19 Desember 2011.
Yudhoyono mengungkapkan, IPSC di Sentul itu ke depannya juga akan menjadi pangkalan militer, pusat pelatihan kontraterorisme, pelatihan tanggap budaya, serta kampus Universitas Pertahanan. “Kampus (Universitas Pertahanan) di Salemba tidak memadai. Maka akan dibangun di sini, sehingga fasilitas lebih lengkap,” ujar dia.

Yudhoyono juga meminta agar IPSC nantinya dilengkapi dengan tempat lomba tembak. Menurutnya, tim Indonesia kerap juara dalam lomba tembak. Oleh karena itu, Yudhoyono berharap agar suatu saat Indonesia dapat menjadi tuan rumah lomba tembak.
“Pemerintah, dalam hal ini Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan akan terus bekerja melengkapi kawasan ini,” terang Yudhoyono.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, IPSC berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan latihan serta memelihara kemampuan personel maupun satuan TNI yang disiapkan untuk operasi pemeliharaan perdamaian.

IPSC, menurut Purnomo, juga akan menjadi tempat perencanaan kebutuhan operasi, administrasi, dan logistik, dalam rangka pelaksanaan latihan bagi personel dan satuan TNI yang disiapkan untuk operasi pemeliharaan perdamaian.
Lokasi IPSC persisinya berada di kawasan Santi Dharma yang terletak di Desa Sukahati, Kecamatan Citeureup, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. IPSC dibangun di area seluas 261 hektar lebih, di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut, di kawasan perbukitan Sentul.

IPSC terdiri dari pusat pemeliharaan perdamaian, pusat pelatihan penanggulangan terorisme, pusat pelatihan penanggulangan bencana, pusat bahasa, dan markas pasukan siaga TNI. Area IPSC juga dilengkapi dengan fasilitas dari laboratorium bahasa, serta fasilitas latihan hingga mess bagi anggota TNI yang melaksanakan pendidikan.

IPSC ini akan berada di bawah komando perwira tinggi TNI berpangkat Brigadir Jenderal, dan wakilnya yang berpangkat kolonel. Setiap anggota TNI yang dilatih di sini merupakan anggota TNI dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, yang telah melalui tahap seleksi.

Untuk menghijaukan kawasan IPSC yang berada di kawasan perbukitan ini, sebelumnya telah dilakukan penanaman 1 miliar pohon pada 28 November 2011 lalu. Penanaman pohon dilakukan langsung oleh Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, beserta Panglima TNI, Menteri Pertahanan, dan Menteri Kehutanan.

Sumber : Vivanews

Pertahanan Nasional Dalam Menghadapi Ancaman Global

JAKARTA-(IDB) : Sejarah manusia yang panjang telah membuktikan negara atau malah korporasi sekalipun bisa menjadi besar karena memiliki angkatan perang yang tangguh.Di sinilah letak penting ditetapkan grand strategy pertahanan akan bagaimana dan untuk tujuan apa negara menempatkan posisinya dalam sistem internasional.

Jika strategi bagi kepentingan nasional yang dibangun lebih menekankan pada soft politics,maka konsekuensinya hanya akan menciptakan stabilitas nasional yang kondusif sebatas bagi investor asing.Akibatnya, pembangunan postur militer pada akhirnya akan mengikuti desain tersebut.Padahal, tekanan kapitalisme melalui organisasi ekonomi internasional dan berbagai MNCs (multi national cooperations) akan selalu memperlemah posisi negara.

Maka,tidak mengherankan keterlibatan semakin jauh MNCs dalam kasus privatisasi perang maupun akumulasi modal dan jelas terdapat peluang bagi MNCs untuk menyewa tentara (seperti di Papua) untuk melindungi kepentingan ekonomi atau bahkan membiayai militer untuk ‘perang’ guna mencapai tujuannya. Persepsi ancaman terhadap kedaulatan negara abad ini harus semakin mencermati faktor ”globalisasi dan internasionalisasi”.

Logika dasarnya mengarah pada intensitas, karakter,dan sifat dari ancaman yang dipersepsikan akan mempengaruhi strategi pembangunan pertahanan negara yang ujungnya terkait dengan kualitas dan kuantitas postur militer. Kendala utama pembangunan postur militer di negara berkembang terletak pada lemahnya perekonomian nasional.Untuk Indonesia, ironisnya UU mengamanatkan TNI memiliki tugas pertahanan negara yang bersifat eksternal.

Artinya, tentara kita harus memiliki kapabilitas mumpuni untuk menghadapi ancaman yang datang dari luar negara – sejak di ujung batas 200 Nm hingga ke daratan wilayah kedaulatan. Dari sisi ancaman,Indonesia sesungguhnya ketat terkepung oleh Commonwealth Countriesyang jelas akan tergabung dalam kepentingan dan kekuatan yang hampir sama di FPDA (five power defensearrangement).

FPDA sesungguhnya harus menjadi ukuran kita dalam memandang ancaman terdekat. Karenanya,bukan saja kita harus segera mengantisipasi dampak pasukan marinir AS di Darwin yang hanya berjarak 2 jam terbang dari gerbang pulau terdepan kita di Tanimbar (Maluku Tanggara Barat) dengan Masala blok-nya.

Tetapi,perlu juga dicermati mengapa kerja sama maritim India dan Australia semakin mendalam dan berpangkalan di Christmas Island,sementara Singapura juga menetapkan kenaikan anggaran pertahanan sebesar USD23 triliun di 2015. Bagaimanapun,jumlah, teknologi,dan dukungan logistik bagi alutsista merupakan faktor penentu dalam sebuah peperangan.

Dengan itu,modernisasi alutsista berteknologi mutakhir didukung kemampuan peperangan elektronika sudah harus mulai menampakkan bentuk kekuatannya.Periode 2014 diharapkan paling tidak TNI sudah mampu menyeimbangi kekuatan negara-negara ASEAN dan di 2025 sewajarnya TNI telah menjadi kekuatan yang kembali diperhitungkan di kawasan.

Sumber : Sindo

Wawancara Khusus Pengadaan Alutsista Dengan Menhan RI

JAKARTA-(IDB) : Reformasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI melalui program minimum essential force (MEF) 2024 membutuhkan anggaran sangat besar.Hingga 2014, anggaran yang dialokasikan untuk keperluan ini mencapai Rp150 triliun.

Anggaran sebanyak itu akan digunakan untuk membangkitkan daya tangkal sekaligus mendorong revitalisasi industri strategis pertahanan Tanah Air. Bagaimana kedua hal itu bisa berjalan? Berikut petikan wawancara SINDOdengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.


Bagaimana memanfaatkan anggaran alutsista yang demikian besar?

Anggaran kita memang naik pada tahun sekarang, dibandingkan lima tahun lalu. Untuk pembangunan alutsista (perawatan,pemeliharaan, pembelian baru) selama lima tahun,kita mendapatkan Rp150 triliun,itu di luar belanja pegawai. Kalau dihitung per tahun, pada 2012 kita dapat Rp72 triliun.Tapi,48%-nya untuk belanja pegawai.Sisanya,36% untuk belanja modal (alutsista) dan 16% belanja barang (pemeliharaan dan perawatan). *Tentu,(alutsista) yang kita pilih adalah untuk pembelian alutsista yang sudah kita rencanakan sejak awal masuk kabinet 2010.

Proporsi pembelian dari dalam negeri dan luar negeri seperti apa?

Kita sudah buat perencanaan untuk 15 tahun yang dibagi dalam tiga rencana strategis lima tahunan. Dalam pokok perencanaan itu,kita sudah tahu mana yang dibeli dari dalam negeri dan luar negeri. Semaksimal mungkin,kita beli dari dalam negeri.Tapi kalau tidak bisa,kita beli yang bisa dibangun bersama-sama atau joint productions.Lalu,yang tidak bisa dibangun di Indonesia dan harus dibeli dari luar, kita upayakan adanya tansfer of technology( ToT) ataupun off-setdan trade off.

Untuk jangka panjang juga kita siapkan,contohnya dengan Korea Selatan (Korsel),kita melakukan penelitian dan pengembangan untuk pesawat tempur generasi 4,5 yaitu IFX/KFX. Itu baru datang pada 2020. Padahal selama jangka waktu itu,kebutuhan pesawat tempur tetap harus kita diisi.

Ada tawaran kerja sama dari sejumlah negara di Eropa, seperti Serbia.Tanggapan atas tawaran-tawaran itu?

Mereka memang banyak menawarkan teknologi timur. Dulu,kita banyak memakai teknologi timur pada era 60-an. Tapi,ujung-ujungnya adalah apakah cocok dengan RMA, kepentingan kita,dan modernisasi peralatan kita.Jadi,yang menawarkan banyak,tapi harus kita lihat satu per satu.

Bagaimana strategi yang digunakan dalam menentukan alutsista yang dibeli?

Pertama,kita lihat ancamannya seperti apa,di mana,dan berupa apa. Kemudian,anggaran yang dipersiapkan untuk penangkalnya seberapa besar. Lalu,dari situ kita desain,kita bangun kekuatan alutsista kita.Indonesia itu besar,jadi yang didesain tidak hanya kuantitas,tapi juga kualitas. Contohnya pembelian pesawat tempur F-16.Kita punya anggaran USD470 juta.

Kalau membeli baru cuma dapat 6 unit dan datangnya baru sekitar 6-7 tahun lagi. Tapi,kalau dapat hibah F-16 bekas,bisa datang cepat. Pesawat hibah itu tetap bisa diupgrade kemampuannya menjadi seperti pesawat baru. Dengan hibah ini kita dapat 24 unit. Karena itu,kita kemudian memilih yang hibah ini dengan 24 unit pesawat. Selain itu,kondisi geografis juga harus diperhitungkan.

Di wilayah barat, laut kita dangkal,sehingga tidak membutuhkan kapal-kapal berukuran besar.Yang penting sekarang adalah kapal-kapal yang ada dipasang meriam dan rudal.Sedangkan di wilayah timur,lautnya dalam sehingga cocok untuk kapal-kapal besar.

Salah satu kendala industri strategis pertahanan dalam negeri adalah tidak ada sinergi antarindustri.Apa yang Kemhan lakukan untuk mendorong terciptanya sinergitas ini?

Biasanya kita menyerahkan ke vendor manufaktur untuk menetapkan itu sendiri. Misalnya,bangun kapal perang,maka kita serahkan ke PT PAL.Mereka yang akan mencari (dari industri mana saja komponennya).Kita cuma bilang harga segini,barang seperti ini.

Bagaimana dengan RUU tentang Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan?

Sekarang sedang dibahas DPR.Yang penting kita berikan fleksibilitas kepada BUMNIP agar mereka bisa kembangkan industri pertahanannya lebih baik.Contohnya,kewajiban untuk membeli dari dalam negeri,dalam hal tender mungkin ada keberpihakan kita,ketentuan local content, dan diizinkan untuk melakukan kerja sama.Itu memang perlu dipayungi hukum.

Kemampuan seperti apa yang Kemhan harapkan dimiliki industri pertahanan untuk dapat memenuhi kebutuhan alutsista?

Kita menyadari ToT tidak bisa cepat.Pembuatan kapal selam,misalnya.Kapal pertama dibuat di luar negeri tidak apa-apa,tapi kita kirim banyak anak muda ke sana untuk belajar.Mungkin yang kedua bisa dibangun sebagian di sini.Nah,yang ketiga,kita berharap bisa dibangun di sini semua.Jadi itu bertahap.Itu sebetulnya tidak sulit. Contohnya kapal LPD yang kita punya.Dulu,dua dibangun di Korea,dua di Indonesia. Sekarang,Filipina sudah berminat membeli dari kita.

Dengan pembelian alutsista yang demikian gencar,apa tidak khawatir menimbulkan persaingan persenjataan di kawasan?

Sebetulnya kalau di ASEAN tidak.Pertama, karena kita punya ADMM (rapat tahunan menteri pertahanan se-ASEAN).Kita juga sudah sepakat kebijakan pertahanan kita harus transparan.Kita juga ada kerja sama industri pertahanan dan kerja sama militer selain perang. Kedua,kita semua tahu, sebenarnya kita membangun kekuatan ini bukan untuk menyerang,melainkan untuk mempertahankan kedaulatan. Ketiga,sekarang ini ancaman lebih banyak pada ancaman non-tradisional dan asimetrik.

Bisa digambarkan kekuatan pertahanan yang ingin dibangun,apakah seperti era 1960-an?

Tentu berbeda antara era 60- an dengan sekarang.Sekarang ada RMA (revolution military affair),jadi sekarang ini peranan teknologi sangat besar sekali.Sekarang kita tidak perlu kapal-kapal besar,yang penting punya peluru kendali.

Bagaimana dengan platform perluasan pasukan?

Memang,sekarang kebijakan kita di bidang sumber daya manusia ada tiga. Pertama,zero growth.Kita ingin pertahankan jumlah personel tetap.Kita juga menganut restrukturisasi dan right sizing.

Pengaruh zero growth terhadap ketersediaan belanja modal seperti apa?

Memang itu yang kita harapkan (persentase belanja modal lebih besar).Dulu kita 51% dari anggaran untuk belanja pegawai,sekarang sudah turun menjadi 48%. Memang tidak bisa drastis, harus pelan-pelan.Tapi,persentasenya untuk belanja modal tentu naik seiring dengan kebijakan zero growthini. 

Sumber : Sindo

Kebijakan Pemerintah Dalam Menghidupkan Industri Alutsista Dalam Negeri

JAKARTA-(IDB) : Tiga kebijakan dasar pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) memiliki arti penting bagi kebangkitan industri pertahanan dalam negeri. Tiga kebijakan itu adalah produksi alutsista dalam negeri,impor tanpa kondisionalitas,dan pembangunan kerangka kerja sama yang konstruktif seperti joint investment,joint productions, joint research development and innovation.

Dengan kebijakan ini, tak pelak menjadi angin segar bagi industri pertahanan dalam negeri. Betapa tidak,industri pertahanan dalam negeri yang sebenarnya memiliki kemampuan tak kalah dari industri serupa di luar negeri,sangat membutuhkan pesanan alutsista.Tengoklah PT Dirgantara Indonesia (PT DI).Perusahaan yang dulu bernama IPTN ini dengan lisensi dari beberapa negara,mampu menghasilkan berbagai jenis helikopter maupun pesawat sayap tetap yang cukup laris di luar negeri.


Namun semua lisensi pembuatan helikopter itu telah habis,sehingga PT DI tak bisa memproduksinya lagi.Adapun untuk pengembangan desain sendiri,biayanya sangat mahal.Dikhawatirkan kondisi ini membuat regenerasi ahli pesawat di PT DI tersendat karena generasi baru belum disertai pengalaman membuat pesawat.Jika dalam dua tahun tanpa proyek,kemampuan membuat rancang bangun pesawat bisa hilang.

Dengan kebijakan ini, maka PT DI pun bisa “hidup kembali”.Terutama untuk memenuhi pesanan alutsista militer Indonesia. “Saat ini kami sedang dalam tahap riset membuat helikopter pengembangan dari jenis lama. Sebenarnya asal ada pesanan yang tinggi, otomatis mendorong kreatifitas terus berkembang,”ungkap Direktur Teknik dan Pengembangan PT DI Dita Ardoni Safri.

Di Surabaya,PT PAL Indonesia yang pernah menimba ilmu dalam proyek pembangunan kapal perang jenis korvet dengan Belanda dan landing platform dock(LPD) Korea Selatan,kini mampu memproduksi kapal patroli cepat dan LPD untuk TNI AL.Bahkan, sekarang juga melayani pesanan LPD dari Filipina. Namun,dari sekitar 2.000 komponen dalam satu buah kapal yang diproduksi itu,hanya 30% komponennya yang mampu dihasilkan PT PAL.

Sisanya,masih bergantung pada industri lain,misalnya elektronik,persenjataan, dan mesin. Direktur SDM dan Umum PT PAL Indonesia Sewoko Kartanegara mengatakan, komponenkomponen itu kebanyakan didatangkan dari luar negeri.Ini bukan karena industri dalam negeri tidak mampu memproduksi, namun karena tidak ada sinergi antarindustri strategis.Karena itu, diharapkan ada undangundang yang mengatur mengenai sinergi antarindustri pertahanan dan industri strategis lain.

“Adanya undang-undang akan lebih menjamin keberlanjutan pembuatan alutsista, ”ujarnya. Di samping undangundang, keberlanjutan pemesanan kapal dari pemerintah juga sangat diharapkan.Tanpa proyek pembuatan kapal,maka beban biaya pembuatan kapal perang sangat mahal. “Tidak mungkin kita menerima order hanya satu buah kapal karena nilainya tidak ekonomis dan harganya juga jauh lebih mahal,”paparnya.

Sementara itu,senapan, amunisi,dan kendaraan tempur produksi PT Pindad mampu mencuri perhatian dunia. Perusahaan ini membidik peluang pasar alutsista untuk MEF 2010-2014 yang mencapai nilai Rp13,664 triliun.Mayoritas dihasilkan dari produk kendaraan tempur (ranpur) sebanyak Rp10,782 triliun (424 unit) serta senjata ringan dan senjata pokok sebesar Rp1,315 triliun (126.248 pucuk senjata).

Direktur Manufaktur PT Pindad Tri Harjono mengatakan,PT Pindad ditugasi untuk memproduksi alutsista guna mendukung program minimum essential force (MEF) bagi TNI.“Itu yang kami prioritaskan terlebih dulu (bukan ekspor),” katanya. Meski demikian,PT Pindad masih memiliki kesulitan karena ketika produk dibeli pemerintah, pembiayaan dilakukan di akhir tahun. Padahal, biaya produksi yang harus dikeluarkan tidak sedikit. 

Sumber : Sindo

Dua Skuadron F-16 Hibah Perkuat TNI AU 2014

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan dua skuadron pesawat F-16 hibah dari Amerika Serikat diperkirakan tiba di tanah air pada 2014.

"Tapi bisa lebih cepat. Dua sampai tiga tahun bisa siap. Ini [proses hibah] sudah jalan," ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai memimpin peringatan Hari Bela Negara di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Minggu.

Menhan menegaskan Indonesia memilih mendatangkan pesawat F-16 hibah dari AS melalui proses hibah daripada membeli pesawat baru karena jika membeli pesawat baru, maka Indonesia hanya akan mendapat enam unit pesawat.

"Sementara dengan menerima pesawat hibah, Indonesia bisa mendatang 24 unit pesawat sekaligus," ujarnya.

Selain itu, Pemerintah menilai anggaran negara dapat lebih dihemat dengan menerima pesawat hibah. Purnomo mengungkapkan, dirinya sudah mengecek langsung pesawat F-16 hibah AS itu, dan bertemu dengan tim yang mengurus dan merawat pesawat-pesawat itu.

Sumber : Antara

Philipina Wants To Acquire F-16 Fighter Jets From US

MANILA-(IDB)  : THE Philippines has reportedly asked the US for a squadron of used F-16 “Fighting Falcon” fighter jets to boost the country’s external defense. 

While the request calls for the F-16s to be given to the country for free, the Philippine government is willing to pay for any upgrades or modifications that may be needed for the aircraft, sources said.

The proposed deal reportedly involves the transfer of used F-16s from the US’s excess equipment now stored at the US Air Forces’ “aircraft boneyard” in Davis-Monthan Air Force Base in Arizona.

The F-16 “Fighting Falcon” is one of the most versatile multi-role fighter planes in the US Air Force. It has been used since 1974.

The recent saber-rattling by China over the Spratly Islands and some other areas on the West Philippine Sea has prompted the country to seek an air superior fighter plane, sources said.

The Philippines has always relied on the US for its external defense because of the RP-US Mutual Defense Treaty, thus the country has seen no need to boost its external defense in the past.

The recent events in the Spratlys, however, prompted the need to have an air superior fighter to discourage the Chinese air force from intruding into Philippine air space.

About five years ago, the Air Force mothballed its eight remaining 1960-vintage F-5 “Freedom Fighters” that were acquired from South Korean and Taiwan because they are no match for the more modern fighters now used by practically all civilized countries and are expensive to maintain.

Thus, the Air Force had to rely on trainer planes to support the government’s campaign against Moro separatists and communist rebels.

Before the Arroyo administration stepped down, it purchased 18 Italian-made SF-260 trainers that are also being used as light ground attack aircraft.

In addition, the Air Force has S-211 trainer jets that are also used as maritime patrol aircraft and ground attack planes.

As maritime patrol aircraft, however, the S-211s are not that efficient since they lack electronic equipment to “see” what they are patrolling. Thus, what the aircraft can “see” are all that the two pilot can spot with their eyes.

The Air Force has five S-211 jets.

The F-16 “Fighting Falcon” is a multi-role jet fighter aircraft manufactured by Lockheed Corp.
It is meant to be and air superiority fighter.

Indonesia recently acquired 24 F-16 fighters. It is also used by the air forces of Taiwan, South Korea, Thailand and Singapore.

Source : BusinessMirror

Hindari Penyimpangan Pengadaan ALutsista, Pemerintah Sediakan Tim Pengawas

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah tidak main-main dalam melaksanakan program penguatan pertahanan negara. Untuk menghindari adanya penyimpangan dalam pengadaan alutsista, pemerintah telah membentuk tim untuk melakukan pengawasan.

“Kami sudah membuat tim pemantauan penyimpangan pengadaan barang dan jasa,” kata Purnomo di Jakarta, Minggu (18/12).

Menurut dia, tim ini sudah berjalan dan melaksanakan tugasnya. Tidak hanya orang dari Kemhan, anggota Tim ini di antaranya juga berisi orang-orang dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin menambahkan, tim ini selain berfungsi melakukan pengawasan untuk menghindari penyimpangan keuangan, juga mengawasi terjadinya penyimpangan spesifikasi barang yang dipesan. “Dengan ini permainan agen atau broker bisa ditekan,” kata Hartind.

Sumber : Jurnas

Incar Tank Leopard, Pemerintah Siapkan US$280 Juta

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan menyiapkan dana sebesar US$280 Juta untuk membeli 100 unit tank Leopard milik pemerintah Belanda. Dana tersebut dIperoleh dari alokasi dana pertahanan periode 2010-2014.

“Pada 2012, tim sudah bekerja. Kami akan membeli 100 unit,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Jakarta, Minggu (18/12).

Sjafrie tidak memerinci berapa harga tank Leopard bekas milik Belanda tersebut. Namun begitu, dirinya berharap bisa mendapat tank-tank tersebut dalam harga murah dan berkualitas. “Semurah mungkin, secepat mungkin, dan seberkualitas mungkin,” ujarnya lagi. Sjafrie menekankan, pengadaan main battle tank buatan Jerman tersebut harus dikelola secara cermat dan teliti.

Tank Leopard yang menjadi incaran Indonesia adalah tank Leopard 2A6 yang telah dipergunakan angkatan bersenjata negara-negara Eropa dan non-Eropa. Tank yang dikembangkan Krauss-Maffei ini memiliki kubah tembak vertikal berlapis baja. Selain itu tank ini dilengkapi sistem pengontrol penembakan digital dan rangefinder laser. Meriam utama 120mm, senapan mesin koaksial, serta perlengkapan night vision yang canggih. Tank ini juga memiliki kemampuan bertempur menghadapi sasaran bergerak meski berada dalam medan sulit dan tak rata.

Sumber : Jurnas

Keunggulan Tank Leopard Versi KSAD

JAKARTA-(IDB) : Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, mengatakan hingga kini tidak ada perubahan rencana pembelian 100 Tank Leopard. Karena itu, pihaknya berusaha untuk bisa merealisasikan pembelian itu sebagai wujud modernisasi alutsista setelah 20 tahun tidak melakukannya.
 
"Yang kami butuhkan tank besar, tidak ada perubahan," terang di kantor Kementerian Pertahanan, Ahad (18/12).

Dijelaskannya, pemilihan tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 sudah melalui berbagai kajian dari beberapa aspek. Antara lain, aspek strategi militer, yakni susunan kekuatan militer dibangun dan dipersiapkan sejak dini dengan asumsi adanya ancaman yang paling mungkin.

Pramono menyatakan, setiap negara dalam strategi militernya pasti fokus kepada desain kapabilitas objektif, berupa susunan satuan-satuan tempur, bantuan tempur (banpur), dan unsur pendukung secara terintegratif dan komprehensif.

Keunggulan militer di atas kertas, imbuhnya, dapat dinilai dari keunggulan kapabilitasnya dari sudut kemampuan daya gerak atau manuver, daya tembak, daya kejut, dan daya penghancur, serta daya tahannya sebagai kekuatan. "Baik itu penangkal, penindak, penghancur maupun pemulih," kata Pramono.

Dia melanjutkan, kalau dilihat dari taktik bertempur matra darat, maka Tank Leopard adalah pilihan yang tepat untuk menghadapi kekuatan darat lawan yang memiliki tank MBT sekelasnya. Dalam taktik bertempur kekuatan tank tempur, kata Pramono, harus dihadapi dengan tank tempur pula.

Ditinjau aspek itu, menurut Pramono, keunggulan MBT Leopard bisa digunakan, yang meliputi kemampuan daya gerak, tembak, daya kejut dan penghancuran

Belum lagi keunggulan desain teknologinya yaitu, besaran calibernya 130 milimeter, jarak capai, kemampuan penetrasi dan penghancurannya, stabilizer system dan armor protection-nya.

Leopard, sambung Pramono, juga punya keunggulan yang sangat menentukan yaitu, kemampuan firing control system dan automatic target tracking system yang sangat akurat, serta auto ammo loader guna mempercepat daya tembaknya, thermal imaging sight, laser range finder, dan balistic computer.

Pramono mengatakan, aspek geografi Indonesia juga menentukan pemilihan MBT Leopard yang beratnya 63 ton. Tank tersebut, sebut dia, dapat bergerak dan bermanuver dengan leluasa di wilayah Indonesia, kecuali di wilayah tertentu yang tidak memungkinkan bagi manuver ank tempur berat.

Kemudian, aspek training of trainer (TOT) Rheimetal yang merupakan pabrik Tank Leopard di Jerman memberikan dukungan sepenuhnya berupa trasfer teknologi baik pemeliharaan, operasional dan pengadaan amunisinya bersama PT Pindad, Bandung.

"Inilah alasan kami memilih MBT Leopard. Sisi transfer of technology juga menjadi pertimbangan," beber mantan panglima Kostrad tersebut.

Syafrie yakin, pembelian tank Leopard bakal tidak ada masalah, dan tahun depan pihaknya menargetkan pembelian 100 Tank Leopard seharga Rp 14 triliun tersebut tuntas. Dia melanjutkan, kalau pembelian tank merupakan bagian modernisasi alutsista TNI peridoe 2011-2015 untuk mencapai kekuatan pokok minimum (essential minimum forces) dengan total anggaran Rp 150 triliun.

"Initial planning pembelian tetap bergerak ke Tank Leopard, karena pengadaan alat dibutuhkan main battle tank," ujarnya. 

Siumber : Republika

Wamenhan : Rencana Pembelian Tank Leopard Sudah Melalui Kajian

JAKARTA-(IDB) : Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, rencana pembelian tank Leopard milik pemerintah Belanda telah melalui pengkajian khusus. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan telah melakukan kajian strategis dan teknis dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) tersebut.

“Jadi tidak ujug-ujug diputuskan, tapi sudah melalui kajian teknis yang kami masukkan dalam pemikiran strategis baik strategi politik nasional maupun strategi pertahanan,” kata Sjafrie di Kantor Kementerian Pertahanan Jakarta, Minggu (18/12).

Kajian strategis tersebut dilakukan oleh Kemhan. Namun begitu, kata Wamenhan, keputusan strategis baru dapat dilakukan setelah mendapat kepastian teknis dari pengguna alutsista, yaitu TNI.

Sebagai dampak krisis global yang menerpa Eropa, beberapa negara termasuk Belanda menjual alutsistanya untuk mengurangi anggaran pemeliharaan alutsista.

Sebelumnya diberitakan, Parlemen Belanda menolak penjualan tank Leopard tersebut ke Indonesia karena tidak memenuhi syarat penjualan. Parlemen Belanda mensyaratkan negara pembeli terbukti tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan telah memenuhi kewajiban dalam bidang politik dan keamanan baik nasional maupun internasional.

Partai GroenLinks, Partai Sosial Demokrat (PvdA), dan Partai Sosial (SP) mengimbau pemerintah Belanda untuk tidak menjual tank-tanknya ke Indonesia.

Sumber : Jurnas


Indonesia Tetap Berupaya Untuk Dapat Mendatangkan  Tank Leopard

JAKARTA-(IDB) : Indonesia bersikukuh akan membeli tank Leopard milik Belanda. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya agar dapat membeli tank tersebut.

Initial planning-nya tetap ke sana (membeli tank Leopard). Kami terus bekerja untuk itu, bahkan saya akan bertemu dengan utusan dari Belanda untuk membicarakan hal tersebut,” kata Sjafrie di kantor Kementerian Pertahanan Jakarta, Minggu (18/12).

Sebelumnya diberitakan, Parlemen Belanda menolak penjualan tank Leopard tersebut ke Indonesia karena tidak memenuhi syarat penjualan. Mereka mensyaratkan, negara pembeli terbukti tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan telah memenuhi kewajiban dalam bidang politik dan keamanan baik nasional maupun internasional.

Partai GroenLinks, Partai Sosial Demokrat (PvdA), dan Partai Sosial (SP) mengimbau pemerintah Belanda untuk tidak menjual tank-tanknya ke Indonesia.

Menurut Wamenhan, penolakan penjualan tank Leopard pada Indonesia belum menjadi keputusan pemerintah Belanda. “Terlalu dini menyimpulkan ada penolakan dari pihak belanda karena yang ada sekarang bukan pernyataan resmi atau jawaban institusional baik dari pemerintah maupun negara Belanda,”jelas Sjafrie.

Sumber : Jurnas