Pages

Minggu, Desember 11, 2011

Keberhasilan Angkatan UdaraTurki dan Pakistan Bukan Contoh Bagus Bagi TNI AU

JAKARTA-(IDB) : Baru-baru ini Amerika Serikat memang setuju untuk memasok Turki sumber kode untuk mengakses sistem dan pengendali pesawat F-16 berikut perangkat lunaknya, sehingga Turki mampu memodifikasi dan mengembangkan teknologi sendiri terkait perangkat lunak persenjataan buatan mereka sendiri.
Namun ada beberapa catatan penting buat pelajaran bagi Indonesia. Meski Amerika setuju untuk memasok perangkat-perangkat untuk pengembangan dan rekondisi pesawat F-16 yang sesuai dengan kebutuhan Turki, namun Pemerintah Turki harus mengeluarkan anggaran biaya US$ 5,2 juta per pesawat. Wah, sangatlah mahal buat APBN Indonesia yang lagi rawan-rawannya seperti sekarang ini.

Itupun, hampir semua item-item dari peralatan terkait F-16 tersebut masih dipasok dari luar negeri. Berarti, tetap saja Turki masih terperangkap dalam ketergantungan terhadap para pemasok luar negeri.

Yang juga seharusnya jadi pertimbangan Indonesia, Turki walau bagaimanapun dianggap sekutu oleh Amerika Serikat dan pakta pertahanan NATO. Karena itu sama sekali tidak mengagetkan kalau empat tahun yang lalu, Turki membeli 30 unit pesawat tempur F-16C Blok 50, yang harganya US$ 60 juta per unitnya.

Artinya, dengan kepemilikian pesawat-pesawat tempur jenis ini, Turki bakal memiliki armada F-16 terbesar di dunia (sekitar 250 unit). Apa mungkin Amerika mau beresiko menjual pesawat F-16 kpada Turki, jenis pesawat tempur yang pernah digunakan Israel untuk membom gudang persenjataan nuklir Irak semasa pemerintahan Saddam Husein pada 1981? Amerika bersedia melepas F-16 ke Turki karena biar bagaimanapun Turki tergabung dalam Pakta Pertahanan NATO sejak 1952. Saat genting-gentingnya Perang Dingin antara Amerika-Eropa Barat versus Cina-Uni Soviet.

Karena itu Amerika juga tidak merasa khawatir ketika Turki bekerjasama dengan Pakistan, yang juga sama-sama sekutu Amerika, untuk memperbaharui jenis pesawat F-16 dari konfigurasi blok 15 yang sudah kadaluarsa, menjadi konfigurasi jenis blok 40.

Pakistan yang baru-baru ini dicabut embargonya oleh Amerika, maka bermuncullanlah beberapa perusahaan peralatan senjata berat, yang bersaing, untuk memperbaharui beberapa jenis pesawat tempur dan persenjataan buatan Amerika yang sudah tua dan kadaluarsa, namun masih digunakan oleh Angkatan Bersenjata Pakistan.

Begitulah. Pakistan dan Turki, sebagai sama sama sekutu Amerika dan NATO, seringkali menjalin kerjasama perdagangan yang cukup erat, dan bahkan mengembangkan industri perawatan dan pengembangan bagi pesawat-pesawat tempur buatan Amerika yang masih laik terbang. Dan Sekadar informasi, kerjasama Turki-Pakistan tersebut sepenuhnya mendapat persetujuan dan bantuan dari Amerika Serikat dan Israel.

Tak pelak lagi, pesawat F-16 merupakan pesawat tempur yang cukup hebat sejak perang dingin antara Amerika dan Soviet-Cina. Menurut berbagai informasi yang dihimpun tim riset Global Future Institute, ada sekitar 4200 yang sudah berhasil diproduksi saat ini.
24 negara sudah menggunakan pesawat jenis ini, dan masih ada 14 negara lainnya yang sudah memesan, meski sudah punya sebelumnya.

Dengan kondisi seperti ini, Indonesia dalam posisi yang tidak tepat jika merujuk pada keberhasilan Turki dan Pakistan dalam soal F-16. Karena bagaimanapun juga, di mata Amerika Indonesia bukan sekutu solid seperti Turki dan Pakistan.

Ketergantungan dalam soal teknologi dan suku cadang maupun sistem pengendalian kontrol pesawat yang masih di tangan Amerika sebagai pembuat pesawat, tetap rawan dan beresiko bagi Indonesia jika sewaktu-waktu pembelian persenjataan TNI kita diembargo Amerika seperti pada 1991-1992 lalu. Atau ketika sewaktu-waktu TNI AU kita harus berhadapan dengan angkatan udara Amerika, seperti ketika F-16 kita berhasil dikunci ketika seharusnya menembak pesawat Hornet F-18 AS ketika melintasi wilayah perairan Indonesia di Bawean, beberapa tahun lalu. 

Sumber  : Global

Simulasi Pembebasan Sandera Di Gerbong Kereta Api Oleh Detasemen B-90 Bravo

BANDUNG-(IDB) : Segerombolan teroris tidak senang atas satu hal kepada pemerintah, mereka membajak gerbong kereta api dengan puluhan sandera di dalamnya. Jika keinginan teroris itu tidak dikabulkan, satu demi satu nyawa sandera melayang di tangan mereka.

Kejadian di Bandung itu kemudian diserahkan kepada Detasemen B-90 Bravo Komando Pasukan Khas TNI-AU. Lewat riset singkat dan rancangan operasi kilat, buah dari latihan keras selama ini bisa dipetik secara baik. Aksi penanggulangan teror yang biasa diperagakan dari pasukan kontra terorisme manapun di dunia mereka bisa membebaskan para sandera tanpa luka-luka berarti.

Bagaimana dengan terorisnya? Tewas di tempat, di dalam gerbong kereta api yang mereka bajak tanpa perlawanan berarti. Dalam waktu sangat singkat cuma bilangan menit saja, pertempuran jarak dekat memakai senjata organik ringan dan beberapa perlengkapan serta teknik khusus, personel-personel pasukan khusus TNI-AU itu mampu menyelesaikan tugas secara baik. 

Skenario yang sesuai dengan aksi nyata itu merupakan simulasi tindak penanggulangan teror dari pasukan khusus TNI-AU berbaret jingga dari markas besarnya, di Kawasan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mereka memakai gerbong kereta api betulan di rel yang sesungguhnya di dalam Stasiun Kereta Api Bandung, pada Sabtu tengah malam (11/12).

Operasi simulasi dan latihan itu dipimpin langsung Komandan Detasemen B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Yudi Bustomi.  Sebanyak 30 siswa latihan pasukan anti teror TNI-AU itu terlibat dalam aksi pembebasan sandera yang ditandai dengan aksi taktis dari pasukan elit itu.

Kegiatan latihan kontra teror yang dilakukan pasukan khusus TNI-AU itu sudah beberapa kali digelar, selain di KA dimulasi serupa juga digelar di pesawat terbang, gedung dan di angkutan bus.

"Latihan kontra teror di atas KA dan Stasiun KA jelas sangat bermanfaat bagi kami di jajaran PTKA, untuk itu petugas stasiun juga dilibatkan dalam kegiatan simulasi ini, sehingga mereka tahu betul apa yang harus dilakukan bila dihadapkan dengan kondisi seperti itu," kata Kepala Humas PTKA Daop II Bandung, Bambang Prayitno.

Menurut Bambang, jajaran PTKA sudah melakukan antisipasi, salah satunya melakukan pemeriksaan dengan menggunakan detektor logam di pintu masuk stasiun serta menyertakan petugas khusus Polsuska untuk pengawalan dan pengamanan perjalanan KA.

"Ada prosedur tetap yang diterapkan bila menghadapi aksi teror antara lain koordinasi antara masinis, awak KA, petugas stasiun terdekat serta petugas keamanan," kata Prayitno.

Selain itu antisipasi teror, seperti kasus pembajakan KA, PTKA memberlakukan pengamanan khusus selain menyertakan Polsuska, juga memberlakukan larangan memasuki ruang masinis bagi yang tidak berkepentingan.

Sementara itu latihan penanganan anti teror di atas KA dan stasiun itu menurut Bambang bukan berarti perjalanan KA tidak aman melainkan sebagai langkah antisipasi dan kesiapan aparat keamanan dalam melakukan aksi pencegahan terhadap aksi terorisme. 

Sumber : Antara

Perang Intelijen AS vs Iran

TEHRAN-(IDB) : Sebuah pesawat tanpa awak Amerika Serikat tipe RQ170, yang memasuki zona udara Republik Islam Iran di perbatasan timur negara ini, berhasil ditembak jatuh oleh militer Iran. Mengutip sumber militer di Iran, aktivitas pesawat RQ170 itu terdeteksi radar Iran dan militer Republik Islam langsung menggelar operasi menjatuhkan pesawat tersebut.
 
Pesawat tanpa awak RQ170 itu diterbangkan dari Afghanistan untuk mengumpulkan informasi di Iran dan Pakistan. Januari lalu, Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran berhasil menjatuhkan dua pesawat tanpa awak yang menyusup ke zona udara Iran. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa Iran menjadi kekuatan baru khususnya di bidang intelijen yang mampu mencegah hegemoni Amerika Serikat di kawasan.
 
Sementara itu, Amerika memberikan reaksinya atas jatuhnya pesawat mata-mata tersebut. Menurut Washington, pesawat itu jatuh akibat kerusakan teknis. Namun Iran menandaskan bahwa mereka berhasil menyita pesawat tersebut dengan kemampuan teknik dan elektroniknya dengan kerusakan sedikit.
 
Di sisi lain, media massa AS juga mulai aktif untuk mengalihkan publik atas jatuhnya pesawat mata-mata Amerika di Iran. Media massa AS baru-baru ini merilis rekaman video tentang seorang mantan agen FBI Robert Levinson yang menghilang, dan mengklaim ia disandera di Iran. Levinson menghilang pada tanggal 9 Maret 2007 di pulau Kish Iran, di mana ia melakukan investigasi untuk sebuah perusahaan keamanan swasta. Pemerintah Iran berulang kali menyatakan bahwa Tehran tidak memiliki informasi mengenai masalah itu, dan menawarkan memberikan bantuan kepada AS.
 
Para petinggi Amerika sendiri mengakui bahwa pesawat tanpa awak RQ170 mengemban misi khusus mengumpulkan informasi, data serta memata-matai Iran. Selain itu, peristiwa ini terjadi di saat Amerika tengah menghadapi pemilu dan para calon kandidat presiden dari dua partai besar di negara ini saling serang. Kubu Republik menuding kebijakan Barack Obama terhadap Iran terlalu lemah dan gagal. Kandidat dari Republik pun berusaha menarik dukungan dari Lobi Zionis dan mereka tak segan-segan memaparkan kebijakannya terhadap Iran jika menang dalam pemilu.
 
Tak diragukan lagi, jatuhnya pesawat mata-mata tanpa awak AS di Iran sangat berpengaruh pada pemerintahan Barack Obama dan ia bersama kubunya berada dalam kondisi sulit. Untuk menutupi kekurangannya ini, Obama tak mau kalah dari para rivalnya dari Republik. Ia dalam sebuah pidatonya mengklaim bahwa kinerja pemerintahannya selama ini cukup berhasil.
 
Yang lebih penting lagi adalah peristiwa ini membuktikan lemahnya sistem intelijen AS. Dan Washington harus mengakui keunggulan Iran di bidang perang elektronik. Mereka juga memahami bahwa Iran saat ini menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan di Timur Tengah. Iran telah menjadi kekuatan besar di kawasan khususnya di bidang intelijen.

Sumber : Irib

Fakta Pahit yang Harus Ditelan Amerika Pasca Perampasan RQ170

TEHRAN-(IDB) : Perang elektronik Iran dan Amerika Serikat dalam kasus perampasan pesawat pengintai tanpa awak Amerika Serikat,
 
berakhir dengan kemenangan Republik Islam Iran. Ini membuktikan bahwa peringatan para pejabat keamanan dan militer Iran kepada musuh, serius, faktual, dan tidak dapat dianggap remeh.
 
Pekan lalu, pesawat pengintai RQ170, atau Sentinel, atau yang disebut dengan Beast of Kandahar, terperangkap dalam jebakan sistem pertahanan elektronik udara Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran. Kontrol pesawat tersebut berhasil direbut dari tangan militer Amerika Serikat dan sukses didaratkan dengan tingkat kerusakan minimum.
 
Setelah tersebarnya berita perampasan pesawat itu, para pejabat Amerika Serikat langsung mengerahkan mesin-mesin propagandanya dalam rangka meremehkan keberhasilan Iran tersebut atau bahkan berusaha menafikannya. Namun, penayangan video pesawat RQ170 melalui televisi nasional Iran, mengakhiri seluruh propaganda Amerika Serikat dan Barat.
 
IranTelah Identifikasi Seluruh Pesawat Musuh Setahun Lalu
 
Mungkin ketika seorang pejabat urusan perang elektronik di Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya, dalam manuver Velayat 3, kepada para wartawan mengatakan bahwa hanya melalui hidupnya motor pesawat musuh, Iran mampu mengidentifikasi jenis pangkalan komando pesawat itu, para pejabat Kementerian Pertahanan Amerika dan Dinas Intelijen Amerika (CIA), tidak menganggap serius pernyataan tersebut.
 
Pejabat Pangkalan Pertahanan Udara Khatamul Anbiya itu menegaskan bahwa tugas divisi yang dipimpinnya adalah menguasai dan mengontrol gelombang-gelombang elektro-magnetik.
 
Pada hakikatnya, pengambil alihan pesawat pengintai moderen Amerika Serikat itu sendiri menunjukkan bahwa Republik Islam Iran tidak pernah sekedar mengklaim atau bluffing saja. Melainkan, seperti yang dikemukakan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, Brigjen Sayid Hasan Firuzabadi, Republik Islam Iran telah mencapai kemampuan teknis dan persenjataan yang bahkan tidak terbayangkan oleh musuh.
 
Sistem Pertahanan Udara Iran di Garis Depan
 
Kebiasaan Amerika Serikat untuk meremehkan peringatan Republik Islam Iran itu bukan hanya terbatas pada satu kasus saja.
 
Mereka tidak memperhatikan pernyataan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran dalam sebuah pidatonya yang mengkonfirmasikan operasi pertahanan udara Republik Islam. Pada akhirnya keberhasilan Republik Islam dalam merampas RQ170, menjadi tragedi besar bagi militer Amerika Serikat. Bahkan menurut seorang pengamat di institut Brookings, menilai rampasan tersebut sebagai "harta karun" bagi Republik Islam.
 
Tahun lalu, para pejabat militer Iran juga mengkonfirmasikan bahwa Iran telah mengontrol zona udaranya hingga ketinggian 5.000 kilometer.
 
Sistem Pertahanan Udara Iran Dapat Menandingi Sistem Dunia
 
Para pejabat Amerika Serikat juga mungkin tidak terlalu menilai penting pernyataan Panglima Pangkalan Udara Khatamul Anbiya dua tahun lalu, Brigjen Miqati, bahwa "upgrade sistem pertahanan Republik Islam Iran, terus meningkat dan berada pada titik prima serta dapat menandingi sistem yang beredar di dunia saat ini."
 
Operasi perampasan pesawat pengintai Sentinel itu sekaligus membuktikan bahwa militer Amerika Serikat dan Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak mampu mengukur kemampuan pertahanan Iran bahkan di tingkat rendah. Dan tidak jelas sampai kapan mereka akan mampu menjajaki kemampuan pertahanan Iran.
 
Kekhawatiran AS atas Penggandaan Teknologi RQ170
 
Pasca tragedi RQ170 itu, para pejabat Amerika Serikat kini mengkhawatirkan aksi penggandaan teknologi pesawat moderen itu.
 
Kekhawatiran itu pada hakikatnya hanya bagian kecil dari kekhawatiran utama mereka yaitu peningkatan kemampuan Republik Islam Iran dalam perang elektronik atau dalam memproduksi pesawat-pesawat pengintai yang hingga kini belum diproduksi.
 
USA Today dalam hal ini menulis bahwa pesawat pengintai yang dirampas Iran, karena beberapa faktor, tidak mungkin untuk dikopi.
 
Pengungkapan masalah tersebut secara otomatis merefleksikan kekhawatiran mendalam Amerika Serikat atas kemampuan penggandaan teknologi oleh Iran. Mantan menteri Pasdaran Iran, Mohsen Rafiqdust, pada masa Perang Pertahanan Suci dalam melawan agresi rezim Baats Irak, mampu membuktikan kemampuan penggandaan teknologi.
 
Poin berikutnya adalah para pejabat CIA mengetahui bahwa Iran telah membuktikan kemampuannya di bidang perang elektronik, maka sudah seharusnya Republik Islam memiliki kemampuan yang tak terbayangkan di bidang penggandaan. 

Sumber : Irib

AS Kosongkan Pangkalan Udara Shamsi Di Pakistan

ISLAMABAD-(IDB) : Pemerintah Pakistan mengambil kontrol sebuah pangkalan udara setelah Amerika Serikat mengosongkan lapangan terbang itu menyusul serangan mematikan terhadap pasukan Pakistan.
 
Sebagian besar serdadu AS telah meninggalkan Pangkalan Udara Shamsi, yang terletak di barat daya Pakistan pada hari Sabtu (10/12), Press TV melaporkan.
 
Pangkalan itu digunakan untuk pesawat tanpa awak CIA dalam menyerang wilayah adat Pakistan dan operasi militer di Afghanistan selama hampir 10 tahun. Sebuah pesawat kargo AS masih diparkir di pangkalan tersebut untuk mengangkut sisa pasukan dan peralatan tempur.
 
AS telah memindahkan lima pesawat mata-mata dari Shamsi ke Afghanistan. Mereka juga membongkar barak yang dibangun untuk personil militer.
 
Pekan lalu, Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani mengumumkan bahwa Washington akan mengosongkan pangkalan udara Pakistan pada 11 Desember.
 
Islamabadmemerintahkan pengosongan setelah serangan udara NATO, yang menewaskan sedikitnya 24 tentara Pakistan dan melukai puluhan lainnya di wilayah barat laut negara itu.

Sumber : Irib