Pages

Kamis, April 28, 2011

Sekjen Kemhan RI Menerima Delegasi ADSOM Kamboja Bahas MoU Kerjasama Pertahanan

YOGYAKARTA-(IDB) : Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Sekjen Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, MA, menerima courtesy call delegasi ASEAN Defence Senior Officials’ Meeting (ADSOM) dari Kamboja. Courtesy call tersebut dilaksanakan, Rabu (27/4)  di sela-sela pelaksanaan kegiatan ADSOM yang  berlangsung 27 April  2011 di Yogyakarta. Dalam kesempatan yang singkat tersebut Sekjen Kemhan RI mengadakan bilateral meeting dengan Ketua Delegasi ADSOM dari Kamboja Lt. Gen Nem Sowath.
 
Dalam bilateral meeting tersebut, Sekjen Kemhan RI dan Ketua Delegasi ADSOM dari Kamboja membicarakan beberapa hal terkait dengan peningkatan kerjasama pertahanan antara kedua negara, secara khusus yaitu mengenai perkembangan pembuatan MoU kerjasama pertahanan kedua negara.

Ketua Delegasi Kamboja menyampaikan,  bahwa draf dari MoU kerjasama pertahanan Indonesia-Kamboja yang dikirimkan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah diterima Kementerian Pertahanan Kamboja. Konsep draf MoU yang diajukan oleh Indonesia tidak banyak perubahan, sehingga  Kamboja berharap MoU tersebut  dapat segera ditandatangi oleh Menhan dari kedua negara pada saat ADMM pada bulan Mei mendatang.

Ketua Delegasi Kamboja menyampaikan harapannya bahwa melalui MoU tersebut diharapkan nantinya akan dapat lebih meningkatkan hubungan bilateral kedua negara khususnya hubungan kerjasama di bidang pertahanan.

Sementara itu menanggapi Ketua Delegasi dari Kamboja, Sekjen Kemhan RI mengatakan, bahwa MoU kerjasama pertahanan Indonesia -  Kamboja sesungguhnya merupakan payung hukum dari kerjasama di bidang pertahanan yang selama ini dilaksanakan oleh kedua negara.

Kerjasama pertahanan kedua negara telah  terjalin lama dan berlangsung dengan baik. Kerjasama pertahanan tersebut meliputi kerjasama di bidang pendidikan, latihan, dan saling kunjung mengungjungi antar pejabat pertahanan dari kedua negara.

Sekjen Kemhan lebih lanjut menyamapaikan, Indonesia melalui Kementerian Pertahanan akan segera menindaklajuti masukan – masukan dari Kamboja mengenai draf dari MoU tersebut, sehingga MoU tersebut dapat segera ditandatangani oleh Menhan dari kedua negara sebagaimana yang diharapkan oleh kedua negara.

Usai Menerima delegasi dari Kamboja, Sekjen juga menerima Delegasi ADSOM dari Laos. Turut mendapingi Sekjen Kemhan RI dalam kesempatan antara lain Dirjen Strahan Kemhan RI Mayjen TNI Puguh Santoso ST, M.Sc, dan Direktur Kerjasama Internasional Ditjen Strahan Kemhan Brigjen TNI Wahyu Suhendar. 

Sumber: DMC

TNI Harus Siap Menghadapi Operasi Militer

Tentara Nasional Indonesia (TNI) seharusnya bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi operasi militer saat kondisi damai. Pengamat pertahanan Andi Widjajanto mengatakan hal itu bisa dilakukan dengan cara konversi pertahanan.

Konversi pertahanan itu, yakni "Komponen pendukung pertahanan dipakai sebagai investasi," katanya di acara seminar "Komponen Pendukung Pertahanan Negara 2011" yang diadakan oleh Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis 28 April 2011.
Andi menjelaskan konversi pertahanan itu dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya pertahanan untuk memperbesar komponen pendukung. Langkah ini berbeda dengan mobilisasi yang mengarah pada militerisasi, yang bakal mendapat tantangan dari masyarakat.

Komponen pendukung pertahanan adalah kekuatan pendukung yang terdiri dari masyarakat sipil. Komponen ini, kata Andi, tetap berstatus sipil meski digunakan untuk memperbesar tingkat kesuksesan  operasi militer. Pada masa Perang Dunia II, Winston Churchill menggunakan komponen pendukung untuk membangun kekuatan udara Inggris.

Andi menyampaikan hal ini menyusul rencana kementerian untuk memperkuat komponen pendukung pertahanan negara. Ia menilai pemerintah sebetulnya terlambat karena pembangunan komponen pendukung pertahanan memakan waktu 60 hingga 70 tahun.

"Cina sudah mulai membangun komponen pertahanan mereka sejak 1978. Jadi, kalau harus berperang pada 2050 mereka sudah siap," katanya

Pemerintah Klaim Mayoritas Rakyat Setuju Komponen Pendukung Pertahanan

Gusti Putu Buana, tenaga ahli pengkaji bidang ketahanan nasional dari Kementerian Pertahanan, mengatakan pemerintah berencana membuat regulasi komponen pendukung pertahanan. Ia mengklaim rencana ini mendapat dukungan masyarakat umum dan pengusaha.

Mayoritas pengusaha, kata Gusti, setuju terhadap rencana pengembangan program untuk mempersiapkan komponen pendukung pertahanan. Survei kementerian mencatat angka setuju sampai 87,4 persen, tidak setuju 4,4 persen, dan 8,4 persen ragu-ragu. Sedangkan dari kalangan masyarakat 76,8 persen setuju, 12,3 persen tidak setuju, dan 10,8 persen ragu-ragu.

"Ada kecenderungan peningkatan dukungan masyarakat untuk regulasi komponen pendukung pertahanan," katanya di acara seminar "Komponen Pendukung Pertahanan Negara 2011" yang diadakan oleh Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis 28 April 2011.

Persiapan untuk pembangunan komponen pendukung tidak hanya melalui regulasi. Tapi, menurut Gusti, pemerintah juga harus merumuskan program pembinaan untuk meningkatkan kesadaran bela negara serta mempersiapkan industri nasional pendukung dan fasilitas logistik di tiap wilayah.

Di acara yang sama, pengamat pertahanan Andi Widjajanto menilai rencana pemerintah untuk membangun komponen pendukung pertahanan ini sebetulnya terlambat. Pasalnya, kata pengajar dari Universitas Indonesia ini, pembangunan komponen pertahanan memakan waktu 60 hingga 70 tahun.

Sumber: Tempo

Radar Made In Indonesia " Indera dan Isra "

KOMPAS-(IDB) : Indonesia mestinya memiliki sistem pemantauan radar yang menjangkau seluruh wilayah mengingat sebagian besar berupa laut. Namun, sarana pengintai kapal penyusup itu hanya ada beberapa sehingga kita sering kecolongan. Membangun kemandirian dalam penyediaan fasilitas strategis itu dimulai Indonesia dengan menciptakan Indera dan Isra. 
Wilayah Nusantara membujur sepanjang 6.000 kilometer lebih di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luasnya 5,18 juta km persegi dan 60 persen berupa laut. Sebagai negara maritim terluas di dunia, Indonesia tentu memerlukan radar pengawas pesisir dan kapal patroli dilengkapi radar navigasi dan penjejak.
Data dari Direktorat Jenderal Perhubungan menyebutkan, hanya ada 11 sistem vessel traffic service (VTS). Bila melihat lokasi VTS, sebagian besar berada di kawasan barat Indonesia, sedangkan kawasan tengah dan timur belum termonitor. Untuk menutup daerah kosong itu, Kementerian Perhubungan akan menambah 47 radar VTS dalam beberapa tahun mendatang.
Penambahan itu belum mencukupi. Idealnya, menurut Hari Purwanto, Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi bidang Pertahanan dan Keamanan (Hankam), diperlukan ratusan radar pantai untuk tujuan hankam.
Kurangnya sarana pemantau membuat Indonesia rawan dari praktik ilegal, seperti pencurian ikan, penyelundupan, dan pelanggaran batas wilayah perairan oleh kapal asing.
Ruang udara kita juga rawan pelanggaran oleh pesawat asing, baik sipil maupun militer. ”Setengah ruang udara di atas Indonesia belum terpantau radar,” kata Timbul Siahaan, Staf Ahli Menteri Pertahanan bidang Teknologi dan Industri.
”Perlu upaya sungguh-sungguh mengatasi dan mandiri dalam penguasaan teknologi radar hingga penerapan,” kata Hari.
Prioritas
Sebagai teknologi yang berbasis pada teknologi telekomunikasi dan elektronika, radio detection and ranging (radar) telah lama digunakan sebagai pendeteksi dan pengukuran jarak suatu obyek dengan menggunakan gelombang elektromagnet, khususnya gelombang radio.
Antena pemancar radar akan memancarkan gelombang radio, lalu pantulannya pada suatu obyek ditangkap antena penerima radar. Dengan demikian, jarak obyek dapat diketahui.
Teknologi radar terus dikembangkan kapasitas jangkauan dan aplikasinya. Semula untuk keperluan militer, kemudian masuk ke sektor sipil, yaitu memantau lalu lintas kapal dan penerbangan. Selain itu, juga untuk mengamati kondisi cuaca dan pemetaan.
Penelitian dan pengembangan hingga penerapan teknologi radar di Indonesia ditetapkan sebagai program prioritas bidang industri hankam. Hal ini diungkapkan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata dalam Seminar Radar Nasional V 2011 yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, pekan lalu.
Untuk itu akan dibentuk konsorsium yang menghimpun semua pihak, termasuk berkontribusi dalam pembiayaan. Kementerian Riset dan Teknologi tahun lalu mengalokasikan anggaran Rp 20 miliar, di antaranya penelitian dan pengembangan radar yang dilakukan LIPI.
Isra dan Indera
Tahun lalu LIPI menghasilkan prototipe radar Isra (Indonesian Surveilance Radar) yang terpasang di Anyer, Banten, untuk memantau lalu lintas kapal di Selat Sunda. Prototipe yang dibuat PT Inti itu merupakan karya bersama LIPI dengan ITB dan International Research Centre for Telecomunication and Radar, Technological University Delft, Belanda.
Selain itu, ada radar untuk navigasi kapal yang dibuat oleh swasta nasional, yaitu RCS (Radar & Communication System) Group 247. Radar yang disebut Indera (Indonesian Radar) ini diuji coba, Kamis (21/4), oleh TNI AL di dua KRI.
Menurut Andaya Lestari, Kepala Divisi RCS, dibandingkan radar maritim yang umumnya menggunakan teknologi pulsa berdaya hingga 15 kilowatt, Indera menggunakan sistem FMCW (frequency modulation-continuos wave) berkapasitas 2 watt. Karena itu, keberadaan kapal sulit terdeteksi sehingga menunjang operasi pengintaian.
Bila uji coba berhasil, radar itu dapat diproduksi untuk memenuhi kebutuhan hankam dalam negeri. Paling tidak 60 kapal perang di Indonesia dapat dilengkapi dengan Indera.
Menurut Ketua Asosiasi Radar Indonesia Mashuri yang juga Kepala Bidang Telekomunikasi Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI, radar yang umum digunakan di Indonesia adalah radar yang menggunakan sinyal pulsa seperti sinyal digital. Sistem radar pulsa menggunakan satu antena untuk memancarkan dan menerima sinyal secara bergantian.
Selain itu, dikembangkan pula radar gelombang kontinu (continuous wave/CW). Radar ini menggunakan dua antena untuk radar pemancar dan penerima. Ada pula radar Doppler untuk menjejak atau melacak kecepatan pergerakan obyek.
Program Radar Nasional tahap pertama akan berlangsung hingga tahun 2014 untuk menghasilkan satu prototipe generasi baru, antara lain model PSR (Primary Surveillance Radar) untuk mendeteksi dini sasaran, prototipe material, dan komponen peralatan radar. Teknologi radar terus dikembangkan, antara lain untuk membuat radar senjata (radar penjejak optoelektronika) serta pemantauan lalu lintas laut dan udara.
Sumber: Kompas

Penutupan Patroli Bersama Indonesia-Australia Di Mako Lantamal IX

AMBON-(IDB0 : Pada tanggal 27 April 2011 dilaksanakan upacara penutupan kegiatan Patroli bersama antara Angkatan Laut Australia dengan Angkatan Laut Indonesia di Markas Komando Lantamal IX Halong Ambon. Patroli bersama tersebut dimulai dan dibuka di Darwin Australia pada tanggal 15 April 2011.

Pejabat yang hadir saat upacara penutupan di Mako Lantamal IX Ambon antara lain Komandan Lantamal IX Laksamana Pertama TNI Rahardjo Dwi Prihanggono,SH beserta para Asisten, Asintel dan Asops Guspurlatim, Komandan KRI Sultan Nuku - 873, Komandan KRI Sura - 802, Komandan Komando Wilayah Utara (Commander Northern Command) Air Commodore Kenneth Noel Watson, Atase Angkatan Laut Australia di Jakarta Kolonel Katja Bizilj, CSC, RAN, dan Komandan Kapal perang Australia HMAS Ararat.

Komandan Lantamal IX mewakili Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur ( Pangarmatim ) Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto, menutup kegiatan patrol bersama Australia - Indonesia. Amanat Pangarmatim yang dibacakan Komandan Lantamal IX antara lain : bahwa kesuksesan pelaksanaan latihan Patroli bersama antara Angkatan Laut Australia dengan Angkatan Laut Indonesia (Ausindo Corpat 2011) menunjukkan dan membuktikan bahwa kita mempunyai keinginan untuk membangun persaudaraan antara angkatan laut kedua negara melalui kerjasama yang baik, adanya saling kepercayaan, dan pemahaman yang lebih baik dalam upaya meningkatkan keamanan maritim untuk menjamin keamanan navigasi di wilayah perairan Indonesia.

Pangarmatim juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi atas terlaksananya kegiatan patroli terkoordinasi selama 2 minggu yang dapat terlaksana dengan baik dan sukses. Diharapkan kedepan ada hubungan dan kerjasama lagi yang melibatkan Angkatan Laut Australia dan Angkatan Laut Indonesia, sehingga kita dapat bekerja sama lagi. Dengan pelaksanaan yang baik ini, kedepan dapat menjadikan kedua angkatan laut menjadi lebih erat dan meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan.

ABK Kapal Perang Australia HMAS Ararat selama berada di Ambon, melaksanakan olahraga bersama dengan Personel Lantamal IX, KRI Sultan Nuku - 873 dan KRI Sura - 802, bermain Bola Voly, Sepak bola dan kegiatan olahraga lainnya, termasuk beribadah bersama di salah satu gereja di Ambon.

Dalam kegiatan patrol bersama ini, Australia tidak hanya melibatkan personel angkatan laut saja, namun personel angkatan udara dan angkatan darat juga ikut bersama. Di kapal HMAS Ararat ada perwakilan seorang perwira angkatan darat Australia berpangkat Letnan satu, juga Perwira Angkatan Udara. Air Commodore Kenneth Noel Watson juga seorang perwira tinggi angkatan udara setingkat Marsekal Pertama TNI, tiba di Ambon pada tanggal 26 April 2011 menggunakan pesawat Angkatan Bersenjata Australia jenis Super Kingair BA350 dengan nomor penerbangan ASY 466 YPDN-WAPP, kedatangannya disambut oleh Wadan Lantamal IX Kolonel Laut (P) Aswoto Saranang, Asintel Danlantamal IX Kolonel Laut (T) Putu Juli Adnyana, Atase Angkatan Laut Australia dan beberapa Perwira Lantamal IX dan Lanud Pattimura.

Able Seaman Boatswains Mate Lucas Christiansen (Darwin, NT) drives the HMAS Ararat RHIB away from the Indonesian ship KRI Sultan Nuku during the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

HMAS Ararat and Indonesian ship KRI Sultan Nuku patrol in-company during the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

Indonesian and Australian sailors on the quarterdeck of HMAS Ararat at the Anzac Day dawn service during the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

Able Seaman Marine Technician Matthew Craig (Thornlie, Perth, WA) talks to Indonesian officers on the bridge of HMAS Ararat during the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

The Indonesian Eastern Fleet Sea Combat Commander, Commodore Sulaeman Banjar Nahor (left), receives a presentation from Commander of the ADF Task Group, Air Commodore Ken Watson, at the opening ceremony of the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

Leading Seaman Communication and Information Systems Ricky Dobson (Wamuran, Qld) flashes a message to Indonesian ship KRI Sura during the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)

Able Seaman Boatswains Mate Adam Quinn (Sorell, Tasmania) gives the thumbs up to the helmsman to approach HMAS Ararat during a routine patrol in the Arafura Sea as part of the Australia–Indonesia Coordinated Patrol (AUSINDO CORPAT) 2011. (Photo :LS Andrew Dakin 1st Joint Public Affairs Unit)
Sumber: TNI AL

Indonesia Singapura Gelar Latgab Penanggulangan Bencana

Helikopter Singapura mengikuti simulasi penanggulangan bencana
YOGYAKARTA-(IDB) : Indonesia dan Singapura akan melakukan kerja sama penanggulangan bencana alam dengan menggelar simulasi penanganan bencana pada Juli yang akan diikuti militer kedua negara.

"Setiap kali terjadi bencana alam, militer selalu menjadi pihak yang bisa bergerak dengan lebih cepat sehingga perlu dilakukan kerja sama yang lebih bisa diimplementasikan," kata Juru Bicara ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) Penny Radjendra di sela-sela ASEAN Defence Senior Officials Meeting (ADSOM) di Yogyakarta, Rabu (27/4).

Menurut dia, latihan yang akan dilakukan pada Juli tersebut akan berbentuk simulasi penanganan bencana khususnya untuk menangani bencana gempa bumi yang kemudian memicu timbulnya tsunami.

Di dalam latihan penanganan bencana tersebut, lanjut dia, militer kedua negara akan mengerahkan aset militer yang dimiliki sesuai dengan kapasitas masing-masing negara. Simulasi penanganan bencana alam tersebut akan digelar di Indonesia dan Singapura.

"ASEAN juga telah memiliki 'frame work' prosedur standar untuk penanggulangan bencana," lanjutnya.

Sektor penanganan bencana alam tersebut merupakan satu dari lima sektor konsep kerja sama di bidang pertahanan yang juga akan dimatangkan dalam pertemuan ADSOM dan ADSOM Plus di Yogyakarta yang akan digelar hingga Jumat (29/4).

Selain penanganan bencana alam, sektor kerja sama lain yang akan dibahas adalah keamanan maritim, operasi untuk menjaga perdamaian, "counterterorism", dan "military medicine".

Di dalam pertemuan di Yogyakarta tersebut, selain dihadiri 10 negara anggota ASEAN juga akan hadir negara yang menjadi mitra dialog ASEAN yaitu Amerika Serikat, Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia dan Selandia Baru.

Putaran pertemuan pejabat tinggi ASEAN di bidang pertahanan akan berlangsung selama satu tahun terkait posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011.

Puncak kegiatan dari putaran dialog bidang pertahanan tersebut akan berlangsung pada Mei di Jakarta dan para Menteri Pertahanan negara-negara ASEAN akan menghadiri ASEAN Defence Ministers' Meeting (ADMM) untuk mengesahkan deklarasi bersama di bidang pertahanan.