JAKARTA-(IDB):PT Dirgantara Indonesia (PTDI) berniat mengkonversi utangnya Rp 3,9 triliun menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN). Perseroan berharap konversi tersebut bisa menyehatkan kondisi perseroan yang masih 'sakit'.
"Nilai total utang adalah Rp 3,9 triliun, kami harapkan ini bisa di PMN-kan walaupun tidak dalam bentuk cash. Ini akan memudahkan kami untuk bergerak dan mendapatkan kontrak-kontrak baru," kata Direktur Aircraft Integration PTDI Budi Wiraskito dalam RDP dengan Komisi VI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2011).
Utang tersebut, bukan semuanya dibayar ke pemerintah, namun juga pinjaman perbankan dan PT Pengelola Aset (PPA), serta denda keterlambatan pengiriman dan pajak.
Dengan adanya konversi utang tersebut, maka debt to equity ratio (rasio ekuitas) akan membaik dan perusahaan pelat merah itu bisa mencari utang guna melaksanakan berbagai proyeknya.
"Yang paling sederhana kalau kita bisa mengembangkan CN-235 next generation ada potensi jangka pendek seperti di TNI-AU dan TNI-AL. Emir Qatar juga telah memutuskan untuk membeli enam unit CN-235, begitu juga dengan korsel mereka membutuhkan 8 unit pesawat," katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini PTDI telah memproduksi delapan pesawat terbang per tahun. Namun, perseroan masih belum bisa meraup untung akibat kondisi utangnya yang terlalu besar tadi.
"Setelah tahun 2007 (krisis ekonomi) kita mempunyai kesempatan untuk melakukan recovery, tetapi karena kesulitan cashflow kami mengurangi kontrak yang kami peroleh. Kita pernah laba di tahun 2006, kemudian merugi kembali," ujarnya.
"Nilai total utang adalah Rp 3,9 triliun, kami harapkan ini bisa di PMN-kan walaupun tidak dalam bentuk cash. Ini akan memudahkan kami untuk bergerak dan mendapatkan kontrak-kontrak baru," kata Direktur Aircraft Integration PTDI Budi Wiraskito dalam RDP dengan Komisi VI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2011).
Utang tersebut, bukan semuanya dibayar ke pemerintah, namun juga pinjaman perbankan dan PT Pengelola Aset (PPA), serta denda keterlambatan pengiriman dan pajak.
Dengan adanya konversi utang tersebut, maka debt to equity ratio (rasio ekuitas) akan membaik dan perusahaan pelat merah itu bisa mencari utang guna melaksanakan berbagai proyeknya.
"Yang paling sederhana kalau kita bisa mengembangkan CN-235 next generation ada potensi jangka pendek seperti di TNI-AU dan TNI-AL. Emir Qatar juga telah memutuskan untuk membeli enam unit CN-235, begitu juga dengan korsel mereka membutuhkan 8 unit pesawat," katanya.
Ia menambahkan, sampai saat ini PTDI telah memproduksi delapan pesawat terbang per tahun. Namun, perseroan masih belum bisa meraup untung akibat kondisi utangnya yang terlalu besar tadi.
"Setelah tahun 2007 (krisis ekonomi) kita mempunyai kesempatan untuk melakukan recovery, tetapi karena kesulitan cashflow kami mengurangi kontrak yang kami peroleh. Kita pernah laba di tahun 2006, kemudian merugi kembali," ujarnya.
Sumber: Detik Finance