BORNEO-(IDB) : Perubahan sudut pandang mulai diperlihatkan petinggi TNI ketika melihat pulau terdepannya Kalimantan yang berbatasan darat langsung dengan negara tetangga. Ya, pulau kaya penghasil energi sumber daya mineral dan kehutanan itu sekaligus paru-paru dunia sedang dibenahi pola pertahanan keamanannya. Pemekaran Kodam sudah dilakukan. Dulu hanya ada 1 Kodam, sekarang ada 2 Kodam, yang satu Kodam Mulawarman berpusat di Balikpapan dan Kodam lainnya bernama Tanjungpura berpusat di Pontianak.
Yang menarik adalah pergelaran beragam alutsista di pulau ini. Selama ini yang terjadi adalah mutasi alutsista renta dari Jawa. Misalnya untuk detasemen kavaleri di Pontianak didatangkan panser uzur sekedar memenuhi dan menggugurkan kewajiban bahwa di Pontianak sudah ada satuan kavaleri lapis baja. Satuan kavaleri di Balikpapan sami mawon, menampilkan kendaraan lapis baja usang. Beberapa tahun lalu ketika diadakan latihan perang batalyon raider yon 600 di sebuah kompleks gedung BUMN di kawasan ring road Balikpapan, kebetulan di gedung itu sedang diadakan meeting kerjasama operasi telekomunikasi dengan Malaysia.
Peserta dari Malaysia yang dapat melihat langsung latihan itu dari gedung berdesain rumah panggung dayak terheran-heran melihat ranpur kavaleri roda empat milik TNI. “Takjub ni kite tengok tentera Indonesia masih pakai kavaleri cam tu”, kata salah seorang dari mereka. Mungkin menyindir atau memang terheran-heran, tak tahulah.
Kabar gembira itu akhirnya datang juga. Kalimantan diprediksi mendapat jatah penempatan alutsista baru Main Battle Tank Leopard 2 sebanyak 2 batalyon. Betapa tidak, kehadiran alutsista berkualifikasi MBT ini adalah yang pertama sepanjang sejarah TNI dan penempatannya pun tidak di tanah Jawa seperti yang selama ini terjadi jika ada pembelian alutsista baru untuk TNI AD. Kalimantan Timur dan Barat menjadi home base alutsista berdaya getar dan gentar tinggi itu. Kehadiran 2 batalyon MBT ini dipastikan akan memberikan kebanggaan bagi warga kita yang tinggal di kawasan border. Bahwa mereka memiliki pasukan combatan yang kuat sebagai pengawal border, tidak sekedar pasukan infantri tradisional tanpa dukungan alutsista sekelas MBT.
Batalyon-batalyon tempur yang ada di Kalimantan terus dikembangkuatkan baik dalam pertambahan batalyon maupun perkuatan alutsista. Disamping ada pertambahan 2 batalyon kavaleri MBT dan beberapa batalyon infantri, satuan-satuan tempur lain diperkuat dengan berbagai arsenal serang. Misalnya rudal anti tank ATGM untuk 6 batalyon, panser Anoa untuk perkuatan batalyon infantri, Howitzer 155m dan roket berjarak tembak 40 km dan bahkan rudal berjarak jangkau 100-150 km buatan dalam negeri segera memperkuat batalyon combatan. Penerbad juga menempatkan 1 skuadron heli tempur di Tanjung Redeb Kaltim sementara di Pontianak sudah ada 1 skuadron jet tempur Hawk200 dan 1 skuadron pesawat intai UAV.
TNI AU bersiap menempatkan 1 skuadron jet tempur F16 di Kalimantan, lokasinya bisa jadi di Tanjung Redeb atau Tarakan. Sangatta yang berdekatan dengan Ambalat juga sudah dijadikan pusat latihan tempur segala matra berskala besar. Minggu ke dua Nopember ini Sangatta kembali jadi medan latihan tempur Armada Jaya dengan pendaratan amfibi pasukan Marinir beserta aneka persenjataan yang dimiliki bersama unjuk kekuatan armada 60 KRI berbagai jenis di selat Makassar sampai Ambalat. Kalimantan memang dipersiapkan dalam kondisi yudha siaga karena di kawasan ini terdapat hot spot pusat konflik teritorial yang berkaitan dengan perebutan sumber daya energi tak terbarukan.
Penempatan alutsista berdaya ledak tinggi di Borneo kita nilai sebagai keputusan tepat agar jika terjadi kondisi terburuk dalam hubungan perjiranan, pertahanan di pulau itu (harus) mampu memberikan pukulan balasan yang menjerakan tanpa harus menunggu dan bergantung pada kekuatan di Jawa. Perkuatan alutsista di Kalimantan sangat bermanfaat dalam menjaga kewibawaan teritorial RI. Dengan hadirnya berbagai alutsista berdaya gebuk kuat itu, diniscayakan akan memberikan pola hubungan bertetangga yang setara, tidak gampang menggertak, tidak gampang melecehkan teritori NKRI seperti yang selama ini terjadi. Kehadiran alutsista di pulau yang berbatasan darat langsung itu sudah selayaknya dipenuhi dengan standar kualitas alutsista yang mengimbangi atau mendahului karena jika terjadi konflik perbatasan, pasukan organik di pulau itu mampu melakukan serangan balasan sebelum datang dukungan pasukan dari Jawa atau pulau lain.
Dalam bingkai ini kita berpandangan sudah saatnya masing-masing pulau besar di negara ini membangun pasukan pemukul reaksi cepat sebagai kekuatan pukul organik yang memiliki daya gebrak tinggi. Pulau-pulau besar itu adalah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Gunanya sangat jelas, untuk kecepatan reaksi, serangan balasan, rentang kendali dan dukungan logistik. Doktrinnya jelas jangan sampai musuh masuk duluan baru diajak tarung, tapi digebuk langsung di kawasan border dan kalau perlu melakukan pre emptive strike. Selama ini jika terjadi hot spot di sebuah titik atau daerah misalnya di Natuna, PPRC lalu memberangkatkan 10 Hercules untuk menerjunkan kurang dari 1 batalyon pasukan PPRC dari Jawa, bukan saja tidak efisien tapi waktu yang diperlukan sudah diambil pihak lawan dengan membangun kekuatan di daerah serangnya.
Kalimantan boleh jadi sebagai proyek percontohan untuk membentuk benteng pertahanan dari pasukan organik TNI yang ada di pulau itu. Disana ada 2 Kodam jadi bisa diasumsikan ada 2 divisi pasukan organik dengan kekuatan 30 ribu tentara. Kekuatan ini didandani dengan beragam alutsista gahar untuk 2 batalyon MBT, 2 batalyon rudal SAM, 4 batalyon arhanud, 4 batalyon roket, 4 batalyon armed, 4 batalyon infantri mekanis dan 10 batalyon infantri. Jangan lupa yang terpenting dari semua ini adalah pertambahan dan perbaikan infrastruktur jalan raya, bandara, pelabuhan dan jalan sungai untuk mendukung gerak pertahanan serang di pulau besar itu.
Model pertahanan pulau seperti di Kalimantan memang menjadi prioritas dan secara bertahap bisa diterapkan di pulau-pulau besar lainnya misalnya Sumatera dengan kekuatan 3 divisi pasukan, Sulawesi dengan 2 divisi, Papua dengan 1 divisi dan Jawa diperkuat dengan 6 divisi. Dengan kekuatan 2 divisi, Kalimantan diyakini mampu bertarung dengan negara yang hendak mencoba melakukan provokasi. Misal terjadi kondisi terburuk di Ambalat, itu bagian dari tugas angkatan laut dan angkatan udara dengan mengerahkan armada perangnya. Nah di daratan Kalimantan angkatan darat membuka front untuk uji tarung dengan lawan. Kekuatan alutsista yang dimiliki satuan organik TNI di pulau itu mampu melakukan pukulan telak yang menjerakan.
Kondisi dan dinamika perbatasan negara diyakini sangat terkait dengan penguasaan sumber daya alam tak terbarukan. Natuna dan Ambalat menyimpan cadangan energi fosil yang besar. Parahnya lagi, sudah sedemikian majunya teknologi menguasai pola hidup dan cara pandang manusia namun tak jua beranjak dari kebutuhan energi yang berasal dari sumber daya fosil. Matahari yang menjadi sumber energi terbesar dan tetap setia menyinari bumi tak jua menjadi pilihan utama pasokan energi meski dengan kemajuan teknologi sekalipun. Maka tak heran penguasaan sumber daya energi tak terbarukan menjadi target negara adikuasa. Lihat saja Irak, lalu yang terakhir Libya, campur tangan itu sangat terkait dengan penguasaan sumber daya energi perut bumi.
Kita menyambut gembira dengan perkuatan militer dan alutsistanya di bumi Kalimantan. Kehadiran militer yang kuat dengan gelar ragam alutsista gahar diyakini mampu memberikan efek ganda, di satu sisi mampu memberikan nilai gentar bagi pihak lawan untuk tidak bermain api. Di sisi lain mampu memberikan kebanggaan bagi warga kita yang tinggal di perbatasan dan tambahan spirit nasionalisme. Kekuatan militer dan alutsista diniscayakan menjadi aura yang mampu memberikan nilai tawar dalam negosiasi dan diplomasi sengketa. Ingat perjuangan mengembalikan Irian Barat (Papua) awal tahun 60an. Jika TNI tidak membangun kekuatan militer secara besar-besaran didukung kuantitas dan kualitas alutsista yang mendebarkan, tidaklah mungkin Belanda yang ndableg itu mau hengkang dari Papua, meskipun perginya penjajah itu lewat jalur diplomasi PBB. Itu kan cuma bahasa harga diri agar tak dipermalukan oleh negeri bekas kolonialnya.
Sejalan dengan perkuatan militer di Kalimantan hendaknya jangan dilupakan perkuatan geliat ekonomi di kawasan bordernya dengan membangun dan memperbaiki infrastruktur, sekolah bagus, ekonomi kreatif dan perkuatan usaha kecil dan menengah. Kalimantan saat ini memiliki ratusan ribu hektar perkebunan kelapa sawit. Tentu ini sangat membantu menghidupkan ekonomi rakyat baik sebagai pekerja di perkebunan maupun pemilik lahan yang mensuplay buah kelapa sawit. Potensinya sudah mengembang, sudah jalan dan sudah menghasilkan. Yang perlu ditambahkan adalah pemberdayaan optimal warga lokal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ini perlu diingatkan agar posisi domisili yang berada di garis border tidak merasa dimarginalkan, disia-siakan dan dianggap suratan takdir. Jangan sampai kemudian yang terjadi adalah bajunya memang Indonesia tetapi cintanya sudah pindah ke lain hati.
Sumber : Analisis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar