JAKARTA-(IDB) : "Saat itu Benny Moerdani yang mengatur operasi Alpha. Tentu zamannya berbeda. Kalau dulu dengan kekuasaan tak terbatas yang dimiliki, ABRI bisa melakukan upaya semacam itu. Kalau sekarang tentu tidak bisa, karena menggunakan dana APBN, harus ada pertanggungjawabannya. Lagipula operasi semacam ini tentu melanggar prinsip keterbukaan. Belum lagi kerjasama dengan Israel, kalau dilakukan kini tentu Ormas-ormas Islam akan sangat keras menentang," ujar pengamat militer Aris Santoso kepada detikcom, Rabu (10/8/2011).
Operasi Alpha digelar 31 tahun lalu. Misi khusus untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk, melatih pilot TNI AU di Israel, dan membawa pulang pesawat ke Indonesia berlanjut. Dari Singapura, 10 Pilot TNI AU diterbangkan ke Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mereka tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.
Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, Mereka berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semuanya bingung dan jetlag. Begitu sampai di Tel Aviv, mereka ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. Semuanya hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya menunggu dengan hati berdebar.
Setelah memasuki ruang bawah tanah, dan melihat ada beberapa perwira intelijen ABRI, baru para pilot merasa tenang. Ternyata penangkapan hanya skenario saja agar mereka bisa keluar bandara dengan cepat tanpa diketahui.
Mereka langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Segala sesuatu yang yang terkait dengan Indonesia di-sweeping. Para pilot ini juga diajari sedikit bahasa Ibrani. Mereka diperintahkan mengaku pilot dari Singapura.
Mereka dibawa ke Pangkalan Udara di Kota Eliat. Pangkalan itu rahasia. Tidak ada nama resminya. Atas kesepakatan, selama latihan Pangkalan Udara itu dinamai 'Arizona'. Karena resminya memang para penerbang itu akan dikirim ke Arizona. Di sana mereka berlatih dengan pesawat A-4 Skyhawk. Melakukan berbagai manuver, mengoperasikan pesawat tempur sebagai mesin perang, hingga menembus hingga perbatasan Suriah.
Setelah sekitar 4 bulan, Latihan terbang berakhir tanggal 20 Mei 1980. Para perwira lulus dan berhak mendapatkan ijazah dan brevet penerbang tempur. Namun para perwira intelijen ABRI yang hadir justru membakarnya di depan para pilot itu. Tentu saja untuk menghilangkan bukti bahwa pernah ada kerjasama militer RI dan Israel.
Para penerbang itu kemudian dibawa ke Amerika Serikat. Sekedar untuk berfoto-foto. Di manapun ada tulisan AS mereka disuruh berfoto. Ini untuk mengecoh, seolah-olah bahwa mereka memang dikirim ke AS, bukan ke Israel. Kepada para komandan di kesatuan pun, para pilot ini harus mengaku telah dilatih di AS, bukan Israel.
Kemudian Tanggal 4 Mei 1980, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, berlabel F-5. Saat itu Indonesia juga memang memesan pesawat F-5 Tiger dari AS. Jadi seolah-olah pesawat yang diangkut kapal laut itu adalah juga pesawat F-5. Secara bergelombang, pesawat-pesawat A-4 Skyhawk terus berdatangan.
Sumber: Detik
0 komentar:
Posting Komentar