JAKARTA-(IDB) : Kebutuhan anggaran untuk program pembangunan kekuatan pokok minimum TNI 2024 dalam APBN Perubahan 2011 gagal terpenuhi karena besarnya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.
Alhasil,pengadaan alutsista dari luar negeri sementara ini ditiadakan. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, total anggaran yang akan diperoleh dari APBN Perubahan 2011 untuk pertahanan hanya sekitar Rp2,5 triliun, dari total Rp9 triliun yang dibutuhkan.
Hal itu diketahui setelah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) melakukan rapat kerja dengan Komisi I DPR pada Kamis (21/7) malam. ”Tapi, kita juga menyadari subsidi BBM, subsidi listrik membengkak hampir Rp60 triliun. Jadi, kita di satu sisi juga menyadari bahwa APBN kita sekarang harus menanggulangi dulu subsidi dan itu adalah hal ekonomi yang penting,” katanya seusai senam sehat bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono, Herawati Boediono, dan beberapa menteri KIB II di Jakarta kemarin.
Dari anggaran Rp2,5 triliun itu, hanya Rp2 triliun yang diperuntukkan bagi pengadaan program kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF). Sisanya, Rp0,5 triliun,untuk non-MEF seperti pembangunan proyek Sentul untuk peacekeeping operation, counter terrorism, bencana alam,dan standby forces.
Selain itu juga untuk pembiayaan sertifikasi tanah yang selama ini masih menjadi masalah. Purnomo mengungkapkan, anggaran untuk pengadaan alutsista sebesar Rp2 triliun itu masih bisa bertambah.Komisi I DPR menyetujui sisa anggaran penyesuaian terhadap dana pendamping rupiah untuk pinjaman luar negeri sebesar Rp300 miliar digunakan untuk pembangunan alutsista.
Mantan Menteri ESDM itu menuturkan,alokasi untuk MEF mayoritas akan diperuntukkan bagi biaya pengadaan alutsista dari dalam negeri.Kecuali untuk pembelian suku cadang pesawat tempur. Dengan demikian, mayoritas dana akan terserap ke BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) maupun BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan).
‘’ Saya tidak ingat detailnya (besaran alokasi per perusahaan), tapi lebih dari 90% untuk kebutuhan dari dalam negeri,”ungkap dia. Komisi I DPR mewantiwanti agar anggaran yang terbatas itu harus bisa dimanfaatkan secara baik dan dapat memberikan nilai ekonomis kepada rakyat.
”Harus membeli perlengkapan dari dalam negeri agar BUMNIS kita bisa berkembang dan punya nilai tambah terhadap tenaga kerja yang ada,”kata Wakil Ketua Komisi I DPRTubagus Hasanuddin. Sebelumnya Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan, meski anggaran terbatas,tidak ada matra tertentu yang bakal diprioritaskan dalam pengadaan alutsista.
Hanya saja, suku cadang pesawat tempur TNI Angkatan Udara sulit dibeli dalam negeri, karena sejauh ini suku cadang pesawat tempur masih bergantung pada asing. ”Kita tentu tidak ingin pesawat tempur TNI AU grounded,” tambahnya.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto menilai,tidak sulit untuk mengalokasikan anggaran bagi pembelian alutsista dari dalam negeri, sebagaimana yang juga diminta Komisi I DPR.Kebutuhan anggaran untuk industri pertahanan dalam negeri masih sedikit lantaran kapasitas produksinya kecil.
Dengan anggaran MEF sekitar Rp2 triliun itu,Kementerian Pertahanan masih tetap bisa membangun industri pertahanan dalam negeri.Caranya dengan mengoptimalkan kapasitas produksi yang telah dicapai sekarang, lalu menumbuhkan kapasitas itu.
Ia menggambarkan, misalnya PT Pindad dengan kapasitas produksi 300 unit panser Anoa hingga 2014 atau PT PAL dengan 6-10 unit kapal cepat rudal tinggal diberikan anggaran untuk mereka sesuai dengan kapasitas itu.”Yang jadi masalah adalah kapasitas produksi tidak akan bisa menyerap anggaran yang dialokasikan,” tuturnya.
Andi menerangkan, dari estimasi anggaran normal untuk MEF sebesar Rp150 triliun (jika terpenuhi), untuk industri pertahanan dalam negeri bisa menyerap 10-20% saja sudah cukup hebat. ”Artinya masih ada sekitar Rp130 triliun yang harus tetap dibelanjakan dari luar negeri,”ungkap Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar