JAKARTA-(IDB) : Produksi senjata dan alat pertahanan yang dihasilkan oleh kolaborasi negara-negara ASEAN akan mengacu pada standar senjata dan alat-alat pertahanan yang digunakan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Menteri Pertahanan Malaysia, Dato SeAhmad Zahid bin Hamidi, menyampaikan hal ini dalam pertemuan dengan wartawan di Jakarta, Jum'at 20 Mei 2011.
"Kita tahu bahwa standar dalam produksi produk itu penting. Saya sarankan agar standar ASEAN menyesuaikan standar NATO agar tidak ada masalah dalam spesifikasi produk," katanya. Standar yang dimaksud tidak hanya terkait dengan spesifikasi produk, tetapi juga sistem produksi, pemilihan teknologi dan aset yang dikembangkan.
Pemerintah negara-negara ASEAN sepakat bekerjasama mengembangkan industri pertahanan untuk kawasan. Kesepakatan ini ditandatangani dalam deklarasi bersama menteri-menteri pertahanan di Jakarta kemarin. Konsep kerja sama yang disusun oleh Malaysia direncanakan untuk jangka panjang sampai 2030. Konsep ini sudah diadopsi sebagai resolusi.
SS-2 Pindad V4 sniper berstandar NATO |
Kerjasama akan dimulai oleh tiga negara, yaitu Malaysia, Thailand dan Indonesia. Alasannya, ketiga negara ini sudah memiliki dasar kerja sama pertahanan. Indonesia kebagian tugas memproduksi alat berat dan kendaraan tempur karena sudah memiliki perusahaan-perusahaan dengan keahlian ini. Malaysia akan fokus memproduksi peralatan kelas menengah dan Thailand untuk persenjataan dan alat-alat yang lebih kecil.
Dato Seri Ahmad mengatakan kerja sama ini akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan memperkuat ekonomi kawasan. Pada saat yang sama juga akan mengurangi aliran dana ke luar dari wilayah ASEAN ke negara-negara Amerika dan Eropa untuk pembelian senjata. Persoalannya ASEAN belum memiliki acuan standar produk pertahanan yang sama.
"Kami akan mengajukan ini dalam waktu dekat," katanya. Salah satu yang diajukan acuan adalah pengalaman Eopa menyatukan produksi persenjataan mereka. Meski masing-masing negara memproduksi senjata dengan spesifikasi berbeda, tetapi mereka bekerja sama memproduksi komponen untuk negara lain.
Karena kesepakatan kerja sama baru dilakukan di level pemerintah, rencana kerja sama akan ditindaklanjuti dengan merangkul pihak swasta dan menyusun kerjasama bussiness to bussiness. Perusahaan akan diberikan wewenang sepenuhnya untuk mengatur pemasaran sesuai kebutuhan negara-negara di ASEAN.
Dato Seri Ahmad mengatakan kerja sama ini akan menguntungkan negara-negara di kawasan ASEAN karena akan memicu tumbuhnya industri komponen pertahanan di setiap negara. Sebagai pilot projectSpecial Purpose Vehicle direncanakan akan diproduksi kendaraan tempur untuk kebutuhan khusus atau (SPV). Berikutnya akan dikembangkan fasilitas untuk perawatan dan penggantian komponen pesawat tempur.
Jika fasilitas ini bisa diresmikan dan dikembangkan menjadi pusat Maintenance, Repair and Overhaul (MRO) di kawasan ASEAN, keuntungan yang diperoleh akan sangat besar. Pasalnya, Dato Seri Ahmad mencontohkan perawatan pesawat jenis Hercules harus dilakukan di Amerika. Pengiriman pesawat saja membutuhkan biaya yang besar, belum termasuk perawatan.
Sumber: Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar