Pages

Selasa, Mei 17, 2011

Presiden Pantau Langsung Operasi Khusus Sinar Kudus

JAKARTA-(IDB) : Operasi pembebasan sandera kapal kargo Sinar Kudus dari gerombolan lanun Somalia di perairan Aden itu ternyata dipantau langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Presiden bahkan dikabarkan lebih mendukung operasi militer daripada membayar tebusan."Karena tidak ada satu pun pemerintahan yang mau memenuhi tuntutan para pembajak atau perompak. Begitu pesan Presiden," kata Mayor Jenderal Alfan Baharudin, Komandan Korps Marinir, dalam wawancara khususnya kepada Tempo, Jumat 13 Mei 2011 pekan lalu. 

Aflan ditunjuk sebagai Komandan Satuan Tugas Khusus penanganan operasi pembebasan sandera. Satuan Tugas pembebasan diberi nama Merah Putih dengan nama operasi Duta Samudera. 
April lalu, Alfan turut bersama Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan Komandan Gugus Tempur mendengar gagasan operasi pembebasan itu. Presiden Yudhoyono yang mengundang mereka dalam pembahasan operasi pembebasan yang digelar beberapa kali. Selama pembicaraan itu, Presiden sama sekali tak menyinggung soal pembayaran tuntutan para perompak Somalia.
Menurut Alfan, Presiden menyetujui rencana operasi militer yang disodorkan kepadanya. Tapi, Yudhoyono meminta beberapa kondisi sebelum operasi militer digelar. “Pertama, yakinkan keberhasilan mencapai 70 persen,” ujar Alfan.


Kondisi kedua adalah mengoptimalkan rencana operasi militer saat kapal Sinar Kudus sedang dalam kondisi berlayar di tengah laut atau sedang lego jangkar. “Optimalkan pada dua kondisi itu. Memang kalau Sinar Kudus sedang di tengah laut, berlayar, mau kita sergap,” tutur Alfan.
Ada tiga kali rapat mematangkan operasi pembebasan itu. Pertama di kediaman pribadi Presiden di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu malam, 27 Maret 2011, sebelas hari setelah kapal Sinar Kudus dibajak perompak Somalia. Empat hari sebelum dua kapal perang TNI AL jenis fregat diberangkatkan ke Somalia. Dua kapal perang itu, KRI Yos Sudarso dan KRI Halim Perdana Kusuma, mengangkut 185 orang pasukan elite gabungan dari Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir TNI AL dan Kopassus TNI AD. Pasukan ini dipimpin Komandan Denjaka, Kolonel (Mar) Suhartono.

Rapat kedua adalah 16 April 2011 di Istana Cipanas. Selain Panglima TNI dan Komandan Korps Marinir, hadir pula Panglima Kostrad TNI AD Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo serta dua menteri: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Pertemuan itu dilanjutkan dengan rapat ketiga di Istana Bogor, pada Senin malam, 18 April 2011. Rapat untuk mematangkan rencana operasi militer itu baru dimulai pukul 21.30 WIB. “Presiden memutuskan, menunjuk saya menjadi komandan satuan tugas,” kata Alfan. “Presiden sangat setuju dengan rencana operasi militer.”

Sejumlah opsi serangan militer telah dirancang dan disetujui Presiden. Namun, pemerintah memang menutup opsi itu rapat-rapat. "Menyangkut keselamatan saudara kita yang disandera dan keselamatan saudara kita yang mengemban tugas pembebasan kapal," kata Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, pertengahan April lalu.

Sumber: Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar