LONDON-(IDB) : Anggota DPR RI, Muhhamad Najib, mengatakan bahwa Indonesia komitmen untuk mendukung dunia bebas senjata nuklir dan tengah memproses ratifikasi Traktat Pelarangan Uji Coba Senjata Nuklir (CTBT).
Demikian Najib dalam pertemuannya dengan Sekretaris Ekskutif Comprehensive Nuclear-Test Ban Treaty Organization/CTBTO, Duta Besar (Dubes) Tibor Toth, seperti dikutip Sekretaris tiga Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Wina Luna Amanda Sidqi, dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA News di London, Sabtu.
Dalam pertemuannya dengan Sekretaris Ekskutif CTBTO dan Dubes Tibor Toth, Muhammad Najib dari Partai Amanat Nasional (PAN), didampingi Yahya Sacawiria (Partai Demokrat/PD), Muchamad Ruslan (Partai Golongan Karya/Golkar), Theodorus Yacob (Partai Demokrasi Indonesia/PDI-Perjuangan), dan Syahfan Badri (Partai Keadilan Sejahtera/PKS).
Najib menambahkan, meskipun Indonesia berpandangan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir adalah pihak yang paling berkewajiban menunjukkan komitmennya untuk menghentikan semua jenis uji coba senjata nuklir.
Lebih dari itu, ia mengemukakan, negara-negara pemilik senjata nuklir juga harus mengurangi secara terus-menurus jumlah senjata nuklir yang dimilikinya sehingga sampai suatu saat bisa hidup di dunia tanpa senjata nuklir, katanya.
Najib menyatakan, DPR RI tidak hanya mempertimbangkan kapan Parlemen Indonesia akan meratifikasi Traktat Pelarangan Uji Coba Senjata Nuklir (CTBT), tapi bagaimana Indonesia bisa mengajak negara-negara lain, khususnya yang termasuk dalam Annex 2 juga bisa segera meratifikasi CTBT.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Eksekutif CTBTO Tibor Toth, menyampaikan apa yang disampaikan Menlu RI di New York pada Mei lalu mengenai keputusan Indonesia untuk memulai proses ratifikasi menimbulkan gaung sangat luas dan secara nyata telah memperkuat kepemimpinan Indonesia didalam isu perlucutan senjata nuklir.
Keputusan Indonesia tersebut mendapatkan perhatian serius dari negara-negara yang memiliki senjata nuklir dan diyakini akan memberikan dorongan positif kepada negara-negara tersebut untuk mengikuti apa yang telah dilakukan Indonesia.
Tibor Toth juga meminta bantuan Indonesia untuk menggunakan kepemimpinannya, khususnya di kalangan negara-negara Gerakan Non-Blok, untuk ikut mendorong negara-negara yang belum meratifikasi CTBT agar segera meratifikasi.
Sepanjang pertemuan, rombongan Komisi I melakukan dialog secara interaktif mengenai berbagai aspek teknis dan politis dari ratifikasi CTBT. ES CTBTO menganggap pertemuan tersebut sangat produktif dan mengharapkan hal tersebut dapat menjadi model bagi parlemen dari negara-negara anggota CTBTO lainnya.
Memanfaatkan kunjungannya ke Wina, rombongan Komisi I juga mengadakan pertemuan terpisah dengan tiga warga Indonesia yang bekerja sebagai pakar di CTBTO untuk memperoleh masukan mengenai CTBT.
Rombongan juga menyempatkan diri berkunjung ke Markas Besar Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang terletak di kawasan yang sama dengan CTBTO (Vienna International Center).
Dalam kunjungannya ke Markas Besar IAEA, rombongan Komisi I melakukan diskusi dengan tujuh warga Indonesia yang menjadi pakar di IAEA, mengenai pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan-tujuan damai.
CTBT adalah sebuah traktat yang terbentuk pada tahun 1996 dan bertujuan untuk menghentikan semua jenis uji coba senjata nuklir.
Hingga saat ini 153 negara telah meratifikasi CTBT. Namun demikian CTBT belum dapat berlaku secara hukum (entry into force) karena masih terdapat semibilan negara Annex II yang belum meratifikasi traktat tersebut.
Negara Annex II adalah negara-negara yang dianggap memiliki kemampuan nuklir yang cukup menonjol dan diperkirakan memiliki peluang untuk melakukan uji coba senjata nuklir.
Indonesia termasuk satu dari sembilan negara Annex II yang belum meratifikasi CTBT bersama Amerika Serikat, Cina, Israel, Iran, Mesir, Korea Utara, Pakistan dan India.
Demikian Najib dalam pertemuannya dengan Sekretaris Ekskutif Comprehensive Nuclear-Test Ban Treaty Organization/CTBTO, Duta Besar (Dubes) Tibor Toth, seperti dikutip Sekretaris tiga Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Wina Luna Amanda Sidqi, dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA News di London, Sabtu.
Dalam pertemuannya dengan Sekretaris Ekskutif CTBTO dan Dubes Tibor Toth, Muhammad Najib dari Partai Amanat Nasional (PAN), didampingi Yahya Sacawiria (Partai Demokrat/PD), Muchamad Ruslan (Partai Golongan Karya/Golkar), Theodorus Yacob (Partai Demokrasi Indonesia/PDI-Perjuangan), dan Syahfan Badri (Partai Keadilan Sejahtera/PKS).
Najib menambahkan, meskipun Indonesia berpandangan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir adalah pihak yang paling berkewajiban menunjukkan komitmennya untuk menghentikan semua jenis uji coba senjata nuklir.
Lebih dari itu, ia mengemukakan, negara-negara pemilik senjata nuklir juga harus mengurangi secara terus-menurus jumlah senjata nuklir yang dimilikinya sehingga sampai suatu saat bisa hidup di dunia tanpa senjata nuklir, katanya.
Najib menyatakan, DPR RI tidak hanya mempertimbangkan kapan Parlemen Indonesia akan meratifikasi Traktat Pelarangan Uji Coba Senjata Nuklir (CTBT), tapi bagaimana Indonesia bisa mengajak negara-negara lain, khususnya yang termasuk dalam Annex 2 juga bisa segera meratifikasi CTBT.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Eksekutif CTBTO Tibor Toth, menyampaikan apa yang disampaikan Menlu RI di New York pada Mei lalu mengenai keputusan Indonesia untuk memulai proses ratifikasi menimbulkan gaung sangat luas dan secara nyata telah memperkuat kepemimpinan Indonesia didalam isu perlucutan senjata nuklir.
Keputusan Indonesia tersebut mendapatkan perhatian serius dari negara-negara yang memiliki senjata nuklir dan diyakini akan memberikan dorongan positif kepada negara-negara tersebut untuk mengikuti apa yang telah dilakukan Indonesia.
Tibor Toth juga meminta bantuan Indonesia untuk menggunakan kepemimpinannya, khususnya di kalangan negara-negara Gerakan Non-Blok, untuk ikut mendorong negara-negara yang belum meratifikasi CTBT agar segera meratifikasi.
Sepanjang pertemuan, rombongan Komisi I melakukan dialog secara interaktif mengenai berbagai aspek teknis dan politis dari ratifikasi CTBT. ES CTBTO menganggap pertemuan tersebut sangat produktif dan mengharapkan hal tersebut dapat menjadi model bagi parlemen dari negara-negara anggota CTBTO lainnya.
Memanfaatkan kunjungannya ke Wina, rombongan Komisi I juga mengadakan pertemuan terpisah dengan tiga warga Indonesia yang bekerja sebagai pakar di CTBTO untuk memperoleh masukan mengenai CTBT.
Rombongan juga menyempatkan diri berkunjung ke Markas Besar Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) yang terletak di kawasan yang sama dengan CTBTO (Vienna International Center).
Dalam kunjungannya ke Markas Besar IAEA, rombongan Komisi I melakukan diskusi dengan tujuh warga Indonesia yang menjadi pakar di IAEA, mengenai pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan-tujuan damai.
CTBT adalah sebuah traktat yang terbentuk pada tahun 1996 dan bertujuan untuk menghentikan semua jenis uji coba senjata nuklir.
Hingga saat ini 153 negara telah meratifikasi CTBT. Namun demikian CTBT belum dapat berlaku secara hukum (entry into force) karena masih terdapat semibilan negara Annex II yang belum meratifikasi traktat tersebut.
Negara Annex II adalah negara-negara yang dianggap memiliki kemampuan nuklir yang cukup menonjol dan diperkirakan memiliki peluang untuk melakukan uji coba senjata nuklir.
Indonesia termasuk satu dari sembilan negara Annex II yang belum meratifikasi CTBT bersama Amerika Serikat, Cina, Israel, Iran, Mesir, Korea Utara, Pakistan dan India.
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar