BEIJING-(IDB) : Ribuan etnik Mongol di Cina utara menggelar protes besar-besaran terhadap etnik Han. Aksi protes itu berlatar belakang kematian dua gembala Mongol yang terlibat perkelahian dengan penambang etnik Han. Daerah otonomi Mongolia
Dalam merupakan aset energi besar bagi Republik Rakyat Cina. Wilayah setingkat provinsi itu memiliki sumber batubara raksasa dan mineral langka bumi. Beberapa tahun lalu dibuka sejumlah lokasi baru penambangan yang menjadikan Mongolia Dalam sebagai produsen batubara terbesar
Cina.Kini, penambangan pun menjadi penyebab konflik dan ketegangan etnik, terutama dengan etnik Mongol, yang sebagian besarnya adalah gembala dan kaum pengembara, demikian dikatakan Engebacu Togochoc. Ia juga berasal dari kawasan tersebut dan saat ini aktif dalam kelompok eksil Mongol di New York:
"Sebagian besar tambang batubara, yang dibuka di daerah stepa dalam beberapa tahun terakhir ini, menghabiskan lahan yang sangat luas. Di daerah itu sama sekali tidak ada jalan raya. Selain itu truk pengangkut batubara berseliweran di lahan rumput para gembala," kata Togochoc.
Minimnya Perlindungan Pemerintah
Stepa dan pusat penghidupan para gembala menjadi rusak karenanya. Menurut para kritikus, pemerintah hampir tidak melakukan apa pun melindungi kawasan itu. Pemerintah juga dituding melakukan perjanjian tertutup dengan perusahaan pertambangan. Menurut keterangan para eksil Mongol, beberapa pekan terakhir ini kaum penggembala berusaha menghalangi lalu lintas truk pengangkut batubara di daerah Xilinhot di utara.
Pertengahan Mei seorang gembala tewas tertabrak truk dan beberapa hari kemudian seorang tewas karena berkelahi dengan penambang. Saat ini polisi sudah menutup daerah bersangkutan. Seorang wartawan Inggris yang pekan ini melakukan peliputan di sana juga diusir.
Dua kasus kematian itu memicu gelombang protes. Di beberapa kawasan, etnik Mongol berunjuk rasa turun ke jalan. Menurut keterangan eksil Mongol, beberapa hari lalu sekitar 2000 orang berunjuk rasa di Xilinhot. Berdasarkan foto yang beredar di internet, sebagian besar demonstran adalah siswa dan mahasiswa. Banyak dari mereka merupakan anak-anak kaum penggembala. "Bebaskan Mongolia", "Mongolia Milik Kami", merupakan beberapa slogan yang diusung di spanduk.
Sebenarnya jarang sekali ada aksi protes semacam itu di daerah tersebut. Seorang warga mengatakan, "Saya tidak pernah melihat demonstrasi sebelumnya. Tadinya saya pikir, mereka mahasiswa yang berjalan menuju acara olahraga."
Ancaman Terhadap Budaya Setempat
Namun ketegangan di wilayah yang dihuni mayoritas etnik Mongol sebenarnya sudah lama terjadi. Masalah serupa dengan etnik Uyghur di Xinjiang dan warga Tibet. Mereka merasa identitas budayanya terancam, misalnya cara hidup tradisional dan bahasanya.
Gelombang perpindahan suku Han ke Mongolia Dalam membuat warga etnik Mongol menjadi minoritas di kampung sendiri. Kini warga etnik Mongol hanya menyumbangkan 20 persen dari 20 juta penduduk Mongolia Dalam. Padahal 60 tahun lalu keadaannya terbalik.
Setelah kasus kematian dan gelombang protes, pihak berwenang menangkap sejumlah orang yang dicurigai, surat kabar setempat „Neimengu Ribao“ melaporkan. Perusak lingkungan akan dihukum, demikian dilaporkan surat kabar itu. Dalam waktu sama juga ditekankan bahwa penyediaan batubara harus tetap berlanjut. Beredar pula di internet seruan untuk menggelar aksi protes.
Selama ini pemerintah Cina membiarkan aksi itu digelar. Tapi sampai kapan? Seperti yang terjadi di Tibet atau Xinjiang, pemerintah Cina biasanya tidak membiarkan begitu saja gerakan protes yang digelar suku minoritas.
Sumber: Seruu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar