Harus
diakui bahwa Malaysia sangat dilematis dengan adanya konflik LCS.
Meskipun mereka pun berprinsip akan senantiasa menjaga dan
mempertahankan setiap jengkal wilayah yang menjadi hak dan kekuasaannya,
tetapi perang bukanlah skenario yang paling utama. Malaysia punya
ketergantungan ekonomi dengan China, dan memiliki hubungan yang sangat
erat dengan Philipina, Vietnam dan Indonesia. Langkah pendekatan dengan
Pentagon bertujuan untuk mencari ballancing kekuatan selain
untuk mencari potensi ekonomi dari sektor militer. Pendek kata, secara
ekonomi, Malaysia ingin besar dan tumbuh bersama China yang kian
menunjukan kekuatan cengkeraman ekonomi globalnya, sedangkan secara
militer harus diakui bahwa ATM besar dalam asuhan US. Sayangnya, sikap
ini telah dianggap sebagai sikap yang mendua, baik oleh China ataupun
oleh US sendiri. China menuntut totalitas yang lebih besar. Begitu pula
dengan US, mereka meminta kompensasi yang lebih atas dukungan dan
jaminan stabilitas yang telah dikecapi Malaysia. Untuk penjelasan yang
satu ini, beliau meminta kami untuk off the record.
Untuk
menurunkan tensi pembicaraan, saya menyinggung tentang foto penyambutan
beliau yang mengenakan mantel musim dingin. Saya bilang bahwa panglima
TNI kami terlihat lebih gagah dengan jaket kulit hitamnya ketika
melakukan kunjungan ke China, mengapa anda harus menggunakan mantel
sedangkan counterpart anda hanya menggunakan jas. Hahaha..!
Tawa renyahnya keluar, seandainya acara penyambutan beliau sama seperti
penyambutan panglima TNI di China yang dilakukan dalam ruangan, maka
beliau akan memilih menggunakan jaket kulit yang memang sengaja udah
disiapkan dari Kuala Lumpur. Tapi upacara penyambutan di Pentagon
dilakukakan di halaman depan, yang kebetulan untuk beberapa dekade ini,
beberapa tempat di US sedang dilanda musim dingin yang lebih dingin,
bahkan terkadang salju turut serta menutupi jalanan, halaman, atap rumah
dan dedaunan. Bahkan anginnya sangat kencang dan menusuk tulang.
Melihat
gelagat Malaysia yang menunjukan sikap politik yang mendua, akhirnya
pihak China maupun US menjadi geram. Mendua dengan netral adalah dua
sikap yang berbeda. Tidak heran jika kemudian Russia lebih memilih untuk
mengatur langkah ke belakang dalam percaturan militer dengan Malaysia,
yang akhirnya kita ketahui bahwa Russia lebih memilih Indonesia sebagai
partner utamanya di Asia Tenggara. Dan lagi-lagi, sikap dan pilihan
politik Russia ini dipandang lain, baik oleh US maupun oleh China.
Bagi US, masuknya Russia bermakna bahwa lawan mereka di atas ring hot spot
Asia Timur akan bertambah. Mereka khawatir Russia akan membuat sebuah
korelasi konflik antara Crimea, Taiwan, Semenanjung Korea dan LCS. Jika
hal ini terjadi, maka US akan lebih cepat menemui kegagalan dalam
mempertahankan hegemoninya di Asia Pasific. Sedangkan bagi
China, masuknya Russia sebagai partner penting Indonesia, seperti telah
merampas bongkah emas dari genggaman. Mereka geram dan kecewa, walaupun
di sebalik itu harus diakui bahwa mereka sangat memerlukan Indonesia.
Lawan Jepang, China harus bermain sendiri.
Bahkan selain menghadapi
Jepang, China juga harus menghadapi Russia dan tentu saja US yang ada
dalam gendongan Jepang. Dalam konflik Taiwan, lagi-lagi China juga harus
bermain sendiri dalam menghadang kekuatan US. Di Korea, meskipun China
tidak terlibat langsung, tapi fakta berkata tegas dan telak, bahwa China
hadir secara utuh dan penuh dalam konflik itu. Sedangkan di LCS, China
lebih parah karena harus berhadapan dengan banyak lawan, termasuk
Indonesia yang dimata China sangat membingungkan. Netral dimaknai
sebagai abstain, yang artinya masih punya potensi perubahan sikap, dan
ini dinilai lebih berbahaya karena membuat setiap kubu tidak bisa tidur
nyenyak. Jika anda punya 5 pucuk rudal, maka tidak salah jika satu
diantaranya diarahkan ke Indonesia sebagai usaha berjaga-jaga.
Pelajaran
yang saya petik dari konflik ini, adalah adanya penilaian dan
pembenaran sepihak atau dengan kata lain, masing-masing negara telah
merasa benar dengan sikap politik yang mereka ambil. Padahal untuk
penyelesaian konflik, masing-masing kebenaran yang ada masih sangat
absurd dan samar. Teringat dengan kata-kata teman saya yang dari Korea,
bahwa kemungkinan untuk perang masih sangat jauh, walaupun mungkin nanti
menlu kita akan lebih sibuk. Hehehe..! Semoga..!
Langkah yang diambil
oleh panglima TNI perlu diacungi jempol, sebaiknya beliau tidak terbatas
hanya berkunjung ke China saja, tapi sangat penting juga untuk
berkunjung ke negara-negara lainnya, bahkan kalau perlu, berkunjunglah
lebih sering ke negara-negara Asean, yakinkan dan berikan jaminan bahwa
Indonesia bukanlah sebuah ancaman dan jika perlu kita siap memberikan
bantuan dan dukungan. Hahaha..! Biar perlahan namun pasti, legitimasi
moral yang menganggap Indonesia sebagai Bossnya Asean akan terbentuk.
Tapi kita juga harus berusaha keras untuk benar-benar bisa menjadi Boss
yang mumpuni bukan sekedar pemimpi.
Sumber : JKGR
mantaap..
BalasHapus