Pages

Senin, September 02, 2013

Kemandirian Pesawat Tempur Dan Kapal Selam Indoneis Tertunda

JAKARTA-(IDB) : Indonesia kini tengah serius membangun kekuatan militer. Kementerian Pertahanan membeli sejumlah alat utama sistem persenjataan canggih dari luar negeri. Aneka senjata baru itu akan menggantikan sejumlah peralatan perang yang sudah layak masuk museum.

Tak hanya belanja dari luar, Indonesia pun kini mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Dengan sistem transfer teknologi atau TOT, Indonesia ingin bisa memproduksi peralatan tempur di dalam negeri.

Tahun 2011, Indonesia menyambut tangan Korea Selatan untuk membangun jet tempur yang diberi nama Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter Experiment. Pesawat ini lebih mutahir dibanding F-16 C/D atau F-18. Namun masih di bawah F-35 dan F-22.

Proyek besar ini makan biaya USD 8 miliar. Pembagiannya, Korea Selatan 80 persen dan Indonesia 20 persen. USD 1,6 M atau Rp 16 triliun akan dikucurkan bertahap oleh Indonesia. Diharapkan tahun 2024 saat proyek ini rampung Indonesia punya minimal 24 pesawat tempur tersebut.

Indonesia pun sudah memberangkatkan 37 teknisi dan ilmuwan untuk mempelajari KFX ke Korea Selatan.

Tapi Harapan Tidak Sesuai Kenyataan.

Maret 2013, kabar tak sedap datang dari Korea Selatan. Pemerintah negeri ginseng itu secara sepihak menunda proyek KFX/IFX. Alasan politik dan transisi pemerintahan dalam negeri mereka jadi pertimbangan Korea Selatan. KFX/IFX ditunda paling tidak untuk 1,5 tahun. Korea membantah mereka menghentikan kerjasama tersebut.

"Proyek (KFX/IFX) ini tidak dihentikan. Ini proyek jangka panjang, sehingga tidak perlu tergesa-gesa. Kami masih mengkaji kelayakannya, selain itu juga ada upaya untuk mengadopsi teknologi-teknologi terbaru untuk diimplementasikan ke dalamnya," ujar Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Young-sun, April lalu.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memberikan keterangan serupa. Purnomo menjelaskan KFX hanya ditunda. Kerjasama Korsel dan Indonesia tetap berjalan. Bahkan Korsel katanya mau mengembangkan pesawat sekelas F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin.

"Kita sudah sampaikan ke pihak Korea, apa pun yang akan dikembangkan, kita ikut. Kita share 20 persen," kata Purnomo bulan Mei lalu.

Masalah Dengan Korea Selatan Tidak Cuma Soal KFX Yang Ditunda.

Seperti diketahui, Indonesia telah memesan tiga kapal selam kelas Changbogo dari Korea Selatan. Kesepakatannya, satu kapal diproduksi di galangan Daewoo Shipbuilding Marine Engineering co Ltd. Kapal selam kedua diproduksi di galangan yang sama oleh ahli dari kedua negara. Yang ketiga akan dikerjakan di galangan PT PAL oleh ahli Indonesia.

Lagi-lagi Korsel tak menepati kesepakatan awal. Mereka tak mengizinkan alih teknologi. Para ahli Indonesia yang sudah dikirim tak diberi kesempatan ikut merakit kapal selam. Para ahli Indonesia hanya boleh melihat-lihat saja. Ini jelas melanggar kesepakatan awal, karena ditegaskan di awal, pihak Indonesia harus mendapat transfer teknologi. Padahal harga kapal selam itu tak murah. Satu kapal selam berharga USD 350 juta atau Rp 3,5 triliun.

Korea Selatan beralasan pesanan di galangan Kapal Daewoo sangat banyak. Mereka takut kena denda jika pesanan kapal tak selesai tepat waktu. Sejumlah alasan seperti keselamatan pekerja, dan sulitnya produksi kapal selam dikemukakan Korsel.

Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin menyayangkan hal ini. Dia menilai pembangunan kekuatan militer Indonesia terhambat. Percuma membeli persenjataan dari luar negeri jika tidak diikuti transfer teknologi.

"Bagaimana ini bargaining Kemhan. Mengacu kepada aturan pembelian alutsista, harus ada tranfer teknologi, berapa persen kandungan lokalnya, itu harus jelas. Sesuai dengan kesepakatan awalnya," kata TB Hasanuddin.

Menurutnya Komisi I tak akan membiarkan masalah ini. Dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil menteri pertahanan untuk menanyakan masalah kapal selam.

"Kalau kemudian terjadi di luar itu dan tidak sesuai, kita akan tanya," tutupnya.





Sumber : Merdeka

3 komentar:

  1. harga Changbogo USD 350jt/unit + ToT yg tdk berjalan dgn baik, sy pikir lebih baik TNI AL membeli KS Kilo class Project 636 yg harganya USD 200-250jt/unit, sedangkan yg sudah jelas kelasnya atau kalau pun mau membeli KS type U209-1400 kenapa tdk langsung kepada Jerman atau Turki yg sudah mempunyai licensi dari jerman,,, sy pikir turki akan lebih bersahabat dari pada Korsel, apalagi dgn pernyataan PM Turki saat berkunjung ke Indonesia yg menginginkan kerjasama di bidang pertahanan seperti Medium Tank, Pesawat tempur dan KS U209-1400,,, tp mudah2an kerja keras TNI tdk akan sia2

    BalasHapus
  2. Mohon admin koreksi judul INDONEIS seharusnya INDONESIA...(by:liem ban piet)

    BalasHapus
  3. Ayooo cerdas sedikit ... itu tuannya Korsel siapaaa??? ya pasti ada agenda tersembunyi dibalik kesulitan ituu ... udahlah dari dulu juga sebagian besar rakyat mau TNI beli KS Kilo dan tambah Sukhoinya saja ...lalu belajar sendiri buat pesawat dan kapal selam ... ini maksa terus beli lewat KORSEL ... presiden Korsel yang cewek sekarang ini humanis ga suka Indonesia karena HAM ... gua yang goblok aja tahu ... susah emang bangsa ini njlimet ga kapok-kapok diklecein Barat !!!

    BalasHapus