Pages

Senin, Oktober 29, 2012

Koarmabar Operasikan KRI Buatan Dalam Negeri

kapal-subJAKARTA-(IDB) : Komando Arrmada RI Kawasan Barat (Koarmabar ) saat ini telah mengoperasionalkan lebih dari  10 Unsur KRI jenis kapal patroli  Fast Patrol Boat (FPB) 57 , Patrol Craft (PC) 40 dan Kapal Cepat Rudal (KCR)    yang diproduksi putra-putra Indonesia di dalam negeri dalam mendukung kegiatan operasi patroli keamanan laut di perairan Wilayah Indonesia dalam rangka mempertahankan dan menjaga keutuhan NKRI.
 
Unsur KRI yang telah dioperasikan Komando Armada RI Kawasan Barat  meliputi kapal patroli  jenis  Fast Patrol Boat (FPB) 57   diantaranya KRI Barakuda-633 yang dioperasikan sejak tahun 1995 dilengkapi dengan heli deck, KRI Todak – 631  KRI Lemadang-632 termasuk kapal cepat yang diluncurkann tahun 2003.

Selain itu  sejumlah kapal patroli cepat jenis Patrol Craff (PC)  diantaranya KRI Boa-807, KRI Viper-820 ,  KRI Welang-808, , KRI Sanca-815 yang diproduksi oleh Fasilitas  pemeliharaan dan perbaikan di jajaran Pangkalan Utama TNI AL. Sedangkan  KRI Tarihu-829 .  memiliki panjang 40 m, lebar 7,3 m, dilengkapi dengan persenjataan meriam kaliber 20 mm dan 12,7 mm dan memiliki kemampuan menempuh kecepatan 25 knot.

KRI Krait-827  diluncurkan tahun 2008 dengan kemampuan kecepatan sampai dengan 28 knot diproduksi oleh fasharkan Mentigi Lantamal IV bekerja sama dengan mitra kerja. Sementara  unsur KRI yang dibangun oleh galangan mitra kerja diantaranya   KRI Kobra -867 dan KRI Anaconda-868 .

Untuk kapal perang Republik Indonesia (KRI) jenis Kapal Cepat Rudal memiliki panjang 40 meter dengan memiliki kecepatan sampai 30 knot  diantaranya KRI Clurit-641 diluncurkan tahun 2011 dan KRI Kujang-642 yang diluncurkan tahun 2012

Sejumlah unsur KRI dibawah jajaran  Komando Armada RI Kawasan Barat tersebut pernah dioperasikan oleh Komando pelaksana Opererasi    Gugus Tempur laut Komando Armada RI Kawasan Barat,(Guspurla Koarmabar ) dan Gugus Keamanan laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Guskamla Koarmabar ) dan beberapa unsure KRI ditempatklam  di Pangkalan Utama  Jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat meliputi Lantamal I,II,III dan IV .

Unsur KRI produksi dlam negeri tersebut telah dilibatkan dalam berbagai operasi keamanan laut  dan kegiatan SAR serta latihan Armada Jaya  serta latihan bersama dan patroli terkoordinasi dengan Negara tetangga.





Sumber : Poskota

Menhan Menerima Chairman and CEO of TechRadium

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menerima Chairman and CEO of TechRadium, Ryan Rodkey, Senin (29/9) di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. 

Tech Radium adalah penyedia layanan komunikasi kecepatan tinggi untuk lembaga pendidikan, perusahaan, non-profit dan badan pemerintah di seluruh dunia. 

Turut mendampingi Menhan dalam kesempatan tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan (Balitbang) Kemhan Prof. Dr. Ir. Eddy Sumarno Siradj, M.Sc, Staf Ahli Menhan Bidang Tekind Dr. Ir. Anne Kusmayati, M.Sc. dan Kapuskom Publik Kemhan Kolonel Kav. Bambang Hartawan M.Sc. 




Sumber : DMC

Panglima TNI Lantik 405 Prajurit Taruna Akademi TNI


tni-sub

MAGELANG-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. melantik 405 Prajurit Taruna Akademi TNI, terdiri dari 215 Taruna Akmil, 90 Kadet AAL dan 100 Karbol AAU, di Lapangan Sapta Marga Akademi (Akmil) Magelang, Senin (29/10/2012).
Pendidikan dasar keprajuritan Taruna Akademi TNI Tahun  2012 telah dilaksanakan selama tiga bulan dan semuanya dinyatakan lulus, sedangkan lulusan terbaik untuk masing-masing Matra yaitu :  Prajurit Taruna Istario (Darat), Prajurit Kadet Fa’iz Farrel Apriyono (Laut) dan Prajurit Karbol Juliar Dwidya Firmansyah (Udara).
Panglima TNI dalam sambutannya menyampaikan selamat dan bangga kepada segenap prajurit Taruna yang baru saja dilantik, setelah melalui proses pendidikan ”Chandradimuka”, yang merupakan bentuk pendidikan dasar kemiliteran bagi Taruna Akademi TNI. ”Belajar dan berlatihlah dengan sungguh-sungguh, sebab belajar dan berlatih adalah tugas pokok prajurit selama menyandang predikat Taruna, guna membangun idealisme kebangsaan, kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta kapabilitas sebagai generasi muda intelektual prajurit TNI, yang siap mengabdikan dirinya bagi bangsa dan negara”, tegas Panglima TNI.


Oleh karena itu, laksanakan semua kegiatan pendidikan yang telah digariskan lembaga dengan penuh kesadaran dan ketulusan. jadikan tradisi dan suasana kehidupan militer yang penuh dengan norma, etika dan aturan, sebagai bagian kehidupan untuk membentuk kemampuan fisik, kekuatan mental, disiplin, dedikasi, loyalitas, karakter dan jatidiri, serta profesionalisme.  Semua itu merupakan tuntutan profesi dan kompetensi, guna menghadapi segala tantangan tugas sebagai prajurit TNI Di Masa Yang Akan Datang.

Selanjutnya, kata Panglima TNI, jadikan kebersamaan selama pendidikan dasar Chandradimuka, sebagai basis dari pembentukan dan penguatan integrasi spiritual di antara para Taruna, Kadet dan Karbol.  Berangkat dari kebersamaan itulah, sesungguhnya para prajurit telah diberi bekal dan fondasi untuk membangun jejaring psikologis, sosiologis dan integritas, dalam diri masing-masing sebagai sesama prajurit TNI.  

Integrasi spiritual itu harus terus dibina dan dikembangkan di masa-masa yang akan datang, di manapun bertugas dan berada.  Itulah landasan dalam memperkuat jiwa, tekad dan semangat soliditas, solidaritas dan integritas, baik intern maupun antar angkatan, demi semakin kokoh dan mantapnya integrasi dan integritas TNI.

Sejarah membuktikan, dengan integrasi spiritual yang terwujud dalam integrasi TNI, merupakan prasyarat dan jaminan utama bagi keberhasilan TNI dalam mengemban dan melaksanakan tugas pokok guna menjamin tetap tegak dan kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Acara pelantikan Prajurit Taruna Akademi TNI, antara lain dihadiri oleh Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasal Laksamana TNI Soeparno, Kasau Marsekal TNI Imam Sufa’at, para pejabat di lingkungan Mabes TNI dan Angkatan.





Sumber : Poskota

Satgas Kompi Zeni TNI Tiba Di Haiti


haiti-sub

HAITI-(IDB) : Sebanyak 167 prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Kompi Zeni TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXII-B/MINUSTAH (Mission des Nations Unies pour la Stabilisation en Haïti) dibawah pimpinan Letkol Czi Arief Novianto selaku Komandan Satgas, dengan komposisi personel terdiri dari 144 TNI AD, 21 TNI AL dan 2 TNI AU, telah tiba di negara Haiti, Minggu (28/10/2012).

Selanjutnya, personel Satgas Kompi Zeni TNI melakukan pergeseran menuju daerah Gonaives kurang lebih berjarak 180 km dari Port Au Prince.  Gonaives  merupakan Ibukota dari Propinsi Artibonite bagian utara Haiti, di daerah inilah merupakan Camp inti dari Kontingen Garuda XXXII-B/Minustah.

Pergeseran personel Kontingen Garuda menuju Gonaives dikawal oleh satu regu pasukan Argentina Battalion (Argabatt), dengan menggunakan 14 unit kendaraan yang terdiri dari : 9 unit truk (3 diantaranya merupakan dukungan Argabatt), 2 unit bus serta 3 unit jeep.


Dalam kesempatan tersebut, Dansatgas Konga XXXII-B/Minustah menekankan kepada para personel bahwa selama melakukan pergerakan menuju ke Gonaives, hendaknya perhatikan faktor keamanan dan keselamatan dalam berkendara, karena situasi jalan cukup licin akibat hujan yang cukup deras, dan banyaknya lubang serta genangan air yang menutupi sepanjang jalan yang akan dilalui menuju Gonaives.


 

Satgas Kompi Zeni TNI Konga XXXII-B/Minustah akan bertugas sebagai pasukan perdamaian PBB di Haiti selama satu tahun pada misi dalam rangka rekonstruksi dan rehabilitasi daerah yang terkena dampak bencana gempa bumi di Haiti serta melaksanakan tugas-tugas Vertical Constructions dan Horizontal Constructions dalam rangka mendukung dan mensukseskan tugas MINUSTAH di Haiti.




Sumber : Poskota

Liku-Liku Pembelian Leopard Mulai Dari Belanda Sampai Ke Jerman

JAKARTA-(IDB) : Pembelian tank Leopard dilakukan tanpa rekanan. Laporan dari dekat perundingan jual-beli senjata.
Aroma masakan Nusantara menguar dari dalam perahu motor yang temaram. Meski udara luar sangat menusuk, sekitar 2 derajat Celsius, cruise yang siap menyusuri sepotong kanal Amsterdam itu terasa nyaman dengan mesin penghangat. Di meja kecil terhidang nasi, gado-gado, tempe goreng, sate ayam, juga bakwan udang. Kerupuk dan emping melinjo ditempatkan di dalam stoples di meja lain.
Di atas kapal yang romantis, canal cruise dinner Rabu malam 1 Februari 2012 itu membicarakan bisnis peranti militer: jual-beli 80 tank berat Leopard 2A6. Tuan rumahnya Defence Materiel Organization Belanda, yang dipimpin Direktur Pengadaan A.GJ. Van fe Geijn. Tamunya: rombongan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat pimpinan Wakil Kepala Staf Letnan Jendral Budiman.
“Kita akan menyusuri malam di atas kanal,” kata Nicole Hooft, asisten mengurusi logistik militer Belanda itu. Berangkat dari halaman belakang Hotel Hilton, Apollolaan, Amsterdam, perahu menyusuri Reijnier Vinkeleskade, Josef Israelskade, dan memutar kembali di Weesperzijde.
Van de Geijn Dan Budiman duduk di sofa melingkar di bagian anjugan perahu. Disitu ada pula Kapten Rutger Poerlakker (account manager marketing and sales badan logistic militer Belanda), Mayor Jendral Subekti (Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Darat) dan Brigadir Jendral Purwadi Mukson (Komandan Pusat Persenjataan Kavaleri TNI).
Satu setengah jam kemudian, perahu tiba kembali di halaman belakang Hilton. Semua terlihat gembira. Sebelum berpisah, sambil menyalami Budiman, Van De Geijn berujar, “Suatu ketika saya akan pergi ke Pare.” Ia mengatakan memiliki kerabat di suatu daerah di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu. Semua tertawa.
Makan malam dengan menu Indonesia di atas kanal Amsterdam itu menjadi semacam perayaan atas hasil negosiasi pada petang harinya. Kedua tim membicarakan harga jual-beli tank di business centre Hotel Hilton, tempat rombongan menginap. Tuan rumah, yang berniat melepas sebagian besar peralatan militernya akibat krisis ekonomi Eropa, diwakili Van De Geijn, Kepala Pemasaran dan Penjualan Letnal Kolonel Jo Fick, dan Rutger Poelakker. Pemerintah Indonesia diwakili Direktur Jendral Strategi Pertahanan Mayor Jendral Ediwan Prabowo; Subekti; Atase Pertahanan di Belanda, Kolonel Pnb Julexi Tambayon; dan atase pertahanan di Jerman, Kolonel Fachri Adamy.
Tim dari Jakarta dating dengan perkiraan harga US$ 2,2 juta per unit. Menurut Budiman, angka itu dibuat berdasarkan basis perhitungan ekonomi, termasuk usia tank. Leopard 2A6 merupakan main battle tank alias tank berat buatan Jerman pada 2003. Namanya diambil dari hewan lincah macan tutul. Angkatan bersenjata Belanda memiliki 150 unit yang disimpan di pusat logistik Tweente. Tank itu dideretkan di hangar besar. Semua terlihat bersih.
Tim yang terdiri atas delapan orang, termasuk Letnan Jendral Budiman, memeriksa satu per satu tank Leopard di gudang itu. Mereka memeriksa roda, memanjat bagian kanon, masuk ke ruang penumpang, juga melihat persediaan suku cadangnya.
Semua anggota tim mencoba mengendarai tank di area yang sengaja dibikin bergelombang dan tertutup salju. Kendaraan baja itu enteng saja melewati tanggul setinggi dua meter dalam kecepatan 60 kilometer per jam. “Malah lebih nyaman daripada BMW Seri 5,” kata Duta Besar Indonesia di Belanda, Retno Marsudi, yang juga ikut mencoba tank. Dalam perundingan di Hotel Amsterdam, wakit pemerintah Belanda membukan penawaran US$ 2,5 juta per unit. Budiman, yang memantau negosiasi dari kamarnya, mengintruksikan perundingan untuk berhenti pada harga US$ 1,818 juta. “Kalau harga dapat ditekan, kita bias memperoleh tank lebih banyak,” ia memberi alasan.
Kolonel Fachri Adamy, yang berasal dari Padang, menjadi ujung tombak perundingan. “Ia menggunakan gaya Padangnya untuk menawar,” kata Mayor Jendral Subekti seusai perundingan. Negosiasi ditutup sekitar 18.00 waktu setempat. Ketika kedua tim perunding kemudian makan malam di atas kanal, posisi harga mulai mencapai titik temu. Tuan rumah berhenti di harga US$ 1,9 juta per unit, dan calon pembeli tak menaikkan tawarannya. Pada akhirnya, pemerintah Belanda memberi harga lebih rendah: US$ 1,8 juta per unit.
Selain menginginkan tank tempur, pemerintah sebenernya juga hendak membeli tank jembatan, pengankut tank, dan perangkat bengkel untuk perawatan. Total pembelian diperkirakan sekitar US$ 280 juta atau hampir Rp. 2,8 triliun. Angkatan darat berharap tank-tank bekas Belanda ubu sudah tiba di Tanah Air pada hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia, 5 Oktober 2012.
Dalam usaha mendatangkan tank berat itu ke Tanah Air, Angkatan Darat melakukan negosiasi langsung. Tak terlihat rekanan yang terlibat. Tempo diberi kesempatan mengamati proses ini dari dekat, meski penerbitan tulisan diembargo hingga kontrak jual-beli ditandatangani. Tapi kontrak tersebut ternyata tak pernah diteken karena parlemen Belanda tak menyetujui penjualan peralatan militer ke Indonesia.
Penolakan parlemen itu dimuat di halaman mukan De Telegraaf, koran terbesar di Belanda, pada Rabu, 20 Juni 2012. Di situ ditulis, pemimpin Partai Buruh Diederik Samson menolak kunjungan Duta Besar Retno Marsudi. “Samson bersikap keras terhadap Ibu Duta Besar,” koran itu menulis. Mengutip kebiasaan diplomatik, De Telegraaf menyimpulakan penolakan itu sebagai penghinaan.
Kepada De Telegraaf, Retno Marsudi menanggapi penolakan itu dengan tenang. Ia mengatakan agenda Diederik Samson bisa jadi sangat padat. “Saya bisa menunggu. Saya tidak cepat tersinggung,” katanya. Kunjungan itu dilakukan sehari sebelum parlemen menggelar debat untuk membahas keputusan kabinet untuk menjual tank bekas ke Indonesia. Mayoritas suara di parlemen menentang keputusan itu karena menganggap situasi hak asasi manusia di Indonesia masih buruk.
Pemerintah Belanda kecewa terhadap gagalnya penjualan Leopard ke Indonesia. Padahal uang US$ 250 juta dianggap bisa membantu mengatasi krisis keuangan mereka. Menurut Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, mereka meminta jadwal pembelian diundurkan. “Kami tidak mau. Sebab, kalau diundukan, target selesai 2014 tidak akan tercapai,” kata Sjafrie kepada Tempo.
Di tengah ketidakpastioan pembelian dari Belanda, Markas Besar Angkatan Darat menjalankan skenario kedua : membeli langsung Leopard dari negara pembuatnya, Jerman. Ada dua perusahaan pembuat Leopard di negeri itu, yakni KMW dan Rheinmettal-dua perusahaan pemerintah yang bersaing. Mereka melancarkan berbagai lobi yang, menurut Sjafrie, “Bisa hitam,putih, atau abu-abu.”
Pada juli 2012, Letnan Jendral Budiman membawa anggota tim yang sama ke Jerman. Mereka melakukan negosiasi harga dengan manajemen KMW dan Rheinmettal. Pada akhirnya, Rheinmettal dipilih karena memberi harga lebih rendah dengan tambahan peralatan yang lebih banyak.
Tim kali ini memperoleh ”belanjaann” 61 tank Leopard Revolusioner dengan harga US$ 1,7 juta per unit dan 42 Leopard 2A4 seharga US$ 700 ribu per unit. Ditambah dengan lima tank recovery, tiga tank jembatan, tiga tank zeni, 72 tank Marder bonus 10 gratis, suku cadang lengkap untuk keperluan tiga tahun, amunisi dengan teknologi terbaru, serta dua transporter. Total belanjaan tetepa US$ 280 juta.
Dari sisi perlengkapan, menurut seorang anggota tim, Leopard RI lebih mutakhir dibandingkan 2A6. Tapi jarak tembak Leopard lebih jauh karena menggunakan laras L55-lebih panjang 1,3 meter daripada laras L44 Leopard RI. Ia menyebutkan tank yang dibeli pemerintah bisa diganti dengan laras yang lebih panjang.
Sjafrie mengatakan 44 tank yang siap pakai akan tiba November ini. Selama empat tahun akan dilakukan proses transfer teknologi. “Jadi,” kata dia, “begitu garansi habis, kita sudah bisa servis sendiri.”.
 
 
 
 
 
Sumber : Tempo

Ketika Alutsista TNI Sudah Tua

JAKARTA-(IDB) : Persenjataan TNI tidak hanya jauh dari kebutuhan kekuatan minimum, tapi kondisinya juga mengenaskan. Mayoritas senjata berusia 25-40 tahun dan tak sedikit yang ngadat ketika digunakan. Akibatnya, tak semua senjata TNI ini siap dipakai saat bertempur.

Majalah Tempo edisi 29 Oktober 2012 menurunkan laporan tentang pengadaan alat tempur TNI. Data Sekolah Staf Komando TNI pada 2005, misalnya, menunjukkan skuadron tempur Angkatan Udara hanya memiliki tingkat kesiapan rata-rata 30 persen. Hampir 30 persen tank dan 48,2 persen meriam milik Angkatan Darat rusak. Sedangkan sebagian besar kapal perang Angkatan Laut sudah berusia di atas 25 tahun.

Kondisi ini kian parah karena nyaris tak ada peremajaan senjata. Bahkan, menurut Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq, sejak reformasi 1998 hingga akhir 2010, nyaris tak ada pengadaan senjata baru. Karena itu, menurut Mahfudz, peremajaan dan modernisasi persenjataan TNI mendesak dilakukan.

Anggaran pertahanan yang cekak dianggap sebagai penyebab. Sejak 2004, bujet militer memang naik dari Rp 21,7 triliun menjadi Rp 72,54 triliun pada 2012. Namun, anggaran itu tak sepenuhnya dipakai untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista). Hanya sekitar Rp 28 triliun alokasi untuk pos ini. Baru pada 2030, menurut Asisten Bidang Kebijakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Said Didu, anggaran pembelian peralatan militer akan menembus Rp 100 triliun per tahun.

Repot Mencari Pengganti ''Simbah''

Jenderal Pramono Edhie Wibowo punya pesan khusus bagi prajurit yang berlatih menggunakan meriam tempur antipesawat udara S-60. Diproduksi Uni Soviet pada 1950, meriam itu masih dipakai Artileri Pertahanan Udara hingga kini. “Tolong simbahmu ini dirawat supaya bisa tetap beroperasi,” kata Kepala Staf Angkatan Darat itu awal bulan ini.

Majalah Tempo edisi Senin 29 Oktober 2012 mengulas soal pengadaan alat sistem utama senjata TNI. Masih banyak "simbah" lain yang dimiliki Angkatan Darat. Senjata-senjata itu bahkan lebih tua daripada sang Jenderal. Misalnya meriam M101A1 105 milimeter buatan 1940--15 tahun sebelum Pramono lahir. Ada pula meriam M-48 76 milimeter buatan 1958. Dua senjata itu dia gunakan ketika berlatih pada saat belajar di Akademi Militer hingga lulus tahun 1980.

Meski uzur, senjata-senjata itu tetap dipakai prajurit. "Simbah-simbah" itu dirawat dengan baik, dan tak jarang dipamerkan pada ulang tahun Tentara Nasional Indonesia. Peluncur roket RL 130 milimeter produksi 1950 yang sempat ngadat bertahun-tahun bahkan bisa menyemburkan amunisi lagi.

Kisah senjata sepuh tidak hanya dimiliki Angkatan Darat. Di Angkatan Udara, banyak pesawat berumur yang tetap dipakai. Dari 234 unit pesawat tempur, hanya separuhnya yang layak terbang. Di antaranya Hawk 200, yang dua pekan lalu jatuh di Siak Hulu, Kampar, Riau.

Persenjataan TNI tidak hanya jauh dari kebutuhan kekuatan minimum, tapi kondisinya pun mengenaskan. Mayoritas berusia 25-40 tahun dan tak sedikit yang ngadat ketika digunakan. Akibatnya, tak semua senjata TNI saat ini siap tempur.

Kondisi ini kian parah karena nyaris tak ada peremajaan senjata. Bahkan, menurut Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq, sejak reformasi 1998 hingga akhir 2010, nyaris tak ada pengadaan senjata baru. Karena itu, menurut Mahfudz, peremajaan dan modernisasi persenjataan TNI mendesak dilakukan.

Anggaran pertahanan yang cekak dianggap sebagai penyebab. Sejak 2004, bujet militer memang naik dari Rp 21,7 triliun menjadi Rp 72,54 triliun pada 2012. Namun, anggaran itu tak sepenuhnya dipakai untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista). Hanya sekitar Rp 28 triliun alokasi untuk pos ini. Baru pada 2030, menurut Asisten Bidang Kebijakan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Said Didu, anggaran pembelian peralatan militer akan menembus Rp 100 triliun per tahun.

Mafia pengadaan juga menggerus dana pembelian alat tempur ke luar negeri. Makelar senjata membuat harga berlipat-lipat. Bagaimana para makelar bekerja? Bagaimana pula pemerintah mengurangi peran makelar?




Sumber : Tempo

Berita Foto : Brimob Simulasi Kejar Kelompok Bersenjata






Sejumlah personil Bromob Polda Maluku mengintai keberadaan kelompok bersenjata dalam simulasi pengejaran teroris di kawasan Air Besar, Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, Maluku, Sabtu (27/10). Latihan yang merupakan rangkaian kegiatan penanggulangan teror itu merupakan latihan rutin untuk peningkatan kemampuan personil.





Sumber : Antara

Berita Foto : Proses Perakitan T-50 Di KAI Korea








 
Pada gambar diatas tampak bodi pesawat dengan nomor TT5003, dalam penomoran standar TNI AU maka berarti pesawat ini akan masuk dalam skadron Tempur Taktis, sedangkan  angka 5003 menunjukkan jenis pesawat T-50 dengan angka urut nomor 3.

Dalam negosiasi jual beli, sempat  muncul beberapa opsi, diantaranya adalah opsi counter-purchase dengan pesawat angkut CN-235 atau reassemble pesawat T-50 ini di PT Dirgantara Indonesia, namun belum jelas opsi mana akhirnya yang dituangkan dalam kontrak
 
 
 
 
 

Sumber : Korearms