Pages

Kamis, Oktober 11, 2012

TNI Anggarkan Dana Rp1,4 Triliun untuk Pengamanan Blok Masela

JAKARTA-(IDB) : Mabes TNI memperkirakan anggaran untuk mengamankan proyek Lapangan gas Abadi di Blok Masela, Maluku sebesar Rp1,4 triliun.

Dalam dokumen yang didapat Bisnis disebutkan Wakil Asisten Operasi Panglima TNI Laksamana Pertama TNI Widodo menyatakan dana sebesar itu akan digunakan untuk menggelar operasi permanen, operasional sehari-hari, dan pembangunan landasan pesawat.

Untuk pengamanan permanen Angkatan Darat, yang meliputi operasi sejumlah pos seperti koramil, markas batalion, dan markas kompi dibutuhkan dana minimal Rp274 miliar dan gelar operasi Rp1,5 miliar, sehingga total dana yang dibutuhkan sekitar Rp276 miliar.


Angkatan Laut membutuhkan Rp139 miliar untuk gelar tetap dan Rp18 miliar untuk biaya operasional, sehingga total biaya yang dibutuhkan mencapai Rp157miliar.


Untuk gelar tetap Angkatan Udara dibutuhkan sedikitnya Rp822 miliar dan biaya operasional Rp72 miliar, sehingga jumlah yang dibutuhkan Rp968 miliar.


"Dengan demikian kebutuhan untuk pengamanan Masela adalah Rp1,4 triliun," tulis dokumen itu, mengutip pernyataan Widodo.


Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul menegaskan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas)  meminta Mabes TNI untuk membuat rencana pengamanan proyek tersebut sehingga keluar perkiraan anggaran sebesar Rp1,4 triliun.


“Ini baru rencana ke depan, belum terlaksana tahun ini, tetapi untuk 20 tahun yang ada datang,” kata Iskandar kepada Bisnis hari ini.

Sarana keamanan di daerah tersebut masih kosong sehingga perlu dibangun. Mabes TNI perlu membangun lapangan terbang untuk operasi Angkatan Udara,  pangkalan angkatan laut (Lanal), dan pendirian batalion untuk  Angkatan Darat.


Iskandar menegaskan pengamanan di sekitar wilayah tersebut perlu disiapkan karena menyangkut daerah perbatasan dengan Australia. Namun hingga saat ini belum ada pembicaraan lebih lanjut dengan BP Migas mengenai hal itu.


Lapangan gas Abadi di Blok Masela, terletak di Laut Arafuru, sekitar 180 km  sebelah Selatan  Pulau Tanimbar. Daerah ini merupakan wilayah perbatasan dengan perairan Australia.


Pencarian migas di Blok Masela oleh Inpex Masela Ltd dimulai sejak November 1998 dan berhasil menemukan cadangan gas yang cukup ekonomis untuk diproduksikan pada Desember 2000.


Lapangan gas Abadi memiliki cadangan 6,5 triliun kaki kubik (TCF) gas. Proyek yang menelan investasi US$5 miliar dengan kilang LNG terapung berkapasitas 2,5 juta ton per tahun (MTPA) ini diharapkan mulai berproduksi pada 2016.


BP Migas diminta mengajukan permohonan kepada Presiden, Kementerian Keuangan, atau Bappenas untuk menyisihkan sebagian penerimaan dari proyek Masela untuk pembangunan sarana pengamanan, tidak langsung semuanya masuk ke kas negara.


"Dengan adanya dana, pengamanan di sana akan lebih baik. Intinya kami siap mengamankan blok migas itu," tulis dokumen tersebut mengutip pernyataan Widodo.


Kesiapan untuk mengamankan blok gas tersebut juga diutarakan oleh Polda Maluku. Sayangnya, Direktorat Obyek Vital Nasional di Polda Maluku baru terbentuk, belum memiliki sarana, prasarana, serta personel yang optimal. Ditambah lagi kondisi geografi dan sosial masyarakat Maluku yang sangat kompleks.


Untuk memproduksi cadangan terbukti (P1) sebesar 6,05 TCF tersebut, Inpex berencana membangun berbagai fasilitas pendukung yang terkait dengan production integrator seperti pemasangan wellhead di dasar laut, flow line, riser, umbilical dan sub sea tool maintenance.


Selain itu, akan dibangun kilang terapung (FLNG) berupa ruang terbatas dengan dimensi panjang 360 meter dan lebar 80 meter, yang akan digunakan untuk mengolah gas menjadi LNG, fasilitas logistik berupa pelabuhan laut dan heli, kantor, gudang, bengkel perawatan, mes untuk transit, crew change dan supply base.


Seperti layaknya proyek migas lain, proyek Lapangan Abadi merupakan objek vital nasional (Obvitnas). Karena letaknya di  jalur  ALKI – III dirasa sangat rawan terhadap potensi ancaman.


Kebocoran pada fasilitas production integrator ataupun over pressure, misalnya dapat mengakibatkan masalah lingkungan yang akan mempengaruhi hubungan kedua negara, mengingat posisinya yang sangat dekat dengan garis perbatasan.


Situasi di perbatasan dapat berubah setiap saat dengan sangat cepat apabila tidak diantisipasi dengan baik. Hal ini dapat mempengaruhi pelaksanaan proyek yang masuk dalam kategori Obvitnas tersebut.


"Untuk mengantisipasi munculnya masalah-masalah tersebut, kami menganggap perlu adanya grand design pengamanan proyek pengembangan Lapangan Abadi di Blok Masela. Mekanisme pengamanan di kawasan itu merupakan upaya preventif, bukan seperti pemadam kebakaran. Saya kira hal ini juga sejalan dengan Renbang TNI di wilayah Timur Indonesia," tulis dokumen tersebut mengutip Widodo.




Sumber : Bisnis

Penempatan IMSS Sangat Efektif Untuk Pengawasan Laut Dan Perbatasan

RIAU-(IDB) : Penempatan 12 unit radar sistem pengawasan maritim atau Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dari Sabang hingga Batam, Kepulauan Riau, sangat efektif untuk mengamankan kawasan perairan Selat Malaka.

"Radar efektif memantau hal terkecil yang berada di kapal. Radar ini terintegrasi ke gugus keamanan laut (Guskamla), dimana bisa melihat seluruh kapal yang melintas di Selat Malaka," kata Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Batam, Kolonel Laut (P) Nur Hidayat, saat menerima Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Mayjen TNI Hartind Asrin di Lanal Batam, Kepulauan Riau, Selasa (9/10).

Penggunaan radar sistem pengawasan maritim buatan Amerika Serikat itu hanya digunakan pada malam hari karena pada siang hari kapal-kapal yang melintas masih dapat terlihat oleh patroli keamanan laut (Patkamla).

Sebelum ada radar itu, menurut Danlanal Batam, pihaknya kesulitan memantau kapal-kapal yang melintas. Apalagi kapal yang bergerak dalam kecepatan rendah di malam hari, semakin sulit untuk di deteksi. "

"Namun dengan adanya keberadaan IMMS itu kita bisa memantau kapal-kapal meski dari jarak kejauhan dan suasana gelap," ujarnya.

Penempatan radar sistem pengawasan maritim/laut, khususnya di Batam sendiri efektif membantu pengawasan laut mengingat jumlah personil yang ada di Lanal Batam kurang memadai.

"Jumlah personil yang ada hanya 143 orang, padahal seharusnya jumlah personilnya mencapai 256 orang," katanya.

Tak hanya itu, jumlah kapal yang dimiliki oleh Lanal Batam hanya 12 unit, sehingga masih kekurangan sekitar enam unit agar kapal-kapal itu stand by di pos penjagaan. Kapal yang berada di Lanal Batam, yakni kapal KAL Seraya, Patkamla Wolf, Patkalma Sea Hunter, Patkamla "Nongsa", Comba Boat, dan Patkamla Sea Rider buatan Banyuwangi.

Kendati demikian, dengan adanya patroli yang dilakukan secara rutin oleh TNI Angkatan Laut kasus-kasus kejahatan yang ada di laut relatif menurun, bahkan dengan adanya penempatan radar itu kasus kejahatan di laut relatif tidak ada. "Jarang sekali terjadi kasus perompakan dan kasus trafficking," katanya.

Ia menambahkan, penempatan Kapal Perang (KRI) di perairan Kepulauan Riau belum perlu digunakan mengingat tingkat kerawanannya masih bisa diatasi oleh kapal-kapal kecil (patroli). "Penggunaan KRI bila tingkat kerawanannya terus meningkat. Ini pun harus dilaporkan terlebih dahulu kepada gugus tempur laut (Guspurla) sebelum pengerahan kapal perang," kata Nur Hidayat.




Sumber : Jurnas

KSAU: UAV Asal Filipina Segera Perkuat TNI AU

JAKARTA-(IDB) : Impian Kementrian Pertahanan Republik Indonesia bersama TNI AU untuk membentuk Skadron UAV hampir menjadi kenyataan. 

Dalam waktu dekat, UAV asal Filipina yang perencanaan pengadaannya telah lama digodok, akan segera tiba. 

"Telah disetujui DPR dan tanda bintang telah dicabut", jelas KSAU Marsekal Imam Sufaat, saat jumpa pers seusai menyaksikan demo terbang Pesawat Tanpa Awak buatan BPPT-Balitbang Kemhan, di Lanud Halim Perdana Kusumah Jakarta, Kamis 11 Oktober pagi.

Lebih jauh, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro juga menjelaskan, Skadron UAV itu nantinya berisikan campuran antara UAV buatan luar negeri dan dalam negeri, seperti yang tengah dikembangkan oleh BPPT. 

 "Ibaratnya seperti TNI AU punya pesawat hercules yang memiliki kemampuan besar, namun juga punya yang lebih kecil seperti CN-235", kata Menhan menganalogikan. 

Selain itu, pembelian UAV dari luar negeri juga dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan UAV buatan dalam negeri. Sesuai Undang Undang Industri pertahanan dalam negeri, maka setiap pembelian alutsista dari luar negeri diharuskan adanya alih teknologi.


Sesuai data yang dimiliki redaksi ARC, UAV asal filipina itu memiliki spesifikasi daya tahan terbang hingga 20 jam, jarak tempuh mencapai 300 km serta daya angkut 110 kg. Serta memiliki kemampuan terbang autonomus dan manual. Hingga saat ini Dinas penelitian maupun industri dalam negeri belum memiliki kemampuan seperti yang diinginkan TNI AU tersebut.

Menhan juga menambahkan Skadron UAV itu nantinya akan ditempatkan di perbatasan, namun lokasi pastinya dirahasiakan. Salah satu tugas Skadron UAV itu nantinya adalah berpatroli di sekitar Selat Malaka.




Sumber : ARC

PUNA Segera Diproduksi Massal Untuk Memenuhi Kebutuhan Pertahanan

JAKARTA-(IDB) : Keberhasilan uji coba pesawat Unimaned Aerial Vechile (UAV) atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), memukau para pengunjung acara tersebut.

Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menuturkan, nantinya akan dibangun sebuah Skuadron PUNA guna pengamanan daerah perbatasan.

"Mulai saat ini, kita akan menyetop penelitian dan pengembangan pesawat PUNA dan kita akan memasuki pembuatan pesawat secara massal yang nantinya untuk memenuhi kebutuhan TNI, dengan membangun Skuadron PUNA," kata Purnomo, kepada wartawan, di Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2012).

Menurutnya, pembuatan pesawat PUNA secara masal ini nantinya akan diserahkan kepada PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk memproduksinya secara besar.

"Tentunya BPPT tidak bisa membuat secara massal, nantinya kami akan serahkan pembuatan kepada PT DI," tuturnya.

Purnomo menjelaskan, kebutuhan Pesawat PUNA untuk TNI Angkatan Udara (AU) harus memperhatikan kebutuhan dari TNI sendiri. Pasalnya, pembangunan Skuadron PUNA ini untuk tahap awal hanya untuk pengintaian saja.

Kedepannya, kata dia, PUNA buatan dalam negeri ini akan digunakan perang dan dipersenjatai, atau menggantikan pesawat tempur yang disebut dengan Unmaned Combat Aerial Vehicle (UCAV).

"Banyak manfaat dari pesawat ini, sebagai bombing, dan juga pesawat target," imbuhnya.

Purnomo mengatakan, produksi dalam negeri memang agak mahal harganya. Namun, dalam pemenuhan Alutsista TNI harus dicari harga yang ekonomis.




Sumber : Okezone

Menristek : UAV BPPT Perlu Pengembangan Lebih Lanjut Untuk Bisa Perkuat TNI

JAKARTA-(IDB) : Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta bangga menyaksikan uji coba kemampuan pesawat terbang tanpa awak hasil kerjasama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Namun, sang menteri mengkritisi suara gas buang pesawat yang dinilainya terlalu bising.

"Masih bising, kalau mengintai di daerah musuh, baru dengar suaranya, musuh sudah sembunyi duluan," kata Gusti saat konferensi pers uji pesawat terbang tanpa awak di Lanud Base Ops Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/10).

Untuk itu, dia menyatakan, perlu pengembangan lebih lanjut jika pesawat tanpa awak itu ditujukan sebagai alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dalam prototype awal, pesawat tanpa awak memang diprioritaskan untuk keperluan sipil seperti memantau wilayah di Indonesia. Selain itu, Gusti juga mengkritisi bahan dasar badan pesawat yang terbuat dari serat fiber.

Dia berharap pada pengembangan selanjutnya, serat fiber dapat diganti dengan bahan dasar lain yang dapat menyembunyikan pesawat, tidak bisa tertangkap sinyal radar.

Namun demikian, Gusti mengaku akan mempromosikan pesawat tanpa awak tersebut mulai tahun depan, sebagai hasil karya bangsa Indonesia yang harus dibanggakan.

"Tahun depan, kami akan mempromosikannya, seperti mobil listrik," terangnya.


PUNA itu Masih Harus Terus Dikembangkan



Kamis, 11 Oktober 2012, di Lanud Halim Perdana Kusumah Jakarta, pesawat terbang tanpa awak hasil riset BPPT-Balitbang Kemhan unjuk gigi. Selain berpameran secara statis, Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) garapan BPPT-Balitbang Kemhan itu juga unjuk terbang, yaitu PUNA Wulung. Wulung memiliki  spesifikasi berat 120 kg, panjang 4,32 meter, bentang sayap 6,36 meter serta tinggi 1,32 meter. Dengan jangkauan hanya 70 km, Wulung hanya cocok untuk misi-misi jarak dekat.Namun demikian, ada satu hal yang cukup mengganggu. Suara Wulung amatlah bising. Bahkan bisa dibilang lebih bising dibanding suara pesawat Super Tucano. Hal ini tentunya merupakan kelemahan sangat mendasar bagi sebuah UAV yang misi utamanya adalah pengintaian.

Selain itu masih banyak juga kelemahan lainnya. Untuk jangkauan terbang, UAV ini hanya mampu menjangkau hingga 70 km saja. Pasalnya pengendalian belum bisa dilakukan via satelit, alias masih sebatas garis lurus tanpa hambatan. Jika ada hambatan, semisalnya gunung atau gedung tinggi, niscaya Wulung tak bisa lagi dipantau atau dikendalikan. Belum lagi masalah kendali terbang, kapasitas muatan, hingga bahan pembuatan. Rupanya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan BPPT-Balitbang Kemhan untuk menyempurnakan PUNA Wulung. Meski demikian, upaya anak bangsa ini perlu diapresiasi.

Kedepannya ada baiknya dibentuk semacam tim gabungan atau task forces untuk UAV Nasional. Pasalnya seperti kita ketahui, di negeri ini banyak sekali instansi yang melakukan penelitian UAV, namun hasilnya tak jauh berbeda. Ada Lapan, Dislitbangau, hingga perusahaan-perusahaan swasta. Jika saja semua potensi itu disatukan, maka sumber daya manusia maupun dana tidak akan sia sia dan hanya berakhir dalam bentuk prototipe saja. Dan akhirnya, Indonesia benar-benar memiliki UAV yang mumpuni.



Sumber : Merdeka

Presiden Terkesima Lihat Pesawat Tanpa Awak

JAKARTA-(IDB) : Pameran dan uji terbang Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) yang dilaksanakan di Base Ops Pangkalan TNI AU, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (11/10/2012) bertepatan dengan kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kedatangan Presiden dari Yogyakarta, usai melantik Gubernur DIY, Sri Sultan X Hamengkubuwono ini memang tidak direncanakan. Presiden tiba di Landasan Udara Base Ops pangkalan TNI AU sekitar pukul 10.15 WIB.

Setelah mendarat, Presiden yang ditemani Ibu Negara, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono dan Menteri ESDM, Jero Wacik langsung melihat PUNA Wulung Yang terparkir di pinggir lapangan udara.

"Sudah diuji terbang?" tanya Presiden kepada Kepala BPPT, Marzan Aziz Iskandar yang tengah memberikan penjelasannya.

Menhan Purnomo yang juga berada di lokasi terlebih dahulu menjelaskan kepada Presiden, bahwa PUNA ini akan menjadi salah satu kekuatan pertahanan udara untuk mempertahankan kedaulatan NKRI.

"Ini bagus. Saya ucapkan selamat kepada yang membuat, mendesain dan meneliti pesawat ini," kata SBY.

Presiddn juga sempat menanyakan apakah masih cukup dana pengembangan PUNA ini. Marzan pun mengungkapkan dananya masih cukup.

"Nanti kalau masih kurang, di on top kan (diprioritaskan)," ucap Presiden.




Sumber : Tribunnews

Menhan Hadiri Uji Terbang Pesawat Tanpa Awak

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menghadiri uji terbang Pesawat Tanpa Awak (Unamed Aerial Vehicle) yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Sesuai pantauan, Menhan Purnomo ketika sampai langsung melihat pesawat tanpa awak, sebanyak enam buah yang dipajang di Base Ops Pangkalan TNI AU, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (10/10/2012).

Menhan ditemani oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat dan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta yang juga melihat bagaimana pesawat tanpa awak ini terbang.

Seperti diketahui, pesawat tanpa awak ini merupakan hasil pengembangan dalam negeri. Pesawat ini dapat dipergunakan untuk kepentingan militer dalam hal pengamatan wilayah.

Diharapkan pesawat tanpa awak ini dapat dikembangkan menggantikan pesawat tempur atau biasa disebut dengan Unamed Combat Aerial Vehicle (UCAV).

Pesawat terbang tanpa awak produksi BPPT ini, khususnya model Wulung, memiliki spesifikasi dan kemampuan yang tidak kalah dengan produk luar negeri.

Dengan bentangan sayap sepanjang 6,36 meter, panjang 4,32 meter, tinggi 1,32 meter serta berat 120 Kg ini sangat efektif untuk misi pemotretan udara pada area yang sangat luas serta pengukuran karakteristik atmosfer.




Sumber : Tribunnews

Prototype Intercept Combat Boat Palindo Batam

 

BATAM-(IDB) : Selain sibuk mengerjakan Kapal Cepat Rudal, PT. Palindo Marine Shipyard juga mempunyai segudang proyek lainnya. Diantaranya, mengerjakan prototipe Combat Boat ukuran 16 meter. Saat ARC berkungjung ke galangan PT. Palindo Marine Shipyard, tampak Combat Boat itu sudah mulai berwujud. Karena belum memiliki nama resmi, untuk sementara kami menyebutnya Combat Boat 16M.

Layaknya Combat Boat, Kapal ini mengutamakan kecepatan untuk misi patroli wilayah dangkal dan penyusupan pasukan khusus. Karenanya untuk menekan bobot, Combat Boat 16M dibuat dari bahan alumunium. PT. Palindo sendiri berpengalaman banyak membuat Kapal berbahan alumunium. Beberapa kapal patroli ukuran 40 meter yang dioperasikan TNI AL merupakan kapal berbahan alumunium buatan PT. Palindo, seperti KRI Krait dan Kapal patroli 36 meter sekelas KRI Tedung Naga.


Dengan bobot yang ringan, kapal ini diharapkan mampu melaju hingga kecepatan maksimum 50 knot. Untuk menghela combat boat 16m, terpasang 2 mesin berkekuatan 900 HP. sementara untuk kapasitas angkut, Combat Boat diawaki 8 ABK dan mampu menampung 16 personel pasukan. Meski kecil, Combat Boat 16M mampu menjelajah hingga 1000 km.

 

Untuk persenjataan, Combat Boat dirancang membawa Senapan mesin berat atau Kanon pada haluan. Namun pengoperasiannya tidak lagi manual, melainkan bisa dari dalam kapal dengan alat semacam Remote Weapon System. Jika anda penasaran dengan wujud asli Combat Boat 16M, datang saja pada ajang Indodefence 2012. PT. Palindo Marine akan memboyong kapal ini ke pameran tersebut.




Sumber : ARC


Kapuskom Publik Kemhan Lakukan Press Tour Kunjungi PT. Palindo Batam

BATAM-(IDB) : Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kapuskom Publik) Mayjen TNI Hartind Asrin, Selasa (9/10) memimpin rombongan Press Tour Kemhan RI mengunjungi PT. Palindo Marine, perusahaan galangan kapal swasta nasional di Batam yang memproduksi Kapal Cepat Rudal (KCR) pesanan TNI Angkatan Laut. Dalam kunjungan ini, Kapuskom Publik Kemhan beserta rombongan diterima secara langsung oleh  oleh Direktur Utama PT. Palindo Marine Shipyard Harmanto dengan didampingi beberapa stafnya. 

Kapuskom Publik Kemhan dalam kesempatan tersebut menyampaikan, bahwa kegiatan Press Tour Kemhan ke PT. Palindo Marine Shipyard ini dilaksanakan dalam rangka mengenalkan industri pertahanan dalam negeri kepada wartawan. Lebih lanjut dikatakannya, dengan lahirnya Undang-undang (UU) Industri Pertahanan dipercaya akan mempercepat perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Sebab, UU yang ditandatangani Presiden bertepatan dengan HUT TNI ke-67 pada 5 Oktober lalu, itu akan mengatur sinergi antar industri strategis maupun industri pertahanan dalam memproduksi  Alustsista.

“UU Industri Pertahanan memberikan jaminan adanya pembelian produk pertahanan maupun  pemerintah yang selama ini  dikhawatirkan industri pertahanan adalah masalah konsistensi pembelian dari user”, tambah Kapuskom Publik Kemhan.

Sementara itu Dirut PT. Palindo Marine Shipyard menuturkan, bahwa PT. Palindo Marine Shipyard secara total menerima pesanan pembuatan empat KCR pesanan TNI AL, dua diantaranya telah diserahterimakan yakni KRI Celurit-641 dan KRI Kujang-642.  Sedangkan untuk KCR ketiga dalam waktu dekat siap untuk diserahterimakan.

Kapal ketiga ini sudah berada di galangan kapal dari pabrik tersebut dan menjalani penyempurnaan. Setelah penyempurnaan, selanjutnya akan dilakukan pengujian di laut. “KCR yang ketiga sekarang ini tinggal tahap finishing yang minggu lalu sudah dilaunching dan akhir tahun ini mungkin bisa diserahterimakan”, jelasnya.

Dirut PT. Palindo Marine Shipyard menambahkan, dengan berjalannya penyelesaian kapal ketiga, PT. Palindo Marine Shipyard juga sudah mulai tahapan pengerjaan kapal keempat. 

Saat ini selain membuat KCR dan PC, PT. Palindo Marine Shipyard juga merampungkan kapal dua lambung (katamaran) pesanan Malaysia dan pesanan Basarnas. Untuk mesin kapal, biasanya PT. Palindo Marine Shipyard membeli dari Jerman.

Kunjungi Lanal Batam

press-tour-3Kegiatan Press Tour Kemhan yang mengikutsertakan sejumlah wartawan dari media massa cetak dan elektronik ini, berlangsung selama tiga hari mulai tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 2012. Selain melihat secara langsung pembuatan KCR di  PT. Palindo Marine Shipyard, pada kesempatan hari pertama, rombongan Press Tour Kemhan juga berkunjung ke Markas Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam.

Di Lanal Batam, Kapuskom Publik dan rombongan diterima oleh Komandan Lanal Batam, Kolonel Laut (P) Nur Hidayat yang memberikan penjelasan terkait dengan tugas pokok Lanal Batam serta penjelasan tentang potensi ancaman dan kerawanan yang dihadapi oleh Lanal Batam.

Dalam kunjungan ini, Kapuskom Publik Kemhan dan rombongan di pandu Danlanal Batam juga diberikan kesempatan melihat secara langsung alat pemantau dan sejumlah radar yang berfungsi untuk memantau lalu lintas kapal di Selat Singapura.




Sumber : DMC

TNI AL Gelar Latihan Penyapuan Ranjau

TUBAN-(IDB) : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) mengadakan perburuan ranjau di sekitar perairan Palang, Tuban, Jawa Timur. kegiatan ini merupakan kegiatan perburuan ranjau dan pemusnahan atau yang dikenal dengan istilah Tindakan Perlawanan Ranjau (TPR). Untuk pelaksanaan tugas ini, Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) membentuk Satuan Tugas Latihan (Satgaslat) dengan Satuan Kapal Ranjau (Satran)  Koarmatim sebagai pelaksana.

Dalam upaya TPR di sekitar perairan Palang, Tuban ini Komandan Satran Koarmatim Kolonel Laut (P) Benny Sukandari, SE. M.M  bertindak selaku Komandan Satgaslat. Hari ini, Rabu (10/10) TPR yang dilaksanakan oleh Satgaslat itu telah memasuki tahab pendeteksian terhadap lokasi yang telah diduga terdapat ranjau yang membahayakan itu.

Upaya perlawanan terhadap ranjau ini melibatkan 172 personel TNI AL, yang terdiri dari personel Satran Koarmatim, Dishidros, Arsenal, Labinsen, Disang Lantamal V, Satkopaska Armatim, Dislambair Armatim dan Diskesarmatim dan melibatkan . 1 Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Type Penyapu ranjau, yaitu KRI P. Rupat-712. Posko Satgaslat berada di desa Karang Agung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Satgas akan bertugas selama 124 hari.

Satgaslat bekerja melaksanakan perburuan ranjau sisa-sisa Perang Dunia ke II baik itu dari pihak sekutu maupun Jepang, ranjau itu tersebar luas di sekitar peraian Palang, Tuban. Menurut data yang diperoleh luas perairan disekitar perairan Palang Tuban yang menjadi obyek pendeteksian seluas 43.920.883 M².   Satgas ini memburu semua jenis ranjau baik itu jenis ranjau dasar pengaruh maupun ranjau jangkar.

Berdasarkan perhitungan, untuk area seluas itu kemungkinan ranjau yang disebar  sejumlah 108 buah dan sampai saat ini Satgaslat sudah memasuki tahap pelaksanaan pada fase deteksi. Pada Fase ini dilakukan oleh KRI Pulau Rupat-712 dengan Sonar TSM 2022 dan dari Dinas Hidro-oseanografi dengan menggunakan Magnetometer, Side Scan Sonar dan Sub-Bottom Profilnya. Kegiatan ini akan masuk tahab netralisasi bulan Desember dan akan berakhir pada Januari 2013.




Sumber : Koarmatim

Nipah System Pertahanan Indonesia Garis Depan

NIPAH-(IDB) : Terletak di garis terluar perbatasan Indonesia-Singapura, Pulau Nipah, Riau, dijadikan percontohan pengamanan pulau terluar oleh TNI.

Menurut Kepala Pusat Kolunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Mayjen TNI Hartind Asrin, Indonesia memiliki 92 pulau terluar, 12 di antaranya tak berpenghuni termasuk Pulau Nipah.

"Pulau yang berada di Selat Malaka ini dijaga satuan tugas (satgas) yang terdiri dari prajurit TNI Angkatan Laut (Marinir) dan TNI Angkatan Darat," ucapnya, saat kunjungan kerja ke Pulau Nipah, Riau, Rabu (10/10/2012).

Lebih lanjut ia katakan, segala hambatan yang masih dihadapi Satgas pengamanan perbatasan telah menjadi perhatian Kemenhan untuk dicarikan solusi.

"Di antaranya adalah penyediaan kapal di dermaga pulau itu untuk keperluan transportasi satgas. Sekarang kapal itu sudah dipesan berukuran 28 meter," ungkapnya.

Ia menambahkan, pemerintah akan menyempurnakan penyediaan listrik dengan memasang solar cell. "Kita juga akan bangun alat komunikasi, sehingga tidak lagi menggunakan sinyal dari Singapura," tegasnya.

Hartind menjelaskan, dalam pengelolaan wilayah di pulau seluas 60 hektare itu, pemerintah telah membagi dalam tiga kawasan. Wilayah pertama seluas 15 hektare di bagian utara untuk pertahanan. Wilayah kedua seluas 10 hektare di tengah untuk konservasi.

"35 hektare untuk zona ekonomi di bawah pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," urainya.

Untuk zona ekonomi, sambung Hartind, dimanfaatkan untuk menumbuhkan potensi Pulau Nipah dari segi ekonomi. "Tahun depan akan dibangun bunker bahan bakar untuk pusat pengisian bahan bakar kapal-kapal yang melintas. Kapal-kapal itu harus bayar," tandasnya.




Sumber : Sindo