Pages

Jumat, Agustus 17, 2012

Semangat Proklamasi Tingkatkan Htbungan Indonesia China

JAKARTA-(IDB) : Duta Besar RI Untuk China merangkap Mongolia Imron Cotan mengatakan semangat Proklamasi 17 Agustus menjadi sarana untuk mempererat hubungan baik RI dengan China dan Mongolia.

"Saya meminta kepada seluruh warga negara Indonesia yang berada di China dan Mongolia untuk membantu meningkatkan hubungan Indonesia dengan China dan Mongolia," katanya, saat menjadi Pembina Upacara Peringatan HUT ke-67 RI di Kedutaan Besar RI di Beijing, Jumat.

Imron menekan,"siapapun WNI apapun profesinya, pelajar, mahasiswa, pengusaha dan lainnya marilah kita jadikan peringatan HUT-67 RI, semangat Proklamasi yang dilandasi Pancasila serta UUD1945 dimanfaatkan untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan China serta Mongolia,".

Ia menambahkan hubungan RI dan China dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatakan di berbagai bidang baik politik, sosial budaya, ekonomi dan militer.

Indonesia setelah melalui berbagai cobaan dan tantangan berhasil menjadi bangsa dan negara berdaulat dan menjadi salah satu negara demokratis terbesar.

"Secara ekonomi, Indonesia juga terus menunjukkan perkembangan positif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 6,5 persen per tahun atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 5,8 persen," katanya.

Bahkan kini Indonesia menjadi salah satu negara yang relatif tahan terhadap dampak krisis ekonomi Eropa dan Amerika, lanjut Imron.

"Dengan perkembangan ekonomi yang positif itu, kerja sama ekonomi Indonesia-China juga terus meningkat dari tahun ke tahun," katanya.

Demikian juga dengan kerja sama di berbagai bidang yang telah dijalin antara Indonesia dan China seperti militer.

Militer Indonesia dan China telah menjali kerja sama berupa pertukaran perwira siswa, latihan bersama dan peningkatan kerja industri pertahanan, kata Imron Cotan.

Hubungan RI dan Mongolia juga terus berjalan baik.

Upacara peringatan HUT ke-67 RI di Kedutaan Besar RI di Beijing diisi dengan obade yang menyanyikan delapan lagu nasional dan daerah.


Sumber : Antara

Setelah Irak, Giliran Uganda Tertarik Akuisisi Panser Pindad

ENTEBBE-(IDB) : Menteri Pertahanan Uganda Crispus Kiyonga tertarik dengan produk helikopter dan panser buatan Indonesia.

Ketertarikannya itu diungkapkan Kiyonga dalam pertemuannya dengan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin di Ruang VIP Bandar Udara Entebbe, Uganda, Jumat (17/8/2012).

Wartawan Kompas Subur Tjahjono melaporkan dari Entebbe, Sjafrie didampingi Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono. Sjafrie dan Adik menjelaskan produk PT Pindad yaitu senjata serbu SS-2 dan panser Anoa.

"Kami juga memproduksi helikopter di PT Dirgantara Indonesia," ujar Sjafrie.

"Kami perlu di-briefing terlebih dahulu dengan produk itu," ujar Kiyonga.Kiyonya juga diberi miniatur senjata SS-2 dan panser Anoa pada akhir pertemuan. 


Sumber : Kompas

Indonesia China Sepakat Pelihara Stabilitas Kawasan Laut Cina Selatan

JAKARTA-(IDB) : Dalam upaya peningkatan hubungan bilateral, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Yang Jiechi, mengunjungi Indonesia, Jumat (10/08/2012). Selain membahas soal peningkatan kerjasama kedua negara dalam berbagai bidang, Menteri Yang, juga membicarakan upaya mengatasi konflik di Laut Cina Selatan.

Selepas memimpin pertemuan kedua Komisi Bersama Kerjasama Bilateral bersama Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok, Yang Jiechi menyatakan mendukung upaya penyelesaian damai di Laut Cina Selatan melalui adanya Kode Etik (Code of Conduct).


“Tiongkok berkeinginan untuk bekerjasama dengan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya untuk mengimplementasikan secara penuh dan efektif deklarasi etik dari pihak-pihak yang terlibat, membangun rasa saling percaya, meningkatkan kerjasama, memelihara perdamaian dan stabilitas dan bekerja atas dasar konsensus bagi diadopsinya suatu kode etik di Laut Cina Selatan,” demikian pernyataan Yang Jiechi dalam pernyataan di Jakarta.

​​Sebelumnya Menteri Yang Jiechi mengadakan kunjungan kehormatan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Keduanya membahas peningkatan hubungan bilateral kedua negara dan niat Pemerintah Tiongkok untuk meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang mencakup investasi dan perdagangan, pangan, energi, kelautan, pembangunan infrastruktur, teknologi, serta pertahanan dan keamanan.

Secara khusus mengenai isu Laut Cina Selatan, Staf Khusus Presiden Bidang Internasional, Teuku Faizasyah, mengatakan Presiden Yudhoyono berfokus pada upaya penyusunan substansi pada Deklarasi Etik atau Declaration of Conduct (DOC) menuju Kode Etik atau Code of Conduct (COC) atas wilayah yang kaya akan hasil laut dan energi itu.


“ASEAN dan Tiongkok fokus pada upaya penyusunan DOC menuju COC. Jadi apa yang sudah disepakati dalam pertemuan di Bali tahun lalu untuk kemudian diejawantahkan prosesnya lebih lanjut antara pihak Tiongkok dan ASEAN,” kata Teuku Faizasyah.


Beberapa pulau di Laut Cina Selatan selama ini diperebutkan oleh Tiongkok, Taiwan, dan negara-negara ASEAN, yaitu Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Meskipun tidak ikut dalam perebutan itu, Indonesia aktif mendekati negara-negara yang berpolemik, termasuk Tiongkok. 


“ (Pertemuan) tadi tidak secara rinci membahas langkah apa yang harus dilakukan antara satu negara dengan negara lain, tetapi semata melakukan re-group atau mengkonsolidasi ulang proses diplomasinya," ungkap Menlu Marty Natalegawa.


"Pasca pertemuan tingkat menteri luar negeri di Phnom Penh, Kamboja, sempat dipertanyakan soal kesatuan ASEAN. Kesatuan ASEAN sudah dipulihkan dengan adanya diplomasi Indonesia. Dengan Tiongkok pun kita melakukan hal yang sama dan intinya Tiongkok setuju proses diplomasilah yang harus diutamakan dan dikedepankan,” jelas Menlu RI.


Sementara Itu, Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Makmur Keliat, kepada VOA menilai langkah diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia sejauh ini sebagai upaya memindahkan persoalan perebutan wilayah itu menjadi ajang dialog, sementara kedatangan Menteri Tiongkok ini menurutnya sebagai upaya meyakinkan negara-negara ASEAN bahwa Tiongkok tidak bermaksud membuat situasi di kawasan ini menjadi rawan terhadap konflik militer.


“Kalau ada harapan bahwa Tiongkok akan menghilangkan klaim kedaulatan atas wilayah itu, saya kira harapan itu mungkin terlalu tinggi, karena hal itu akan menyulitkan para pengambil kebijakan luar negeri Tiongkok dalam mempertangungjawabkan sikap seperti itu di dalam negerinya. Tetapi jika harapan itu diturunkan tetap pada status quo, saya kira itu menjadi lebih realistis,” kata pengamat Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Makmur Keliat. 



Sumber : Voanews

Strategi Militer Indonesia Menghindari Ketergantungan Pada Amerika

JAKARTA-(IDB) : Rencana untuk memproduksi bersama misil itu pertama muncul bulan Juli, pembicaraan yang kemudian dilanjutkan ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Yang Jiechi berkunjung ke Jakarta minggu lalu.

Kementerian Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa perjanjian untuk produksi misil itu akan ditandatangani Indonesia dan Tiongkok bulan Maret 2013.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengatakan, kerjasama itu merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas untuk meningkatkan kemampuan militer Indonesia.

“Kami membangun hubungan dekat dengan semua negara sahabat untuk mengembangkan kemampuan pertahanan kami, bukan hanya melalui perbekalan, tetapi juga investasi dan produksi bersama untuk meningkatkan kemampuan kami mengembangkan industri pertahanan dan tentu saja dengan Tiongkok juga, kami punya banyak kerjasama untuk mengembangkan industri di bidang itu,” papar Tene.

Rencana produksi misil bersama itu dikemukakan selagi ketegangan memuncak di Laut Cina Selatan.

Menteri-menteri ASEAN bulan lalu gagal menyepakati tata perilaku multilateral untuk menyelesaikan klaim-klaim teritorial yang tumpang tindih.

Para analis politik mengatakan kegagalan itu mengakibatkan tata perilaku multilateral itu lebih memperkuat posisi Tiongkok untuk mendominasi sengketa bilateral dengan negara-negara yang lebih kecil di kawasan itu.

Namun, Kementerian Pertahanan Indonesia menyangkal bahwa rencana untuk memproduksi misil laut berjangkauan 120 kilometer dengan bantuan Tiongkok adalah lengenai pembangunan aliansi yang lebih kuat terkait sengketa maritim itu.

Analis pertahanan Universitas Indonesia Yohannes Sulaiman mengatakan, Indonesia hanya berusaha mendesakkan tawaran terbaiknya yang bisa diperoleh dan tetap tergantung pada Amerika untuk piranti keras militernya.

“Jika hal yang tidak diinginkan terjadi di Papua, Amerika akan melakukan embargo militer dan kita akan kekurangan pasokan. Itulah sebabnya militer berusaha memperluas hubungannya, khususnya dengan Tiongkok, sebagai pemasok lain senjata,” ujar Sulaiman.

Amerika memberlakukan embargo militer enam tahun terhadap Indonesia tahun 1999 terkait isu HAM di Timor Timur.

Sulaiman mengatakan banyak perwira militer dan jenderal Indonesia menyampaikan keprihatianan bahwa tuduhan pelanggaran HAM di Papua Barat yang kaya mineral bisa memicu embarago lainnya.

Pada saat bersamaan, katanya, Indonesia hampir tidak punya strategi besar mengenai bagaimana menanggapi kekuatan regional saat ini yang dimainkan Amerika dan Tiongkok.

Sementara Indonesia mengembangkan hubungan dengan semua pihak yang terkait sengketa Laut Cina Selatan, Amerika minggu ini memperingatkan bahwa ada upaya untuk memecah belah dan menguasai Laut Cina Selatan, dan mengulangi dukungannya atas tata perilaku multilateral di jalur perdagangan global itu. 


Sumber : Voanews

2013 Anggaran Militer Capai Rp. 77.7 T, DPR Akan Perketat Pengadaan Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Kenaikan anggaran pertahanan seperti disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyampaikan nota RAPBN 2013 di DPR, Kamis (16/8) malam mendapat respon positif dari DPR. Terlebih lagi, anggaran Rp 77,7 triliun untuk untuk Kementrian Pertahanan ternyata terbesar dibanding anggaran untuk kementrian lainnya, termasuk Kementrian Pendidikan Nasional.

Meski demikian peningkatan anggaran itu juga harus dibarengi dengan pengawasan ketat. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, pengawasan DPR atas anggaran perthanan juga perlu menjangkau hingga tingkat jenis alat utama sistem persenjataan yang akan dibeli.


"Pembelian alutsista harus mendukung perusahaan alutsista dalam negeri. Pengelolaanya harus transparan dan kita minta akuntabilitas angggarannya," kata Hasanuddin di sela-sela peringatan HUT RI ke 67 di Kantor DPP PDIP Jakarta, Jumat (17/8).


Sebelumya Presiden SBY saat menyampaikan nota keuangan RAPBN 2013 di depan DPR, Jumat (16/8) malam menyatakan bahwa terdapat tujuh kementrian yang mendapat alokasi anggaran di atas Rp 20 triliun. Kementrian pertahanan berada di peringkat pertama dengan anggaran Rp 77,7 triliun. Angka itu meningkat dari anggaran tahun 2012 yang dipatok Rp 64,4 triliun.


Hasanuddin menambahkan, penggunaan anggaran pertahanan harus benar-benar transparans. Karenanya, kata politisi PDI Perjuangan itu, pengawasan penggunaan anggaran pertahanan pun harus benar-benar dilakukan.


Sekretaris Militer Kepresidenan di zaman Presiden Megawati itu mencontohkan rencana pembelian Tank Leopard dari Belanda yang awalnya diusulkan harga per unitnya Euro 2,5 juta. Ternyata setelah dikritisi DPR, harganya bisa ditekan menjadi Euro 1 juta.


Karenanya pensiunan TNI dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal itu menegaskan, DPR akan memperketat pengawasan terhadap usulan-usulan pengadaan alutsista termasuk rencana pembelian pesawat tempur dan kapal selam. "Jangan sampai anggaran itu diselewengkan sementara alutsistanya tak cocok dengan kondisi medan di Indonesia," ucapnya.


Sumber : JPNN

TBH : Pesawat Dan Kapal Tempur, Kapal Selam Serta Tank Leopard Harus Dipenuhi Dahulu

JAKARTA-(IDB) : Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin menyatakan, terjadi peningkatan anggaran yang signifikan dalam proyek pengadaan alutsista TNI. Peningkatan tersebut mencapai Rp 77,73 triliun.

"Terjadi peningkatan untuk anggaran TNI sampai dengan saat ini mencapai Rp 77,73 triliun. Peningkatannya mencapai empat kali lipat, melebihi anggaran untuk Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan," ujar Hasanuddin kepada wartawan di Kantor DPP PDIP, Jl Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (17/8).

Untuk itu, dia mengatakan, harus ada kontrol yang ketat dalam proses pengadaan tersebut. Sehingga, beberapa target minimal dalam pengadaan alutsista ini dapat terpenuhi.

"Minimal target utama alutsista tercapai sampai dengan 2014. Sudah cukup banyak anggaran Negara dikeluarkan untuk alutsista," kata Hasanuddin.

Lebih lanjut, kata Hasanuddin, target minimal yang dimaksud merupakan alutsista yang digunakan di medan udara, laut dan darat. "Yang paling mahal itu pesawat tempur, kapal tempur, kapal selam dan tank leopard. Makanya, itu yang harus dipenuhi dulu," terangnya.


Sumber : Merdeka