Pages

Minggu, Agustus 12, 2012

Habibie Turun Gunung, Program N-250 Dilanjutkan Kembali

BANDUNG-(IDB) : Media Indonesia dalam editorialnya hari ini menyoroti kebangkitan teknologi nasional. Penguasaan teknologi berperan dalam membentuk martabat sebuah bangsa. Semakin tinggi dan canggih teknologi dapat dikuasai sebuah bangsa, kian tinggi pula martabat yang diraih bangsa itu dalam peradaban. Sebaliknya, jika sebuah bangsa hanya mampu menguasai teknologi dalam skala dan level yang rendah, martabat dan derajat bangsa itu di mata dunia juga tidak dapat dibanggakan.

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-17, yang kemarin diperingati dengan upacara bendera di Bandung, menegaskan betapa martabat bangsa Indonesia di bidang teknologi belum mencapai level membanggakan. Bahkan, dalam beberapa hal, penguasaan teknologi bangsa ini justru semakin memprihatinkan.


Pencetus Hakteknas, mantan Presiden BJ Habibie yang memberikan sambutan dalam upacara itu, mengingatkan bahwa pada 10 Agustus 17 tahun lalu, Indonesia sudah mampu melahirkan pesawat buatan dalam negeri, N250. Namun, hari ini, 17 tahun kemudian, pesawat itu tidak ada lagi. Bahkan pabrik pembuatnya, PT Dirgantara Indonesia, berada dalam kondisi terpuruk.


Kita pun akhirnya menggantungkan industri penerbangan kita kepada teknologi asing. Ketika pasar penumpang pesawat kita tumbuh seperti saat ini, kita harus mengimpor pesawat komersial karena industri pembuatan pesawat yang bisa memenuhi kebutuhan itu di dalam negeri justru berhenti beroperasi.


Ironi itu tidak hanya di bidang penerbangan. Di bidang otomotif, pasar kita bertambah besar, tetapi hingga hari ini kita belum mampu memenuhi kebutuhan itu dengan mobil atau bahkan sepeda motor produksi sendiri. Masih banyak fenomena lain yang dapat diketengahkan untuk menegaskan betapa di bidang penguasaan teknologi, kita tidak semakin mandiri, tetapi justru semakin tergantung.


Secara umum, kita lebih banyak menjual bahan mentah hasil sumber daya alam dengan harga murah. Bahan-bahan mentah itu lebih banyak diolah negara lain dengan penguasaan teknologi lebih baik dan kembali ke negeri kita sebagai produk dengan harga yang jauh lebih mahal. Itulah bentuk lain dari penjajahan yang terus kita kutuk, tetapi tidak mampu kita lepaskan dari kehidupan kita sehari-hari.


Hakteknas mengingatkan kita bahwa kondisi itu tidak boleh dibiarkan. Kita mesti bangkit kembali dan mandiri di bidang teknologi sehingga kemandirian dan kebangkitan di bidang lain pun dapat kita raih. Yang dibutuhkan ialah kesungguhan dan keberpihakan yang konsisten dari pemerintah. Sudah saatnya kita membuktikan kepada dunia bahwa di bidang teknologi kita juga mampu menjadi bangsa yang canggih dan bermartabat.
 
Sementara itu, tenaga ahli PT Dirgantara Indonesia dan BPPT akan dilibatkan dalam mewujudkan kembali visi pesawat komersial N-250. Mimpi agar Indonesia mampu memproduksi pesawat komersial sendiri ternyata masih hidup dalam diri mantan Presiden BJ Habibie. Habibie ingin agar visi yang sempat menjadi kenyataan 17 tahun lalu, tapi kandas, itu kembali dapat diwujudkan.
Seusai memberikan sambutan dalam upacara memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-17 di Bandung, kemarin, Habibie menegaskan ia mengambil inisiatif untuk meneruskan program pesawat terbang N-250.

Perusahaan milik mantan Kepala Bursa Efek Jakarta Eri Firmansyah, PT Eagle Cabin, dan perusahaan milik dua anak Habibie, Ilham dan Thareq Habibie, PT il Thabie, akan mendanai program itu. Kedua perusahaan bergabung dalam bendera PT Radio Aviation Industry (RAI).


"Saya duduk di dewan komisaris, tetapi juga terjun langsung bagaimana mengembangkan teknologi pesawat," kata Habibie tentang perusahaan yang 51% sahamnya dimiliki Ilham dan Thareq serta 49% oleh Eri itu.


Habibie menambahkan kedua pihak dijadwalkan menandatangani kerja sama untuk memproduksi pesawat sipil komersial di kediaman Habibie, Patra Kuningan, Jakarta Selatan, hari ini.


"PT RAI sebagai perusahaan swasta akan memakai jasa PT Dirgantara Indonesia dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), termasuk uji desain, mesin, dan sebagainya akan dilakukan di laboratorium BPPT di Puspiptek, Serpong," kata Habibie.


Tenaga ahli dari PT Dirgantara Indonesia dan BPPT, tambah Habibie, juga akan dibutuhkan dalam mengembangkan pesawat komersial tersebut. "Namun, kelak pesawat itu bukan milik keluarga Habibie, tapi milik rakyat Indonesia," tegasnya.


Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar membenarkan bahwa SDM dan laboratorium BPPT akan dipakai PT RAI. "Jasa teknologi dan laboratorium uji desain, mesin, dan lainnya untuk pesawat sudah akan dipakai untuk uji N-250."


Pertumbuhan

Menurut Habibie, Indonesia memiliki aset SDM dan teknologi yang cukup besar. Selain itu, jumlah konsumen jasa penerbangan juga tumbuh 10% hingga 15% setiap tahun. "Ini pasar terbuka yang besar, dan jarak wilayah Indonesia cukup jauh. Jadi, kita ingin menghubungkan jarak wilayah itu dengan pesawat buatan Indonesia," kata Habibie.

Program N-250 dirintis sejak Habibie menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada era 1980-an saat pemerintahan Presiden Soeharto. Ketika itu, ia memprediksi pesawat jet memang masih akan dibutuhkan. Namun, kebutuhan pesawat baling-baling seperti N-250 akan semakin meningkat untuk melayani kota-kota dengan bandara perintis dan landasan pacu pendek.


Sayangnya, visi itu kandas akibat krisis moneter 1997. Pemerintah pun ikut memperburuk situasi dengan menghapus Keppres No 1/1980 tentang keharusan pemerintah memakai produksi pesawat dalam negeri. Namun, Habibie tidak menyerah. Ia kembali untuk mewujudkan impian yang kandas 17 tahun lalu. 


Sumber : Irib

Juni 2013 Indonesia Siap Orbitkan A2, Satelit Buatan Dalam Negeri

JAKARTA-(IDB) : Indonesia siap mengorbitkan satelit hasil karya anak bangsa. Rencananya satelit dengan nama A2 ini akan diluncurkan ke orbit pada Juni 2013 di India.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bambang S Tedja mengatakan, pengerjaannya sudah selesai dan tinggal menunggu peluncurannya saja. ”Sudah dites juga,tinggal diluncurkan. Sebelum peluncuran kami simpan sambil terus dijaga fungsionali tasnya, ”katanya seusai penutupan Ritech Expo 2012 di Auditorum Sasana Budaya Ganesa, Jalan Tamansari, Kota Bandung,kemarin.

Menurut dia, serangkaian proses uji coba telah dilakukan pada satelit A2 ini, antara lain uji solar cell,uji center of grafity, uji air bearing seluruh fungsi kontrol, dan uji transportasi. Satelit ini juga diuji oleh tim ahli dari Berlin, Jerman yang menjadi tempat pembuatan satelit pendahulu A2, yaitu A1 yang saat ini masih beroperasi. Soal pemilihan India menjadi tempat peluncuran satelit Indonesia,menurut dia, Indonesia memiliki kerja sama dengan India.

Tapi, tidak menutup kemungkinan pada tahap selanjutnya Indonesia akan bekerja sama dengan China. Meski satelit yang akan di orbitkan ini diklaim sebagai produk Indonesia yang pertama dengan waktu pembuatan dua tahun ini,tapi tidak semua bahannya menggunakan bahan lokal karena keterbatasan material yang ada di Indonesia. Sehingga hanya struktur satelit saja yang berasal dari dalam negeri. Satelit A2 akan digunakan untuk memantau permukaan bumi, termasuk mengetahui kapal apa saja yang ada dipermukaan laut.

Selain itu, satelit juga akan dimanfaatkan untuk membantu penanganan bencana,salah satunya untuk koordinasi bidang komunikasi pada radio-radio amatir. Untuk pusat datanya, stasiun pengendali satelit berada di Rumpin,Bogor. ”Selanjutnya kami akan terus melakukan pengembangan dan menciptakan satelit A3,A4, bahkan satelit yang lebih besar,”ucapnya.

Selain siap mengorbitkan satelit A2,pada penutupan Ritech Expo 2012 juga dilakukan penandatanganan selesainya roket RHAN 122 dan pesawat tanpa awak buatan dalam negeri. Deputi Menristek Bidang Jaringan Iptek Amin Soebandrio mengatakan, Indonesia tidak kalah dengan negara lain soal teknologi. ”Untuk kita harus terus dorong peneliti Indonesia agar mau mengembangkan potensi Indonesia.Misalnya tanaman obat sehingga bisa menjadi produk nasional,” jelasnya.


Sumber : Sindo

Perisai Anti Rudal di Teluk Persia Dan Upaya AS Sudutkan Iran

WASHINGTON-(IDB) : Patrick Ventrell, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat saat mereaksi laporan Koran Washington Post menekankan bahwa Gedung Putih akan tetap melanjutkan upayanya untuk membangun sistem anti rudal di selatan Teluk Persia. Koran Washington Post merilis laporan yang menunjukkan Amerika tengah melakukan perundingan dengan para emir Arab di selatan Teluk Persia. Washington tengah membujuk para pemimpin Arab ini untuk mengijinkan pembangunan perisai anti rudal.
 
Hillary Clinton sejak awal menjabat menlu Amerika telah menggelontorkan ide ini. Clinton di sidang Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) bulan Maret lalu juga berusaha meyakinkan para pemimpin Arab untuk membangun sistem ini. Di lawatan terbarunya ke Arab Saudi, Clinton juga berunding dengan Riyadh terkait pembentukan sistem anti rudal.
 
Sementara itu, Republik Islam Iran langsung memberikan reaksinya atas rencana Amerika ini. Melalui Menteri Pertahanannya, Ahmad Vahidi, Iran mengecam rencana Washington untuk membangun perisai anti rudal di Teluk Persia. Tehran menilai rencana Gedung Putih tersebut dapat mengancam keamanan regional.
 
Tak hanya Iran yang protes atas rencana AS ini, Rusia yang dikenal rival utama Amerika juga melayangkan protesnya. Alexei Pushkov, ketua Komisi Hubungan Luar Negeri Deplu Rusia mereaksi rencana Washington dan menyebutnya sebagai bentuk pengumuman perang. Sementara itu, Amerika Serikat di agenda kerjanya berusaha menekan Tehran agar mengubah kebijakan luar negerinya dan mengakhiri program nuklirnya.
 
Untuk mensukseskan ambisinya ini, AS tengah membentuk front anti Iran di Teluk Persia. Amerika berusaha membentuk opini jelek terkait Iran bagi negara-negara Arab dan mencitrakan Tehran sebagai ancaman bersama bagi negara Arab. Strategi musuh bayangan akan membantu Washington untuk mengubah friksinya dengan Iran menjadi friksi yang multi.
 
Adapun para pemimpin Arab memprioritaskan kerjasama militer dengan Amerika dengan tujuannya tersendiri. Maraknya gelombang kebangkitan Islam di kawasan selatan Teluk Persia membuat para diktator Arab ketakutan. Saat ini Bahrain, salah satu negara kecil Arab tengah dirundung gelombang protes rakyat yang menuntut reformasi serius. Di sisi lain, posisi Bahrain yang menjadi pangkalan armada kelima AS membuat aksi rakyat tidak mendapat tanggapan dari Barat.
 
Seluruh pemimpin Arab di Teluk Persia berharap dengan menjalin kerjasama militer dengan Amerika, mereka memperoleh dukungan dari Washington. Mereka mengharapkan Washington mendukun pemerintahan mereka atau paling tidak bunkam atas aksi penumpasan gerakan revolusi rakyat. Oleh karena itu, kita menyaksikan sikap antusias negara Arab untuk menjadi tuan rumah armada laut AS atau memperkuat kerjasama militer bilateral dengan Washington.
 
Uni Emirat Arab sendiri memberikan pelayanan kepada kapal induk Amerika Serikat di pelabuhan Jebel Ali. Pangkalan udara Emirat, al-Dhafra juga menjadi pusat sistem pertahanan rudal yang diinginkan Amerika Serikat. Pangkalan militer el-Udeid di Qatar menjadi pusat komando Amerika Serikat bagi pasukan sekutu. Kuwait selain memberika Camp Arifjan sebagai gudang militer AS juga menyerahkan sebagian pangkalan udara Ali al-Salem bagi pesawat tempur Amerika Serikat. 


Sumber : Irib

Peralatan Kontingen Garuda Sudah Tua

JAKARTA-(IDB) : Laksamana Pertama TNI Budihardja Raden sebagai Perwakilan Tetap RI di Dewan Keamanan PBB, New York, memuji personel Kontingen Garuda XX-I/MONUSCO atau Indonesian Engineering Company, yang tetap bersemangat dan berpestasi dalam tugas mereka di Kongo, Afrika, walaupun peralatan mereka dalam mendukung tugas-tugasnya sudah tua.

Pujian itu disampaikan dalam pengarahannya saat berkunjung ke camp Kontingen Garuda di Bumi Nusantara Camp Dungu Kongo, Jumat pekan lalu, sebagaimana dilaporkan Pusat Penerangan TNI, Sabtu (11/8/2012).

Dalam pengarahannya kepada personel Konga XX-I, ia menyampaikan terima kasih atas segala perjuangan dan kerja keras prajurit, rela jauh dari keluarga demi mengemban amanah negara dan panji Merah Putih.

Menurut Budihardja, perjalanan mereka masih panjang, namun harus tetap semangat, memegang teguh Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI. Selain itu, mereka juga harus tetap menjaga hubungan komunikasi dengan keluarga di Indonesia.

"Jangan jadikan hambatan alat-alat yang sudah cukup tua, tetapi jadikan tantangan yang harus mampu dihadapi dengan bekerja keras. Karena, Indonesian Engineering Company mendapatkan tempat yang tinggi di PBB bukan hanya di dalam MONUSCO. Sekaligus menjadi contoh dari seluruh Kontingen Kompi Zeni yang berada di bawah MONUSCO," tegasnya.

Budihardja mengungkapan, kalau tidak ada halangan dan disetujui pimpinan, akhir tahun ini Satgas Helly TNI sudah bisa diberangkatkan ke Kongo. Satgas Helly TNI ini akan menggantikan negara India yang ditarik pulang, karena misinya di MONUSCO sudah tuntas. 


Sumber : Kompas