Pages

Kamis, Februari 09, 2012

Analisis : Melihat Cakrawala Alutsista TNI 2015-2019

ANALISIS-(IDB) : Kalau kita melihat perkuatan alutsista TNI sampai tahun 2014 rasanya sudah jelas bentuk dan rupanya.  Namun ada pertanyaan menggelitik apakah perkuatan alutsista TNI yang sekarang sedang digebyar akan berhenti sampai tahun 2014 dan setelah itu tidak ada lagi.  Jawaban mengelitik juga dikedepankan dengan spirit pede, tidak akan berhenti. Mengapa, karena kekuatan alutsista TNI tahun 2014 masih belum memenuhi standar kekuatan militer yang diperlukan untuk negara kepulauan terbesar di dunia ini.  Lugasnya perkuatan alutsista TNI bukan untuk membandingkan dan menyamakan dengan kekuatan militer negara tetangga tetapi untuk mengantisipasi dengan melihat dari sisi cakrawala horizon bahwa masa depan dunia ada di Asia Pasifik dengan segala dinamikanya.  Kebangkitan naga Cina, saling berebut pengaruh antara AS dan Cina, mengawal sumber daya energi yang ada di laut Cina Selatan, laut Sulawesi, laut Timor, laut Arafuru dan Papua, itu alasan tegasnya.

Visi hankam RI diyakini tidak lagi melihat Singapura atau Malaysia sebagai kompetitor.  Tetapi bergerak ke cara pandang yang lebih luas bahwa dengan kemampuan ekonomi yang maju pesat dan stabil, kita harus mampu menjaga kedaulatan dan kewibawaan wilayah RI dengan  militer yang kuat, modern dan profesional.  Bahwa seluruh wilayah negeri ini harus dikawal dengan kekuatan militer untuk menjaga sumber daya energi tak terbarukan.  Termasuk isi laut yang mampu menghasilkan duit puluhan trilyun rupiah per tahun jika dikawal dan dikelola dengan efektif.  Ke depan sumber daya energi tak terbarukan di laut termasuk isi laut itu sendiri akan menjadi pusat eksplorasi dan eksploitasi untuk menghidupi dan mencemerlangkan ekonomi bangsa ini.
KRI Nanggala selesai retrofit di Korsel, makin gahar
Tahun 2014 adalah tahun pergantian parlemen dan pemerintahan.  Kalau melihat dari kesadaran dan cara pandang DPR (secara kelembagaan) saat ini untuk memodernisasi alutsista TNI seia sekata dengan pemerintahan SBY yang bersepakat menggelontor dana US$ 15 milyar untuk beli alutsista, maka  kita sangat berkeyakinan bahwa pemerintahan baru dan DPR baru hasil Pemilu tahun 2014 akan tetap melanjutkan perjuangannya memodernisasi TNI untuk periode lima tahun berikutnya.  Dan jika itu dikaitkan dengan perkembangan PDB, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, cadangan devisa yang semakin tambun, maka optimisme itu akan semakin berbunga, bahkan jumlah yang digelontorkan untuk pengadaan alutsista periode 2015-2019 bisa jadi mencapai US$ 20 milyar.

Era SBY berakhir tahun 2014 tetapi figur yang akan tampil di panggung kekuasaan tahun itu diyakini tidak melepas momentum perkuatan alutsista TNI.  Sekadar catatan kekuatan regional yang menghimpit RI pada tahun itu sudah jelas ”warnanya”, India dengan kekuatan militer yang makin perkasa.  Cina sudah lebih dulu membangun kekuatan militernya secara besar-besaran. Lalu AS sudah menempatkan ribuan Marinir di Darwin dan Guam.  Sekedar mengingatkan sewaktu jet tempur Sukhoi India melakukan patroli di Andaman dan tertangkap radar militer kita akhir tahun 2011, yang datang “menghadang” hanya 4 jet Hawk 200 dari Pekanbaru.  Itupun harus berhenti dulu di lanud Iskandar Muda Banda Aceh untuk ambil nafas alias isi avtur.  Secara militer jelas itu kalah kelas, namun karena India dan Indonesia bersahabat baik, tentu kedua jet flight itu sekedar say hallo sambil bercanda karena sama-sama penggemar  Shahruk Khan yang fenomenal itu.

Melihat dinamika ini militer Indonesia harus banyak memperkuat skuadron tempur dan armada laut jika ingin mensejajarkan diri dengan kekuatan regional yang tumbuh pesat.  India misalnya, ngapain dia membangun militernya secara besar-besaran padahal musuhnya cuma Pakistan.  Yang jelas tidak sekedar Pakistan, ada visi yang diemban oleh hankam India bahwa perkuatan militer mereka adalah untuk menjaga kawasan regional yang diberi label “tanggung jawab India”.  Demikian juga Cina yang sudah memproklamirkan bahwa tahun 2020 nanti, akan menjadi tahun target untuk menjadi militer berpengaruh di Asia Pasifik dengan kekuatan armada tempur yang luar biasa.
3 Fregat Inggris yang ditaksir TNI AL
Catatan kita adalah sepanjang renstra TNI  periode 2015-2019 diharapkan TNI AU menambah sedikitnya 3 skuadron jet tempur tangguh.  Ini sangat realistis, jenisnya bisa jadi dari serial Sukhoi Family misalnya Sukhoi SU30 dan Sukhoi SU35.  Bisa juga Typhoon atau Rafale yang dua-duanya lagi naik daun.  Syukur-syukur bisa dilirik F35 walaupun hanya 10 biji sebagaimana yang dicita-citakan KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat.  Untuk armada laut yang sudah menjadi 3 armada tentu perlu KRI yang lebih banyak.  Paling tidak perlu tambahan 30 KCR, 10 Korvet dan  8 Fregat.  LPD juga dirasa masih kurang, masih perlu 4-5 unit lagi apalagi jika diperlukan untuk mobilisasi MBT.  Arsenal strategis kapal selam jelas masih perlu tambahan 3-4 unit lagi.

Arsenal-arsenal darat perlu diperkuat dengan tank kelas berat, tank medium dan panser.  Yang tak kalah penting juga pengadaan rudal SAM jarak sedang, MLRS dan Howitzer untuk batalyon artileri dan batalyon rudal.  Heli tempur seperti Mi35 dan Apache atau yang setara dengannya  perlu ditambah untuk payung tempur angkatan darat. Pada era ini sangat diyakini kita sudah mampu memproduksi  rudal SAM jarak sedang yang digelar statis atau mobile.  Pada era ini juga kita sudah mampu memproduksi Panser canon, Tank medium, kapal Light Fregat dan Kapal selam.  Artinya pengadaan alutsista strategis kecuali jet tempur sudah dikuasai oleh industri hankam dalam negeri.  Dengan kata lain pada periode renstra 2015-2019 itu 70% kekuatan militer kita sudah based on industri hankam dalam negeri.  Luar biasa.

Militer yang didukung oleh kekuatan industri hankam dalam negeri akan lebih mempertegas aura kewibawaan sebuah negara karena secara logistik tidak lagi bertumpu pada pembelian alutsista dari luar negeri.  Meskipun begitu harus juga diakui tidak ada satu jenis alutsista yang murni produksi dalam negeri karena komponennya tetap harus bekerjasama dengan produsen negara lain.  Oleh sebab itu tahapan-tahapan renstra ini, membangun kekuatan militer dengan memberdayakan industri hankam dalam negeri selayaknya kita apresiasi. Beberapa paket transfer teknologi dalam pengadaan alutsista saat ini adalah sekolah teknologi yang paling komprehensif untuk kemudian mendirikan sekolah industri alutsista sendiri untuk dikembangkan buat anak bangsa.  Lima tahun ke depan ini bukan waktu yang lama, Saudaraku.  Yakinlah dengan itu sembari berdoa semoga Allah selalu memberikan petunjuk buat jalan kebanggaan bangsa besar ini.
Sumber : Analisis

Mantap, 8 Unit Apache Daftar Belanja Alutsista TNI Selanjutnya

JAKARTA-(IDB) : Pemerintah berencana untuk membeli sejumlah pesawat tempur jenis Apache dari Amerika Serikat. Hal itu dilakukan untuk menambah kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Kalau tidak salah sebanyak delapan unit," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantornya, Kamis, 9 Februari 2012.

Menurut dia, pengadaan delapan unit pesawat tempur jenis Apache itu bukan karena ditawarkan begitu saja oleh pihak Amerika kepada pemerintah Indonesia. Rencana pembelian pesawat sejumlah itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan Indonesia. "Mereka tidak menawarkan, kita yang mencari," ujar Sjafrie.


Namun, ia menambahkan, hingga kini belum ada deal antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat ihwal pembelian pesawat tempur tersebut. Sejauh ini, yang sudah disepakati adalah pembelian pesawat tempur jenis F16 dari Amerika Serikat. "Kita semua tahu yang F16 sudah deal," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan saat ini banyak proyek pengadaan alutsista. Jenis alutsista yang dibeli Indonesia pun beragam, ada yang bergerak dan ada yang tidak bergerak. Yang jelas, pemerintah mengusahakan agar pembelian senjata tersebut sesuai dengan kebutuhan. "Prosesnya dari user (TNI AD, TNI AL atau TNI AU), ke Mabes TNI, baru ke Menhan. Dari situ (baru) ada pembelian," kata Purnomo.

Sumber : Tempo

Peningkatan Lanud Pekanbaru Jadi Type A, Dengan Dibangunya Skadron 16

F-16 yang dibeli TNI AU dari Amerika calon penghuni Skadron 16 Pekanbaru
PEKANBARU-(IDB) : Kepala Dinas Pengembangan Operasi TNI AU (Kadisbangopsau), Marsekal Pertama TNI R. Hari Muljono beserta tim survei Mabesau diterima Komandan Lanud Pekanbaru, Kolonel Pnb Bowo Budiarto, S.E beserta para Pejabat dan Komandan Satuan di jajaran Lanud Pekanbaru dalam rangka meninjau lokasi rencana pembangunan Skadron Udara 16 di Lanud Pekanbaru, Rabu (9/2).

Pangkalan TNI AU Pekanbaru yang saat ini hanya terdiri satu Skadron yaitu Skadron Udara 12 yang mengawaki jenis pesawat tempur Hawk 100/200 Skadron Tehnik, kedepan akan di tambah menjadi dua Skadron, yaitu Skadron Udara 16 yang di rencanakan akan mengawaki jenis pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari America Serikat, sehingga dengan adanya dua Skadron tersebut, Lanud Pekanbaru akan ada peningkatan, yang semula tipe B akan menjadi tipe A.

Kedatangan tim survei yang berlangsung selama tiga hari, selain mengunjungi lokasi rencana pembangunan Skadron Udara 16 di Lanud Pekanbaru, juga mengunjungi lapangan tembak, Komplek Rajawali baru, Mes Garuda yang rencana akan ditempati untuk mes remaja, Gedung ACMR dan BMP Lanud Pekanbaru.

Sumber : TNI AU

Sikap DPR Soal Pertemuan Kemenhan-Pentagon

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan hari ini kedatangan tamu istimewa, pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat atau lebih tenar dengan istilah Pentagon. Selain memberikan kuliah umum pada pejabat Kemenhan, juga untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dua negara.

Kedatangan pejabat Pentagon ke tanah air juga menjadi perhatian para wakil rakyat. Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung menilai, pertemuan itu menunjukkan, mau tak mau AS berkepentingan dengan isu keamanan di wilayah Australia dan Asia. "Tapi apapun keberadaan mereka tidak boleh ada yang mengganggu kedaulatan bangsa kita," kata Pram di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 9 Februari 2012.

Pram mengakui, posisi tawar Indonesia tak sekuat AS. "Posisi kita jelas rapuh, sementara Amerika punya posisi tawar menawar yang kuat, apalagi mereka punya pusat pertahanan di Australia," kata dia. Pramono menambahkan, mau tak mau kita harus mengaitkan keberadaan pangkalan AS itu dengan isu Papua.

Namun, dia menambahkan, bukan berarti Indonesia lemah. Pramono mengatakan, Indonesia  memiliki pertahanan yang kuat, yang juga dibutuhkan AS. RI juga punya posisi strategis. "Apapun AS dalam persoalan geopolitik, Asia, Australia, pasti sangat mempertimbangkan negara Indonesia. Jadi saya melihat posisi kita sangat kuat," kata dia.

Apalagi, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar keempat. "Dan kita negara muslim terbesar, dan itu perhitungan geopolitik Amerika sangat diperhitungkan."

Soal agenda pertemuan siang ini Pram mengaku tak tahu pasti. Namun, ia menyatakan dukungan jika Kemenhan bicara soal pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dengan Pentagon.

Politisi PDIP itu menjelaskan, berdasarkan laporan dari Komisi Pertahanan DPR, pengadaan alutsista RI dulu sempat terganggu embargo AS. Saat ini embargo tersebut telah dicabut. Akibatnya, "Indonesia perlu alat-alat itu. Jadi kalau isu ini dibahas di pertemuan nanti tidak ada yang salah. Karena kita memang memerlukan mereka dan kita juga tahu banyak radar-radar kita terutama di garis depan, di perbatasan sangat lemah," kata dia.

Radar yang lemah itu, Pramono menambahkan, membuat pertahanan kita sangat mudah dimasuki oleh asing. "Baik di udara maupun laut. Dan sudah terbukti beberapa kali radar kita tidak bisa mendeteksi sama sekali."

Karena membutuhkan radar yang kuat, mau tak mau kita membeli peralatan dari AS. Apalagi, saat ini, alutsista dari seluruh dunia tergantung pada dua negara yaitu AS dan Israel.

Sumber : Vivanews

Penjualan Tank Leopard Ke Indonesia Bisa Jatuhkan Pemerintah Belanda

JAKARTA-(IDB) : Pro dan kontra rencana pembelian Tank Leopard masih bergulir. Bahkan, terus dibahas di Belanda sebagai pihak yang akan menjual armada tempur tersebut.

Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengatakan, atas perdebatan rencana ini beberapa waktu lalu, Indonesia kedatangan salah seorang perwakilan dari parlemen Belanda dari Partai Groenlink bernama Mariko Peters.

Partai tersebut merupakan partai perwakilan parlemen yang mendukung penolakan rencana penjualan Tank Leopard ke Indonesia.

"Menurut dia (Mariko Peters) kalau nanti Pemerintah Belanda tetap memaksa menjualnya, maka akan ada mosi dari parlemen yang bisa saja akan membuat pemerintah di sana jatuh," ujar TB Hasanuddin di Gedung DPR, Kamis (9/2/2012).

Dalam pertemuan itu, lanjut dia, perwakilan parlemen Belanda juga menjelaskan bahwa penolakan rencana penjualan tersebut memiliki dasar tersendiri. Selain karena kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang dianggap tak bisa ditoleransi, alasan mahalnya biaya perawatan tank juga menjadi pertimbangan dari parlemen Belanda.

"Oposisi Belanda menilai Tank Leopard sendiri di Belanda dianggap pemborosan dan tak sesuai dengan strategi perang modern," ungkapnya.

TB mengaku tak mengetahui mengapa alasan kedua menjadi pertimbangan yang masuk dalam penolakan penjualan Tank Leopard. Sebab, jika rencana pembelian itu berhasil, yang akan melakukan pemborosan adalah pihak Indonesia bukan Belanda.

"Saya tidak tahu, karena konon Pemerintah Belanda sedang melobi anggota parlemen Belanda dan tidak mustahil parlemen Belanda akan melobi DPR, tapi kita menolak itu, tidak ada lobi-lobi," tambahnya. 

Sumber : Inilah

DPR Pertanyakan Sumber Dana Pembelian Alutsista Dengan KE

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan dan TNI rencananya akan membeli sejumlah alutsista seperti tank, pesawat intai, heli tempur menggunakan dana pinjaman luar negeri sebesar US$ 6,5 miliar.

Kalangan Komisi I DPR mempertanyakan sumber dana yang digunakan untuk membeli alutsista tersebut. Wakil Ketua Komisi I Mayjen (Purn) TB Hasanuddin mengaku tak mengetahui sumber dana pinjaman luar negeri itu.

"Ada pinjaman itu 6,5 miliar dolar ini dari mana itu harus diperdalam, mengikat tidak? Ini akan membeli tank leopard, membeli pesawat apache," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Kamis (9/2/2012).

Politikus PDIP mengaku, pihaknya juga tak mengetahui mengapa pemerintah sepertinya ngotot untuk menggunakan dana pinjaman itu untuk pembelian tank Leopard dari Belanda. Padahal parlemen Belanda sendiri secara tegas menolak untuk menjualkan kepada Indonesia.

"Kalau saya nangkap, mereka meminjamkan tapi kita harus beli ini-ini supaya uangnya kembali lagi kepada mereka," jelasnya.

Atas hal itu maka muncul kecurigaan adanya broker dalam rencana penggunaan dana pinjaman itu untuk membeli sejumlah Alutsista. Untuk itu, Hasanuddin mempertanyakan sumber dana US$ 6,5 miliar yang diperoleh pemerintah. Sebab sampai hari ini pemerintah tak pernah menjelaskan secara detai asal usul dana tersebut.

"Jadi ini pinjamanannya dari mana. Pemerintah tidak menjelaskan uang pinjaman itu dari mana, mereka hanya bilang dari luar negeri. Masa kami harus memaksa seperti memukuli sampai mereka mau mengaku dari mana asalnya," tandasnya. 

Sumber : Inilah

Russia Completes Final Trials of Indian Frigate

MOSCOW-(IDB) : The Yantar shipyard in Russia's Baltic exclave of Kaliningrad has completed the final tests of a missile frigate for the Indian navy, the company’s spokesman Sergei Mikhailov said o Tuesday.

Russia and India signed a $1.6 billion contract on construction of three modified Krivak III class (also known as Talwar class) guided missile frigates for India in 2006. The first frigate, the Teg, was scheduled for delivery in April 2011, but funding shortfalls have delayed the work.

Two other Talwar class frigates, the Tarkash and the Trikand, are at various stages of construction and testing at the Yantar shipyard, and their delivery dates are unknown.

The new frigates are each armed with eight BrahMos supersonic cruise missiles.

They are also equipped with a 100-mm gun, a Shtil surface-to-air missile system, two Kashtan air-defense gun/missile systems, two twin 533-mm torpedo launchers, and an antisubmarine warfare (ASW) helicopter.

Russia has previously built three Talwar class frigates for India - INS Talwar (Sword), INS Trishul (Trident), and INS Tabar (Axe).

Source : Defencetalk

Dubes AS Pandang Hak Indonesia Beli Tank Leopard

JAKARTA-(IDB) : Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel mengatakan rencana Kementerian Pertahanan untuk mendatangkan tank tempur utama jenis Leopard 26A merupakan hak pemerintah Indonesia.

"Saya tidak dalam posisi yang tepat untuk mengomentari hal itu, semuanya terserah kepada pemerintah Indonesia," kata Marciel usai bertemu dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Rabu (8/2).


"Tadi menteri menjelaskan tentang beberapa rencana untuk pembelian alutista, namun sifatnya umum, tidak ada yang spesifik," kata Marciel. 


Marciel mengatakan pertemuannya dengan Menteri Pertahanan, merupakan kegiatan rutin, sekaligus mendampingi Dewan Bisnis AS-ASEAN dalam rangka mempererat hubungan kedua pihak.


Menurut Marciel, Amerika Serikat tetap membuka peluang kerja sama militer dengan Indonesia, termasuk untuk sektor industri pertahanan serta operasi pemeliharaan perdamaian bersama.


"Akan datang pejabat senior dari Kementerian Pertahanan AS ke Indonesia, dalam rangka sosialisasi strategi pertahanan AS. Kami juga ingin mengkonsultasikannya dengan Indonesia," kata Marciel.


Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan Brigjen Hartind Asrin pekan lalu memastikan kedatangan Dirjen Strategi Pertahanan Pentagon yang dijadwalkan pada Kamis (9/2).


Hartind mengatakan tujuan utama kedatangannya secara khusus memenuhi undangan Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, hak itu secara tidak langsung membantah tentang adanya agenda penguatan kerja sama atau membahas pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dalam kunjungan.


"Orang ini kami undang untuk memberi materi saja. Tak ada pembicaraan pembelian senjata atau strategi lainnya," kata Hartind. 

Sumber : MediaIndonesia

Airbus Military Tunjuk PT. DI Produsen Tunggal C212-400

BANDUNG-(IDB) : PT Dirgantara Indonesia (PTDI) telah ditunjuk Airbus Military sebagai produsen tunggal pesawat C212-400, satu-satunya di dunia. Asisten Direktur Utama Bidang Sistem Manajemen Mutu Perusahaan PTDI, Sonny Saleh Ibrahim mengatakan, saat ini seluruh fasilitas produksi untuk C212-400 telah dipindahkan dari San Pablo, Spanyol, ke PTDI di Bandung.
 
"Airbus Military selanjutnya akan fokus pada pembuatan pesawat terbang berbadan lebar AM-400 yang sekelas dengan C-130 Hercules," kata Sonny, Kamis (9/2).

Sonny mengungkapkan dasar kerjasama pemindahan industri Airbus Military dari Eropa ke Indonesia itu sudah ditandatangani kedua pihak pada tahun 2006 dan diperbaharui tahun 2011.

Sonny menjelaskan, Airbus Military sebelumnya EADS (European Aeronautic Defence and Space Company) konsorsium Airbus bersama Perancis, Jerman dan Inggris yang didirikan tahun 1999, dan kemudian memasukkan pula CASA (Construcciones Aeronuticas SA) sehingga nama CASA pun melebur menjadi Airbus. Perkembangan terakhir, CASA dijadikan produsen untuk seluruh pesawat Airbus untuk penggunaan militer.

Pesawat C212-400 merupakan versi terakhir dari pesawat C212-200 yang sudah dikerjakan PTDI sejak tahun 1980-an. Dalam pengerjaan C212-400, tidak beda halnya dalam pengerjaan C212-200 yang sudah terlebih dahulu dikerjakan tersebut.

Tenaga yang diperlukan lebih banyak untuk menangani pekerjaan-pekerjaan seperti pre-cutting, hand forming dan pekerjaaan lainnya dibagian sheet metal forming, dimana pekerjaan tersebut tidak terlalu banyak melibatkan bagian machining.

Pesawat C212-400 merupakan pesawat untuk jarak pendek, penumpang maksimum 26 orang yang dirancang sebagai pesawat multiguna sipil dan militer. Pesawat ini mempunyai daya angkut maksimum hingga 2,950 kg dan ditenagai dua mesin Garret TPE 331-12JR-701C dan kecepatan maksimum 200 knots.

Salah satu keunggulan pesawat ini dibandingkan dengan pesawat lain sekelasnya adalah C212-400 memiliki pintu belakang (ramp door), kabin lebih tinggi dan daya angkut lebih besar. Pesawat ini juga dapat dipasangi tanki bahan bakar tambahan sehingga pesawat dapat terbang lebih jauh.

Perbedaan pesawat C212-400 dibanding C212-200 antara lain interior lebih luas karena lebih panjang, dilengkapi wing tip untuk memperkecil hambatan udara (drag), sistem avionic lebih modern, yaitu dilengkapi dengan EFIS (Electronic Flight Instrument System) dan sistem data mesin terpadu (Integrated Engine Data System).

Pesanan perdana datang dari C212-400 datang dari PT. Airfast Indonesia satu unit, pada bulan Februari 2009, pada Agustus 2011, PTDI melakukan penandatanganan kontrak penjualan dengan T.K.S Thailand sebanyak satu unit pesawat.

Pengadaan satu unit pesawat C212-400 ini, merupakan bagian dari kebutuhan total T.K.S Thailand sebanyak 12 unit, dua di antaranya sudah dikirimkan dari Airbus Military.

Dari kebutuhan T.K.S sebanyak 12 unit tersebut, sebelumnya sebanyak 2 unit pesawat telah dipenuhi oleh Airbus Military, dan sisa kebutuhan selanjutnya akan dipenuhi oleh PTDI.

Selain itu, PTDI tahun lalu telah mengirimkan tiga pesawat CN-235 versi intai maritim untuk Badan Penjaga Pantai Korea Selatan (Korea Coast Guard), dari total empat pesanan. Pesanan terakhir akan dikirimkan Maret mendatang.

Sumber : Republika

Kemhan Percepat Pembelian Pesawat Intai Tanpa Awak

JAKARTA-(IDB) : Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mempercepat pembelian pesawat intai tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dari Filipina.

"Proses pengadaan memang lama, memakan waktu selama 3 tahun. Sekarang akan kami percepat," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan, Marsdya TNI Erris Herryanto kepada wartawan usai menghadiri pertemuan Menhan dengan AS-ASEAN di ruang Palapa Kemhan, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2012).

Erris menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan solusi untuk mengatasi lambannya pengadaan satu paket pesawat intai tanpa awak dari Kital, perusahaan asal Filipina ini. Salah satunya adalah mengenai penetapan anggaran.

"Sebagiannya penetapan anggaran. Kita tidak bisa menandatangani kontrak jika tidak ada penetapan anggaran," kata Erris.

Sementara itu, Erris mewakili Kemhan juga tidak mempermasalahkan mengenai pabrikan pesawat tersebut yang teknologinya dari Israel.

"Teknologi sekarang kan global, bisa dari negara mana saja," ungkap Erris.

Sebagaimana diketahui, UAV buatan Divisi Malat Israeli Aircraft Industries (IAI) dinilai paling unggul untuk penggunaan di angkasa Nusantara. Pada 1996, Indonesia pertama kali menggunakan UAV Searcher Mk II buatan Israel milik Singapura untuk mencari lokasi sandera peneliti asing di Papua. Selain Singapura, Malaysia juga telah mengoperasikan senjata buatan Israel.

Rencananya TNI membangun satu skuadron pesawat UAV. Pada 2006, TNI menggelar tender pembelian empat pesawat pengintai tanpa awak (UAV) untuk Badan Intelijen Strategis (Bais) yang akhirnya dimenangkan oleh Searcher Mk II melalui perusahaan Filipina, Kital Philippine Corp dengan nilai 6 juta dolar AS per unitnya. Dananya didapat dari Bank Leumi (Inggris) dan Bank Union (Filipina) untuk kredit ekspor. Belakangan karena ramai dikritik DPR, proyek pengadaan tersebut tertunda. 

Sumber : TribunNews

Saab Banting Harga di Swiss

JENEWA-(IDB) : Perusahaan dirgantara asal Swedia, Saab, dilaporkan akan menurunkan harga pesawat Gripen buatannya untuk memastikan Pemerintah Swiss jadi membeli pesawat tempur tersebut, Rabu (8/2/2012). Langkah ini diambil karena pesaing Saab, yakni Dassault dari Perancis, dikabarkan juga membanting harga jet tempur Rafale buatannya untuk merayu Swiss.

November tahun lalu, Dassault kalah dalam persaingan kontrak pengadaan pesawat tempur untuk menggantikan armada pesawat tempur F-5 yang sudah tua bagi Angkatan Udara Swiss. Dewan Federal Swiss waktu itu telah memilih membeli 22 unit Saab Gripen dengan perkiraan harga total 3,1 miliar franc Swiss (sekitar Rp 30,13 triliun).

Surat kabar Swiss Tages-Anzeiger edisi Rabu (8/2/2012), mengabarkan, Direktur Saab Swiss Anders Carp menjanjikan harga finalnya nanti akan berada di bawah angka tersebut. Beberapa sumber yang dikutip koran itu menyebutkan perkiraan harga baru nanti berkisar 2,5 - 2,8 miliar franc Swiss, atau didiskon lebih dari 300 juta franc Swiss (Rp 2,92 triliun).

Diduga kuat langkah Saab itu diambil setelah pihak Dassault menawarkan 18 unit pesawat Rafale dengan harga 2,7 miliar franc Swiss. Dassault dikabarkan mengirim langsung surat penawaran ini ke komisi keamanan parlemen Swiss, yang persetujuannya dibutuhkan untuk mengunci kontrak dengan Saab.

Pemerintah Swiss harus memutuskan pembelian tersebut secara resmi bulan ini, dan keputusan itu akan dikirim ke parlemen untuk meminta persetujuan beberapa bulan kemudian.

Sebagai tambahan terhadap diskon tersebut, Saab telah menyetujui Pemerintah Swiss menandatangani kontrak langsung dengan Pemerintah Swedia, yang akan bertindak sebagai penjamin dalam hal terjadi kesulitan pengiriman pesawat-pesawat Gripen itu nantinya. 

Sumber : Kompas

Update : Spesifikasi Prototipe Ke-2 Kendaraan Tempur Taktis TNI

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, bersama delapan mitra pendukung, menandatangani Nota Kesepakatan Pembuatan Prototipe ke-2 Kendaraan Taktis (Rantis) 4 x 4 TNI, di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (08/02/2012).

Rantis yang akan dibuat adalah tipe komando dan tipe angkutan personel, dengan spesifikasi berat kendaraan 2.500 kg, berat muatan 250 – 1.500 kg, panjang 480 – 540 cm, lebar 200 cm, tinggi 183 cm, jarak bebas dasar 39 cm, lintas kedalaman air 78 cm, Vmaks di jalan raya 120 km perjam, mesin diesel 4200 cc – 6000 cc Turbo Charger Intercooler, sistem kemudi power steering, sistem rem hydraulik dengan cakram depan dan belakang + Anti Blocking System (ABS), Transmisi Automatic, suspensi independen Suspension Modul Portal, daya jelajah 500 km, sistem komunikasi VHF, HF dan Intercom Set.

Delapan mitra yang mendukung dalam pembuatan Prototipe ke-2 Rantis 4 x 4 ini adalah PT Pindad sebagai leading sector industri, termasuk pelaksana integrator desain, pengerjaan break system, steering system, serta senjata PT. Krakatau Steel Tbk. sebagai penyedia material baja bahan baku Rantis 4 x 4, PT. Autocar Industri Komponen sebagai pelaksana penyedia power drive line, power pack termasuk mesin dan transmisi, electrical AC dan engine, winch, driver set, pengerjaan pengecatan body assembling.

Selain itu ada juga PT. Yudistira Komponen sebagai pelaksana pengerjaan chassis dan komponen body, PT. Petrodriil Manufaktur Indonesia sebagai pelaksana pengerjaan suspension assy, hub reduction, transfer case dan propeller shaft, CV Indopulley Perkasa sebagai penyedia mounting engine dan transimisi, rubber part, seal, velg dan ban run flat, PT. Gajah Tunggal Tbk. sebagai penyedia ban dan PT. Pilarmas Kursindo Persada, sebagai penyedia jok kompartemen, glass dan griil, body dashboard dan aksesories.

Dalam siaran pers yang diterima Tribun, Kadispenum Puspen TNI, Kolonel Cpl. Minulyo Suprapto, menuturkan tahun 2012 merupakan bagian dari Rencana Strategis II (2010-2014) yang memprioritaskan pada postur Minimum Essential Force secara bertahap dan berlanjut. 

"Dalam rangka mewujudkan kekuatan pokok minimum TNI dan sesuai dengan arahan Presiden RI,  Mabes TNI telah melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka memenuhi kemandirian alutsista, dengan bekerjasama dan memberdayakan industri pertahanan nasional, guna mengurangi ketergantungan kebutuhan alutsista pada negara lain," katanya.

Pada TA. 2009, menurutnya TNI telah membentuk tim working group yang bekerjasama dengan industri pertahanan nasional untuk membuat Prototipe Rantis 4x4 dengan mengadopsi filosofi humvee Amerika Serikat yang terbukti cukup tangguh dan stabil.

Ia juga mengatakan, pembuatan Prototipe ke-2 Rantis ini merupakan tindaklanjut dari Rantis Prototipe ke-1 yang telah dipamerkan di PTDI Bandung bersamaan dengan peresmian pesawat CN-235 oleh Presiden RI.

Saat ini Rantis yang digunakan TNI terdiri dari berbagai tipe dan jenis yang dibuat dari berbagai negara. 

Dihadapkan dengan medan yang ada dan kondisi yang semakin tua menyebabkan manuver taktisTNI dalam melaksanakan tugas pokoknya kurang maksimal, sehingga diperlukan Rantis pengganti yang dibuat oleh industri dalam negeri disesuaikan dengan kebutuhan operasional serta didukung spesifikasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.

Panglima TNI, dalam pidato sambutannya berharap kepada tim working group dan 8 mitra industri, dapat menghasilkan karya nyata terbaik bangsa berupa Rantis 4x4.

"Yang menggunakan komponen dalam negeri dan mengurangi penggunaan komponen luar negeri, guna memenuhi kebutuhan alutsista dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI,  khususnya bagi satuan - satuan manuver TNI di lapangan," tandasnya.

Sumber : TribunNews