Pages

Selasa, November 22, 2011

LAPAN Segera Pastikan Pembangunan Stasiun Peluncur Satelit

BENGKULU-(IDB) : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional segera memutuskan kepastian rencana pembangun stasiun peluncuran satelit di Pulau Enggano, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

"Akhir tahun ini mereka akan memutuskan apakah proyek itu layak diteruskan atau tidak, karena mereka sudah melakukan survei awal," kata Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan tim survei dari LAPAN dan Pemerintah Provinsi Bengkulu menetapkan tiga calon lokasi pembangunan yang sudah disurvei dan hasilnya segera diputuskan.

Ketiga lokasi tersebut berada di selatan pulau atau masyarakat menyebutnya "sebalik" pulau, karena tidak ada permukiman di kawasan itu. Ini sangat sesuai dengan kriteria LAPAN.

Sebelumnya, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu mengkhawatirkan pembangunan stasiun peluncur satelit LAPAN itu akan berdampak buruk terhadap ekosistem Pulau Enggano.

"Kami akan melakukan studi tentang dampak pembangunan proyek tersebut, karena calon lokasinya ada di dalam kawasan konservasi Taman Buru Gunung Nanua, dan Cagar Alam Kioyo," kata Kepala BKSDA Bengkulu Amon Zamora.

Sumber : Antara

Indonesia Lakukan Regenerasi Armada F-16 Hibah

NUSA DUA-(IDB) : Kesepakatan pengadaan pesawat tempur Indonesia dan Amerika dilakukan di sela-sela KTT ASEAN dan KTT Asia Timur, di Nusa Dua Bali.

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya melalui regenerasi barang militer berlebih (Excess Defense Articles - EDA) milik angkatan udara AS, yaitu pesawat F-16 Block 25. Pengadaan pesawat tempur ini dilakukan melalui hibah yang disepakati pada Agustus 2011.

Seperti yang disampaikan Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsuddin, kepada VOA akhir pekan lalu, permintaan pesawat tempur ini tidak gratis; melainkan melalui skema “Foreign Military Sales” atau FMS dalam dua bentuk.

Sjafrie Sjamsuddin menjelaskan, “Yang perlu diketahui publik, bahwa F-16 itu ada dua solusi. Satu lewat hibah dan itu tanpa biaya. Kedua, dengan upgrade itu pakai biaya, dan itu biaya milik pemerintah Republik Indonesia, tidak pinjam (tidak menggunakan pinjaman). Tapi proses pengadaannya itu menggunakan perjanjian Government to Government, salah satunya melalui instrumen Foreign Military Sales. Instrumen ini yang menjadi instrumen pembiayaan dalam menyelesaikan upgrade F-16.”

Pemerintah Indonesia meminta 30 pesawat, berupa 24 pesawat F-16 Block 25 untuk diregenerasikan, serta empat pesawat F-16 Block 25, serta dua pesawat F-16 Block 15, untuk digunakan sebagai suku cadang.

Termasuk dalam hibah tersebut adalah permintaan akan 28 unit mesin Pratt and Whitney. Indonesia telah mengalokasikan dana untuk regenerasi 24 pesawat F-16 dan perbaikan 28 unit mesin tersebut. TNI Angkatan Udara sendiri saat ini memiliki 10 armada F-16 A/B Block 15.

Sjafrie menambahkan, pesawat F-16 itu akan melewati proses administrasi tingkat pemerintah. Pengadaannya akan dikendalikan oleh High Level Committee (Komite Tingkat Tinggi untuk pembelian alutsista) yang ia pimpin, sekaligus diawasi oleh BPKP dan KPK.

“Mekanisme itu dikendalikan oleh High Level Committee yang dipimpin oleh Wakil Menteri Pertahanan untuk mengetahui bahwa prosesnya akseleratif, cepat, terukur, regulated (sesuai aturan) dan tidak terjadi distorsi. Maka itu melibatkan unsur pengawasan dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) maupun LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) untuk tata cara pengadaannya dan inspektorat, juga KPK,” ujar Sjafrie Sjamsuddin.

Departemen Pertahanan AS dan Kementerian Pertahanan RI saat ini sedang mempersiapkan surat penawaran dan penerimaan (Letter of Offer and Acceptance – LOA, untuk regenerasi 24 pesawat F-16 Block 25 sambil menunggu pengesahan akhir dari Kongres AS (Congressional Notification).

Kedua pengesahan tersebut diharapkan selesai pada awal tahun 2012. Pemerintah Amerika Serikat sedang berupaya untuk mulai mengirimkan pesawat tersebut pada Juli 2014, sesuai permintaan Pemerintah Indonesia.

Di masa lalu, AS sempat menghentikan bantuan militernya akibat kerusuhan berdarah usai jajak pendapat di Timor Leste, tahun 1999. Hubungan itu kini sedang berupaya diperbaiki; namun tetap mengundang kritik dari aktivis HAM terkait dengan kekerasan di Papua belakangan ini. Seperti yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, kepada VOA.

“Bantuan militer bisa diberikan kepada Indonesia asalkan pemerintah Indonesia menunjukkan akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan militer terutama di masa lalu. Sampai hari ini tidak ada. Mana akuntabilitas itu?” tanya Haris Azhar.

KONTRAS juga menilai, hingga saat ini belum ada jaminan dari pemerintah Indonesia bahwa kekerasan di Papua akan berhenti secara permanen.

Sumber : Voanews

Menhan Menerima Kunjungan KASAL Jepang

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro dengan didampingi Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Soeparno, Senin (21/11) di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Jakarta menerima kunjungan kehormatan Kepala Staf Angkatan Laut Jepang, Laksamana Masahiko Sugimoto. 

Maksud kunjungan Kasal Jepang tersebut adalah untuk membahas peningkatan kerjasama militer khususnya untuk Angkatan Laut kedua negara. hadir dalam pertemuan itu Dirjen Strahan Kemhan, Mayjen TNI Puguh Santoso dan Kapuskom Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin.

Sumber : DMC

Panglima TNI : Penempatan Marinir AS Tidak Ada Hubungan Dengan Papua

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, mengatakan, rencana penempatan 2.500 personel Marinir AS di Darwin, Australia tidak ada hubungannya dengan Papua.

Juga tidak akan mengganggu kedaulatan Indonesia karena anggota Marinir itu untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana, kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono usai menutup acara Lomba Tembak Panglima Cup 2011 di Lapangan Kartika Kesatrian Divisi Infanteri I Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat (Kostrad), Cilodong, Depok, Jawa Barat, Senin

"Tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi keamanan di papua, dan bukan untuk mengontrol Freeport," tegasnya.

Penempatan anggota militer AS itu, lanjut dia, untuk memberikan tempat bagi pasukan marinir AS yang telah ditarik dari beberapa negara seperti Timur Tengah dan Asia.

"Serta untuk membantu negara-negara ASEAN dalam penanggulangan bencana alam. Untuk `quick respon` dalam disaster relief," ujarnya seraya mengatakan kendati demikian, TNI akan tetap mencermati penempatan pasukan tersebut.

Panglima menambahkan, penempatan Marinir AS ini tidak akan mengubah kebijakan pertahanan Indonesia karena proses penyusunanya didasarkan pada ancaman dan kemampuan keuangan negara.

"Perencanaan kami akan tetap seperti itu dan saya kira masih bisa cukup," kata Panglima.

Rencananya, 2.500 Marinir AS akan ditempatkan di Darwin, Australia pada 2017, tetapi perencanaan dan pembangunan pangkalan akan dimulai pada 2012.

Ketika ditanya, apakah ada penambahan pasukan Kostrad ke Papua, kata Agus, sementara ini tidak ada pengembangan kekuatan di Papua.

Pengerahan pasukan Marinir rencananya untuk armada wilayah Timur hingga 2015 nanti dengan pembentukan di Sorong. Tetapi ini tidak ada kaitannya dengan Papua. Itu kaitannya dengan pengamanan alur laut kepulauan," katanya.

Sumber : Antara

Pengamat : Jangan Anggap Enteng Marinir AS Di Darwin

JAKARTA-(IDB) : Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Pemerintah Indonesia jangan menganggap enteng rencana penempatan 2.500 pasukan marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia.

Menurut Hikmahanto dalam keterangannya kepada ANTARA di Jakarta, Senin, hal itu karena kebijakan pemerintah AS kerap berubah-ubah bergantung pada partai yang memegang pemerintahan.

Ia kemudian mencontohkan kasus Timor Timur. "Ketika Gerald Ford dari Partai Republik berkuasa, pemerintah AS seolah merestui Indonesia `masuk` ke Timor Timur. Namun ketika Partai Demokrat berkuasa justru Indonesia mendapat tekanan atas dasar penggunaan kekerasan dan pelanggaran HAM di Timor Timur," katanya.

Demikian pula, kata dia, ketika Amerika Serikat dipimpin oleh Presiden George W Bush yang berasal dari Partai Republik, terduga pelaku teroris Umar Patek dikejar bahkan dihargai penangkapannya dengan uang bagi siapa pun yang berhasil menangkapnya.

Namun, lanjut dia, ketika Barack Obama yang berasal dari Partai Demokrat berkuasa, justru enggan mengekstradisi Umar Patek ketika tertangkap oleh otoritas Pakistan.

Kebijakan yang berubah-ubah itu, menurut Hikmahanto, dapat dianalisis kecenderungannya dan harus menjadi acuan bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menyikapi penempatan pasukan marinir AS.

Ia berharap pemerintah tetap kritis dan tidak meremehkan penempatan pasukan AS. Ia juga menyayangkan pernyataan yang mengatakan bahwa keberadaan pasukan AS tidak terkait dengan Papua.

Pernyataan tersebut, dinilainya, terlalu dini dan kurang memperhatikan konstelasi kepentingan baik ekonomi dan politik AS di Indonesia.

"Secara ekonomi, misalnya, pembelian 230 pesawat Boeing oleh Lion Air sedemikian penting hingga disaksikan oleh Presiden Obama. Kehadiran Obama untuk menunjukkan bahwa ia berhasil membuka lapangan kerja bagi rakyat AS. Ini jelas merupakan kepentingan AS," ujarnya.

Oleh karenanya, lanjut dia, pemerintah harus selalu waspada dan kritis atas kebijakan penempatan pasukan AS di Australia utamanya bila melihat dinamika yang ada di Papua saat ini dan konsekuensinya di masa mendatang.

Sumber : Antara