Pages

Kamis, Juli 07, 2011

Berita Video : Persiapan KRI Dewaruci Keliling Asia



SURABAYA-(IDB) : Kadet taruna Akademi TNI Angkatan Laut akan berlayar mengelilingi Asia selama 52 hari dengan menempuh jarak pelayaran sejauh lebih dari 6.000 mil laut. Sebelum dilepas, sebanyak 178 awak KRI Dewaruci mengikuti upacara militer di Dermaga Madura Komando Armada Timur Ujung Surabaya. Mereka terdiri dari 82 anak buah kapal, enam pendukung, enam staf Satlat, dan 86 Kadet.

Sumber: Kompas

22 Negara Ikuti Sail Indonesia Buleleng

Illustration
SINGARAJA-(IDB) : Paling tidak 22 negara telah menyatakan kesiapannya untuk mengikuti kegiatan tahunan Sail Indonesia di kawasan Pantai Lovina, Kabupaten Buleleng, wilayah utara Bali, mulai 23 September 2011.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, I Putu Tastra Wijaya, Kamis, di Singaraja, mengakui, pihaknya semula pesimis untuk bisa mendatangkan peserta kegiatan perlayaran dari banyak negara, mengingat ketiadaan anggaran dari pemerintah kabupaten setempat.

"Kendati awalnya pesimistis untuk bisa mendatangkan banyak peserta, namun kegiatan ini akhirnya bisa dipersiapkan setelah ada kucuran dana dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali sebesar Rp130 Juta," ujarnya.

Menurut dia, peserta Sail Indonesia akan tiba di Pantai Bina Ria Kalibukbuk, kawasan Lovina, Singaraja pada 23 September mendatang. Diperkirakan jumlah peserta Sail Indonesia itu 400 orang, di antaranya dari Amerika Serikat, Jepang, Australia, Inggris dan Italia.

Ada banyak agenda yang disiapkan bagi semua partisipan dan masyarakat pengunjung. Mulai dari suguhan tari selamat datang, pameran produk kerajinan tangan setempat, hingga acara bernuansa internasional.

"Melalui pameran barang kerajinan, sekaligus juga upaya mempromosikan kerajinan seni yang dimiliki daerah yang memiliki panjang pantai hampir 150 kilometer ini," tandasnya.

Bagiada akan menjamu peserta Sail Indonesia di kawasan Lovina, sekaligus memberikan kenang-kenangan berupa cindera mata kepada tamu.

"Dampak dari kunjungan peserta Sail Indonesia ini, selain akan membawa perubahan struktur ekonomi masyarakat bawah, sekaligus sebagai ajang promosi," tambahnya.

Sumber: Antara

TNI-AU Kerahkan Lima Helikopter Pantau Aceh

BANDA ACEH-(IDB) : TNI Angkatan Udara mengerahkan lima unit helikopter jenis EC-120 Colibri untuk memantau dan mencegah aksi kriminal di kawasan perairan dan hutan Aceh.

Komandan Pangkalan Udara TNI-AU Sultan Iskandar Muda, Kolonel Penerbang Maman Suherman, di Blangbintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (7/7), mengatakan seluruh helikopter itu ditugaskan memonitor wilayah darat dan udara perairan Pulo Aceh dan pantai timur Aceh.

"Tidak hanya wilayah laut, operasi yang menggunakan helikopter dengan sandi Bina Walet itu juga akan memonitor kawasan hutan dari aksi penebangan liar," kata Maman Suherman.

Praktik penebangan liar dengan ikutan kebakaran hutan kerap terjadi di kedua wilayah Provinsi Aceh itu. Karena itulah maka pengawasan dari udara dinilai lebih efektif dan efisien ketimbang dari darat belaka.

Pengawasan di perairan itu juga karena penadah biasanya beroperasi dari laut atau muara sungai-sungai yang banyak terdapat di sana. 

Menurut dia, TNI-AU juga telah berkoordinasi dengan kepolisian dan dinas kehutanan setempat terkait pengerahan lima helikopter ringan dari Squadron Udara 7 yang berpangkalan di Pangkalan Udara TNI-AU Surya Dharma, Kalijati, Subang, Jawa Barat.

"Hasil pemantauan helikopter yang menggunakan kamera akan ditindaklanjuti jika melanggar peraturan yang berlaku," katanya.
Propinsi Aceh memiliki panjang garis pantai 1.660 km dan luas wilayah perairan laut 295.370 kilometer ppersegi dinilai rawan praktek penangkapan ikan liar yang dilakukan kapal nelayan asing.

Begitu juga dengan kawasan hutan sangat rentan terjadi kebakaran dan aksi ilegal logging.

Sumber: Antara

Panglima TNI: "TNI Pegang Teguh Netralitas"

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono
JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana TNI menegaskan TNI akan memegang teguh prinsip netralitas sebagai bagian dari reformasi internal TNI untuk menjadi lebih profesional sesuai tuntutan reformasi dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Telah lebih dari satu dasawarsa TNI melaksanakan reformasi internal yang ditujukan untuk membenahi struktur, kultur dan doktrin," katanya pada serah terima jabatan Kepala Staf Angkatan Darat, di Jakarta, Kamis.

Agus menambahkan, dari beberapa poin reformasi internal TNI ada hal paling penting yakni TNI tidak melakukan kegiatan atau terlibat politik praktis dan hanya melakukan tugas-tugas pertahanan negara.

"Sikap itu perlu ditegaskan sebagai simbol konsistensi TNI dalam mendukung jalannya demokratisasi, sekaligus memperkokoh eksistensi TNI sebagai prajurit yang sesuai harapan TNI dan masyarakat yaitu yang ditakuti lawan, disegani kawan dan dicintai rakyat," katanya.

Panglima mengakui bukan hal mudah menjadikan TNI seperti yang didambakan.

"Bukan tugas yang mudah, perlu upaya berkesinambungan untuk dapat menjawab tantangan itu, seperti pembinaan, penggunaan kekuatan, dan kepemimpinan yang efektif, sebagai langkah strategis membangun postur TNI yang lebih profesional," tuturnya.

Agus menambahkan,"dengan begitu TNI dapat berperan optimal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai tugas pokok, peran dan fungsinya,".

Terkait pergantian Kepala Staf Angkatan Darat yang menetapkan Letjen TNI Pramono Edhie Wibowo sebagai pengganti Jenderal TNI George Toisutta, sebelumnya Panglima TNI menegaskan tidak ada kaitan dengan Pemilu 2014.

Hal itu disampaikannya menanggapi pendapat adanya kemungkinan Pramono yang adalah adik Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono, dipersiapkan sebagai Panglima TNI untuk mengamankan kegiatan Pemilu 2014.

Tak hanya itu, berkembang pula analisa Pramono akan dicalonkan sebagai calon presiden periode mendatang.

Menanggapi itu, Kepala Staf Angkatan Darat Letjen TNI Pramono menyatakan,"Saya hanya ingin menjadi tentara,".

Sumber: Antara

KSAD Pramono Edhie Janji Benahi Alutsista dan SDM

JAKARTA-(IDB) : Pejabat baru Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo, mengatakan akan meneruskan program-program yang telah disusun oleh pendahulunya, Jenderal George Toisutta. Dua bidang utama yang akan ia benahi adalah peningkatan kapasitas alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan peningkatan sumber daya manusia (SDM).

"Seluruhnya akan dibenahi. Dua-duanya seiring," kata Pramono usai upacara serah terima jabatan KSAD di Markas Besar TNI Angkatan Darat, Jakarta, Kamis 7 Juli 2011. Menurut dia, pembenahan 2 aspek ini harus dilakukan bersamaan tanpa mendahulukan yang lain.

Pramono menjelaskan bahwa TNI Angkatan Darat memiliki alutsista modern. Tapi, tanpa didukung oleh kesiapan sumber daya manusia, hasilnya akan tetap tertinggal. Sebaliknya pun demikian. Bila sumber daya pasukan sudah siap tetapi tidak didukung alutsista yang modern, TNI tetap tidak mampu mengejar ketertinggalannya.

Adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelumnya menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) ini mengakui tidak memiliki program-program tertentu yang baru. Ia hanya akan meneruskan program dan kebijakan yang sudah disusun oleh pendahulunya, Toisutta.

"Saya prinsipnya hanya meneruskan saja apa yang belum sempurna," kata Pramono lagi. Menurut dia, perkembangan TNI Angkatan Darat belum sampai akhir. Salah satu yang akan dia lakukan adalah menyelesaikan program-program TNI Angkatan Darat yang sudah disusun tahun ini. "Saya harus selesaikan tahun ini dan selanjutnya."

Soal rencana pengembangan alutsista, Pramono mengatakan sudah ada beberapa perjanjian dan program kerja yang dibuat dan diajukan ke Kementerian Pertahanan. Namun, ia tidak menjelaskan program apa saja yang direncanakan selesai tahun ini. "Sudah dibuat oleh Pak George. Jadi, bisa dilihat sebetulnya apa yang akan kita lakukan," katanya.

Sumber: Tempo

Alokasi Anggaran Rp 7,5 Triliun Untuk Revitalisasi 3 BUMNIP

JAKARTA-(IDB) : Pemulihan tiga perusahaan BUMNIP agar dapat bangkit kembali, memerlukan dana Rp7,5 triliun. Ketiga perusahaan tersebut adalah PT DI, PT Pindad, dan PT PAL. 

"Untuk membangkitkan kembali 3 industri strategis Indonesia, butuh dana sebesar Rp7.5 triliun cash dan non-cash. Ini bisa diajukan ke Komisi VI DPR, tinggal nanti dibahas Komisi XI dan Badan Anggaran, serta Kementerian Keuangan tentunya," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Jakarta, Rabu (6/7).

Dana pemulihan tersebut, kata Mustafa, bisa tersedia dan tak perlu dikhawatirkan asalkan pasar ketiga perusahaan tersebut bisa terbuka jelas baik di dalam maupun di luar negeri. "Kami berharap bisa memanfaatkan kekuatan dari dalam karena di dalam juga banyak tawaran dana seperti dari forum komunikasi investasi, atau forum investasi BUMN. Atau juga dari kerja sama seperti PT DI dan Airbus Military ini. Ada Rp250 triliun-Rp300 triliun kemampuan pendanaan potensial yang bisa dipakai kalau proyek ini bisa jalan," kata Mustafa.

Hari ini Airbus Military dan PT DI menandatangani MoU kerja sama strategis yang difasilitasi Kementerian BUMN. Menurut menteri BUMN, Airbus Military akan membantu PT DI dalam memproduksi pesawat-pesawat baru, khususnya pesawat militer dengan misi damai. "Airbus akan mem-back up PT DI untuk produksi pesawat tipe baru seperti pesawat 212, N219. Untuk pesawat kemiliteran akan mendapat fully support dari mereka," katanya.

Airbus telah bekerja sama dengan PT DI dengan melakukan produksi spare part yang dipesan PT DI seperti sayap, ekor, dan bagian-bagian badan pesawat lainnya. PT DI saat ini tengah menyiapkan pesawat tipe N219. Pesawat 19 seat ini akan diproduksi sebanyak 20 unit pada 2015 yang merupakan pesanan Merpati Airlines.

Sumber: Jurnas

TNI AU Dan RTAF Saling Uji Kemampuan

Pesawat tempur Alfa Jet Thailand
JAKARTA-(IDB) : TNI Angkatan Udara dan Angkatan Udara Thailand (Royal Thailand Air Force/RTAF) melakukan latihan bersama untuk menguji kemampuan dan profesional prajurit matra udara masing-masing negara.

Latihan bersama bersandikan "Elang Thainesia" ke-15 dibuka secara bersama oleh Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat dan Kepala Staf Angkatan Udara RTAF Marsekal Itthaporn Subhawong, di Udon Thani Thailand, Selasa waktu setempat.

Juru bicara TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro di Jakarta, Rabu mengatakan latihan bersama "Elang Thainesia" bertujuan meningkatkan kemampuan para penerbang kedua angkatan udara dalam melaksanakan operasi udara.

"Selain itu Latma tersebut juga untuk mempererat persahabatan serta kerja sama antara kedua angkatan udara kedua negara," kataya menambahkan.

Kedua kepala staf angkatan udara berharap, selama latihan berlangsung para peserta memperhatikan prosedur keselamatan terbang dan kerja (lambangja).

Dalam latihan bersama itu, TNI Angkatan Udara melibatkan sekitar 113 personel dan lima pesawat tempur Hawk 100/200 dari Skadron Udara 12 Pangkalan Udara Pekanbaru dan Skadron Udara 1 Pangkalan Udara Supadio Pontianak.

Sedangkan pihak angkatan udara Thailand melibatkan lima pesawat tempur Alfa Jet.

Pada kesempatan tersebut Kepala Staf Angkatan Udara RTAF Marsekal Itthaporn Subhawong memberikan buku 30 tahun "Elang Thainesia Everlasting Friendship RTAF-TNI AU" kepada Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat dan perwira tinggi TNI Angkatan Udara lainnya.


Sumber: Dephan

Iran Luncurkan Rudal Dekat Selat Hormuz

TEHRAN-(IDB) : Iran menguji-tembak, Rabu (6/7) beberapa rudal Ardl-Bahr di dekat Selat Hormuz, selama latihan Garda Revolusi, termasuk rudal supersonik yang dinamai "Khalij Faras" yang memiliki jangkauan 300 km, sebagaimana dilaporkan televisi Iran chanel al-Alam.

Sumber itu mengatakan, pasukan yang terlibat dalam latihan menembakkan dua rudal tipe "Khalij Faras" yang merupakan rudal balistik anti-kapal perang, diluncurkan pertama kalinya Februari lalu, dan menurut Teheran mampu mencapai target pada jarak 300 km dengan kecepatan tinggi.

Rudal ini membawa 650 kg bahan peledak, dirancang dan diproduksi sepenuhnya oleh Garda Revolusi yang bertanggung jawab untuk program dan operasi rudal, khususnya balistik.

Manuver yang dimulai sejak pekan lalu telah berhasil menguji tembakkan rudal Ardl-Bahr yang dinamai "al-Ra'd" memiliki jangkauan "antara 100-200 km," menurut televisi Iran.

Operasi peluncuran rudal di daerah Bandar dan Jask, dekat Samudera Hindia di pintu masuk timur ke Selat Hormuz, yang dilalui sekitar 40 persen perdagangan maritim minyak dunia.

Komandan Garda Revolusi, Jenderal Mohammad Ali Jaafari menegaskan, Senin (4/7) bahwa Iran siap untuk menutup Selat Hormuz jika ada ancaman.

Iran bermaksud untuk meningkatkan kehadiran militernya di Samudera Hindia di pintu masuk ke Selat Hormuz agar mampu merespon ancaman dari perairan internasional.

Garda Revolusi pada 28 Juni, meluncurkan 14 rudal jenis "Qadr" jarak menengah (1.800 km) dan 13 rudal jarak pendek (400 km) dari jenis "Jiljal", "Shahab-1" dan "Shahab-2" (200-500 km) sebagai bagian dari manuver saat ini.

Garda Revolusi juga menegaskan bahwa latihan ini hanya sebatas "defensif" dan tidak mengancam negara lain di kawasan itu.

Operasi peluncuran rudal Iran kemungkinan dapat mempengaruhi Israel dan pangkalan AS di Timur Tengah, ujar pejabat Iran.

Garda Revolusi menggelar latihan yang sama setiap tahunnya, terutama di kawasan Teluk.

Sumber: WartaNews

Panglima TNI Pimpin Serah Terima KSAD Baru

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono memimpin upacara serah terima jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) dari Jenderal George Toisutta kepada penggantinya, Letjen Pramono Edhie Wibowo di Mabes TNI AD, Cilangkap, Kamis (7/7).

Panglima TNI dalam pidatonya berpesan kepada KSAD yang baru, supaya dapat mengemban amanat kepercayaan TNI yang telah menjalani satu dasawarsa reformasi.

"Dengan latar belakang dan pengalaman serta integritas yang dimiliki, Jenderal akan mampu memimpin TNI Angkatan Darat," kata Agus.


 
Menurut Agus, tahun ini TNI akan terus mendukung proses demokrasi di dalam negeri. Angkatan perang TNI sebagai kekuatan negara harus berada di bawah satu kesatuan untuk menghadapi ancaman bahaya internal maupun eksternal, yang hanya bisa dicapai dengan kesetiaan pada atasan.

Sumber: WartaNews

Skadron Tempur F-15 Jepang Dilarang Terbang


TOKYO-(IDB) : Kementerian Pertahanan Jepang melarang terbang semua armada pesawat tempur F-15 Eagle negara itu, Rabu (6/7). Keputusan itu diambil setelah satu pesawat F-15J jatuh secara misterius di Laut China Timur, sehari sebelumnya.

Pesawat tempur yang hilang tersebut tinggal landas dari pangkalan udara Naha di Okinawa, Jepang, Selasa pagi, untuk menjalani latihan tempur bersama tiga pesawat lain. Sekitar pukul 10.33, pilot Mayor Yuji Kawakubo (37) mengirim sinyal tanda bahaya dan hilang dari radar di titik berjarak 180 kilometer sebelah barat laut kota Naha, Okinawa.

Kawakubo sendiri hingga berita ini diturunkan masih belum ditemukan. Militer Jepang mengerahkan tak kurang dari enam kapal perang dan 13 pesawat militer, ditambah tiga kapal patroli penjaga laut, untuk mencari Kawakubo di perairan Laut China Timur.

”Sampai saat ini kami masih menyelidiki detail kecelakaan ini dan melakukan segala daya upaya untuk mencari pilot yang hilang. Kami akan terus memberikan kabar terbaru jika ada perkembangan,” tutur Kepala Staf Pasukan Bela Diri Udara (ASDF) Jepang Shigeru Iwasaki, seperti dikutip The Japan Times.
Salah satu pesawat pencari menemukan jejak tumpahan minyak dan beberapa bagian pesawat, termasuk bagian ekor pesawat jet tersebut, di laut. ”Kami menemukan beberapa bagian pesawat, tetapi pesawatnya sendiri belum ditemukan,” ujar juru bicara ASDF.

Belum diketahui apakah Kawakubo sempat menggunakan kursi pelontar untuk keluar dari pesawat sebelum pesawat itu jatuh ke laut.

Semua armada F-15 Jepang dilarang terbang sampai penyebab jatuhnya pesawat tersebut diketahui. Jepang memiliki 202 pesawat F-15 dan merupakan pengguna terbesar pesawat tempur tersebut di luar negara asalnya, Amerika Serikat.

Jepang memproduksi sendiri pesawat-pesawat tersebut di bawah lisensi yang diberikan kepada Mitsubishi Heavy Industries. Saat ini, Jepang sedang mencari pesawat baru untuk menggantikan armada F-15 yang sudah mulai menua.

AS sendiri juga berencana menggantikan armada F-15-nya dengan pesawat-pesawat yang lebih modern, seperti F-35 Lightning II dan F-22 Raptor. Meski demikian, pesawat-pesawat terbaru tersebut bukannya tanpa masalah.

Hingga saat ini, Angkatan Udara AS masih melarang terbang semua armada F-22 milik AS. Pesawat tempur termodern di dunia itu dilarang terbang sejak 3 Mei karena ditengarai bermasalah pada sistem pasokan oksigen untuk pilot.

Keputusan itu diambil AU AS setelah terjadi serentetan insiden, yang melibatkan pesawat berharga 411 juta dollar AS per unit ini. Salah satu insiden terjadi di Alaska saat sebuah F-22 menyerempet pucuk-pucuk pepohonan sebelum mendarat. Saat diperiksa, pilot pesawat itu mengaku sama sekali lupa telah menyerempet pohon, yang menunjukkan ia kemungkinan menderita hipoksia atau kekurangan oksigen.

Sumber: Kompas

X-47B Can Operate From an Aircraft Carrier

AMERIKA-(IDB) : The U.S. Navy and Northrop Grumman have completed a demonstration of the ship-based software and systems that will allow the X-47B unmanned air vehicle to operate from the deck of an aircraft carrier.

The test, conducted July 2 in the western Atlantic with the Navy carrier USS Dwight D Eisenhower (CVN-69), culminated with several successful launches and recoveries of a manned surrogate aircraft equipped with X-47B precision navigation control software.

"This manned surrogate test event is a significant and critical step toward landing the X-47B on the carrier deck in 2013," said Capt. Jaime Engdahl, U.S. Navy, program manager, Navy Unmanned Combat Air System (N-UCAS). "It represents the first end-to-end test of the hardware and software systems that will eventually allow unmanned systems to integrate safely and successfully with all aspects of carrier operations."

Strong collaboration between the engineers of U.S. Naval Air Systems Command (NAVAIR) and Northrop Grumman was key to the successful test, he added. Northrop Grumman is the Navy's prime contractor for the Unmanned Combat Air System Carrier Demonstration (UCAS-D) program. A Navy/Northrop Grumman test team conducted first flight of the X-47B in February.

"The precision navigation and control capability demonstrated by the UCAS-D team represents a potential 'breakthrough' capability for the Navy," said Janis Pamiljans, vice president, N-UCAS for Northrop Grumman's Aerospace Systems sector. "It could be applied, in theory, to any manned or unmanned carrier-compatible aircraft, which could have a dramatic effect on the tempo and efficiency of future carrier operations."

According to Glenn Colby, NAVAIR's aviation/ship integration lead, the biggest challenge associated with landing an unmanned system on a carrier deck is automating - and removing any ambiguity from - flight procedures and communications between aircraft and ship that have traditionally been performed manually by pilots and the ship's air operations personnel.

"Today's carrier environment relies on human operators to monitor and ensure safe flight operations," said Colby. "As we begin to integrate unmanned systems into this very restrictive manned environment, we have to ensure that the software controlling these new systems can recognize and respond correctly to every type of contingency."

Colby and his team at NAVAIR's N-UCAS Aviation/Ship Integration Facility (NASIF) at Patuxent River, prepared for the surrogate testing through a steady build-up of rigorous software simulations and flight tests.

First, they used early versions of the software that the X-47B will use to operate at the carrier to simulate command and control, air traffic control and navigation exchanges between the aircraft and the carrier. Then they progressed to more robust simulations that included X-47B avionics and an X-47B mission operator station, all in the NASIF lab.

Next were flight tests of X-47B hardware and software installed on a King Air Beech 300 aircraft. The King Air flew in the vicinity of CVN-69 - both pier-side in Norfolk, Va., and while underway - to test mission management, command and control, communications, air traffic control and navigation functions between the X-47B software and the ship.

In addition to the King Air, the test team used a surrogate F/A-18 aircraft equipped with X-47B software and avionics to evaluate the most challenging areas of launch and recovery operations. Initial testing at Patuxent River focused on verifying that aircraft sensors, navigation, guidance and control systems were ready for shipboard testing.

"Using a manned surrogate platform to test the unmanned systems avionics and software gives us an extra layer of safety as we test the X-47B software to ensure that it responds correctly and safely to different flight conditions," explained Colby.

Results from the surrogate testing will be used to continue to refine the mission management, navigation, guidance and control software that the X-47B will use to perform its first carrier landings in 2013.
Source: Defencetalk

Production Begins on the First Class 125 Frigate

BERLIN-(IDB) : With an official ceremony in Hamburg on 9 May 2011 Bloom + Voss initiated the production of the first Class 125 Frigate. Among the numerous guests were the Chief of Staff Navy, Vice Admiral Schimpf, members of the Naval Staff, representatives from politics, defense and industry, as well as representatives from the Naval Office, the Federal Office of Defense Technology and Procurement (BWB) and its agencies.

The German Navy procures four Class 125 Frigates, a completely new and innovative type of vessel that will usher in a new era of ship operation. In comparison to the preceding classes the new vessels require significantly less personnel for operation. They are designed for intensive use and long endurance periods at sea of up to 2 years without scheduled yard periods.

The F125 is equipped with state-of-the-art sensors and effectors that support stabilization tasks and, at the same time, provide the capabilities to detect, identify and counter asymmetric threats. The equipment includes a TRS-3D/NR multi-functional radar by EADS/CASSIDIAN, as well as a powerful electrooptical component to ensure the continuous surveillance, detection and tracking of targets at short and very short range.

Production of the first Class 125 Frigate starts at shipbuilding hangar 3 at Blohm + Voss’ shipyard Größere Abbildung anzeigenThe Class 125 Frigates will be the first ones to be equipped with four multi-role “fighting crafts”. Due to the F125’s signature requirements these 10 m long boats are stored behind panels in special recesses. They play an important role in the F125’s capabilities and the vessel’s overall construction.

Constructing robust systems and reducing the maintenance resources required while at the same time significantly cutting down on crew size – these are the main challenges of the F125 project.

Delivery of the first vessel, the “Baden-Württemberg”, is scheduled for March 2016. The remaining three vessels will follow in 11-month intervals so that the last vessel will undergo final acceptance trials and be handed over to the Navy in December 2018.
Source: Defencetalk

France Orders Third Barracuda Class SSN

PERANCIS-(IDB) : Defence procurement agency DGA has placed an order with DCNS for the third Barracuda-type nuclear-powered attack submarine for the French Navy.

This order comes under the framework program contract awarded to DCNS in December 2006 calling for the delivery of six next-generation SSNs between 2017 and 2028.

Barracuda-type SSNs will replace the six Rubis-class boats currently in service. The Barracuda weapons payload will include next-generation type F21 heavyweight torpedoes, SM39 anti-ship missiles and MdCN-type naval cruise missiles. The boats will also be fully equipped for missions with Nato naval forces and special operations.

DCNS is the programme prime contractor. The first-of-class Suffren and second-of-class Duguay-Trouin are under construction at the Group’s Cherbourg shipyard supported by DCNS centres around the country.

Source: Defencetalk

Russia Signs Contract for Two French Warships


MOSKOW-(IDB) : Russia Friday signed a long-awaited contract with France worth over a billion euros to buy two French Mistral-class warships that has alarmed ex-Soviet neighbors and the United States.

Russia's Rosoboronexport military corporation and DCNS, the warships' French maker, signed the contract on the sidelines of the Saint Petersburg Economic Forum, the biggest annual economic gathering in Russia, an AFP correspondent said.

France's Foreign Trade Minister Pierre Lellouche, speaking to reporters, estimated the contract at 1.12 billion euros ($1.6 billion).

Rosoboronexport director Anatoly Isaikin added that France had agreed to transfer sensitive technologies, a key demand of Russia in the deal and one of its most controversial aspects.

"They agreed to transfer all the technologies which have been promised from the very beginning," he told reporters without elaborating.

Russia has been keen to receive an advance naval operating system called SENIT-9 from France as part of the package.

Isaikin said the first two ships would be built in France. "The third and the fourth (ships) will be built in Russia but when I can't say so far. It's a lengthy process," he added.

The purchase -- the first by Russia of major military hardware from a NATO member -- has sparked concern in some of France's Atlantic Alliance partners as well as former Soviet states.

A Mistral-class ship can carry up to 16 helicopters, four landing craft, 13 battle tanks, around 100 other vehicles and a 450-strong force. It has facilities for a full command staff and is equipped with a 69-bed hospital.

Earlier in the day Russia's state shipbuilding holding United Shipbuilding Corporation and South Korean company STX Offshore and Shipbuilding signed a preliminary agreement to build a new shipyard in Saint Petersburg.

Under the deal estimated at some $720 million, the two companies will establish a joint venture in which the South Korean company will have a blocking stake, said United Shipbuilding Corporation spokesman Alexei Kravchenko.

If Russia agrees the purchase of another two ships from France, they would likely be built at the new shipyard, Kravchenko said, adding that the existing Admiralty Shipyards in Saint Petersburg will be involved in the construction of the first two Mistrals.

Source: Defencetalk

Infrared Search and Track System Reaches Milestone B

DEFENCETALK-(IDB) : The acquisition review board, led by Assistant Secretary of the Navy (Research, Development, and Acquisition) Vice Adm. W. Mark Skinner, determined the IRST system has satisfied all requirements for Milestone B and will enter the engineering and manufacturing development phase of the program.

The IRST capability, which will be employed on the F/A-18E/F Super Hornet, is a long-wave infrared sensor system that searches for and detects heat sources within its large field of regard. Unlike radar systems, IRST is passive and does not give off radiation, making it harder to detect.

“The Infra-Red Search and Track system will transform the way the Super Hornet conducts air-to-air operations. It is truly a game changing capability,” said Capt. Mark Darrah, F/A-18 and EA-18G program manager (PMA-265). “This new capability will give the warfighter an advantage over traditional fire control systems for air-to-air missions in a high-threat environment.”

The IRST allows long-range detection and tracking of enemy under normal and electronic attack environments. It increases survivability and lethality in both offensive and defensive counter-air roles.

“I am proud of how we have worked with our industry partners, Boeing and Lockheed Martin, to bring this much-needed capability of detecting enemy aircraft, one step closer to the fleet,” said Brian Hall, deputy program manager of the F/A-18 and EA-18G program office.

Along with the Distributed Targeting System, which reached Milestone C earlier this spring, the IRST capability is part of the Navy’s F/A-18E/F flight plan, designed to ensure that the Block II Super Hornet will stay ahead of known and emerging threats through 2025 and beyond.

Now moving on to the engineering and manufacturing development phase, the IRST system will be fully integrated onto the F/A-18E/F platform and prepared for manufacturing. The program will then request a low-rate initial production decision in Milestone C, which is slated for the middle of fiscal year 2014.

Source: Defencetalk

Rencana Pembelian Pesawat Hibah Ameika Oleh Pemerintah Dipertanyakan DPR

JAKARTA-(IDB) : Komisi I DPR mempertanyakan rencana pembelian pesawat tempur F-16 baru oleh pemerintah karena rencana tersebut tiba-tiba berubah dengan membeli pesawat tempur hibah dari Amerika Serikat.

Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanudin mengatakan awalnya pemerintah berencana membeli enam unit pesawat F-16 senilai US$ 430 juta, tapi belakangan dana untuk pembelian pesawat baru akan dialihkan untuk membiayai hibah dan upgrade pesawat hibah.

"Rencana itu sudah diprogram di Kementerian Pertahanan, padahal belum ada persetujuan dari DPR," katanya usai rapat dengar pendapat dengan jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI di Jakarta, Rabu, 6 Juli 2011. Bahkan, pemerintah dituding sudah melakukan pendandatanganan Memorandum of Understanding (MoU).

Langkah pemerintah itu, menurut Hasanudin, dinilai mendahului DPR karena dua rencana tersebut sama-sama belum dibicarakan dan disetujui DPR. DPR hanya mengetahui rencana Kementerian Pertahanan untuk membeli pesawat baru. Namun, di luar kementerian justru mengungkapkan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk membiayai upgrade pesawat hibah.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membenarkan awalnya pemerintah memang berencana membeli enam pesawat baru tipe F-16, tetapi sampai saat ini belum diputuskan apakah akan memilih pesawat baru atau hibah.

"Tim sedang meninjau untuk menghitung (biaya). Kita, kan, perlu menghitung, misalnya kita dapat (pesawat) akan di-upgrade ke blok berapa dan tingkat kecanggihannya seperti apa," katanya. Tim dari kementerian juga masih menunggu keputusan dari pihak Amerika Serikat apakah setuju untuk menjual pesawat hibah itu. Pasalnya, penjualan pesawat hibah harus mendapat persetujuan dari senat AS.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Marsekal Pertama Bambang Samoedro, mengatakan pembelian pesawat F-16 direncanakan untuk memperkuat skuadron tempur yang berlokasi di Madiun. "Kami sedang dalam proses membangun kembali kekuatan AU supaya lebih maksimal," katanya.

Sumber: Tempo

Suku Cadang Pesawat Tempur Harus Import

JAKARTA-(IDB) : Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengaku sulit memenuhi permintaan anggota Komisi I DPR agar semua alustsista TNI harus menggunakan buatan industri lokal. Suku cadang pesawat tempur misalnya, harus diimpor karena tidak tersedia buatan dalam negeri.

"Banyak pesawat milik Angkatan Udara kita yang di-grounded, dan suku cadangnya harus dibeli dari luar negeri," kata Agus saat memberikan penjelasan kepada Komisi I DPR dalam rapat kerja di gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (6/7).

Sebelumnya, sebagian besar anggota Komisi I DPR berharap bahwa BUMN Industri Pertahanan dan BUMN Industri Strategis bisa direvitalisasi untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI.

"Kita akan undang BUMN Industri Pertahanan dan BUMN Industri Strategis," kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq. Ada tiga BUMN Industri Pertahanan dan Industri Strategis yakni PT DI (Dirgantara Indonesia) yang membuat pesawat, PT PAL yang membuat kapal laut dan PT Pindad untuk peralatan militer lainnya. Komisi XI sudah menyetujui penggunaan anggaran dari PMN (Penyertaan Modal Negara) sebanyak Rp 4, 9 triliun, untuk revitalisasi ketiga BUMN tersebut.

Namun Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa bila BUMN industri pertahanan dan BUMN industri strategis mendapatkan order 100 persen alutsista TNI, itu hanya menyerap anggaran Kemenhan sebanyak Rp 1,350 triliun dari RAPBN Kemenhan 2012

Sumber: Jurnamen

DPR Minta Kemhan Untuk Merifisi Budget Kenaikan Anggaran

JAKARTA-(IDB) : DPR menolak permintaan tambahan anggaran pertahanan Rp 9 triliun yang diajukan, Rabu 6 Juli 2011. Permintaan itu, menurut Wakil  Komisi Pertahanan DPR  Tubagus Hasanudin  berasal dari APBN -Perubahan yang akan dipakai untuk optimalisasi pencapaian minimum essential force (MEF) TNI.

"Melihat situasi keuangan negara kita tidak akan bisa sampai Rp 9 triliun," kata Hasanuddin  usai rapat dengar pendapat dengan jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI di Jakarta, Rabu 6 Juli 2011.

Komisi Pertahanan minta kementerian mengajukan  tiga opsi rancangan baru, diantaranya  Rp 2 triliun, Rp 2,5 triliun, dan Rp 3 triliun. Menurut Hasanuddin,  tiga opsi itu paling mungkin dipenuhi oleh APBN-P.

Komisi juga meminta agar penambahan anggaran ini berimplikasi pada peningkatan nilai ekonomis dari belanja pertahanan. Caranya dengan membeli alutsista (alat utama sistem senjata) dari dalam negeri. "Agar badan usaha industri strategis kita juga berkembang," kata Hasanuddin.

Apalagi jika anggaran itu hanya digunakan untuk pembelian suku cadang, sebaiknya dibeli dari dalam negeri. Pengecualian untuk pembelian alutsista TNI Angkatan Udara yang masih harus diimpor.

Setiap tahun, lanjut Hasanuddin, idealnya pemerintah mengalokasikan Rp Rp 150-180 triliun untuk kebutuhan pertahanan jika ingin mencapai standar MEF sesuai yang dirancang dalam buku biru TNI. Namun, sampai saat ini keuangan pemerintah belum bisa memenuhi sejumlah itu. Ia mengakui pemerintah tidak mungkin mengejar hal ini.

"Tidak mungkin mengejar sesuatu yang akan mengurangi kepentingan publik, seperti pendidikan dan kesehatan," kata Tubagus. Pemegang kendali di lapangan diharapkan bisa memodifikasi kebutuhan ini.

Ia menyarankan TNI menyusun skala prioritas ancaman. Caranya dengan memperkuat sistem pertahanan di wilayah-wilayah yang lebih tinggi tingkat ancamannya. Misalnya di bagian barat Indonesia dan di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain, juga di wilayah-wilayah yang sering terjadi gesekan.

Sumber: Tempo

PT.DI Hanya Mampu Kerjakan Kontrak Rp2,54 Triliun

JAKARTA-(IDB) :  PT Dirgantara Indonesia mengaku bila tahun ini hanya bisa mengerjakan kontrak sebesar Rp2,54 triliun dari total kontrak yang sebesar Rp3 triliun.

Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Direktur PT DI, Budi santoso saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (6/7/2011).

"Kontrak tahun ini di antaranya adalah pengadaan dua unit pesawat jenis CN-235 untuk Korea yang rencanannya akan dikirim pada semester-II 2011," terangnya.

Kontrak lainnya adalah pengadaan tiga unit untuk TNI-AL jenis patroli maritim yang akan diserahkan bertahap sampai dengan 2014. "Sementara sisanya adalah kontrak aerostruktur jenis CN320, CN-380 dan eurokopter yang masih dalam naungan Airbus Military," jelasnya.

Budi menjelaskan, adapun problem terbesar yang dihadapi oleh PT DI terkait dengan tidak bisa terpenuhinya seluruh kontrak di 2011 adalah modal yang terbatas. Namun, hal itu bisa diatasi karena PTDI memperoleh bantuan di antaranya yang berasal dari Perusahaan pengelola Aset sebesar Rp675 miliar, dan juga dari Penyertaan Modal Negara 2012 (PMN) sebesar Rp2,06 triliun.

"Dengan tambahan cash sebesar Rp2 triliun yang diharapkan bisa cair pada 2012, Perusahaan bisa memperoduksi pesanan yang diterima tahun lalu, yang kami tidak bisa order," pungkasnya.

Sebagai informasi, adapaun total keseluruhan total kebutuhan dana PT DI sebesar Rp5,8 triliun. Berdasarkan rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi VI beberapa waktu lalu, disepakati bahwa DPR mendukung program restrukturisasi PT DI dalam bentuk PMN noncash sebesar Rp3,8 triliun untuk 2011 dan PMN cash sebesar Rp2,06 triliun untuk 2012.

Sumber: Okezone

Industri Dalam Negeri Hanya Serap 15% Kebutuhan Alutsista

JAKARTA-(IDB) : Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, industri dalam negeri hanya mampu menyerap 15 persen untuk kebutuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI saat ini.

Dari nilai RAPBN Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun Anggaran 2012 sebanyak Rp 9 triliun, maka hanya sekitar Rp 1,350 triliun yang kemungkinan dibelanjakan untuk alutsista dalam negeri.

Purnomo melanjutkan, untuk lokal konten non alutsista sebesar Rp 300 miliar. Yakni, untuk kebutuhan rumah sakit yang akan diberikan kepada kontraktor-kontraktor kecil.

“Saya kira kontraktor kecil juga butuh hidup, sebab pertahanan juga untuk membantu ekonomi,” kata Purnomo, saat Rapat Dengar Pendapat ( RDP) dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Rabu (6/7).

Hal itu, kata Menhan, termasuk di dalamnya untuk mengurus sertifikat tanah milik TNI yang harus keluar dana sebanyak Rp 200 miliar setiap tahun.

Sedangkan anggaran untuk joint venture, Purnomo menyebut sekitar 5 persen dari total anggaran.

Dalam joint venture, katanya, juga ada konten lokal. Setelah dihitung, maka angka yang akan dialokasikan sekitar Rp 2 triliun sampai Rp 2,5 triliun dari angka Rp 9 triliun. “Tapi semua tergantung BUMN indutri pertahanan,” katanya.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKB Effendi Choirie tetap meminta Menhan berusaha agar untuk alokasi alutsista buatan indutsri lokal bisa sampai 100 persen.

Sedangkan untuk urusan tanah yang sering menimbulkan konflik dengan masyarakat juga bisa diselesaikan.

“Tentara menembak masyarakat karena urusan tanah, tentara menipu rakyat karena urusan tanah. Ini harap diselesaikan, sebelum Panglima TNI pensiun pada 2013 nanti,” katanya.

Demikian juga untuk urusan rumah sakit tentara.  Effendi berpendapat, banyak rumah sakit milik tentara tidak jelas keberadaannya.

Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Enggartiasto Lukito menyatakan, Kemhan harus memprioritaskan pembelian alutsista  produksi dalam negeri.

“Saat ini saja beberapa negara ASEAN tertarik pada alutsista dari Indonesia,” katanya.

Dia melanjutkan, Komisi I  mendorong agar industri dalam negeri dilakukan revitalisasi. “Industri alutsista dalam negeri akan sehat kalau ada kepastian usaha,” katanya.

Dengan membeli alutsista dalam negeri, katanya, maka uang akan berputar di dalam negeri. Karena itu, dia mengemukakan, untuk program APBNP 2012, seluruh kebutuhan Kemhan ditawarkan ke produksi dalam negeri.

“Kalau industri dalam negeri belum sanggup, ditunda dulu,” katanya.     

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, ketika Komisi I mengusulkan agar alutsista dibeli dari dalam negeri, Komisi IX setuju dengan menyediakan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak Rp 4,9 triliun. Bahkan, Komisi VI sudah meminta agar BUMN yang menangani soal alutsista dilakukan revitalisasi, yakni  PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan Pindad dari dana PMN tersebut.

Untuk tahun 2012, Kemhan mengusulkan penambahan anggaran Rp 9 triliun. Tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk memenuhi alutsista Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Anggaran Kemenhan untuk 2010-2014 sebanyak Rp 150 triliun. Namun  alokasi anggaran baseline sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 Rp 99,78 triliun sehingga ada kekurangan Rp 50 triliun.

Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Hanura Susaningtyas  meminta agar pengajuan APBN-P tidak lepas dari sistem program dan budgeting. “Jadi harus ada sinkronisasi antara kebutuhan TNI dan Kemhan. Jangan sampai yang diusulkan Kemhan tidak match dengan TNI,” katanya.

"Teak Iron" Perkuat Kerja Sama Dengan Angkatan Udara Amerika Serikat

MALANG-(IDB) : Simulasi pendaratan darurat pesawat tempur dan penyelamatan personel dilakukan prajurit TNI Angkatan Udara dari Pangkalan Udara Utama Abdulrachman Saleh, Malang, dengan sejawatnya dari Angkatan Udara Amerika Serikat.

Komandan Pangkalan Udara Utama Abdulrachman Saleh, Marsekal Pertama Dwi Putranto, Rabu, mengatakan, dalam latihan itu TNI-AU menurunkan sebanyak 150 prajurit dan Angkatan Udara Amerika Serikat menurunkan 87 prajurit.

Dalam latihan udara bersama bersansi Teak Iron 2011 tersebut, kedua negara menerapkan konsep operasi dukungan udara, terutama prosedur taktis.

"Latihan ini bertujuan lebih mempererat dan memperkokoh kerjasama antara TNI-AU dan Angkatan Udara Amerika Serikat. Memantapkan konsep operasi dukungan udara bersama, khususnya prosedur taktik, teknis serta aplikasinya dalam operasi dukungan udara menggunakan pesawat C-130 Herkules," kata Putranto.

Diharapkan dari latihan ini bisa memantapkan konsep operasi dukungan udara kedua negara, dan mempererat kerjasama antara kedua angkatan udara.

Simulasinya, pesawat tempur kedua negara melakukan pendaratan darurat di daerah operasi, sebab di daerah tersebut terdapat lima prajurit yang disendera musuh.

"Untuk membebaskan para sandera itu, diturunkanlah tim gabungan Korps Pasukan Khas TNI-AU dengan Angkatan Udara Amerika Serikat," katanya.

Di ASEAN dan banyak negara Asia, cuma Indonesia yang memiliki pasukan pendarat berkualifikasi pasukan komando dan para tempur dengan kekhususan penguasaan dan pengoperasian pangkalan udara, SAR tempur, dan penghancuran kekuatan lawan di belakang garis tempur. Angkatan Udara Amerika Serikat sendiri memiliki pasukan serupa Korps Pasukan Khas TNI-AU, yang diberi nama 160th SOAR.

Putranto mengatakan, sejumlah prajurit disebar di wilayah musuh, mengepung daerah operasi, untuk melumpuhkan musuh.

"Operasi ini dilakukan dalam hitungan menit. Tim gabungan melumpuhkan lima prajurit musuh serta menyita sejumlah pucuk senjata api, dan lima prajurit berhasil dibebaskan, dua di antaranya luka tembak," katanya.

Setelah bisa dibebaskan, dilanjutkan dengan evakuasi udara para sandera dan pasukan gabungan pembebas. Untuk itulah C-130 Herkules TNI-AU diterbangkan dan mendaratkan para korban luka ke rumah sakit lapangan yang telah disediakan.

Dalam simulasi yang berlangsung selama 30 menit itu, TNI-AU menurunkan dua C-130 Herkules dari Skadron Udara 32. Pasukan pembebas dan pendukung diperankan Batalyon Pasukan Khas 464 dari pangkalannya di Malang. 

Dedangkan Angkatan Udara Amerika Serikat juga menggunakan dua pesawat angkut berat serupa buatan Lockheed itu.

Sumber: Antara