Pages

Selasa, Mei 31, 2011

2022 Jerman Tidak Lagi Gunakan Nuklir

Jerman kini serius mempopulerkan sumber energi dari tenaga surya dan tenaga air.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Jerman
JERMAN-(IDB) : Negara dengan ekonomi terbesar di Eropa, Jerman, berencana tidak lagi menggunakan energi nuklir mulai 2022. Belajar dari risiko radiasi reaktor nuklir yang sempat mengancam Jepang, Jerman kini berambisi menggunakan sumber-sumber energi terbaharui.

Menurut kantor berita Associated Press, rencana Jerman itu diumumkan Kanselir Angela Merkel Senin waktu setempat. Menurut Merkel, dalam 11 tahun ke depan, Jerman kini serius mengkampanyekan penggunaan sumber energi terbaharui, yaitu dari tenaga surya maupun tenaga air.

Rencana Jerman ini, bagi Merkel, bisa menjadi teladan bagi negara-negara lain. "Kami yakin bisa menunjukkan negara-negara lain yang ingin meninggalkan energi nuklir, atau yang tidak akan menggunakannya, bahwa pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan kemakmuran tetap bisa tercapai dengan beralih ke penggunaan energi terbaharui," kata Merkel.

Maka, menurut Merkel, Jerman siap menutup semua 17 reaktor nuklir pada 2022. Namun, belum ada rencana spesifik mengenai penutupan reaktor nuklir dan peralihan ke sumber energi terbaharui, termasuk biaya yang dibutuhkan.

Jerman dikenal sebagai ekonomi terbesar di Eropa dan kini menduduki peringkat keempat kekuatan ekonomi dunia. Salah satu penyebab keberhasilan ekonomi Jerman adalah penggunaan energi nuklir yang mampu memberi energi listrik dalam jumlah besar.

Namun, sejumlah insiden besar telah membuat Jerman sadar betapa bahayanya pengolahan energi dari nuklir karena bisa membahayakan manusia, baik jangka pendek dan jangka panjang. Pertama adalah bocornya reaktor nuklir di Chernobyl, Uni Soviet, pada 1986. Kini, Jepang mati-matian mengatasi bocornya reaktor nuklir di Fukushima, yang rusak diterjang gelombang tsunami setelah gempa bumi 11 Maret lalu. 

Sumber: Vivanews

Space Walk Terakhir Bagi Astronot NASA

WASHINGTON-(IDB) : Program ulang-alik NASA yang telah berlangsung 30 tahun merampungkan space walk terakhir yaitu berjalan kaki keluar dari wahana luar angkasa di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS).

Astronot Mike Fincke dan Greg Chamitoff melakukan space walk selama 7,5 jam untuk menyelesaikan tugas pembangunan ISS yang menjadi bagian NASA. Demikian laporan NASA, Sabtu (28/5).

Tim astronot akan kembali ke bumi dalam beberapa hari dengan pesawat ulang-alik Endeavour yang menjalankan misi penerbangan terakhirnya.

Satu penerbangan ulang-alik dijadwalkan diberangkatkan bulan Juli untuk mengantarkan pasokan ke ISS.

ISS kini berukuran sebesar lapangan sepak bola dan bisa menampung enam penghuni tetap yang menjalankan eksperimen ilmiah dan meneliti kondisi yang memungkinkan misi angkasa lebih panjang, termasuk perjalanan ke Mars.

Menjelang akhir space walk ke-164 dan terakhir, astronot Chamitoff mengatakan "Dua belas tahun membangun dan 15 negara (ikut serta) dan (stasiun) ini menjadi Parthenon di langit, dan semoga menjadi jalan ke masa depan kita. Selamat kepada semuanya atas rampungnya perakitan."

Pesawat Endeavour dijadwalkan kembali ke bumi hari Rabu nanti. Pesawat ulang-alik tersebut kemudian akan dipersiapkan untuk menjadi atraksi pameran publik di Pusat Ilmu Pengetahuan California (CSC) di Los Angeles.

Rusia masih berencana untuk melakukan space walk di ISS dan akan menambah setidaknya satu ruang lagi ke struktur stasiun angkasa luar itu. Rusia juga akan mengantar astronot ke ISS.

Lagi, Kapal Perang Iran Berhasil Usir Perompak Laut Somalia

TEHRAN-(IDB) : Angkatan Laut Republik Islam Iran kembali mengukir prestasi di laut lepas internasional dalam misinya memerangi perompakan laut. 
 
Kantor berita IRNA melaporkan, kemarin (29/5) armada kapal perang Iran di Teluk Aden berhasil menyelamatkan kapal tanker Damavand milik Iran dari cengkeraman para bajak laut Somalia. 

Kantor Humas Angkatan Laut Iran merilis statemen bahwa kapal tanker tengah berlayar melintasi Teluk Aden dan tiba-tiba diserang oleh sebuah perahu cepat yang berisi tujuh perompak bersenjata. 

Segera setelah insiden tersebut, kapal perang Iran yang bertugas di kawasan mengerahkan perahu-perahu cepatnya dan berhasil mengusir para perompak tersebut. 

Berdasarkan laporan, kapal tanker Damavand tetap melanjutkan pelayarannya tanpa mengalami kerusakan atau kerugian. 

Ini merupakan konfrontasi kesebelas Angkatan Laut Iran dengan para perompak di sekitar Teluk Aden. Sebelumnya, armada perang Iran di kawasan juga berhasil membebaskan dua kapal dagang milik Iran dan Kuwait.

Sumber: Irib

Helikopter Iran Alami Kecelakaan di Isfahan

ISFAHAN-(IDB) : Sebuah helikopter tempur angkatan darat Republik Islam Iran dilaporkan jatuh pada hari Senin (30/5) di Isfahan.
 
Menurut keterangan pihak humas militer Iran, Komandan Angkatan Udara Iran, Kiumars Ahadi mengatakan, helikopter yang naas tersebut dari jenis Cobra 209. Helikopter milik lembaga pelatihan terbang tersebut mengalami kecelakaan pada Senin pagi saat latihan karena kerusakan teknis.

Dalam insiden itu pilot dan co pilot helikopter tewas, ungkap Ahadi. Ditambahkannya, kini telah dibentuk tim penyidik dan dikirim ke lokasi untuk menyelidiki sebab kecelakaan ini. 

Kecelakaan ini terjadi setelah sekitar 1001 hari penerbangan tanpa insiden mematikan di lembaga pelatihan Isfahan.

Sumber: Irib

Indonesia-Turki Jajaki Kerja Sama Industri Pertahanan

Tank ringan CV90
JAKARTA-(IDB) : Indonesia dan Turki tengah menjajaki kerja sama pembuatan tank kelas ringan (light tank). Kerja sama itu masih dijajaki di tingkat perusahaan atau produsen (business to business), sebelum meningkat pada kerja sama dua pemerintahan (G to G). Saat ini penjajakan dilakukan oleh PT Pindad dengan FNSS Defence Systems Co., produsen alat pertahanan dari Turki.

Tank ringan yang akan diproduksi bersama ini memiliki bobot sekitar 13-14 ton dan akan dilengkapi meriam kaliber 90-105 milimeter. "Tank jenis ini untuk memenuhi kebutuhan pasukan kavaleri TNI Angkatan Darat," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Susilo, kepada Tempo di kantornya, akhir pekan lalu.

Kerja sama ini merupakan tindak lanjut kesepakatan kerja sama Pemerintah RI dan Turki saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negara itu, Juni tahun lalu. Kesepakatan tersebut lebih dimatangkan lagi saat Presiden Turki Abdullah Gul melakukan kunjungan balasan ke Jakarta, April 2011 lalu. "Kerja sama industri pertahanan dengan Turki saat ini sudah makin mengerucut," ujar Susilo.

Produsen dari Turki, FNSS, bahkan sudah mengirimkan prototipe tank ringan itu untuk dijajal oleh TNI AD dan PT Pindad. "Tapi, tank yang akan dibuat nanti spesifikasinya akan diajukan oleh TNI AD," kata dia. "Mereka (Pindad dan FNSS) sudah menandatangani MoU (kesepakatan kerja sama)," kata dia.

Kerja sama industri pertahanan dengan Turki ini dilakukan karena negara tersebut bisa memahami kepentingan Indonesia. Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah menggalakkan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Karena itu, kerja sama industri pertahanan dengan luar negeri diprioritaskan pada negara-negara yang bisa memberikan transfer teknologi dan bersedia melakukan kerja sama produksi (joint production).

"Kalau transfer teknologinya besar dan mereka mau joint production, ini yang kami utamakan," kata Susilo. "Jadi, kami mendapatkan banyak benefit (keuntungan), tidak hanya membeli."

Tank ringan yang akan diproduksi bersama antara Indonesia dan Turki ini bakal memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang cukup besar. "Paling tidak bodinya kami (Indonesia) yang buat," kata dia. Instalasi, perakitan, dan desain juga menjadi porsi Indonesia.

Sementara engine (mesin) serta rantai tank akan dibuat oleh produsen Turki. "Untuk rantai tank, Indonesia masih belum bisa buat sendiri," ujarnya. Demikian juga mesin. Menurut Susilo, masih belum efisien jika Indonesia membuat mesin tank sendiri. "Kalau engine, masih lebih murah membeli daripada harus membangun pabrik mesin di sini."

Sumber: Tempo

Patroli Udara Harus Senyap

MEDAN-(IDB) :  Kalakhar Bakorkamla RI, Laksdya Didik Heru Purnomo, mengatakan seandainya saja tidak ada patroli udara yang dilakukan, bisa jadi kapal patroli Malaysia masuk ke wilayah teritorial Indonesia.

Untuk itu dijelaskannya, setiap menjalankan patroli harus tidak ada yang mengetahui agar setiap kapal yang masuk bisa diketahui.

Sebelumnya, sekitar dua jam terbang di atas ketinggian kurang lebih 500 kaki sampai 700 kaki melintasi dan memantau Selat Malaka bersama jenderal bintang tiga tersebut, sangat terlihat jelas bahwa kapal patroli Malaysia melakukan provokasi.

Awalnya, kapal berwarna dominan putih tersebut berlayar lurus, karena menangkap radar pesawat, tiba-tiba kapal tadi berbalik arah sebelah kiri dan langsung menghindar.

"Itu membuktikan dia jenderal pintar. Dia mengintruksikan jangan menuju ke bawah dekat kapal Malaysia. Jika itu dilakukan, bisa pesawat Indonesia yang dituduh melakukan provokasi," ujar Konsultan Bakorkamla Putut Wijanarko, memuji Laksdya Didik Heru Purnomo, Senin (30/5/2011).

Semantara itu, Kepala Seksi Pengawasan SOKP Belawan Mukhtar A.Pi, yang ikut pada patroli perbatasan menggunakan pesawat menjelaskan biasanya dominan kapal Malaysia yang masuk ke wilayah Indonesia berbentuk kapal-kapal besar.

Kapal yang menggunakan jangkar-jangkar besar itu biasanya berlayar di kawasan Selat Malaka selama berhari-hari.

"Tangkapan mereka bisa mencapai 10 ton lebih. Itu tergantung lama tidaknya mereka berlayar. Kalau untuk patroli sendiri, kapal-kapal Malaysia biasanya tertangkap berjarak satu sampai dua hari saja. Tidak pernah lama mereka di laut lepas sudah kita tangkap," ujarnya.

Sumber: TribunNews

UAE leaves open chance of T-50 buy

SEOUL-(IDB) : Despite its losing bid to sell T-50 Golden Eagle supersonic trainer jets to the United Arab Emirates (UAE) in 2009, South Korea still has a chance to renegotiate the export the state-of-the-art aircraft to the Middle East nation, which is seeking to establish broader economic ties with Seoul, said a top UAE official responsible for the Arab nation’s aerospace industry.

The remarks by Homaid Al Shemmari, senior executive director of Mubadala Aerospace, comes at a time when South Korea is in an upbeat mood about selling more T-50 trainer aircraft overseas following the first export of the airplanes to Indonesia last week. It was the first time that a UAE government official has made public the possibility of reopening talks over the sale of T-50s.

Al Shemmari was visiting Korea as the representative of a 30-member Abu Dhabi delegation consisting of CEOs and top officials of both state-owned and private UAE companies interested in investing in Korea, as well as learning Korea’s “rags-to-riches” development model.

“The UAE, of course in 2009, selected the competitor of the T-50 as the trainer,” Al Shemmari, who served as a key negotiator when the UAE picked Italy’s M-346 trainer aircraft as the preferred bidder for Emirates’ trainer acquisition program to buy 48 airplanes, said in an exclusive interview with Business Focus, the weekly magazine of The Korea Times, on May 22.

“I’m sure those discussions are under way, and if there’s an opportunity after those discussions are for some reasons stalled or do not proceed, then the T-50 is definitely the best suited candidate to be fulfilling that trainer requirement of the UAE,” he said.

Al Shemmari, who served as a lieutenant colonel in the UAE Armed Forces before joining Mubadala, the investment vehicle of Abu Dhabi, declined to elaborate on the current status of the UAE-Italy trainer talks. But informed government and industry sources in Seoul have confirmed the bilateral talks over the M-346 have virtually broken down due to disagreements over trainer specifications and off-setting industrial cooperation obligations.

Nevertheless the Emirates and Italy’s Alenia Aermacchi have yet to announce any failure in their negotiations.

The Abu Dhabi official added his government had once looked at an opportunity of investing in Korea Aerospace Industries (KAI), the manufacturer of the T-50 planes, in 2008 as part of industrial cooperation programs but decided not to follow a relevant feasibility study.

“We looked at that acquisition very, very seriously in the UAE and within my field of aerospace, but we didn’t make that decision very lightly,” he said. “Investing outside the UAE has to have a significant strategic value in addition to financial returns. At the time we did an analysis and it didn’t seem to fit our strategy.”

The day after the T-50 contract with Indonesia was announced on May 25, KAI received an approval from the Korea Exchange to proceed with an initial public offering (IPO) estimated to be worth about 576 billion won ($523 million).

The state-owned Korea Finance Corp. owns a 30.5 percent stake in KAI, and three other major shareholders — Samsung Techwin, Doosan Infracore and Hyundai Motor — each have 20.5 percent. The shareholders agreed in principle earlier this year to sell their stakes after the IPO, which would help facilitate the company’s potential merger and acquisition.

The IPO is scheduled to be held by the end of June. Industry and securities sources expect KAI to sell 36 million shares at 14,000 to 16,000 won apiece.

U.S. aerospace giant Boeing and European aerospace consortium EADS are said to have interest in purchasing stakes in KAI.

Meanwhile, the head of the Abu Dhabi delegation pledged efforts to collaborate or form joint ventures with Korea in a wide range of business sectors, including aerospace, shipbuilding, semiconductors, healthcare and education under a strategic partnership that has been expanding visibly since 2008.

“The idea for us was to come and learn from the Korean model spanning the last 60 years, witness how Korea created globally competitive industries and companies,” he said. “We do have aspirations within the UAE and Abu Dhabi to become one of the leaders in the global economy.”

The UAE is finding a variety of partners and seeking ways of leveraging the knowledge of those partners in an effort to help the country diversify its economy under Plan Abu Dhabi 2030, said Al Shemmari, who serves as chairman of Abu Dhabi Shipbuilding.

“Korea is one of the largest trade partners for the UAE, with the nuclear deal that we signed in 2010. It is very clear in our mind that Korea is a key player helping the UAE reach its desired future,” he noted.

Seoul and Abu Dhabi have been doubling efforts to explore bilateral business opportunities by sharing their respective resources of technologies, human resources and energies.

In March, Korea signed a landmark deal with Abu Dhabi to develop oil fields in the UAE. The pact with Abu Dhabi National Oil Company will give Korean National Oil Corp. guaranteed stakes in reserves of at least 1 billion barrels of oil.

The two countries also agreed to store six million barrels of Abu Dhabi crude oil in Korean storage facilities for free.

In December 2009, Seoul won a $20 billion contract to build four nuclear reactors in the UAE.

Source: KoreaTimes