Pages

Kamis, Oktober 23, 2014

Pangkalan Militer Tanjung Datu Beroperasi 2015

JAKARTA-(IDB) : TNI segera merealisasikan pangkalan militer baru di kawasan Tanjung Datu, Kalimantan Barat (Kalbar). Pangkalan tersebut ditargetkan bisa beroperasi pada 2015.


Keberadaan pangkalan itu dinilai strategis karena berkaitan dengan posisi Indonesia di Laut China Selatan.


Saat ini perencanaan pangkalan tersebut sudah siap dan pengerjaannya mulai dilakukan. Pangkalan itu sebenarnya adalah pengembangan dari pangkalan udara sederhana yang dimiliki TNI di kawasan tersebut. TNI hanya perlu memperluas dan penambahan lahan sudah disetujui Pemprov Kalbar.


Kapuspen TNI Mayjen Mochamad Fuad Basya menjelaskan, landasan udara di pangkalan itu saat ini hanya sepanjang 1.600 meter. “Nantinya akan kami tambah jadi 2.500 meter. Sehingga pesawat-pesawat besar bisa mendarat,” ujarnya kemarin (21/10).


Kemudian, barak tentara yang disiapkan untuk pasukan infanteri TNI-AD akan ditambah. Rencana awalnya, setidaknya satu divisi akan ditempatkan di Tanjung Datu.


Pangkalan tersebut merupakan pangkalan terintegrasi antara TNI-AD, AL, dan AU. Karena itu, di sana juga disiapkan sekaligus pangkalan AL, bukan lagi pos AL seperti yang ada saat ini.


“Kami harap awal 2015 anggaran untuk itu sudah bisa turun sehingga bisa segera beroperasi,” ucapnya.


Sebab, pemindahan pasukan membutuhkan perencanaan dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, Mabes TNI akan menambah jumlah kapal perang dan pesawat di landasan tersebut. Untuk kapal maupun pesawat, jumlahnya masih dibahas karena kebutuhan di kawasan lainnya juga cukup besar.


Pembangunan pangkalan militer itu awalnya merupakan respons atas tindakan Malaysia yang memasang tiang pancang mercusuar di grey area Tanjung Datu. Hal tersebut memantik reaksi pemerintah Indonesia maupun TNI. Akhirnya, dalam sebuah kesepakatan, Malaysia bersedia tidak melanjutkan pembangunan mercusuar itu.


Belakangan, rupanya Malaysia sudah membongkar tiang-tiang pancang tersebut. Pembongkaran dilakukan pada Jumat sore (17/10). Fuad menjelaskan, Malaysia meminta syarat tidak ada kapal TNI yang lewat saat pembongkaran berlangsung. Permintaan itu dipenuhi TNI-AL.


“Dengan pembongkaran itu, artinya Malaysia kembali menghormati kawasan tersebut sebagai grey area alias kawasan sengketa,” tambah Fuad.

Meski begitu, pembangunan pangkalan militer tetap dilanjutkan. Tujuannya pun menjadi lebih luas, yakni memastikan kekuatan Indonesia di kawasan Laut China Selatan, terutama perairan Natuna yang menjadi teritorial NKRI.



Sumber : JPNN

Kapal Induk AS Ke Filipina

MANILA-(IDB) : Satu kapal induk Amerika Serikat Kamis tiba di Manila untuk kunjungan rutin ke pelabuhan negara itu, kata kedutaan besar AS mengatakan dalam satu pernyataan.

Kedutaan AS mengatakan, USS George Washington adalah salah satu kapal Amerika pertama yang menanggapi permintaan dari Filipina untuk bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana setelah topan Haiyan (lokal dikenal sebagai Yolanda) melanda negara itu.

Baru-baru ini, BRP Gregorio del Pilar dari Angkatan Laut Filipina bergabung dengan Kelompok Tempur George Washington di lepas pantai Filipina dari 22-23 Oktober untuk melakukan manuver, komunikasi dan pelatihan meriam untuk lebih meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama.

Ditugaskan pada 4 Juli 1992, kapal induk George Washington Kelas-Nimitz adalah kapal keempat dan maju dikerahkan ke wilayah operasi Armada Ketujuh, yang beroperasi dari Yokosuka, Jepang.

Kapal ini di bawah komdando Kapten Greg Fenton dan memiliki awak 5.500 pelaut.




Sumber : Republika

Jokowi Perlu Perkuat Industri Militer Dalam Negeri

JAKARTA-(IDB) : Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Gede Pasek Suardika berpendapat pemerintahan Jokowi perlu memperkuat industri militer dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada alutsista buatan asing. 

Hal itu diutarakan oleh Pasek saat memberikan pernyataan sikap PPH di Pulau Dua, Jakarta, Kamis (23/10/2014). "Selama ini kita bertahan pada doktrin pertahanan yang memperkecil potensi musuh di luar negeri dan memperbanyak negara sahabat," kata Pasek. 

Menurut Pasek, doktrin itu baik dan menunjukkan Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Namun di sisi lain, doktrin itu menimbulkan efek lalai memperkuat alat pertahanan. 

Diutarakan Pasek, selama ini kuantitas dan kualitas alutsista yang dimiliki Indonesia masih sangat jauh dari cukup, sangat tertinggal bahkan dari negara sekecil Singapura. 

"Untuk menjamin perdamaian, kita harus siap perang. Apalagi fakta membuktikan ada dua hal yang melekat pada diri negara maju yaitu ekonomi yang kuat dan militer yang kuat," tegas Pasek. 

Dengan ekonomi yang kuat dan militer yang kuat, bukan saja berdampak ke dalam negeri, tapi juga meningkatkan kehadiran Indonesia di kancah dunia. "Militer yang kuat bukan tercermin dari pembelian besar-besaran alutsista dari luar negeri. 

Militer yang kuat itu saat negara berhasil memadukan kebijakan industri dalam negeri dengan kebutuhan militer," katanya.




Sumber : Tribunnews

Indonesia ingin Beli Banyak Kapal Selam Kilo

JKGR-(IDB) : Mengapa Indonesia ingin membeli kapal selam pada saat ini?. Presiden baru Indonesia Joko Widodo sedang mempertimbangkan melanjutkan pembelian kapal selam kelas Kilo Rusia yang dibatalkan awal 2014. Informasi ini dari Voice of Rusia tanggal 21/10/2014 yang mengutip pernyataan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rusia, Denis Manturov yang mengumumkannya setelah bertemu dengan Presiden baru Indonesia Joko Widodo.

Mereka juga mempertimbangkan kerjasama di bidang energi di mana perusahaan Rusia akan membangun pabrik di kilang minyak Indonesia, membahas perluasan penyediaan peralatan militer ke Indonesia, yaitu kapal selam proyek 636, seperti yang disampaikan Menteri Denis Manturov.


Namun sumber tidak mengatakan berapa banyak pengadaan kapal selam yang dibahas kedua negara dalam diskusi ini. Tapi, pengadaan kapal selam yang direncanakan Indonesia pada akhir 2013 menunjukkan, kemungkinan besar akan membeli tidak kurang dari 10 unit Kilo 636 Rusia.


Namun sumber tidak mengungkapkan apakah pembelian ini terkait kelanjutan pembicaraan Jakarta dan Moskow yang sempat hendak membeli kapal selam yang telah digunakan oleh Rusia, namun dibatalkan karena tidak ada jaminan kualitas.


Indonesia merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki armada kapal selam sejak 1967. Indonesia telah menerima banyak kapal selam kelas Whiskey dari Uni Soviet. Pada tahun 1981, Indonesia membeli 2 kapal selam Cakra Type 209 dari Jerman, untuk menggantikan kapal selam Whiskey.


Karena situasi yang tidak stabil di wilayah regional, pada tahun 2012 Indonesia memutuskan untuk membeli lagi 3 tiga kapal selam Chang Bogo dari Korea Selatan senilai 1,07 miliar dolar, dan diharapkan semua dipindahkan secara bertahap ke Indonesia tahun 2015 2016.


Sejauh ini, Indonesia selalu berdiri di luar sengketa teritorial di Laut China Selatan. Namun sekarang, sengketa kedaulatan antara China, Vietnam dan Filipina meningkat di Laut China selatan, sehingga Jakarta terpaksa mengubah strategi militer mereka.


Saat menghadiri konferensi tentang sistem peringatan dini di bidang keamanan maritim di Batam, Kepulauan Riau, awal bulan ini, Kepala Koordinasi Keamanan Laut, Laksamana Madya Albert Mamahit Desi memperingatkan, sengketa teritorial di Laut China Selatan merupakan ancaman nyata, yang cepat atau lambat akan mempengaruhi negara Indonesia. 

Dia mengatakan bahwa perairan di sekitar Kepulauan Natuna Indonesia tidak secara langsung terkait dengan sengketa Laut Cina Selatan, tapi, tampaknya sengketa itu mendekati daerah Indonesia dan China belum mengklarifikasi pernyataan mengenai zona ekonomi eksklusif Indonesia. Ini jelas merupakan ancaman nyata bagi Indonesia. Masalah menjadi lebih kompleks ketika perselisihan muncul antara negara-negara anggota ASEAN dan China, akan sulit untuk menemukan kesamaan, meskipun solidaritas ASEAN selalu dipertahankan, ujar Desi Albert Mamahit.

Indonesia harus siap menghadapi setiap gerakan dari setiap pihak yang berkepentingan dalam sengketa di Laut China Selatan.



Sumber : JKGR