Pages

Sabtu, September 13, 2014

Australia, Kontroversi Pembelian Kapal Selam Dari Jepang

CANBERRA-(IDB) : Langkah Australia yang semakin dekat dengan pembelian hingga 12 kapal selam Kelas Soryu dari Jepang akan menjadi perubahan bersejarah bagi strategi pertahanan nasional dan kebijakan akuisisi militer Australia. Di satu sisi akan meningkatkan hubungan pertahanan Australia dengan Jepang, namun di sisi lain akan membangkitkan kemarahan China.
 

Jika nantinya memang terjadi, pembelian 12 kapal selam dari Jepang ini akan secara signifikan meningkatkan kekuatan maritim Australia, sekaligus menjadi pembelian persenjataan strategis pertama Australia dari negara Asia.
 

Kebijakan pembelian ini sebenarnya berada di persimpangan antara kebijakan pemerintah dan strategi pertahanan laut Angkatan Laut Australia. Termasuk bertentangan dengan kebijakan pengelolaan anggaran pertahanan, kebijakan untuk memajukan industri galangan kapal, investasi di industri pertahanan dalam negeri, dan yang tidak dapat dipungkiri adalah sisa-sisa permusuhan atas tindakan Jepang selama Perang Dunia II.
 

Selain itu, rencana pembelian ini berbarengan dengan persiapan kertas putih pertahanan pertama Australia dari pemerintahan Abbott, yang mana merupakan kebijakan yang menitikberatkan pengadaan alat pertahanan oleh industri dalam negeri yang dalam hal ini dikomandoi oleh Defence Materiel Organisation Australia. Indikasinya, pembelian kapal selam Soryu ini kemungkinan besar akan diumumkan sebelum kertas putih pertahanan ini dirilis, memunculkan pertanyaan mengenai relevansi kebijakan pemerintahan Abbott.



Pembelian kapal selam dari Jepang jelas akan mempererat hubungan pertahanan antara Australia dan Jepang, namun di sisi lain juga akan membuat China naik pitam, yang mana hal ini Australia enggan menyinggungnya karena khawatir muncul pembalasan ekonomi dari China. Para pemimpin China saat ini masih memiliki ingatan yang kuat atas penderitaan bangsa mereka di bawah pendudukan Jepang, terlebih lagi hingga saat ini China dan Jepang masih bersengketa wilayah seolah pembelian ini menjadikan Jepang ingin membuat aliansi untuk melawan China.
 

Tergantung dimana kapal-kapal selam ini akan dibuat, dirakit atau dirawat, proyek pembelian kapal selam dari Jepang ini bisa menjadi pertanda awal 'kematian' industri galangan kapal angkatan laut Australia terutama bagi Australian Submarine Corporation (ASC) di Adelaide, yang selama ini hanya menggantungkan 'hidup' dari pembelian dalam negeri Australia. ASC juga lah yang selama ini melakukan perawatan pada kapal-kapal selam Australia.


Rencana untuk mengganti enam kapal selam Kelas Collins (buatan ASC) pada pertengahan tahun 2020 dengan 12 kapal selam baru ini mungkin akan menjadi pembelian militer termahal negara ini, dengan perkiraan biaya hingga USD 40 miliar.
 

Bagi Australia, Soryu memiliki daya tarik tersendiri. Soryu adalah desain baru dan telah sukses dioperasikan Angkatan Laut Bela Diri Jepang sejak tahun 2009. Selain itu, pemerintah Australia tampaknya sangat terobsesi dengan dengan harganya yang murah yaitu sekitar USD 25 miliar untuk 12 kapal selam Kelas Soryu,  akan banyak menghemat anggaran pertahanan Australia.



Jepang saat ini sudah mengoperasikan 5 kapal selam Kelas Soryu, 1 unit masih menjalani uji coba laut, dan 2 unit lainnya masih dibangun dari rencana total 10 unit. Mengusung Sistem Propulsi Udara Independen (AIP) Swedia yang super 'silent', Soryu dapat terus menyelam selama dua minggu, lebih lama dari kebanyakan kapal selam diesel listrik saat ini, dan memiliki jangkauan 6.100 mil laut. Teknologi lapisan anechoic (semacam ubin) pada lambungnya akan mengurangi deteksi dari radar.
 

Rencana pembelian kapal selam dari Jepang ini telah menjadi bukti dari sekian banyak bukti bahwa pemerintahan Abbott menerapkan perdagangan bebas, yang mana enggan berinvestasi pada industri pertahanan dalam negeri apabila harga senjata yang ditawarkan oleh luar negeri jauh lebih murah.


Memang tidak dipungkiri, program pengadaan 12 kapal selam untuk menggantikan kapal selam Australia yang senilai USD 40 miliar ini akan menjadi penghalang, terlebih lagi pemerintah Australia tampaknya tidak percaya untuk menyerahkan proyek ini ke industri pertahanan dalam negeri (khawatir proyek molor dan biaya membengkak). Sedangkan harga yang ditawarkan Jepang jauh lebih murah yaitu USD 25 miliar untuk 12 kapal, tentu ini keuntungan besar bagi Australia.
 

Baik Abbott dan Menteri Pertahanan David Johnston tampaknya memang sangat mengagumi kapal selam Soryu Jepang. Johnston sendiri adalah politisi asing pertama yang memriksa langsung kapal selam Soryu. Dia mengatakan :"Sangat mengesankan."
 

Kemudian, pada konferensi Australian Strategic Policy Institute dia menggambarkan Soryu sebagai: "Desain yang paling mendekati persyaratan kita. Tidak ada kapal selam diesel listrik lainnya yang seukuran (Soryu), kita harus berbicara dengan mereka (Jepang)," katanya.


Jika jadi, sejumlah besar pekerjaan di industri pertahanan Australia akan dipertaruhkan, terutama bagi industri galangan kapal di Australia selatan. Tidak ada order maka galangan-galangan kapal ini akan menderita. Selain itu, konsekuensi pembelian ini akan mengancam suara mayoritas parlemen Tony Abbott, utamanya karena pembelian ini mengingkari rencana jangka panjang pertahanan Australia.



Sumber : Artileri

Uji Ketahanan Terbang Pesawat Boeing Bussines Jet 2

JAKARTA-(IDB) : Guna menguji ketahanan terbang di udara dalam jarak yang jauh, Pesawat Boeing Bussines Jet 2 (BBJ-2) A-001 yang ada di Skadron Udara 17 Lanud Halim Perdanakusuma melaksanakan latihan penerbangan fix to fix, baru-baru ini. 

Rute latihan penerbangan fix to fix adalah Halim- Jayapura (overhead)- Halim. BBJ-2 berangkat dari Lanud Halim Perdanakusuma pukul 06.12 WIB menuju Kota Jayapura (lewat di atas, tanpa mendarat) dan kembali mendarat dengan aman di Lanud Halim Perdanakusuma pada pukul 15.27 WIB.

Menurut Komandan Skadron Udara 17 Letkol Pnb Ali Gusman yang mengawaki BBJ-2 bersama Letkol Pnb Firman Wirayuda dan Kapten Pnb Irwanda Syafriadi, latihan fix to fix BBJ-2 merupakan yang pertama kalinya untuk menguji ketahanan (endurance) BBJ-2 dalam jarak yang jauh sekaligus untuk merawat auxiliary tank (tanki tambahan) yang hanya berfungsi saat pesawat terbang dengan jarak yang sangat jauh. 


“Ternyata pesawat BBJ-2 walaupun terbang lama dengan waktu 9 jam 15 menit, tanpa mendarat mesinnya bekerja dengan baik dan bagus, irit bahan bakarnya serta nyaman bagi para penumpangnya,” ujar Letkol Pnb Ali Gusman. Dalam latihan fix to fix tersebut, terdapat 11 crew Skadron Udara 17, meliputi 3 penerbang dan 8 crew (4 teknisi serta 4 pramugari).




Sumber : TNI AU

Siasat Inggris Untuk Typhoon Dan F-35

Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon

JKGR-(IDB) : Arsenal pertempuran udara Inggris pasca-2020 akan bergantung pada Jet Tempur Typhoon milik RAF -direncanakan total 107 pesawat pada akhir dekade ini- dan jet siluman F-35 Lightning II, yang dioperasikan bersama oleh RAF dan Royal Navy.


Sekretaris Negara untuk Pertahanan Phillip Hammond mengatakan pada Juli 2012 bahwa Inggris akan membeli hingga empat puluh delapan F-35B short take-off, pesawat pendaratan vertikal (STOVL) dalam sepuluh tahun ke depan dari rencana pengadaan peralatan baru yang disepakati. Pengadaan ini tidak hanya akan membentuk komplemen bagi pesawat kapal induk baru Queen Elizabeth class, tetapi juga menempatkan Typhoon RAF bersama pesawat Tornado dan mengganti pesawat Tornado setelah 2019.


Tantangan bagi RAF adalah bagaimana mengintegrasikan yang terbaik dari kemampuan Typhoon ‘generasi 4,5′ dengan pesawat siluman yang memiliki kecerdasan yang tak tertandingi, pengawasan, akuisisi target dan pengintaian (Istar) yang dimiliki pesawat generasi kelima F-35B, sehingga memaksimalkan kekuatan tempur di saat terbatasnya jumlah pesawat yang tersedia.

4.5 dan Generasi Kelima


Desain jet cepat sering dibahas dan diidentifikasi ke dalam istilah ‘generasi’. Setiap pesawat generasi baru memiliki mewakili langkah perubahan dalam kemampuan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, perbedaan antara generasi pesawat tempur telah menjadi agak kabur. Typhoon merupakan kemajuan besar dari platform warisan generasi keempat – seperti F-16 atau MiG-29 – karena manuver ekstrim pada semua kecepatan, kemampuan untuk supercruise, sensor yang kuat dan sistem informasi manajemen. 

Namun, Typhoon tidak memiliki badan pesawat siluman dan beberapa ISTAR dan sensor-fusion, dan itulah yang membedakan kemampuannya dengan pesawat tempur generasi kelima di dunia saat ini, F-22 Raptor. Sebaliknya, F-35B memiliki kemampuan siluman generasi kelima, kemampuan sensor yang luar biasa dan jaringan fusi data, tetapi tidak memiliki kemampuan supermanoeuvrability, kemampuan supercruise atau kinerja di ketinggian yang dimiliki F-22 yang menjadi pesawat-dominasi tempur yang utama. F-35 akan memberikan Inggris pesawat generasi kelima yang memiliki kemampuan berbeda dengan yang diterjunkan oleh USAF di F-22.


Typhoon Dan Integrasi Generasi Kelima


Latihan bersama tahunan The Red Flag di AS, yang pada ‘tier-satu’ level (menggunakan partisipasi terbatas kemampuan pesawat) melibatkan Angkatan Udara Australia RAF dan Royal (RAAF) serta USAF, USN dan USMC, adalah forum di mana pilot Typhoon RAF dapat berlatih dengan pilot F-22 dan mengembangkan taktik penggunaan terbaik untuk tunggangan mereka bersama pesawat generasi kelima.


Detil dari kemampuan F-22 sangat rahasia, namun ada beberapa basic yang bisa dibahas di sini. Kemampuan siluman dan kinerja F-22 membuatnya dapat beroperasi dalam jumlah yang relatif kecil di ketinggian yang sangat tinggi dan cepat, menggunakan berbagai elektronik yang kuat (aktif) dipindai radar AESA, kemampuan siluman dan situasional untuk mengarahkan jet Typhoon pada ‘mata dewa yang melihat’. 

Dari kemampuan itu, F-22 dapat mengamati keterlibatan ketika Typhoon mengembangkan, intervensi untuk menghancurkan apapun terutama target ancaman tinggi di mana kekuatan Typhon mungkin tidak sanggup melakukannya (overmatched). Kekuatan Typhoon adalah membawa beban tempur: beban rudal besar dan kuat, kemampuan peran-swing dan menjejak di luar visual-range (BVR) dan kinerja tempur dalam visual-range (WVR). F-22 memberikan kekuatan gabungan superior dalam kesadaran situasional, kohesi taktis dan juga dapat melakukan intervensi untuk menggunakan rudalnya yang terbatas terhadap setiap lawan sangat berbahaya.



Pilot RNlAF (Belanda) Mayor Laurens Vijge,   beri hormat kepada kepala kru Lockheed Martin  saat  taksi keluar untuk penerbangan pertama F-35A Lightning II. (USAF photo by Samuel King Jr.)Label pesawat generasi kelima harus digunakan dengan hati-hati ketika membahas F-35B dalam skenario pertempuran udara. Banyak kelebihan pesawat siluman F-22 dari segi kesadaran situasional dan kemampuan perang elektronik. F-35 dirancang untuk tujuan yang berbeda dan karena itu akan memerlukan taktik yang berbeda untuk operasi bersama armada Typhoon ke yang saat ini dilakukan oleh RAF dengan F-22 selama latihan Red Flag.


F-35 adalah terutama cocok untuk peran / serangan presisi ISTAR daripada menjadi pesawat tempur superioritas udara, khususnya varian F-35B STOVL yang telah mengorbankan beberapa payload, kinerja dan jangkauan kemampuan agar dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal. Badan pesawat agak besar dengan area sayap yang relatif kecil dan rendah rasio thrust-to-weight. Dengan demikian, F-35B memiliki kinerja aerodinamis kalah dibandingkan dengan Typhoon. Sementara F-22 memiliki kecepatan superior, layanan ketinggian (ceiling) dan akselerasi melebihi Typhoon, terutama pada ketinggian tinggi, dua pesawat ini cukup serupa dalam hal kinerja bahwa mereka beroperasi dengan baik sebagai kekuatan tempur gabungan.


Kemampuan F-22 seperti itu. Sementara F-35 tidak dirancang untuk terbang setinggi atau secepat Typhoon, apalagi F-22. Hal ini telah dikonfirmasi pada bulan Februari 2014, ketika Kepala Angkatan Udara AS Air Combat Command Michael Hostage mengatakan kepada publik bahwa “F-35 tidak dibangun sebagai platform superioritas udara’. F-35 tidak dapat diharapkan untuk melakukan supercruising yang sama, seperti dominasi udara di ketinggian yang ditunjukkan F-22 selama operasi latihan bersama dengan Typhoon. Mengingat kinerja yang seperti itu, Typhoon akan mewakili platform dominasi udara yang lebih mampu dari pada F-35 untuk skenario pesawat tempur Inggris. F-35 cocok, namun, lebih untuk melawan pertahanan udara modern yang canggih, seperti Rusia S-300PMU-2 dan Cina MQ-9, yang banyak diekspor.


Taktik baru sedang dikembangkan untuk penggunaan yang terbaik bagi kekuatan F-35. Mengingat kemampuan silumannya, kemampuan peperangan elektronik dan sensor suite yang tak tertandingi, pesawat F-35 bisa tampil sangat baik sebagai ‘informasi spons’ pada ketinggian menengah, memberikan peringatan ancaman darat- dan udara dengan serangan berbasis kekuatan Typhoon yang lebih besar dalam lingkungan udara yang diperebutkan dan co -ordinating, misalnya, penghancuran jaringan pertahanan udara musuh dari posisi yang relatif kebal. 

Pesawat F-35s bisa memberikan RAF kemampuan ISTAR dan kemampuan peringatan situasional dalam membela wilayah udara di mana platform pengawasan tradisional seperti E-3 AWACS dan E-8 Joint STARS-akan tidak dapat beroperasi. Varian F-35B STOVL akan memasuki layanan di garis depan Inggris sekitar 2020, agak cacat dalam hal mengantisipasi ancaman serangan di lingkungan udara yang tinggi (di mana kemampuan siluman diperlukan) karena kapasitas senjata internal yang minim. Dengan dua bom berbobot 1.000 lbs atau kurang, bersama dengan dua rudal AMRAAM udara-ke-udara dan tidak ada senjata internal, maka F-35B dalam konfigurasi siluman memiliki kemampuan tempur yang terbatas.


Kekuatan typhoon, yang mampu beroperasi pada ketinggian yang sangat tinggi atau dengan amunisi seperti rudal Storm Shadow, dapat memungkinkan RAF untuk sepenuhnya menggunakan potensi kedua pesawat. F-35 bisa menemukan dan menetapkan target prioritas dalam wilayah udara untuk menolong kekuatan Typhoon untuk menyerang dari jarak yang relatif aman dengan kapasitas persenjataan mereka yang lebih besar. Jika situasi udara tersebut terlalu berbahaya bagi Typhoon untuk masuk, maka F-35 dapat digunakan untuk memberikan posisi presisi ISTAR dan memberi target untuk rudal jelajah, serta melakukan serangan presisi sendiri terhadap aset ancaman pertahanan udara tinggi, sehingga memberikan jendela bagi kekuatan Typhoon untuk memberikan bobot serangan utama. Dengan kata lain, F-35 harus memungkinkan kekuatan udara Inggris untuk melakukan serangan ‘hari pertama’ menggempur pertahanan udara musuh (SEAD) yang sudah dekat dalam kondisi ekstrim, yang terkoordinasi dengan lebih banyak dan persenjataan lengkap lainnya, yang bukan jet siluman seperti Typhoon.


Singkatnya, F-35 merupakan ISTAR, SEAD dan survivable yang meningkatkan kemampuan signifikan bagi Inggris memerangi kekuatan udara. Namun, untuk saat ini Inggris juga harus mempertahankan investasi di jumlah Typhoon yang lebih besar sebagai kekuatan tempur yang siap dan yang masih akan diperlukan untuk melakukan sebagian besar pekerjaan selama operasi udara dalam dekade mendatang, dan yang lebih cocok untuk peran superioritas udara kecuali dalam kasus ekstrim seperti konfrontasi dengan lawan seimbang, seperti pesawat siluman generasi kelima Rusia atau Cina dan sistem pertahanan udara modern.


F-35 merupakan kemampuan potensial tapi berbeda dengan F-22. Kunci untuk kekuatan tempur masa depan RAF, adalah mengembangkan taktik yang tepat untuk sepenuhnya memanfaatkan kemampuan misi secara substansial yang berbeda dari dua jenis pesawat jet tangguh tersebut.




Sumber : JKGR

JAT Latihan Intensif Siapkan HUT TNI Ke-69

SURABAYA-(IDB) : Jupiter Aerobatic Team (JAT) mulai awal bulan ini, secara intensif melaksanakan latihan formasi untuk ikut memeriahkan HUT TNI ke 69 di Surabaya, 5 Oktober yang akan datang.  Team Leader Letkol Pnb Fery Yunaldi yang juga merupakan Komandan Skadron Pendidikan 102, Jumat (12/9), menyampaikan bahwa untuk memamerkan kebolehannya pada kegiatan-kegiatan yang akan datang, JAT mempunyai total 18 manuver dan untuk menyelaraskan kinerja, tim telah dan akan melaksanakan latihan dua kali dalam seminggu.


Setelah berulang kali berhasil memukau publik di langit Negeri sendiri maupun Manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunai, Tim JAT kebanggaan Kota Yogyakarta dan kebanggaan TNI AU ini Tahun depan juga akan diundang kembali ke Langkawai International Maritime and Aerospce, Malaysia dan juga Di Brunai Darussalam International Defence Exhibition.


Sampai saat ini JAT telah mengharumkan nama TNI AU dan Indonesia berturut-turut dalam event Centennial pf RTAF Founding Father Aviation 2012 di Thailand, Langkawi International Maritime And Aerospace Exhibition 2013 di malysia, Brunai Darussalam internatioanal Defence Exhibition (Bridex) 2013, dan Singapore Airshow 2014. 

Sedang didalam negeri JAT juga telah unjuk kebolehan di Pembukaan Asian Fair 2011 di Bali, HUT TNI 5 Oktober 2013 di Jakarta, dan Pembukaan Jogja Air Show 2014 dan juga pada peringatan Independece Day di Jakarta beberapa minggu yang lalu.


Penampilan JAT di Surabaya yang akan datang selain untuk mendukung kegiatan HUT TNI ke 69 juga untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas dengan mengadakan static show.


Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama TNI Yadi I Sutanandika, MSS menyampaikan bahwa penampilan di dalam dan di luar negeri adalah juga untuk memperkenalkan kepada dunia tentang kemampuan Tim Aerobatik TNI AU untuk tampil di pentas internasional. Sekaligus menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga memiliki putra-putra bangsa yang tidak kalah bersaing dalam kancah kedirgantaraan dunia. “JAT tidak saja milik TNI AU, tetapi juga milik Masyarakat Indonesia dan dikenal dunia Internasional”.



Sumber : TNI AU

Indonesia Muscles Up Its Military

AW-(IDB) : Indonesia’s December 2012 contract with German defense contractor Rheinmetall for armored vehicles is an important component of the nation’s wide-ranging military modernization program, which involves acquisition of equipment from several countries.

Under the €216 million ($283 million) contract, Rheinmetall is supplying Indonesia with armored vehicles, training equipment and logistical support as well as practice and service ammunition. Deliveries are scheduled from 2014-16.

The vehicles include 103 Leopard 2 main battle tanks, 42 Marder (Marten) 1A3 armored infantry fighting vehicles (AIFV), three Bueffel (Buffalo) and two Leopard 1 armored recovery vehicles, three Biber (Beaver) armored vehicle-launched bridges and three Dachs (Badger) armored engineering vehicles. http://aviationweek.com/site-files/aviationweek.com/files/uploads/2014/09/AW_09_15_2014_DT_3207L.jpgIndonesia is buying over 100 Leopard 2 tanks from Rheinmetall similar to the 2A4s shown here in Jakarta. Credit: Rheinmetall

Under its current military doctrine, the country seeks to protect independence and preserve national unity through homeland defense and maintaining the regional balance of power.

The doctrine foresees increasing the military’s combat capabilities and participation in international missions of the United Nations and the Association of Southeast Asian Nations. Indonesia has participated in U.N. peacekeeping missions in the Middle East and the Democratic Republic of Congo. Some of the new Leopard 2 tanks will be used for training for such missions.

The German armor will increase the firepower of an army that is equipped with 275 French AMX-13 and 120 British Scorpion light tanks, and 236 locally built Panser Anoa 6 X 6 armored personnel carriers, which were manufactured by state-owned PT Pindad. Indonesia’s neighbors are equipped with newer, heavier tanks: Thailand fields 49 T-84 Oplot M versions from Ukraine; Malaysia operates 64 PT91 vehicles from Poland; and Singapore is equipped with 101 Leopard 2 SNG versions from Germany.

Rheinmetall is upgrading 61 of the tanks on order to the Leopard 2 RI (Republic of Indonesia) standard. This includes new electric and turret drives and cabling, and improved turret protection against large-caliber kinetic energy rounds, rocket-propelled grenades and anti-tank guided missiles. Air conditioning with dehumidification is part of the package (Indonesia is, of course, a tropical country).


The contract includes Rheinmetall’s DM11 120-mm multipurpose high-explosive tank rounds, making Indonesia the second user of this ammunition; the U.S. Marine Corps is the first.

The Indonesian modernization program runs from 2015-29, and foresees a “minimum essential force” for all three services. In addition to the Leopard 2 main battle tanks and Marder AIFVs, army acquisitions includes the Caesar truck-mounted 155-mm howitzer from Nexter Systems of France, Astros II multiple-launch rocket system from Avibras of Brazil, and Boeing Apache Longbow and Sikorsky Black Hawk helicopters.

Air force acquisitions include Russian Sukhoi Su-30 combat aircraft, KAI T-50 and Super Tucano light attack aircraft/trainers from, respectively, South Korea and Brazil, and Grob 120TP trainers from Germany.

The navy is acquiring frigates transferred from Brunei, and Eurocopter AS565 Panther antisubmarine-warfare helicopters.

The Rheinmetall armor contract took two months of negotiations (Sept. 9-Nov. 11, 2012) and then nearly a year before legal formalities were completed and it became effective. Negotiations were impeded by a restrictive German arms-export policy, which ultimately resulted in the Leopard 2 tanks being supplied without coaxial machine guns because small arms export licenses were difficult to obtain.

A Rheinmetall program manager, Michael Kerwin, is not sure if future deals with Indonesia will receive German export approval, but says they hope to sell more Marders to the country. The company plans to bring the Wiesel 2 armored vehicle to the Indodefense trade show in Jakarta this November after a deal to produce it in Indonesia fell through because the export license arrived late.

Last month, PT Pindad and Rheinmetall signed a memorandum of understanding to produce large-caliber munitions at the former’s facility in Turen, East Java. 




Source : AviationWeek

Godzilla Label Rimpac 2014, Untuk Marinir

HAWAII-(IDB) : Latihan Bersama Multilateral Rim of The Pacific (RIMPAC) 2014 yang berlangsung dari 26 Juni 2014 hingga 1 Agustus 2014 di Hawaii, Amerika Serikat, membawa catatan manis bagi Korps Marinir TNI AL. Sebanyak 226 personel yang dikirim di bawah pimpinan Mayor (Mar) Briand Iwan Prang, menorehkan segudang prestasi selama latihan berlangsung.

“Tentara kita yang terlihat kecil dan seakan-akan tidak mampu dalam mengikuti latihan RIMPAC 2014, tetapi terbukti bahwa kita bukan tentara yunior. Tentara kita dipercaya untuk mengawaki kompi latihan selama RIMPAC berlangsung,” kata Briand saat ditemui JMOL sehabis pulang dari Hawaii beberapa waktu lalu.


Menurutnya, itu sudah menjadi tradisi bagi Marinir TNI AL sejak pelatihan ini diselenggarakan. Setiap dihelat sejak 2008, Marinir TNI AL selalu menjadi yang terbaik.


“Dua anggota kita, yaitu Serka (Mar) Riyanto Pane dan Kopda (Mar) Subiyanto menerima penghargaan berupa tradisi label prajurit tertangguh. Menurut tradisi di US Marine, label itu berlambang Godzilla,” ujarnya.


Label bergambar hewan dinosaurus (Godzilla) itu melambangkan ketangguhan, keperkasaan, dan kekuatan. Pemberian label telah menjadi tradisi bagi US Marine setiap mengadakan pelatihan untuk peserta latihan yang dianggap tertangguh selama pelatihan berlangsung.


“Ada lagi yang membuat kagum tentara negara lain, yaitu saat latihan, tentara kita tengah menjalankan ibadah puasa. Ini yang membuat mereka kaget, betapa tangguhnya tentara kita,” pungkasnya.


Selama kurang lebih 37 hari, latihan RIMPAC berlangsung. Korps Marinir TNI AL dipusatkan di Kaniohe Bay (Marine Corps Base Hawaii).


Porsi latihan yang diberikan antara lain non-Combatant Evacuation Operation (NEO), Fire Support Coordinatio Exercise (FSCEX), Combine Marksman Program (Live Fire), Operasi Amfibi/Transition MAGTF C2Ashore, Support Experimentation, Command Post Exercise (CPX), AAV Integration Exercise, Parameters in Raid Combat mechanical and Cooperation Infantry tank Exercise, Small Arms Shoot, Main Battery Shoot, Interoperability with Coalition Force, Amphibious Raids Cooperation, Night Helicopter Deck Landing, Combine Marksman Program, Transition MAGTF C2 Ashore dan Support Exsperimentation, dan Command Post Exercise (CPX).



Sumber : JurnalMaritim