JM-(IDB) : Brigadir Jenderal Polisi, Analis Kebijakan Utama Mabes Polri, Dan Satgas II Tim Korkamla Bakorkamla RI
Indonesia merupakan Negara Kelautan terbesar di dunia yang memiliki
bentang laut luas dengan ribuan pulau besar dan kecil. Jumlah pulaunya
lebih dari 13.500 buah dan mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut
dari Sabang sampai Merauke.
Namun sayangnya, potensi lautan yang luas tersebut belum mampu dijaga
secara maksimal, sementara aktivitas pemanfaatan wilayah laut Indonesia
untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi potensi ekonomi laut dan
jasa transportasi laut semakin meningkat, sehingga potensi terjadinya
pelanggaran semakin besar.
Persoalan utama yang mendapatkan perhatian sampai saat ini dan belum
terselesaikan dengan baik adalah adanya beberapa lembaga yang berwenang
menangani pelanggaran hukum di wilayah laut Indonesia secara tersendiri
dan terpisah, seperti TNI AL, Polair, Ditjen Imigrasi, Ditjen Bea Cukai,
Kejaksaan, Ditjen Perhubungan Laut (Armada PLP/KPLP), Kehutanan dan
KKP.
Konflik kewenangan tidak jarang terjadi, misalnya yang terjadi antara
TNI AL dan Bea Cukai. TNI AL bertugas mengawasi hingga Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE), namun wilayah tugas Bea dan Cukai tidak begitu jelas
pengaturannya, sehingga tidak jarang terjadi persinggungan antara TNI AL
dan Bea Cukai dalam menangani kasus pelanggaran di perairan Indonesia.
RUU Kelautan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan kepastian
hukum dalam penegakan hukum harus sekaligus mampu menyelesaikan masalah
tumpang tindihnya sistem penegakan hukum di wilayah laut.
Keberadaan RUU Kelautan ketika diundangkan seharusnya tidak
menimbulkan masalah baru, akan tetapi justru membantu menyederhanakan
kerumitan persoalan penegakan hukum di laut, sehingga lebih mampu
memberikan kepastian hukum bagi institusi yang memiliki kewenangan di
wilayah laut dan memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha,
pengguna jasa, dan transportasi laut.
Untuk memastikan RUU Kelautan mampu mengelaborasi dan mengakomodasi
seluruh kepentingan nasional terhadap kedaulatan, pengamanan, dan
pengembangan wilayah laut Indonesia maka harus dipastikan mekanisme
sistem penegakan hukum di wilayah laut terakomodasi dan Rancangan
Undang-Undang.
Selebihnya, proses pembahasan RUU Kelautan yang sudah masuk dalam
agenda Prolegnas dan diperkirakan akhir September 2014 diundangkan,
hendaknya proses tersebut dikawal seluruh elemen dan komponen
masyarakat. Harapannya, RUU Kelautan mampu memainkan peran penting dan
signifikan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, penegakan
kedaulatan dan hukum di wilayah laut, menjamin kepastian hukum, serta
meminimalisasi masuknya berbagai kepentingan yang bertujuan keuntungan
pribadi, kelompok, dan institusi.
Kewenangan Penegakan Hukum Di Laut
Perwujudan keamanan di laut pada hakikatnya memiliki dua dimensi,
yaitu penegakan kedaulatan dan penegakan hukum yang saling berkaitan
satu sama lain, sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional
yang berlaku.
Penegakan hukum di laut tidak dapat dilepaskan dari peran TNI
Angkatan Laut sebagai komponen utama pertahanan negara di laut yang
secara konsisten mengemban tugas untuk menjaga keutuhan wilayah
Indonesia, mempertahankan stabilitas keamanan di laut, serta melindungi
sumberdaya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan keamanan dan
pelanggaran hukum di wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia.
Hal tersebut diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 9 butir b, yaitu tugas Angkatan
Laut adalah ‘menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum
internasional yang telah diratifikasi’.
TNI Angkatan Laut tidak sendirian dalam melakukan pengelolaan dan
mekanisme penegakan kedaulatan serta penegakan hukum di laut. Karena,
sampai saat ini tugas tersebut ditangani oleh beberapa kementerian dan
lembaga negara di bawah koordinasi Badan Koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla).
Instansi-instansi tersebut memiliki kewenangan, sebagaimana diatur
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka penegakan hukum
dengan melakukan periksaan dan penyelidikan serta penyidikan terhadap
tindak pidana tertentu di laut.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
masalah penegakan hukum di laut tidak dapat ditangani satu instansi
saja, karena undang-undang memberikan mandat kepada beberapa instansi
pemerintah. Instansi yang berwenang melaksanakan penegakan hukum di laut
dan pantai serta pelabuhan nasional sebagai berikut.
- TNI Angkatan Laut, yang bertugas menjaga keamanan teritorial, kedaulatan wilayah NKRI di laut dari ancaman negara asing.
- Polisi Perairan (Polair), yang melakukan penyidikan terhadap kejahatan di wilayah perairan Hukum Indonesia.
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (P2), yang bertugas mengawasi pelanggaran lalu lintas barang impor/ekspor (penyelundupan).
- Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Armada PLP/KPLP) bertugas sebagai penjaga pantai dan penegakan hukum di laut
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bertugas sebagai penyidikan kekayaan laut dan perikanan.
- Kementerian ESDM, bertugas mengawasi pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan.
- Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, bertugas mengawasi benda
cagar budaya serta pengamanan terhadap keselamatan wisatawan,
kelestarian, dan mutu lingkungan.
- Kementerian Hukum dan HAM, bertugas sebagai pengawas, penyelenggara keimigrasian dan penyidikan tindak pidana keimigrasian.
- Kejaksaan Agung RI bertugas untuk penuntutan mengenai tindak pidana yang terjadi di wilayah seluruh Indonesia.
- Kementerian Pertanian, bertugas untuk pengamanan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan.
- Kementerian Negara Lingkungan hidup bertugas di bidang lingkungan hidup.
- Kementerian Kehutanan, bertugas melakukan penegakan hukum di bidang kehutanan meliputi penyelundupan satwa dan illegal logging.
- Kementerian Kesehatan, bertugas melakukan pengawasan/pemerikasaan
kesehatan di kapal meliputi awak kapal, penumpang, barang, dan muatan.
Tantangan Dan Kompleksitas Penegakan Hukum Di Laut
Faktanya, penegakan hukum di wilayah laut sampai kini masih mengalami
berbagai kendala yang belum terselesaikan. Berbagai pelanggaran hukum
di wilayah laut sering kali tidak jelas penyelesaiannya. Masing-masing stakeholder
keamanan dan keselamatan laut melakukan fungsi penegakan hukum yang
tidak terkoordinasi dengan baik dan meninggalkan permasalahan kepastian
hukum bagi para pelaku usaha dan pengguna sarana transportasi laut.
Penegakan hukum di laut yang masih bersifat sektoral karena banyak
instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut dengan berbagai
dasar hukum yang dimilikinya dan berpotensi menimbulkan banyak
permasalahan hukum, di antaranya tumpang tindih wewenang antarinstansi
penegak hukum yang menimbulkan konflik antarlembaga penegak hukum.
Di samping itu, mekanisme sistem penegakan hukum yang meliputi
penyidikan, penuntutan, dan peradilan juga belum terdefinisi jelas dalam
peraturan perundang-undangan yang diatur tersendiri.
Terlalu banyaknya jumlah instansi yang menangani masalah keamanan dan
keselamatan laut membuat bingung para pengguna jasa di wilayah laut.
Baru saja usai diperiksa instansi yang satu kemudian diperiksa lagi oleh
instansi lainnya, dan seterusnya. Ketika salah satu lembaga berwenang
melakukan pemeriksaan, lembaga lain yang memiliki kewenangan pada
teritori sama merasa enggan untuk memeriksa dan memilih melakukan
pemeriksaan secara terpisah. Akibatnya, timbul kerugian dari pengguna
jasa, baik materiil maupun non-materiil yang menyebabkan terjadinya
peningkatan biaya transportasi laut, menjadi lebih mahal.
Permasalahan peliknya konflik kewenangan antar-penegak hukum di
wilayah laut ditambah dengan permasalahan lain yang tidak kalah penting,
menyangkut perizinan, bahkan sebagian besar pelanggaran yang terjadi di
laut menyangkut soal perizinan, misalnya tindak pidana penangkapan ikan
tanpa izin, berlayar tanpa izin, membawa hasil hutan tanpa izin,
pencarian benda berharga tak berizin, menangkap dan membawa satwa yang
dilindungi tanpa dokumen resmi atau tidak berizin dan kegiatan di
perairan Indonesia tanpa izin.
Perizinan juga menghadapi kendalanya sendiri karena adanya pembagian
kewenangan pengelolaan wilayah laut antara provinsi dan daerah
kota/kabupaten, sehingga harus melakukan pengurusan perizinan di tingkat
propinsi dan pengurusan perizinan di tingkat kota/kabupaten.
Sistem Penegakan Hukum Di Wilayah Laut
Mengingat permasalahan tumpang tindihnya kewenangan penegakan hukum
di laut dan rumitnya perizinan maka seharusnya penegakan hukum di laut
dan proses perizinan dilakukan terpadu antar-berbagai instansi yang
berwenang di wilayah laut dan tunduk pada undang-undang tersendiri,
mengingat pelanggaran di laut merupakan tindak pidana yang memiliki
kekhasannya sendiri (tindak pidana khusus) yang hanya terjadi di wilayah
laut, memiliki kompleksitas dan tantangannya sendiri.
Berdasarkan ketentuan pasal 8 dan penjelasannya dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengisyaratkan dapat dibentuk
Pengadilan Khusus sebagai diferensiasi/spesialisasi di lingkungan
Peradilan Umum, yaitu Pengadilan Khusus terhadap tindak pidana di
Perairan Indonesia, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan
Landas Kontinen.
Penting dan mendesaknya penyelenggaraan peradilan pidana laut yang
dilakukan secara adhoc dengan membentuk badan khusus peradilan di bawah
Badan Keamanan Laut (Bakamla), sebagaimana Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) menyatukan seluruh kasus pelanggaran hukum pidana di
wilayah laut dari seluruh institusi yang memiliki wewenang penegakan
hukum dalam proses peradilan tunggal di Bakamla.
Berdasarkan pertimbangan kebutuhan kepastian hukum akan berdampak
luas, karena melibatkan hubungan antarnegara. Pengadilan umum dinilai
kurang kompeten menangani proses penegakan hukum di laut dan
permasalahan yang khusus bersangkutan dengan keamanan dan keselamatan di
laut, termasuk upaya mewujudkan penyelenggaraan peradilan yang
sederhana, murah, dan cepat.
Dengan menerapkan kekhususan dalam upaya penegakan hukum di wilayah
laut maka permasalahan pengaturan keterlibatan berbagai institusi
keamanan dan keselamatan di laut dalam sistem penegakan hukum dapat
diatur secara lebih detail dan khusus sampai pada proses peradilan.
Selanjutnya, penegakan hukum lebih dapat dioptimalkan dengan
memastikan penanganan kasus pidana sederhana ditangani masing-masing
institusi, dan kasus-kasus besar ditangani di bawah supervisi langsung
Bakamla.
Terakhir, kepastian hukum lebih dapat dijamin. Para pelaku dan
pengguna laut dan jasa transportasi laut memiliki kepastian segala
sesuatu yang berkaitan dengan pidana kelautan, mendapatkan informasi
sebagaimana yang diharapkan, dan mendapatkan kepastian proses hukum yang
sedang dijalani.
Keberadaan Bakamla dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan tugas penegakan hukum di laut yang single agency multi task.
Bakamla harus mampu mengelola kewenangan berbagai instansi penegakan
hukum di laut untuk bekerja bersama melakukan pemeriksaan (on board).
Contoh, instansi A memeriksa dokumen kapal, instansi B muatan kapal,
sesuai tugasnya. Misalnya, pemeriksaan muatan ikan di kapal oleh
Departemen Kelautan dan Perikanan, pemeriksaan muatan kayu oleh
Departemen Kehutanan atau pemeriksaan cukai oleh Bea Cukai dalam satu
waktu, sehingga kapal yang diperiksa tidak mengalami penundaan terlalu
lama.
Kebutuhan Bakamla yang single agency multi task dapat diwujudkan dengan diberlakukannya peraturan yang mengatur eksistensi Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Sistem penegakan hukum di wilayah laut harus memperjelas peran
Bakamla dalam proses penegakan hukum, di antara instansi yang berwenang
di wilayah laut, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan
yang berwawasan maritim. Sistem penegakan hukum di wilayah laut juga
mengatur tentang jenis pelanggaran pidana yang terjadi dan sanksi
pidananya sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran hukum di laut.
- Penyelidikan dan Penyidikan
Mengingat peran Bakamla sebagai lembaga yang diharuskan mampu
mewujudkan penegakan hukum secara terpadu maka peran Bakamla adalah
menyelenggarakan proses pemeriksaan dan penyidikan termasuk dengan
menggunakan operasi patroli secara terpadu di bawah kendali Bakamla
dengan berbagai instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut,
sehingga mampu mencegah instansi-instansi tersebut melakukan pemeriksaan
secara terpisah. Keterlibatan Bakamla juga harus memastikan supervisi
terhadap instansi berwenang untuk menindaklanjuti pelanggaran hukum
berskala besar sampai proses peradilan dan diputus penaltinya.
- Penuntutan dan Peradilan
Penuntutan dan proses peradilan dibentuk secara adhoc, yang harus
diatur dalam ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Kelautan dengan
mengedepankan asas penyelenggaraan peradilan murah, cepat, dan
sederhana.
- Asas biaya murah, berarti biaya penyelenggaraan peradilan ditekan,
sehingga dapat dijangkau oleh para pencari keadilan dan menghindari
pemborosan yang tidak perlu.
- Asas cepat menghendaki agar peradilan dilakukan secara cepat.
Penyelenggaraan peradilan diharapkan dapat selesai sesegera mungkin dan
dalam waktu yang singkat.
- Asas sederhana memiliki maksud bahwa dalam penyelenggaraan peradilan
dilakukan dengan sederhana, singkat, dan tidak berbelit-belit.
Dalam penyitaan dan penyimpanan barang bukti misalnya, Bakamla perlu
difasilitasi area khusus untuk mengurangi biaya bersandar kapal sebagai
barang bukti, termasuk tempat penyimpanan barang bukti secara khusus dan
perlunya pengaturan pengajuan barang bukti yang tidak dapat dihadirkan
dalam persidangan karena sifat barang buktinya, seperti kapal, satwa,
ikan dan lainnya.
Penuntutan melibatkan pihak kejaksaan dan majelis hakim melibatkan
institusi kehakiman yang dipersiapkan terlebih dahulu dengan wawasan dan
pengetahuan kemaritiman, termasuk penegakan hukum di wilayah laut
melalui pendidikan dan pelatihan khusus jaksa dan hakim.
Dengan memastikan sistem penegakan hukum dan mekanismenya
terakomodasi jelas dalam RUU Kelautan maka keteraturan dan ketertiban
dalam upaya penegakan hukum di laut akan melahirkan kepastian hukum,
menjamin keamanan dan keselamatan laut dalam rangka mendukung eksistensi
laut Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan kawasan laut Indonesia, termasuk pengembangan
perekonomian dalam menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia secara keseluruhan.