Pages

Sabtu, Agustus 30, 2014

RX-320 Sukses Mengudara Dan RX-450 Terukur Karakteristiknya

GARUT-(IDB) : Lapan kembali melakukan pengujian dalam rangkaian pembangunan Roket Pengorbit satelit (RPS) secara mandiri. RPS ini ditargetkan meluncur pada 2039. Jumat (22/08), Lapan menguji terbang RX-320 dan RSX-100 serta menguji statik RX-450. Pengujian berlangsung di Balai Produksi dan Pengujian Roket Lapan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. 


Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut proses pengembangan penelitian Lapan dalam penguasaan teknologi di peroketan. Pengujian ini menyusul pelaksanaan survei lokasi di berbagai wilayah di Indonesia untuk dijadikan Bandara Antariksa, salah satunya Pulau Morotai, Maluku Utara. Di pulau ini, Lapan telah berhasil menguji terbang roket beberapa waktu silam. Hal ini merupakan bagian dari misi dan visi utama Lapan dalam penelitian dan pengembangan di dunia keantariksaan untuk maksud-maksud damai. 


Kali ini, Lapan sukses melakukan uji terbang satu unit Roket Sonda RX-320 yang nantinya akan dijadikan roket pembawa muatan di dalam rangkaian RPS. Muatan dari roket tersebut rencananya akan dibangun dengan sinergi bersama Technische Universitat (TU) Berlin, Jerman. Kebutuhan ini untuk upaya transfer teknologi serta pengembangan sumber daya manusia Lapan dalam menguasai teknologi peroketan. 



Lapan juga melakukan uji terbang pertama kalinya untuk satu unit Roket Sonda RSX-100 yang merupakan roket sonda hasil sinergi Pusat Teknologi Roket dan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer. Roket tersebut membawa misi muatan sensor yang diprogram untuk melakukan pengukuran terhadap variabel atmosfer, yaitu untuk observasi suhu, tekanan angin, dan kelembaban udara.



Satu hari sebelum peluncuran roket-roket tersebut, Lapan juga melakukan uji statik roket sonda dengan tipe RX-450. Roket ini nantinya berfungsi sebagai roket pendorong dalam rangkaian RPS. Pengujian kali ini terlaksana dengan sukses. Dari hasil pengujian ini, Lapan memperoleh data karakteristik dari motor roket tersebut.



Kesuksesan pengujian tersebut membawa harapan besar untuk mencapai visi Lapan. Harapan tersebut yaitu membangun dan meluncurkan sendiri satelit yang dibangun secara mandiri. Tentunya, untuk mencapai target ini, diperlukan kemampuan nasional dan sinergi dengan berbagai pihak.

Sumber : Lapan

Bila Diminta, Indonesia Siap Kirim Pasukan Ke Gaza

NUSA DUA-(IDB) : Indonesia sebagai negara yang selama ini terus mendorong terwujudnya perdamaian di Palestina menyatakan siap mengirimkan pasukan keamanan ke wilayah itu, bila ada permintaan.

Pernyataan tersebut diutarakan oleh Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hasan Kleib. Komentar Hasan itu disampaikannya disela-sela acara forum UNAOC di Bali.

“Kapan pun dibentuk Peace Keeping Operation Indonesia siap untuk membantu pasukan,” sebut Hasan di Bali, Sabtu (8/3/2014).

Namun, hal ini baru bisa terwujud bila ada permintaan dari DK PBB. Tidak hanya DK PBB, persetujuan untuk menerima pasukan penjaga perdamaian harus ada persetujuan dari pihak Palestina di Ramallah dan Israel.

Walau belum ada permintaan dari DK PBB, namun wacana mengenai hal ini sudah mulai berkembang. 



Sumber : DT

Lapan Tuan Rumah Pelatihan Internasional Sistem Satelit Navigasi Global

JAKARTA-(IDB) : Lapan dipilih oleh Asia Pacific Space Cooperation Organization (APSCO) atau organisasi kerja sama keantariksaan Asia Pasifik sebagai tuan rumah pelaksanaan International Training Course on Global Navigation Satellite System (GNSS) Technology and Its Applications. Kegiatan ini berlangsung pada 26 Agustus hingga 3 September 2014 di Hotel All Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pelatihan ini diikuti oleh 45 peserta dari berbagai negara anggota APSCO yaitu Tiongkok, Bangladesh, Iran, Mongolia, Pakistan, Peru, Thailand, Turki dan Indonesia.

Kepala Lapan, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, dalam sambutan pembukaan acara, Selasa (26/8) mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kontribusi aktif Indonesia dalam kegiatan APSCO. Selain itu, Thomas juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) anggota APSCO dari berbagai negara, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi satelit. 
“Kegiatan ini juga diharapkan menjadi wadah pertukaran ide dan keahlian antarpeserta yang berasal dari perwakilan negara-negara anggota APSCO termasuk Indonesia,” Thomas menambahkan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal APSCO Celal Unver dalam sambutannya, menyampaikan rasa terima kasih kepada Indonesia, dalam hal ini Lapan, atas sambutan dan kesediaan menjadi tuan rumah kegiatan ini. Ia berharap, sebagai signatory state (negara penandatangan) berdirinya APSCO, Indonesia dapat menjadi full member state (negara anggota tetap) APSCO.
 

 
“Indonesia merupakan negara penting bagi APSCO. Sebagai negara terbesar keempat dari sisi populasinya, kami mengharapkan Indonesia bisa menjadi anggota tetap APSCO. Banyak keuntungan yang bisa dirasakan Indonesia jika sudah menjadi anggota tetap, diantaranya bisa mengajukan projek-projek strategis bagi Lapan (Indonesia) yang akan kami diskusikan dalam dewan APSCO agar bisa disetujui dan didukung oleh negara-negara anggota APSCO lainnya,” Celal menjelaskan.
 

 
Peserta kegiatan ini mendapatkan kuliah dan pelatihan dari ahli GNSS dari Beihang University, Beijing, China. Salah satu peserta yang berasal dari Bangladesh, Abdus Salam Khan mengaku antusias mengikuti kegiatan ini.

“Meskipun GNSS bukan latar belakang pendidikan saya, namun saya akan berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti kegiatan ini dan memahami materi yang disampaikan,” ujar Abdus.




Sumber : Lapan

CoC Sebagai Peringatan Pemerintah Australia Selanjutnya!

NUSA DUA-(IDB) : Indonesia dan Australia sepakat mengakhiri kasus penyadapan dengan menandatangani Code of Conduct (CoC) atau Kode Perilaku, pada Kamis (28/8/2014) di Nusa Dua, Bali.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa menyatakan CoC itu jadi peringatan bagi pemerintah Australia selanjutnya.

”Perjanjian ini akan menjadi semacam penggetar atau alarm kepada pemerintah Austrlia selanjutnya agar mereka tidak melakukan tindakan penyadapan semacam ini lagi. Kalau mereka melakukannya lagi, dan memang terbukti, maka mereka dengan jelas telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian itu,” kata Marty.

Setelah melewati proses yang sangat panjang, kedua pihak komitmen kuat untuk memperbaiki hubungan. "Kita mencapai kesepakatan ini untuk mencapai kesepahaman bersama, bahwa ini adalah komitmen kedua negara untuk tidak melakukan tindakan penyadapan lagi," ucapnya.

"Inilah (komitmen untuk tidak melakukan penyadapan lagi) yang menjadi inti dari perjanjian tersebut," tegas Marty.

Menurut Marty, CoC sendiri dilandasi oleh Lombok Treaty. Yakni, suatu perjanjian internasional antara Indonesia dan Australia, yang secara khusus mengatur hubungan antara kedua negara melalui 21 buah perjanjian dalam 10 bidang. Termasuk di dalamnya bidang intelijen dan militer.Australia Menang Perang Spionase? Ini Reaksi Marty Sehari usai penandatangan Code of Conduct (CoC) atau Kode Perilaku untuk mengakhiri kasus penyadapan, media Australia mengklaim itu sebagai kemenangan Austraia atas perang spionase.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, merespons dingin pemberitaan media Australia tersebut. ”Kemenangan apa?" ucap Marty, Jumat (29/8/2014) di Nusa Dua, Bali.

”Kalau ingin menang, ya udah menang aja terus. Kalau hal seperti ini dianggap kemenangan ya syukur Alhamdulillah, liat saja isinya (CoC),” lanjut Marty.

Menurut Marty, dalam kondisi seperti ini seharusnya jangan ada pihak mengklaim sebagai pemenang.”Kan sekarang sudah ada kesepakatan, yang melakukan penyadapan siapa selama ini," ucapnya.

”Kalau mereka anggap itu (CoC) sebagai kemenangan untuk mereka, silahkan saja bermimpi seperti itu,” katanya.

Media yang menulis berakhirnya kasus penyadapan sebagai kemenangan spionase Australia ditulis oleh Sydney Morning Herald, kemarin. ”Australia win the spy war with Indonesia," begitu judul pemberitaan media itu.

Dalam artikel tersebut ditulis bahwa kesepakatan yang ada antara Indonesia dan Australia, tidak akan menang melawan kesepakatan yang sudah dibuat antara intelijen Australia, Inggris, Selandia baru dan Kanada yang merupakan kelompok spionase "Five Eyes".

Reaksi Marty Atas Klaim Kemenangan Australia Atas perang Spionase

Sehari usai penandatangan Code of Conduct (CoC) atau Kode Perilaku untuk mengakhiri kasus penyadapan, media Australia mengklaim itu sebagai kemenangan Austraia atas perang spionase.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, merespons dingin pemberitaan media Australia tersebut. ”Kemenangan apa?" ucap Marty, Jumat (29/8/2014) di Nusa Dua, Bali.

”Kalau ingin menang, ya udah menang aja terus. Kalau hal seperti ini dianggap kemenangan ya syukur Alhamdulillah, liat saja isinya (CoC),” lanjut Marty.

Menurut Marty, dalam kondisi seperti ini seharusnya jangan ada pihak mengklaim sebagai pemenang.”Kan sekarang sudah ada kesepakatan, yang melakukan penyadapan siapa selama ini," ucapnya.

”Kalau mereka anggap itu (CoC) sebagai kemenangan untuk mereka, silaan saja bermimpi seperti itu,” katanya.

Media yang menulis berakhirnya kasus penyadapan sebagai kemenangan spionase Australia ditulis oleh Sydney Morning Herald, kemarin.”Australia win the spy war with Indonesia," begitu judul pemberitaan media itu.

Dalam artikel tersebut ditulis bahwa kesepakatan yang ada antara Indonesia dan Australia, tidak akan menang melawan kesepakatan yang sudah dibuat antara intelijen Australia, Inggris, Selandia baru dan Kanada yang merupakan kelompok spionase "Five Eyes".




Sumber : Sindo

Robot Tempur Siap Menggantikan Tentara...???

Pesawat tanpa awak dan robot semakin sering digunakan untuk menggantikan tentara dalam situasi berisiko tinggi. Periset dan politisi khawatir hidup dan mati di masa depan ditentukan oleh mesin otonom.

DW-(IDB) : Sebuah video Pentagon menunjukkan sebuah jet tempur bertolak dari kapal induk Amerika Serikat. Sekilas, manuver ini tidak tampak spektakuler. Namun setelah mencermati lebih jauh, terkuak detail yang tidak terlalu mencolok: jet tempur siluman X-47B tidak memiliki kokpit, ini adalah pesawat tanpa awak.


Menurut angkatan laut Amerika Serikat, teknologi pesawat tak berawak kembali mencapai tonggak sejarah setelah peluncuran perdana pesawat tanpa awak sebesar jet tempur dari kapal induk. Selangkah lebih maju menuju sistem persenjataan tanpa awak.

Tentara Masa Depan


Lebih dari 70 negara telah menggunakan pesawat tak berawak – kendaraan udara yang mampu mengumpulkan intelijen, atau mencari, dan kalau perlu, mengeliminasi target. Saat ini keputusan semacam itu diambil oleh seorang operator melalui kendali jarak jauh.


Namun kini pesawat tak berawak sudah dapat diprogram untuk bermanuver sepenuhnya secara otonom. Jet tempur X-47B masih dalam ujicoba, namun begitu siap tempur, pesawat tanpa awak tersebut akan mampu menggelar misi sendiri  tanpa kendali manusia.


Memang belum ada pesawat tanpa awak yang dapat beraksi secara sepenuhnya sendiri. Operator menentukan adanya serangan atau tidak. Tapi muncul kekhawatiran bahwa “tekanan militer akan mendorong pengenalan sistem otonom,” jelas Jürgen Altmann, seorang ahli fisika dan periset perdamaian di Universitas Teknologi Dortmund.


Robot Tidak Pernah Lelah


Dari sudut pandang militer, langkah menuju tentara mekanis amatlah logis: robot tidak kenal lelah, mereka dapat melakukan manuver yang lebih berisiko daripada pilot manusia, yang selalu menghadapi ancaman tertembak jatuh. Bukan berarti kendali jarak jauh tanpa batasan: Komunikasi antara sistem dan operator membutuhkan waktu beberapa detik, yang dapat menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah misi.

Menurut makalah strategi Pentagon, Amerika Serikat akan terus meningkatkan sistem tanpa awak dalam 20 hingga 30 tahun ke depan. Altmann yakin Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang tengah mengembangkan sistem persenjataan otonom. “Produsen senjata lainnya akan mengikuti dan pada titik tertentu, sebagian dari angkatan bersenjata akan terdiri dari jet tempur otomatis.”


Larangan Atas Robot Tempur


Politisi partai Hijau Jerman, Agnieszka Brugger, mendukung pelarangan sistem senjata otonom. Robot tempur tidak dapat membedakan antara pejuang musuh dan warga sipil – dalam operasi tempur, mereka tidak dapat beraksi menurut hukum internasional. Agnieszka Brugger dan Jürgen Altmann setuju: menggantikan tentara dengan mesin juga berpotensi meningkatkan toleransi pemimpin militer terhadap kekerasan.

“Yang dibutuhkan adalah sistem pengendalian senjata secara global,” Roderich Kiesewetter berargumen. Namun pensiunan kolonel tersebut juga menekankan bahwa pengembangan tidak boleh dilarang sepenuhnya. “Kita harus berasumsi bahwa tidak akan ada negara yang secara sengaja beralih sepenuhnya kepada teknologi tempur otomatis.




Sumber : DW

Berita Video : Pembuatan Kendaraan Tempur Anoa Pindad

BANDUNG-(IDB) : Berbagai alat utama sistem senjata atau alutsista bagi pertahanan negara telah dihasilkan PT Pindad yang bergerak di bawah naungan Kementerian BUMN. Salah satunya kendaraan Panser Anoa 6x6 yang telah diproduksi sebanyak ratusan unit dan tersebar di Indonesia maupun negara lain.
 

Dikerjakan secara profesional dengan peralatan dan bahan yang kuat sesuai peruntukannya. Panser Anoa 6x6 dibuat berlapis baja agar anti peluru. Dengan menggunakan transmisi otomatis sehingga memudahkan prajurit untuk fokus pada kendaraannya pada medan apa pun.
 

Kepala Departemen Produksi II (Divisi Kendaraan Khusus), Hery Mochtady mengatakan panser anoa ini memenuhi standar NATO level satu baik body maupun kaca.
 

Hingga saat ini panser anoa sudah diproduksi 300 unit dari tahun 2008 hingga tahun 2014. Pada tahun ini PT Pindad sedang melakukan perakitan sekitar 40 unit. Panser Anoa sendiri menggunakan mesin Renault Truk Dxi.7, memiliki berat tempur 15.000 kg, serta bermuatan 12 orang.
 

Direktur Utama PT Pindad (Persero) Sudirman Said mengatakan populasi anoa yang sudah beredar sekitar 250 unit. Anoa adalah salah satu Produk pindad yang akan ditampilkan pada HUT TNI AD 5 oktober mendatang bersama produk lainnya. Anoa juga digunakan oleh pasukan perdamaian PBB di Lebanon dan Sudan sebanyak 19 dan 20 unit.

Liputannya :

 



Sumber : Tempo

Leopard Dan Anoa Jadi Primadona Di Monas

JAKARTA-(IDB) : Independent Day Run digelar untuk kali kedua di area Monumen Nasional (Monas) besok (31/8).  Kegiatan untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI itu juga diramaikan pesta rakyat dan pameran alutsista (alat utama sistem senjata). Dua Tank Leopard buatan Jerman dan Panser Anoa bikinan PT Pindad ikut dihadirkan.

Dua Tank Leopard dipajang di Silang Barat Monas Jumat (29/8). Sedangkan delapan Panser Anoa diparkir di pintu masuk Gedung Indosat. Alutsista milik pasukan pengamanan presiden (Paspamres) tersebut menjadi primadona acara. Tidak sedikit pengunjung yang memanfaatkan peralatan perang itu untuk berfoto selfie.


Panitia penyelenggara Independent Day Muhammad Aries menjelaskan, Tank Leopard dan Panser Anoa sengaja dipajang untuk menarik kedatangan warga dalam acara tersebut. Puncak acara bakal diramaikan pesta rakyat. ’’Sengaja dipajang lebih awal supaya Sabtu (hari ini, Red) pengunjung bisa menikmati dulu,’’ ujar dia.


Menurut Aries, Independent Day Run sengaja dihelat untuk memeriahkan peringatan kemerdekaan RI. Acara yang dimulai pukul 06.00 itu diawali dengan lomba lari sejauh 8 kilometer dan 17 kilometer.


Presiden SBY dijadwalkan hadir dan membuka lomba lari tersebut. SBY juga diagendakan ikut memainkan salah satu alat marching band lokananta milik akademi militer. ’’Ada juga kegiatan lomba balap karung, bakiak, panjat pinang, dan makan kerupuk. Semuanya terbuka untuk umum,’’ tuturnya.

Sebagai penutup kegiatan, panitia akan mempersembahkan kegiatan jupiter aerobatik tim. Kegiatan itu diisi dengan atraksi pesawat jet milik TNI-AU yang melakukan manuver di atas langit Monas.




Sumber : JP

Berita Foto : Pameran Alutsista Di Monas

JAKARTA-(IDB) : Warga berfoto di dekat tank Leopard yang di pajang jelang lomba lari Indepedence Day Run, Jakarta, Jum'at (29/08/2014). Indepedence Day Run adalah lomba lari 17 km dan 8 km yang diselenggarakan oleh Istana Negara dan Paspampres sebagai pelaksananya. Ajang ini mengambil start di depan Istana Negara dan akan dilepas oleh Presiden SBY pada tanggal 31 Agustus 2014 mendatang.

Dua orang bocah melintas dekat tank Leopard yang dipajang jelang lomba Indepedence Day Run, Jakarta, Jum'at (29/08/2014).

Seorang bocah berfoto deket tank Leopard yang dipajang jelang lomba Indepedence Day Run, Jakarta, Jum'at (29/08/2014).

Anggota TNI memeriksa tank Leopard yang dipajang jelang lomba Indepedence Day Run, Jakarta, Jum'at (29/08/2014). 

Anggota TNI memeriksa tank Leopard yang dipajang jelang lomba Indepedence Day Run, Jakarta, Jum'at (29/08/2014). 




Sumber : Vivanews

Berita Foto : Yamaha FZ1 1000 cc Kendaran Pengawal Presiden

JAKARTA-(IDB) : Petugas pengawal kepridenan (Paspampres) bergoncengan dengan mengendarai dua motor Yamaha FZ1 1.000 cc dengan senjata serbu MP7 mengawal mobil kijang Innova Hitam B 1124 BH keluar Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (27/8/2014).



Mobil yang berisi Presiden terpilih Jokowi ini menghatarnya ke Bandara Halim Perdana Kesuma yang lanjutkan dengan penerbangan ke Bali guna bertemu dengan Presiden SBY untuk membahas pemerintahan transisi.




Sumber : Tribunnews

Mengakhiri Ketegangan Hubungan Indonesia Dan Australia

NUSA DUA-(IDB) : Setelah sempat memanas gara-gara terbongkarnya skandal penyadapan Australia atas para petinggi Indonesia November tahun lalu, hubungan kedua negara berangsur pulih. Di Pulau Dewata, 28 Agustus 2014, Australia bersedia tandatangani suatu perjanjian khusus seperti yang selama ini diminta Indonesia. 

Nama resmi perjanjian itu adalah Tata Perilaku (COC) dalam rangka Implementasi Perjanjian Kerangka Kerjasama Keamanan Kedua Negara. Namun, kalangan media massa Australia dan Indonesia lebih suka menyebutnya Tata Perilaku soal Penyadapan.


Di atas kertas perjanjian itu, masing-masing pihak bersepakat bahwa, sebagai dua negara yang sudah lama bersahabat, tidak etis kalau sampai harus menyadap satu sama lain. Bila ingin minta informasi, tinggal tanya dan berkoordinasi saja dengan lembaga-lembaga terkait dari kedua negara. 

Indonesia dan Australia masing-masing diwakili menteri luar negeri masing-masing, yakni Marty Natalegawa dan Julie Bishop. Penekenan COC itu juga disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu pejabat Indonesia yang menjadi "korban" penyadapan badan intelijen Australia, Defence Signals Directorate (DSD).

Marty pun mengaku lega. Sebab, proses enam langkah (six road maps) yang diajukan Presiden SBY sebagai prasyarat pemulihan hubungan kedua negara sudah sampai di langkah keempat.

Apa saja isi COC itu? Marty menjawab ada dua poin penting :. 


Pertama, Indonesia dan Australia tidak akan menggunakan setiap sumber daya intelijen mereka, termasuk kapasitas penyadapan atau sumber-sumber lain yang dapat merugikan kepentingan dari kedua pihak.

Kedua, Indonesia dan Australia akan mendorong kerja sama intelijen antar lembaga dan badan-badan relevan sesuai dengan hukum dan peraturan nasional masing-masing.

"Untuk melaksanakan hal tersebut, para kepala badan intelijen kedua negara akan bertemu dan berkonsultasi," kata Marty. Dengan kode perilaku itu, Marty bisa memastikan, kedua negara tidak akan membiarkan skandal penyadapan kembali terulang.

Di sisi lain, dia juga yakin hubungan Indonesia dan Australia akan kembali ke tatanan yang positif seperti sebelumnya. "Pemulihan kerja sama intelijen dan komunikasi antar angkatan bersenjata kedua negara akan kembali pulih," imbuh Marty.

Hal ini diamini Menlu Australia Julie Bishop. Australia dan Indonesia sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang intelijen setelah kedua negara meneken Kode Perilaku itu. Salah satu realisasi meningkatnya kerja sama di bidang intelijen itu adalah, pemimpin badan intelijen kedua negara sepakat melakukan kontak secara reguler.

"Kontak ini sangat penting untuk bekerja sama, meningkatkan, dan menjawab tantangan serta isu keamanan di negara kami, kawasan Asia dan dunia," kata Bishop.

Dia menambahkan, salah satu ancaman yang kini tengah melanda adalah paham ekstrimis. yang tumbuh di negara asal. Para jihadis ini kemudian berangkat untuk berperang dengan kelompok militan di Irak dan Suriah. Lalu, mereka kembali ke negara asal dengan paham radikal. "Kami menantikan kerja sama yang erat dan menguntungkan untuk mencapai hal tersebut," imbuh dia.

Dengan adanya peningkatan kerja sama di bidang intelijen itu, Indonesia pun yakin bahwa pengumpulan informasi di luar koridor, seperti penyadapan, sudah tidak lagi diperlukan. Untuk itu, Marty memastikan bahwa kode perilaku itu lebih dari sekadar dokumen.

Dengan adanya COC, imbuhnya, komunikasi dua negara kembali seperti sedia kala. Selain itu, kerja sama di bidang pertahanan dan angkatan bersenjata seperti patroli perbatasan bersama dan latihan bersama akan dipulihkan. Namun, Marty menambahkan tidak ada waktu khusus kapan kedua aktivitas itu berjalan normal.

COC merupakan syarat sebagai perwujudan six road maps yang dituntut oleh Presiden SBY, setelah pada akhir tahun lalu menjadi korban penyadapan badan intelijen Australia (DSD). Informasi itu terkuak di media Australia yang mengutip bocoran dokumen intelijen milik Edward J Snowden.

Usai COC diteken, maka masih tersisa dua langkah lagi yaitu pembuktian COC sungguh dipenuhi dan dijalankan. Sementara, langkah terakhir. Dua langkah itu adalah kedua negara memastikan bahwa kode perilaku ini dipatuhi. Terakhir, kerja sama tiga bidang yang sempat dipetieskan, akan kembali di buka.

Adapun ketiga bidang kerja sama itu adalah saling tukar-menukar informasi intelijen, kerja sama polisi, dan patroli gabungan di perbatasan laut untuk mencegah manusia perahu.

Tak Cukup
 

Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana memiliki pandangan lain mengenai kode perilaku dua negara bertetangga itu. Dia menilai penyadapan tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan COC.


Jika memang kesal dengan kelakuan Australia, Pemerintah Indonesia lebih baik mengusir pejabat diplomat Negeri Kanguru. Gaya yang dipilih SBY untuk menuntaskan skandal ini, ujar Hikmahanto, mengadopsi gaya orang Jawa yang ingin melakukan penanganan secara pelan-pelan.


"Yang namanya intelijen suatu negara, di satu waktu tertentu, akan melakukan penyadapan untuk kepentingan tertentu. Penyadapan itu lazim dilakukan oleh suatu negara. Yang tidak lazim itu jika terbongkar," imbuh pria yang pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum UI itu. Oleh sebab itu, Hikmahanto tidak yakin, Australia akan betul-betul menghentikan aksi penyadapannya dengan hanya COC itu.

Selain itu, Hikmahanto turut menyebut sikap marah Presiden SBY atas skandal penyadapan Australia, lebih didasari kemarahan personal dan bukan mengatasnamakan negara.

Sebab, aksi penyadapan sudah pernah dilakukan Australia, sebelumnya. Ketika mantan kontraktor Badan Intelijen Amerika Serikat (NSA) Edward J Snowden mengungkap di media massa, soal adanya ruang khusus di gedung Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta Selatan yang digunakan untuk menyadap.

"Dia baru marah, ketika namanya dan Ibu Ani Yudhoyono masuk ke dalam daftar penyadapan. Masalah ini dijadikan personal matters," kata Hikmahanto.

Hikmahanto juga menyebut, Pemerintah Indonesia tidak bisa hanya menimpakan kesalahan dalam skandal penyadapan kepada Australia semata. Karena, bila diingat kembali ke belakang, aksi penyadapan itu, dilakukan atas permintaan Amerika Serikat. "Seharusnya Indonesia, juga berani marah ke AS. Jangan hanya ke Australia saja," kata dia.

Skandal Penyadapan


November 2013, Indonesia berang. Gara-garanya Australia ketahuan telah melakukan aksi mata-mata dan membangun jejaring spionase mereka di Tanah Air, melalui kantor kedutaan besar mereka di Jakarta. Hal itu justru diketahui Indonesia dari media massa Australia, The Sydney Morning Herald.

Bahkan media Australia lainnya, Fairfax, menyatakan pos-pos diplomatik Australia yang tersebar di Asia mempunyai fasilitas untuk mencegat lalu lintas data dan panggilan telepon dari pejabat-pejabat penting di negara-negara di kawasan ini.
 
Belum selesai dengan masalah ini, kekesalan Jakarta atas Canberra bertambah setelah muncul laporan terbaru dari dua media yang kerap memberitakan bocoran Snowden, The Guardian dan Sydney Morning Herald. Muncul kabar bahwa telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para menterinya, bahkan sampai Ibu Negara Ani Yudhoyono pun, pernah disadap intelijen Australia.

Jakarta makin marah. Sebagai reaksi atas kabar penyadapan telepon itu, pemerintah RI memanggil pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema, selama waktu yang tidak ditentukan.

Penarikan dubesnya dari Australia ini bukan kali pertama dilakukan pemerintah Indonesia. Sebelum masalah penyadapan ini, pada Maret 2006 pun Pemerintah Indonesia menarik dubesnya dari Australia. Pemulangan dubes RI saat itu untuk memprotes keputusan Australia memberikan visa kepada 42 pencari suaka asal Papua.

"Ini merupakan perbuatan yang tidak bersahabat dan berdampak serius bagi hubungan kedua negara," kata Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa saat mengumumkan pemulangan Dubes Nadjib dari Australia, Senin 18 November 2013.

The Guardian dan The Sydney Morning Herald menjelaskan cukup gamblang skandal penyadapan telepon SBY dan para pejabatnya oleh Australia.

Suatu hari pada bulan Agustus 2009, ada panggilan telepon dari Thailand yang masuk ke ponsel E90-1 milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Panggilan itu dari nomor tak dikenal. Badan Intelijen Australia bersiap menjalankan misinya: mencegat dan menyadap panggilan telepon itu. Sayang perbincangan telepon itu tak berlangsung lama. DSD tak berhasil memenuhi tugasnya.

“Informasi lebih lanjut saat ini nihil (tak memenuhi batas waktu – perbincangan hanya berlangsung satu menit,” demikian catatan yang tertulis di bagian bawah slide presentasi berjudul Indonesian President Voice Intercept (August ’09) milik Departemen Pertahanan Australia dan DSD. Kata-kata "Top Secret" tercantum di bagian atas slide berformat PowerPoint itu.

Itulah salah satu dokumen yang dibocorkan Snowden dan dipublikasikan luas oleh Guardian bersama Australian Broadcasting Corporation serta The Sydney Morning Herald, Senin 18 November 2013. Penyadapan semacam ini dilakukan Australia sejak teknologi 3G masuk ke Asia.

Bukan hanya Presiden SBY dan Ibu Negara Kristiani Herawati atau Ani Yudhoyono saja yang disadap. Ada delapan pejabat RI lainnya, yakni Wakil Presiden Boediono, mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Juru Bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri Dino Patti Djalal, mantan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, mantan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, mantan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati yang kini menjabat Direktur Bank Dunia, mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Widodo AS, dan mantan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.

Kesepuluh nama orang penting di RI itu terpampang berurutan dalam slide berjudul IA Leadership Targets + Handsets. Di samping nama-nama mereka, tercantum pula jenis ponsel yang mereka gunakan. Presiden SBY, Ani Yudhoyono, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, dan Sofyan Djalil pada tahun 2009 sama-sama memakai ponsel Nokia E90-1.


Sementara Boediono dan Dino Patti Djalal menggunakan BlackBerry Bold 9000, Jusuf Kalla menggunakan Samsung SGH-Z370, Andi Mallarangeng memakai Nokia E71-1, dan Widodo AS menggunakan Nokia E66-1.

Satu hal jelas, seluruh ponsel itu memiliki teknologi 3G. 



Sumber : Vivanews

Fakta Kemenangan Hamas Atas Israel

GAZA-(IDB)Bendera PalestinaSetelah bertempur selama tujuh pekan, akhirnya Hamas dan Israel menyetujui kesepakatan gencatan senjata jangka panjang. Kesepakatan itu dicapai dengan perantara Mesir.

Perang menyisakan bukan hanya angka korban tapi juga kepedihan, trauma, dan benih balas dendam. Dalam perang hampir dua bulan ini 2.139 warga sipil Gaza tewas, 490 di antaranya anak-anak, serta 64 serdadu Negeri Zionis, dan enam warga sipil mereka.

Mereka yang berperang selalu saling mengklaim kemenangan. Tapi sebenarnya siapa yang berhak menepuk dada menyatakan diri menang?

Kolumnis Amir Oren dalam ulasannya yang dimuat harian Haaretz (27/8) menyatakan dalam konflik ini Hamas menang melawan Israel, 1-0.

Apa saja yang membuat Hamas merasa memenangkan perang kali ini? Simak uraian yang berhasil dihimpun merdeka.com berikut ini. 


Kesepakatan Pembukaan Blokade Gaza 

Warga Gaza merayakan gencatan senjata itu dengan mengklaim kemenangan dan memenuhi jalanan sambil meluncurkan kembang api dan menembakkan senjata ke udara. Masjid-masjid meneriakkan takbir. Anak-anak dan orang dewasa berpawai keliling kota. Israel juga mengklaim kemenangan selama perang kali ini.

"Hari ini kami menyatakan kemenangan atas perlawanan ini. Hari ini kami menyatakan kemenangan Gaza," kata juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Rabu (26/8).

Pejabat Palestina dan Mesir mengatakan kesepakatan gencatan senjata itu akan berlangsung hingga batas waktu belum ditentukan. Perjanjian itu juga meliputi pembukaan blokade terhadap Gaza sesegera mungkin dan perluasan wilayah penangkapan ikan di Laut Mediterania.

Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan kesepakatan itu mencakup pembukaan seluruh perbatasan di antara Jalur Gaza dan Israel. Itu menandakan embargo Israel terhadap Gaza selama bertahun-tahun akan berakhir. 


Biaya Perang Israel Jauh Lebih Besar 

Dari penghitungan biaya perang dibandingkan dengan situasi yang terjadi, kolumnis Amir Oren dalam surat kabar Haaretz berpendapat, Israel kehilangan lebih banyak senjata ketimbang Hamas meski dilihat kasat mata kerugian bangsa Zionis itu hanya tiga persen dari apa yang diderita warga Gaza namun mendekati dua bulan perang Hamas semakin unjuk kekuatan diyakini berujung pada kengerian bagi Israel.

Militer Israel mengatakan kepada surat kabar Haaretz pekan lalu perang kali ini menghabiskan dana hingga Rp 29 triliun. Sedangkan Kementerian Keuangan Israel meyakini perang tujuh pekan ini menyedot biaya hingga Rp 22 triliun, seperti dilansir i24news.tv, pekan lalu.

Biaya mengerahkan satu serdadu untuk siap berperang membuntuhkan dana sekitar Rp 1,6 juta sehari. Sejauh ini Israel menempatkan 60 ribu tentaranya buat bersiaga perang. Itu berarti menghabiskan uang Rp 98 miliar sehari.


Rekonstruksi Gaza 

Dalam gencatan senjata tahap kedua yang akan dimulai sebulan lagi Palestina dan Israel akan membahas pembangunan pelabuhan Kota Gaza dan pembebasan tahanan Hamas di penjara Israel di Tepi Barat.

Membangun kembali Jalur Gaza menjadi pekerjaan besar usai perang selama 51 hari antara Hamas dengan Israel berakhir dengan gencatan senjata jangka panjang.

Sejumlah lembaga donor dan Perserikatan Bangsa-bangsa sudah menghitung kira-kira dibutuhkan dana senilai Rp 4,2 triliun untuk membangun lagi Gaza, seperti dilansir surat kabar Haaretz, Kamis (28/8).

Pekan ini sejumlah negara dan pendonor sudah menyiapkan sekitar Rp 2 triliun buat membantu pembangunan kembali Gaza.

Pada akhirnya rekonstruksi Gaza tergantung dari kemauan komunitas internasional untuk memperbaiki kerusakan akibat serbuan Israel. 


Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu Dikecam

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuai kritik keras di dalam negeri dalam hal perang 51 hari dengan Hamas.

Sejumlah media berpengaruh di Israel menyerang kepemimpinan Netanyahu dalam menghadapi perang paling lama dalam sepuluh tahun terakhir dengan Palestina, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Kamis (28/8).

Sejumlah survei menunjukkan kepopuleran Netanyahu merosot tajam, seperti terlihat dari jajak pendapat stasiun televisi Channel 10. Popularitas Netanyahu kini berada pada angka 55 persen, turun dari 69 persen pada awal bulan ini.




Sumber : Merdeka