Pages

Minggu, Agustus 10, 2014

Berita Foto : Frigate Baru China, Quanzhou

BEIJING-(IDB) : China meluncurkan Frigate baru mereka yang diberinama Quanzhou, yang bergabung dengan Angkatan Laut China, 8 Agustus 2014. Upacara penyerahan frigate dilakukan di Pangkalan Angkatan Laut Xiamen di Tenggara China dan akan ditempatkan di Armada Laut China Timur.


Frigate Quanzhou didisain sendiri oleh China dan diklaim bersifat stealth (siluman) serta memiliki teknologi tingkat tinggi. Frigate ini bertugas untuk patroli maritim, pengintaian, escort, anti kapal selam dan fungsi kelautan lainnya. 



Sumber : JKGR

Berita Foto : Pendaratan Lapis Baja Marinir China

BEIJING-(IDB) : China terus meningkatkan kemampuan Marinir mereka untuk operasi amphibi dan maritim. Latihan ini dihubungkan dengan perilaku China yang semakin agresif di Laut China Selatan.


image
image
image
image
image
pla-mar-2
pla-mar-3

Meski China mengklaim Marinir mereka telah berdiri sejak tahun 1950-an, namun bukti ke arah itu sulit ditemukan. Marinir China dianggap tidak ada sebelum tahun 1980-an, kecuali kumpulan pelaut dan prajurit yang belajar melakukan pendaratan di garis pantai.

Kini China terus membangun kekuatan Marinir dan mulai terampil melakukan pendaratan tank dan kendaraan lapis baja ke wiayah pantai, untuk melakukan penyerbuan 



Sumber : JKGR

AS Upgrade Seluruh Armada Pesawat Pembom

B-1B Lancer
ARTILERI-(IDB) : Miliaran dolar dibelanjakan AS untuk memodernisasi dan mengupgrade armada pesawat pembom strategis era Perang Dingin. Dengan tambahan beberapa perangkat teknologi baru, diharapkan beberapa pesawat-pesawat pembom Angkatan Udara AS (USAF) seperti B-1B, B-2 dan B-52 akan tetap bisa beroperasi hingga 40 tahun lagi. Tapi dengan maraknya pengembangan sistem pertahanan udara canggih oleh musuh-musuh AS, apakah menghabiskan dana untuk program ini adalah langkah yang tepat?
 

Sementara banyak angkatan-angkatan udara di dunia saat ini sudah memensiunkan pesawat pembom strategis jarak jauhnya, AS kini masih menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang masih mempertahankan armada pembom yang besar. Meskipun usia-usianya sudah tua, armada pembom AS dinilai masih sangat mampu, yang terdiri dari 76 B-52H, 63 B-1B supersonik (gambar atas), dan 20 pembom siluman B-2. Dari total 159 pembom tersebut, 96 diantaranya siap digunakan kapan dan dimanapun di dunia ini.
 

"Armada pembom kami unik karena dapat dengan cepat mengirimkan senjata (bom) konvensional dan nuklir ke seluruh dunia dalam hitungan jam," Mayor Eric Badger dari USAF mengatakan kepada media. "Pembom akan membela kepentingan nasional kami dengan menghalangi, mencegah dan mengalahkan musuh."



Kaki Udara dari "Triad Nuklir" AS
 

Pada 2013 lalu, dua pembom siluman B-2 AS terbang dari Pangkalan Udara Whiteman, Missouri, ke Semenanjung Korea untuk menjatuhkan bom dummy seberat 907 kg di Jik Do Range. Ini merupakan bagian dari latihan tempur bilateral 'Foal Eagle' antara AS dan Korea Selatan. Memberikan sinyal bagi pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un bahwa AS akan selalu membela Korea Selatan.
 

Krisis Ukraina dan ketegangan dengan Rusia, juga dihiasi dengan kehadiran sejumlah pembom B-52 dan B-2 AS di Inggris untuk latihan. Bagi AS, penyebaran pesawat pembom merupakan bentuk nyata dari komitmennya untuk melindungi seluruh sekutunya di dunia.
 

Pembom B-52 dan B-2 - tidak B-1B - masih difungsikan AS sebagai pesawat pembom serangan nuklir, menjadikan AS sebagai salah satu dari segelintir negara di dunia yang memiliki 'triad nuklir', yaitu pesawat pembom berkemampuan nuklir, rudal balistik nuklir antar benua yang berbasis darat, dan rudal balistik nuklir yang berbasis laut.


Negara-negara seperti Rusia dan China terus mencari cara untuk mengeliminasi kemampuan mematikan pesawat pembom strategis dengan mengembangkan senjata-senjata anti-access/area denial (A2/AD) canggih. Hal ini jelas akan membahayakan dan menggagalkan misi pembom-pembom AS yang terbang di wilayah A2/AD.
 

"Memodernkan dan mempertahankan armada pembom merupakan prioritas tinggi AS," kata Mayor Badger. "Sebagaimana ancaman telah berkembang, kami akan melakukan perubahan dan investasi untuk menghadapi (ancaman/AD A2). Termasuk di dalamnya program modernisasi dan upgrade, serta mengembangkan taktik dan senjata baru."
 
Pembom B-2 Juga Telah Usang
 

Bahkan pesawat pembom terbaru dan tercanggih milik USAF saat ini yaitu B-2 Spirit, juga harus menjalani perbaikan agar tetap relevan di masa depan. B-2 yang kini berjumlah 20 unit, yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-25, menjadi satu-satunya pembom AS yang mampu menembus sistem pertahanan udara dengan pemanfaatan teknologi siluman. Sebelum B-2 diganti pada dekade depan, mempertahankan B-2 agar tetap beroperasi menjadi prioritas utama bagi USAF.


B-2 Spirit
B-2 Spirit

Untuk tujuan ini, Pentagon menggelontorkan dana senilai USD 9,9 miliar kepada Northrop Grumman untuk memodernisasi dan menjaga keberlangsungan hidup armada pembom siluman ini. Dua puluh B-2 ini diharapkan akan bisa terus terbang selama 40 tahun lagi dengan masa pensiun yang direncanakan pada 2058.
 

B-2 akan diupgrade dengan Defensive Management System-Modernization (DMS-M) yang akan meningkatkan kesadaran ancaman dan pertahanan diri. B-2 juga akan dilengkapi dengan sistem komunikasi satelit (SATCOM) Advanced Extremely High Frequency (AEHF) baru. Kru B-2 juga akan menggunakan receiver frekuensi rendah, yang menjamin keamanan komunikasi B-2 setelah melakukan misi peledakan bom nuklir. Pembom siluman juga akan dilengkapi dengan Massive Ordnance Penetrator (MOP), sebuah bom 'bunker buster' 13.600 kg yang berfungsi untuk menghancurkan target yang jauh terpendam di dalam tanah.


Meskipun tidak lagi berkemampuan nuklir, pembom B-1B Lancer juga akan mendapatkan sejumlah upgrade teknologi kunci yang akan membuatnya terus terbang sampai tahun 2030-an. Awak B-1B juga akan diuntungkan dengan pengunaan Vertical Situation Display Upgrade (VSDU) yang akan menggantikan instrumen 'steam gauge' kokpit dengan display baru. Sistem navigasi inersia, radar, data link juga akan ditingkatkan atau diganti.

 
B-52 - Teknologi Baru untuk Masa Depan
 

Sang ikonik B-52 Stratofortress, yang pertama kali beroperasi pada saat Perang Vietnam, diperkirakan akan terus terbang hingga tahun 2040. Pembom tua yang tidak memiliki fitur siluman atau supersonik ini merupakan pembom yang paling rentan terhadap sistem pertahanan udara modern. Tidak seperti misinya di Vietnam, B-52 yang sudah diupgrade nanti akan ditugaskan untuk menjatuhkan bom pintar di luar area yang dijaga ketat oleh sistem pertahanan udara.
 

Peralatan komunikasi dan avionik baru, dan bomb bay (teluk bom) dimodifikasi untuk membawa bom pintar abad 21 yang saat ini masih dikembangkan. Dengan upgrade ini berarti B-52 akan terus digunakan AS sebagai platform utama pengiriman bom sebelum akhirnya digantikan dengan pembom baru.


B-52 Stratofortress
B-52 Stratofortress

Pada Mei lalu, B-52 yang pertama diupgrade dengan Combat Network Communications Technology (CONECT) dari Boeing. CONECT akan membuat B-52 terintegrasi dengan sistem pertempuran udara masa depan yang kompleks dengan penambahan beberapa communication data link, full-colour LCD display dengan real-time intelligence feed dan kemampuan untuk menargetkan ulang senjata/bom atau parameter misi selama penerbangannya. Menurut USAF, upgrade CONECT pada seluruh B-52 yang berjumlah 76 akan selesai pada tahun 2020.
 

Modifikasi pada Internal Weapon Bay akan menambah fleksibilitas B-52 dan meningkatkan kapasitasnya dalam mengusung senjata ber-GPS yang mematikan, termasuk senjata 'J-series' seperti Joint Direct Attack Munitions (JDAM), Lockheed Martin's Joint Air-to-Surface Standoff Missile (JASSM), JASSM-ER (extended range) dan Raytheon's Miniature Air Launched Decoy (MALD).
 

Pengintegrasian JDAM pada B-52 akan selesai pada tahun 2017, sementara JASSM dan MALD diharapkan akan selesai pada tahun 2020.



Menurut seorang petinggi USAF, startegi USAF dalam berurusan dengan A2/AD di masa depan adalah dengan menggunakan amunisi pintar yang diluncurkan dari luar batas A2/AD dan dengan penetrasi terbatas pada sisi depan wilayah pertempuran.
 

Di bawah perjanjian START baru yang ditandatangani AS dan Rusia pada 2010 lalu, sekitar 30-an pembom B-52 akan dikonversi ke platform konvensional dengan pelucutan semua peralatan yang terkait dengan misi nuklir. Sedangkan sekitar 40 lainnya akan tetap berkemampuan nuklir bersama dengan seluruh pembom B-2.
 
LRS-B - Pembom Generasi Baru USAF
 

Pembom B-1B dan B-52 rencananya akan segera dipensiunkan ketika pesawat pembom siluman baru USAF diperkenalkan pada 2020-an. Adalah Long Range Strike Bomber (LRS-B) yang dikembangkan oleh Boeing dan Lockheed Martin. Lebih dari 100 pembom LRS-B akan diperoleh USAF yang masing-masing senilai USD 550 juta.


Untuk beberapa hal, upgrade armada pembom tua AS saat ini merupakan salah satu cara untuk melindungi AS seandainya pengembangan LRS-B tertunda atau mungkin dibatalkan. Kita tahu, USAF tidak akan memensiunkan pembom jika belum ada penggantinya.




Sumber : Artileri

5 Senjata Rusia Yang Membuat Kekuatan Tempur China Lebih Mematikan

BEIJING-(IDB) : Perdagangan senjata antara Rusia dan China meledak pasca runtuhnya Uni Soviet, namun telah menurun dalam beberapa tahun belakangan. Hal ini akibat menurunnya permintaan, karena China sudah mampu membangunnya sendiri. Alasan lainnya terkait risiko pencurian hak kekayaan intelektual oleh China (seperti di masa lalu) yang membuat Rusia kini enggan mengekspor senjata canggih ke China.

Saat ini ada lima senjata Rusia yang diinginkan dan belum dimiliki China. Seandainya Rusia menjual lima senjata ini, kekuatan tempur Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) akan lebih mematikan, hal ini diungkapkan oleh Robert Farley, asisten profesor dari Universitas Kentucky dalam sebuah artikelnya di laman National Interest.

Yang pertama, mesin jet. Mesin jet Rusia dapat menjadi solusi bagi krisis China soal keandalan mesin pesawat tempur, ujar Farley. Kurang andalnya mesin tidak hanya terjadi pada pesawat-pesawat tempur generasi keempat China, seperti J-10, J-11 dan J-15, tapi juga termasuk prototipe pesawat tempur generasi kelima siluman China seperti J-20 dan J-31.

"Mesin Rusia tidak memiliki reputasi dalam hal keandalan yang luar biasa, tetapi performa mesin mereka lebih baik daripada rekan China mereka," kata Farley.

Tampaknya berat bagi Rusia untuk mengeskpor langsung mesin jet canggih ke China, namun seandainya terjadi penjualan Sukhoi Su-35, China akan meneliti dan menirunya, untuk selanjutnya membuat pesawat dan mesinnya sendiri. Saat ini Rusia masih mempertimbangkan penjualan Su-35 ke China, karena hal ini sangat berisiko karena bila China berhasil menirunya (baik Su-35 dan mesinnya), maka Rusia bisa kehilangan pasar.

Yang kedua, pesawat pembom. Pembelian pesawat pembom strategis Rusia seperti Tu-160 Blackjack (gambar atas) atau Tu-22M Backfire akan menggantikan pesawat pembom H-6 Angkatan Udara PLA yang merupakan turunan dari pesawat pembom Uni Soviet Tu-16 "Badger" yang sudah berumur. Meskipun Tu-160 dan Tu-22M merupakan pesawat pembom hasil desain dari era Perang Dingin, namun masih lebih canggih dari pembom yang dimiliki China saat ini.

"(Belum dapat dipastikan) Apakah Rusia akan memutuskan untuk mengekspor Tu-22M langsung ke China beserta lisensi produksinya, atau Rusia hanya akan memberikan bantuan teknis kepada china untuk pengembangan atau pesawat pembom baru, kolaborasi ini akan menghasilkan pembom yang lebih mematikan untuk Angkatan Udara PLA," tulis Farley.

Seperti yang Artileri kabarkan Januari lalu, China saat ini tengah mengembangkan pesawat pembom baru, yang mana diyakini satu prototipe sedang dikerjakan.

Yang ketiga, kapal selam nuklir. Untuk Angkatan Laut PLA, kapal selam nuklir Rusia seperti Kelas Akula dan Yury Dolgorukiy akan menambah kekuatan tempur Angkatan Laut PLA secara signifikan, sekaligus mendongkrak teknologi pembangunan kapal selam nuklir China yang selama ini masih mengalami masalah. Secara substansial, kapal-kapal selam nuklir buatan China masih berada di belakang standar kapal selam nuklir Rusia.

Namun yang pasti, selama ini Rusia sangat menjaga kerahasiaan teknologi kapal selamnya, dan teknologi produksi kapal selam (termasuk kapal selam konvensional) merupakan proses industri yang sangat berharga dan sulit ditransfer ke negara lain. Namun melihat Rusia yang saat ini sedang menyewakan kapal selam nuklirnya (Kelas Akula) ke India, maka tampaknya ada peluang bagi China. Namun untuk kapal selam nuklir terbaru Rusia (Yury Dolgorukiy), sepertinya tidak akan diekspor Rusia ke China. Kemungkinan terbesarnya adalah Rusia memberikan bantuan teknis kepada China untuk mengembangkan kapal selam nuklir seperti Yury Dolgorukiy.

Yang keempat, S-400. Untuk meningkatkan kemampuan anti-access and area denial dalam strategi China menghadapi senjata udara musuh, maka yang dibutuhkan China adalah sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia.

"Jika pesawat dan rudal jelajah AS bisa menyerang pangkalan udara, node komunikasi, peluncur rudal, dan pusat-pusat logistik militer China, maka seluruh sistem tempur China akan berantakan sebelum menjalankan misinya," ujar Farley. Seandainya diekspor, sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia akan menggantikan atau beroperasi bersama sistem rudal pertahanan udara HQ-9 China.

Yang terakhir, rudal balistik. Farley berbicara tentang ekspor rudal balistik Iskander-E Rusia ke China.

"China masih harus banyak belajar dari Rusia, baik untuk rudal jarak jauh maupun rudal jarak dekat. Rudal Iskander-E konon memiliki karakterisitik manuver terminal mengesankan yang melebihi rudal apapun milik China, dan akan memberikan PLA keunggulan besar dalam berbagai potensi konflik. Namun, Rusia masih keberatan untuk menjual rudal balistik ke China karena masalah keamanan dan pencurian hak kekayaan intelektual," kata Farley.



Sumber : JKGR

Korvet Pohang Class Untuk Filipina

SEOUL-(IDB) : “China dengan tegas memprotes keputusan Pemerintah Korea Selatan untuk menyumbangkan Korvet 1.200 ton dan kapal pendarat ke Filipina, seperti yang dilaporkan The Chosun Ilbo, salah satu penyedia berita utama di Korea Selatan, 05/08/2014.


Menurut Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, seorang pejabat Kedutaan Besar China di Seoul mengunjungi mereka tanggal 10 Juni, setelah keputusan pemerintah Korea Selatan itu dilaporkan oleh media. China meminta pemberian itu dibatalkan.


Di sisi Filipina selaku penerima alutsista, tidak ada laporan pembatalan tentang pemberian kapal perang tersebut.


Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Kwang-jin mengatakan kepada Menteri Pertahanan Filipina Voltaire Gazmin T pada pertemuan di Seoul 30 Mei lalu bahwa Republik Korea Angkatan Laut (Rokn) akan menonaktifkan sebuah korvet Pohang Class (PCC) pada akhir tahun dan akan disumbangkan untuk Angkatan Laut Filipina.


Menteri Kim mengatakan sikap Korea Selatan adalah sumbangan kecil dibandingkan dengan kontribusi besar dari pasukan Filipina selama Perang Korea.


Korvet Pohang class, adalah kapal multi fungsi yang dioperasikan oleh Angkatan Laut. Republik Korea, yang dilengkapi dengan 4 rudal Harpoon, 2 OTO Melara (76mm) / 62 compact cannon, 2 Breda cannon 40mm / 70, 6 torpedo Mark 46, 12 Depth Charges Mark 9. Sensor dan sistem ASW atau versi ASUW.

Kapal ini diharapkan akan disumbangkan dengan persenjataan dan sensor yang utuh. 




Sumber : JKGR

Apresiasi Untuk Ultimatum Panglima TNI Kepada Malaysia

TEMAJUK-(IDB) : Ultimatum yang diberikan Panglima TNI Moeldoko kepada Malaysia untuk segera membongkar tiang pancang mercusuar yang dibangun tentara Malaysia di Tanjung Datu, Kalbar, diapresiasi.

Apalagi Moeldoko tegas menyebut bakal segera membongkar pancang tersebut jika Malaysia lamban merespons.

"Dalam konteks inilah pernyataan Panglima TNI patut diapresiasi. Bila Malaysia tidak melakukan pembongkaran maka sudah sewajarnya TNI sebagai penjaga kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia yang akan melakukan pembongkaran tiang pancang Malaysia," kata Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Minggu (10/8).

Menurutnya, TNI memiliki wewenang penuh dalam menjaga kedaulatan NKRI. TNI tak perlu ragu mengambil langkah tegas terkait pancang mercusuar yang dibangun Malaysia di kontinen Indonesia mengingat, terdapat Perjanjian Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia Tahun 1969 dan Konvensi Hukum Laut 1982 di mana Malaysia dan Indonesia telah meratifikasi.

"Berdasarkan Perjanjian Landas Kontinen, pemasangan tiang pancang berada dalam koordinat hak berdaulat Indonesia.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982 secara tegas disebutkan bahwa negara yang mempunyai hak berdaulat di landas kontinen mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan memiliki kewenangan dan pengaturan atas instalasi yang dibangun di atasnya," paparnya.

Dengan begitu, Hikmahanto berpandangan, Malaysia harus terlebih dulu meminta izin dari pemerintah Indonesia untuk membangun mercusuar di kontinen Indonesia. Maka, sepatutnya Malaysia segera membongkar pancang tersebut karena pembangunannya dilakukan secara diam-diam.

Dirinya berpandangan, lambannya sikap Malaysia merespons perundingan yang diajukan Indonesia terkait pancang Tanjung Datu bukan tanpa sebab. Negeri Jiran sengaja mengulur-ulur waktu hingga Indonesia lengah sebelum melanjutkan pembangunan mercusuar.

"Malaysia sepertinya mencoba untuk menunda dan mengulur-ulur waktu dalam membongkar tiang pancang meski telah dilakukan perundingan. Malaysia terlihat hendak bertahan dalam membangun mercusuar dengan harapan pemerintah Indonesia akan lalai dalam perhatian dan pada gilirannya mengabaikan," ujarnya.

Dalam konteks itu, Hikmahanto menilai, ultimatum yang diucapkan Moeldoko yang bakal membongkar mercusuar tersebut jika Malaysia tetap tidak merespons perundingan menjadi penting. Sebab, perundingan yang diajukan merupakan pelaksanaan etika politik dalam rangka menjaga hubungan baik dan semangat solidaritas ASEAN.

"Oleh karenanya ultimatum Panglima TNI yang intinya bila dalam kurun waktu tertentu Malaysia tidak juga membongkar tiang pancang maka berdasarkan Pasal 80 Konvensi Hukum Laut 1982 Indonesia dapat membongkarnya," jelasnya.

Dirinya juga meyakini, Malaysia tidak bakal melayangkan protes yang membawa dampak negatif bagi Indonesia jika pancang mercusuar yang berada sekitar 1 Km dari pantai Tanjung Datu dibongkar TNI. Karena, secara hukum Indonesia memiliki hak penuh melakukan pembongkaran di landas kontinennya.

"Protes dan keberatan Malaysia terhadap tindakan Indonesia untuk membongkar tidak akan mungkin, mengingat tiang pancang tersebut berada di landas kontinen Indonesia," katanya.




Sumber : BeritaSatu

AL Rusia Klaim Usir Kapal Selam AS

MOSCOW-(IDB) : Angkatan Bersenjata Rusia, Sabtu (9/8/2014), mengatakan telah mengusir sebuah kapal selam milik AS yang memasuki perairan Rusia di Laut Barents.

Seorang perwakilan markas besar angkatan laut Rusia kepada kantor berita Interfax mengatakan kapal selam yang diyakini adalah kelas Virgina ditemukan berada di dekat wilayah perairan Rusia pada Jumat (8/8/2014).

Keberadaan kapal selam AS itu membuat Armada Utara Rusia mengerahkan beberapa kapal perang dan sebuah pesawat terbang anti-kapal selam Il-38 untuk memaksa kapal selam itu pergi.

Tak ada kontak senjata dalam insiden itu dan seorang perwira AL Rusia mengatakan kontak dengan kapal selam AS itu hanya berlangsung selama 27 menit.

"Terima kasih atas langkah aktif yang diambil kesatuan anti-kapal selam Armada Utara sehingga kapal selam itu bisa diusir," kata seorang pejabat militer Rusia.

Sementara itu, wakil ketua komite luar negeri parlemen Rusia, Leonid Kalashnikov kepada radio Echo on Moscow mengatakan insiden semacam itu cukup sering terjadi.

"Biasanya negara lain melakukan uji coba sistem kapal selam mereka. Pengumuman yang tak lazim ini kemungkinan merupakan langkah kehumasan angkatan laut agar pekerjaan mereka diperhatikan," ujar Leonid.

Insiden ini muncuk di tengah semakin tegangnya hubungan antara Barat dan Rusia terkait kebijakan Moskwa dalam krisis di Ukraina.



Sumber : Kompas