Pages

Minggu, Juni 29, 2014

Lima Tahun Ke Depan, BPPT Targetkan Membuat UAV MALE

BPPT dengan dukungan dana dari Kementerian Pertahanan menargetkan dalam lima tahun mampu membuat MALE UAV yang mampu terbang lebih 20 jam sehari, ketinggian 20-30 ribu kaki, serta mampu membawa kamera dan radar
JAKARTA-(IDB) : Drone atau pesawat nirawak untuk pengawasan, menjadi topik hangat beberapa hari lalu, saat menjadi bahasan debar capres sesi ketiga antara Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Tak hanya seru di debat, topik drone juga ramai dibicarakan di sosial media.

Sejauh ini kemampuan Indonesia untuk mengembangkan teknologi pesawat nirawak itu sudah berjalan. Pengembangan teknologi pesawat nirawak itu dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 

Kepala Program Pesawat Udara Nirawak (PUNA) BPPT, Joko Purwono, kepada VIVAnews, Senin malam, 25 Juni 2014 mengatakan institusinya sudah mengembangkan pesawat nirawak Wulung, yang tengah diproduksi, dan pesawat nirawak Sriti.

"Sedang diproduksi di PT Dirgantara Indonesia, Bandung dan digunakan Balitbang Kementerian Pertahanan," kata dia. 

Menurutnya dengan kemampuan daya jelajah 200 km, PUNA Wulung bisa dimanfaatkan untuk pengawasan di perbatasan, misalnya di Kalimantan bagian Utara. Namun untuk pengawasan itu diperlukan dukungan base station, sebagai lokasi pendaratan pesawat nirawak itu. 

"Pulau Kalimantan itu kan panjangnya sampai 2000 Km, itu harus ada base station. Setidaknya di Kalimantan butuh 4 base station," katanya. 

Untuk menjangkau pengawasan seluruh wilayah Indonesia, menurutnya butuh 25 titik base station. 

Joko mengakui selama ini pesawat nirawak yang dikembangkan masih untuk memasok untuk kebutuhan pengawasan di wilayah perairan Indonesia. Sama pentingnya, pengawasan di perairan didorong untuk menekan pencurian ikan. 

Ditambahkan Joko, pesawat nirawak yang dikembangkan BPPT, masih memiliki keterbatasan yaitu ketinggian terbang, lama terbang dan muatan yang dibawa. 

Wulung, jelasnya, hanya mampu terbang dengan ketinggian 12-14 ribu kaki, terbang 6 jam dan tak mampu terbang sampai di atas awan. 

"Tidak bisa lihat (area pengawasan) jika  di atas awan. Kalau cuaca bagus (Tak ada awan) bisa terbang sampai 20 ribu kaki, tapi jangkauannya 150 km, dan di titik itu nggak bisa online kirim data," katanya.

Ia menambahkan pesawat nirawak Wulung mampu mengirimkan data pengawasan secara realtime dalam terbang ketinggian normal.

Untuk itu, BPPT dalam lima tahun mendatang manargetkan mampu kembangkan pesawat nirawak dengan kemampuan lebih dari Wulung. Pesawat itu dinamakan Medium Altitude Long Endurance (MALE). 

Pesawat ini lebih besar dari Wulung, mampu terbang lebih tinggi dan memiliki kelengkapan fasilitas muatan untuk kebutuhan pengintaian. 

Data terbangnya lebih dari 20 jam dalam sehari, terbang dalam ketinggian 20-30 ribu kaki.

"Muatannya bukan kamera saja, tapi radar untuk melihat benda di bawah awan," katanya. 

Pengembangan pesawat nirawak MALE itu akan didanai oleh Kementerian Pertahanan.




Sumber : Vivanews

Super Drone : UAV TNI AD Karya Univeristas Surya

Hanya dalam Enam Bulan, Kalahkan Drone Wulung
 

UAV Super Drone karya Universitas Surya
JAKARTA-(IDB) : Peneliti yang sehari-hari menjabat sebagai direktur Advanced Marine Vehicles Research Center di Universitas Surya tersebut memang sudah lama terobsesi pada dunia penerbangan. 

Berbekal pengetahuan dan pengalaman selama lebih dari 20 tahun di bidang penerbangan, doktor lulusan Universitas Nagoya, Jepang, tersebut membuka harapan baru bagi dunia kedirgantaraan dan militer Indonesia dengan menciptakan pesawat tanpa awak yang diberi nama Super Drone.

Berawal dari penunjukan dirinya sebagai penanggung jawab penelitian dan pembuatan drone oleh Universitas Surya yang bekerja sama dengan TNI-AD, Thombi lalu mengumpulkan sejumlah peneliti sebagai tim pembuat Super Drone. Jumlahnya tujuh orang dan semuanya merupakan pakar di bidang aeromodeling.

Tim itu juga diperkuat tim ahli dari TNI-AD. ”Jadi, total tim beranggota 14 pakar,” kata Thombi kepada Jawa Pos saat ditemui Rabu lalu (25/6).

Mantan peneliti BPPT (Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi) itu mengatakan, proyek tersebut nyaris membuat para anggota tim kencing berdiri. Sebab, proyek itu sejak awal ditargetkan selesai dalam enam bulan. Hal tersebut terkait dengan dana yang terbatas, yakni sekitar Rp 1 miliar. Waktu enam bulan itu relatif singkat untuk sebuah proyek pembuatan pesawat tanpa awak. Juga, mulai Oktober 2013 proyek itu dieksekusi.

Meski begitu, Thombi cs tidak lantas mundur. Target waktu yang singkat dan biaya yang terbatas bagi sebuah proyek berteknologi tinggi tersebut mereka jadikan tantangan. Thombi juga perlu memompa semangat timnya agar bekerja keras menyelesaikan proyek itu sesuai dengan target waktu yang dicanangkan.

”Harus siap berpanas-panas. Kalau tidak mau, jangan bergabung di tim ini,” tegasnya.

Dengan berbekal pengetahuan, ketelitian, dan kerja keras, akhirnya Thombi cs berhasil menyelesaikan pembuatan Super Drone dalam waktu enam bulan pada Maret 2014. ”Sepanjang sejarah di Indonesia, yang saya tahu, (pembuatan drone) ini rekor tercepat. BPPT saja itu butuh waktu 15 tahun,” ujar pria kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1966, tersebut.

Tidak hanya selesai membuat bodi, Thombi dan kawan-kawan juga sukses membuat Super Drone bisa terbang nyaris sempurna. Pesawat tanpa awak itu kali pertama diuji coba di lokasi latihan Kopassus di kawasan Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat.

Memang menerbangkan Super Drone yang baru jadi tersebut tidak bisa sembarangan. Perlu memperhatikan kondisi cuaca dan arah angin. Sebab, apabila salah memperhitungkan cuaca, drone bisa gagal lepas landas atau jatuh.

UAV Super Drone ketika pertama kali diperkenalkan kepada media

”Makanya, harus sabar. Kalau tidak bisa hari ini, ditunggu sampai besok hingga cuacanya bagus dan memungkinkan untuk menerbangkan,” terang Thombi.

”Momen yang paling luar biasa adalah ketika melihat drone berhasil lepas landas. Rasanya, terbayar kerja keras kami selama ini,” tambah doktor yang pernah bergabung di Japan Society for Aeronautical and Space Sciences tersebut.

Super Drone karya Thombi dan timnya punya bobot total 120 kilogram dengan rentang sayap 6 meter dan panjang 4 meter. Drone itu mampu membawa bahan bakar bensin hingga 20 liter di udara. Bensin dibawa dengan menggunakan dua tabung yang diletakkan di tiap-tiap sayap. Dengan stok bahan bakar sebanyak itu, Super Drone mampu terbang 6–9 jam dengan daya jelajah sejauh sekitar 100 kilometer. Pesawat itu juga bisa membawa beban seberat 45 kg saat terbang.

Meski bukan drone pertama yang dibuat di Indonesia, terang Thombi, Super Drone akan menjadi bagian dari alutsista (alat utama sistem persenjataan) TNI-AD untuk kepentingan pertahanan negara. Ke depan, Super Drone disempurnakan sehingga dapat digunakan untuk menyerang musuh, seperti Predator Drone milik Amerika Serikat atau Eitan kepunyaan Israel.

”Tidak hanya untuk pertahanan, untuk aksi kombat juga bisa. Misalnya, tabung bensin diganti dengan bom. Minimal dapat digunakan untuk latihan menjatuhkan bom,” terang Thombi.

Menurut rencana, Super Drone dilengkapi dengan kamera pengintai di bagian bawah kepala pesawat. ”Saat ini belum dipasangi karena masih butuh penyempurnaan. Kamera itu mahal harganya. Kalau dipakai sekarang, terus jatuh, saya bisa nangis,” ucapnya.

Kendati demikian, Thombi mengakui bahwa Super Drone masih jauh dari sempurna. Banyak bagian drone di sana-sini yang masih butuh penyesuaian dan penyempurnaan agar dapat digunakan di lapangan.

Menurut Thombi, yang paling sulit dalam penyempurnaan Super Drone adalah menentukan titik keseimbangan pesawat. Thombi, yang menamatkan program S-1 di Jurusan Teknik Penerbangan Texas A&M University, AS, mengatakan bahwa titik keseimbangan dalam pembuatan pesawat merupakan salah satu yang paling vital. Sebab, beda berat 1 gram saja akan memengaruhi posisi pesawat saat berada di udara.

UAV Wulung karya BPPT
”Kalau mobil atau truk beda berat di samping atau depan-belakangnya, ia masih bisa jalan di darat. Kalau pesawat, akan jatuh. Makanya, bidang penerbangan menuntut untuk disiplin dan teliti menghitung semuanya,” ujar dia.
 
Sebab, lanjut dia, waktu enam bulan yang diberikan buat penelitian dan penyelesaian drone tidak mencukupi untuk menciptakan drone yang punya kemampuan baik. ”Waktu enam bulan ya hasilnya adalah enam bulan itu. Jangan ini dibandingkan dengan drone milik Israel. Penelitian mereka bertahun-tahun dengan dana yang unlimited. Jadi, harus dibandingkan apple-to-apple,” tuturnya.
 
Selain bidang penerbangan, Thombi ternyata juga menekuni bidang maritim. Dia pernah terlibat dalam pembuatan kapal laut dan kapal selam kecil untuk keperluan penelitian di salah satu perusahaan pembuat kapal.
 
Bagi Thombi, sistem kerja pesawat terbang dan kapal selam tidak jauh berbeda karena sama-sama melayang. Bedanya, pesawat melayang di udara, sedangkan kapal selam ”melayang” di air laut. ”Bedanya ada di fluidanya. Yang satu udara dan satunya air,” ucapnya seraya tertawa.
 
Pengetahuan mengenai udara dan air tersebut dia wujudkan melalui hasil riset berupa perahu hovercraftyang dirancang dapat terbang di atas air. Perahu itu dapat melayang karena dilengkapi dengan sebuah kipas yang mengarah ke bawah dan sayap. Dengan mengatur pada kecepatan tertentu, perahu akan terbang statis setinggi sekitar 1 meter dari permukaan air.
 
Hovercraft terbang tersebut akan digunakan untuk program iFly yang dia gagas. Proyek itu merupakan program sosial untuk memperkenalkan pengetahuan berbasis teknologi tingkat tinggi kepada anak-anak putus sekolah. Dalam program tersebut, Thombi bakal memperkenalkan perahu terbang karyanya itu dan mengajak anak-anak untuk ikut mempelajari kinerjanya.
 
”Dengan memperkenalkan teknologi tingkat tinggi, anak-anak jalanan itu akan termotivasi bahwa mereka juga bisa menciptakan teknologi. Mereka punya potensi yang tidak mereka sadari, yaitu otak yang luar biasa,” tegas dia.




Sumber : JP

Satgas RIMPAC Terima Kunjungan Pangkolinlamil




HAWAI-(IDB) : Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) Laksamana Muda TNI Arie H. Sembiring mengunjungi prajurit Marinir yang tergabung dalam Latma Multilateral Rim of Pacific (Rimpac) 2014 di Marine Corps base Hawaii (MCHB) Kaneohe, OAHU-Hawaii, Amerika Serikat, Kamis (26/06/2014).

 


Kedatangan Pangkolinlamil beserta rombongan disambut oleh Dansatgas Marinir Mayor Marinir Briand Iwan Prang yang sehari-hari menjabat sebagai Pasi Ops Batalyon Taifib-2 Marinir. Kunjungan ini diawali dengan yel-yel, kemudian dilanjutkan dengan meninjau sarana dan prasarana serta barak yang ditempati oleh para prajurit.

 


Dalam arahannya Pangkolinlamil memberikan arahan kepada satuan tugas marinir yang tergabung dalam Satgas Rimpac 2014, agar bersikap profesional dalam menjalankan tugas, selalu menjaga keimanan dan nama baik TNI-AL khususnya, TNI pada umumnya, serta Bangsa dan Negara.

 


Turut serta dalam kunjungan tersebut Atase Angkatan Laut Indonesia Kolonel Laut (E) Halili dan Paban III Sopsal Mabesal Kolonel Laut Jaenal.




Sumber : Kormar

Korea Utara Uji Coba Rudal Baru

PYONGYANG-(IDB) : Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) pada Jumat mengumumkan negara itu telah melakukan ujicoba penembakan "rudal taktis yang baru dikembangkan dengan ketepatan sangat tinggi".

Pemimpin DPRK (Korea Utara) Kim Jong Un memandu uji coba penembakan tersebut di pos pemantauan pusat, kata kantor berita resmi Korut, KCNA.

KCNA memuji senjata baru tersebut sebagai "keberhasilan baru yang gemilang" dalam upaya memproduksi "peralatan dan senjata dengan ketepatan tinggi, lebih ringan, otomatis dan cerdas".

Uji coba penembakan juga membantu Angkatan Darat Rakyat Korea memperoleh master key untuk memproduksi rudal jarak dekat dan menengah kelas dunia dan memaksimalkan kekuatan dan ketepatan serangan mereka, tambah KCNA, sebagaimana dilaporkan Xinhua.

Kim "menyampaikan kepuasan besar" dengan hasil itu dan menyampaikan kepercayaan bahwa negerinya akan "memproduksi lagi senjata kendali taktis dengan ketepatan tinggi yang mampu mengambil inisiatif penting dalam setiap operasi dan perempuran perang modern", katanya. 


Korut Tembakkan Dua Rudal Jarak Dekat Ke Laut Timur 

Korut tembakkan dua rudal jarak dekat ke laut timurSub-unit artileri Korea Utara, yang memiliki misi menyerang pulau Daeyeonpyeong dan Baengnyeong di Korea Selatan, melakukan simulasi penembakan rudal untuk menguji kemampuan tempur di sektor barat garis depan, dalam foto yang dirilis oleh kantor berita negara Korea Utara KCNA di Pyongyang, Kamis (14/3). Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan tentara Korea Utara menghadiri simulasi penembakan rudal tersebut.(REUTERS/KCNA)

Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) pada Minggu menembakkan dua rudal balistik jarak dekat ke perairan di lepas pantai timurnya, kata militer Korea Selatan.

"Korea Utara (DPRK) menembakkan masing-masing satu rudal yang diduga adalah Scud dari sekitar Wonsan, Provinsi Gangwon, sekitar pukul 04.50 waktu setempat dan 04.58 waktu setempat ke Laut Timur," kata Kepala Staf Gabungan, sebagaimana dikutip Xinhua.

"Jarak jangkauan rudal itu adalah sekitar 500 kilometer," tambahnya.

Itu adalah peluncuran kedua kali dalam tiga hari setelah DPRK menembakkan apa yang diduga sebagai tiga rudal jarak dekat ke Laut Timur pada Kamis (26/6).(Uu.C003)


Jepang Kecam Peluncuran Rudal Korut  

Jepang memprotes peluncuran rudal Korea Utara, Minggu, tetapi mengatakan akan tetap melakukan perundingan antarpemerintah seperti yang sudah direncanakan pekan ini.

"Jepang mengajukan protes keras kepada Korea Utara melalui Kedutaan (di Beijing)," kata Menteri Luar Negeri Fumio Kishida kepada wartawan, seperti dilaporkan AFP.

Ia menambahkan, bagaimana pun keadaan itu tidak akan mengubah perundingan resmi para pejabat kedua negara yang dijadwalkan berlangsung di Beijing, Selasa depan.

Pertemuan itu bertujuan melihat perkembangan janji Pyongyang untuk menyelidiki nasib warga Jepang yang menjadi korban penculikan oleh agen-agen Korea Utara pada masa Perang Dingin.

Seorang pejabat pertahanan Korea Selatan mengatakan bahwa Korut meluncurkan dua rudal ke Laut Jepang (Laut Timur). Keduanya mendarat di perairan internasional.

"Pada konsultasi di tingkat pemerintah, kami ingin mengangkat masalah (rudal) ini dengan tegas," kata Kishida.

"Meski pun pertemuan itu akan membahas masalah penculikan, kami memandang kegiatan itu merupakan peluang yang baik untuk juga membahas masalah nuklir dan rudal."

Pertemuan dilakukan hampir satu bulan setelah Tokyo mengumumkan akan menghapuskan sanksi bagi Korut apabila negara itu menyelidiki ulang kasus penculikan -- masalah yang sudah bertahun-tahun ingin diselesaikan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe.

Jepang mengatakan bahwa penyelidikan itu harus mendasar dan dapat dipercaya, sebelum mencabut sanksi sepihak.

Korea Utara pada 2002 mengakui telah menculik 13 warga Jepang antara tahun 1970-an hingga 1980an untuk melatih mata-mata Korut dengan bahasa dan budaya Jepang.

Lima dari korban penculikan itu sudah dipulangkan tetapi Pyongyang mengatakan --tanpa disertai bukti -- bahwa delapan orang yang lain sudah meninggal sehingga memicu kegemparan di Jepang.

Sikap enggan Korut untuk menyelesaikan masalah penculikan ini demikian pula mengenai program nuklir dan rudal telah membuat pembicaraan mengenai normalisasi hubungan kedua negara keluar jalur.




Sumber : Antara